DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

Illegal Fishing dan Kedaulatan Laut Indonesia. Disusun Oleh :

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

BAGANISASI DI PERAIRAN PULAU SEBATIK DALAM MENGATASI ILLEGAL FISHING ( Baganisasi in the Sebatik Island Waters on Combating Illegal Fishing)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

pemerintah pusat yang diharapkan segera diwujudkan di kawasan kepulauan Natuna Barat. ILyas sabli

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB I PENDAHULUAN. keindahan panorama yang membuat seluruh dunia kagum akan negeri ini. Dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ILLEGAL FISHING KORPORASI DALAM CITA-CITA INDONESIA POROS MARITIM DUNIA

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA)

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran saran Daftar Referensi... 87

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

BAB I PENDAHULUAN. berada diantara 2 (dua) samudera yaitu samudera pasifik dan samudera hindia dan

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- l~ r C.r C. ~,J:: ')!; "f ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DYAH HARINI

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) MK DASAR KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP (PSP-301 )

7 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLA PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan ikan yang tidak dilaporkan

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar yang ada di wilayah Asia Tenggara.

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

LAPORAN AKHIR ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PERMASALAHAN IUU FISHING DI LAUT ARAFURA DAN UPAYA INDONESIA DALAM MENANGANINYA

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis

BAB IV TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENCURIAN IKAN OLEH KAPAL ASING DIPERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF BERDASARKAN UNDANG-

Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1

ANALISIS PERATURAN DAERAH

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

Bab I Pendahuluan. 1 Ida Kusuma Wardhaningsih, Indonesia Kerepotan Berantas Illegal Fishing, dalam

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURNAL UPAYA NEGARA INDONESIA DALAM MENANGANI MASALAH ILLEGAL FISHING DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap

BAB I PENDAHULUAN. Samudera Hindia. Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari serangkaian

Transkripsi:

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com ; dina@fh.unair.ac.id Disampaikan pada Seminar Nasional Peran dan Upaya Penegak Hukum dan Pemangku Kepentingan Dalam Penanganan dan Pemberantasan IUU Fishing di Wilayah Perbatasan Indonesia. Kerjasama Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dengan Universitas Airlangga Surabaya, 22 September 2014 1

DAMPAK NEGATIF KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari keseluruhan wilayahnya merupakan wilayah laut, dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau dan panjang garis pantai 81.000 km. 1 Potensi sumberdaya laut yang sedemikian luas tersebut tersimpan kandungan sumberdaya hayati dan non hayati mulai dari Perairan Pedalaman hingga Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Potensi sumberdaya hayati laut yang terbesar adalah perikanan. Dalam dekade 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa eksploitasi dan eksplorasi hasil perikanan di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Tetapi selain berpotensi, kegiatan yang membarengi eksplorasi di laut adalah kegiatan tindak pidana perikanan yang sangat merugikan Indonesia. Menurut Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization / FAO), 2 kegiatan tindak pidana perikanan disebut dengan istilah Illegal, Unregulated, and Unreported Fishing (IUU-Fishing), yang berarti bahwa penangkapan ikan dilakukan secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan Perikanan 3 terdapat 14 zona fishing ground di dunia, saat ini hanya 2 zona yang masih potensial, dan salah satunya adalah di Perairan Indonesia. Zona di Indonesia yang sangat potensial dan rawan terjadinya IUU Fishing adalah Laut Malaka, Laut Jawa, Laut Arafuru, Laut Timor, Laut Banda dan Perairan sekitar Maluku dan Papua. 4 Dengan melihat kondisi seperti ini IUU Fishing dapat melemahkan pengelolaan sumber daya perikanan di perairan Indonesia dan menyebabkan beberapa sumber daya perikanan di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia mengalami over fishing. 5 1 Melda Kamil Ariadno, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta, 2007, hal. 129 2 FAO- IUU Fishing dalam Code of Conduct For Responsible Fisheries, 1995 3 Tommy Sihotang, Masalah Illegal, Unregulated, Unreported Fishing dan Penanggulangannya Melalui Pengadilan Perikanan, Jurnal Keadilan, Vol.4 No.2. tahun 2005/2006, hal. 58 4 Sumber dari Forum Keadilan, Kejutan di Bulan April, Forum Nomor 50115-21, April 2008, hal. 41 5 Dina Sunyowati, Port State Measures dalam Upaya Pencegahan terhadap IUU Fishing di Indonesia, Peran Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, Liber Amicorum Prof.Dr.Etty R.Agoes,SH.,LLM, Remaja Rosdakarya, Bandung, September, 2013, hal. 438 2

Banyaknya kasus IUU Fishing di Indonesia, pada dasarnya tidak lepas dari masih lemahnya penegakan hukum dan pengawasan di Perairan Indonesia, terutama terhadap pengelolaan sumberdaya alam hayati laut, serta ketidaktegasan aparat dalam penanganan para pelaku illegal fishing. Berdasarkan Pasal 85 jo Pasal 101 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dinyatakan secara tegas bahwa pelaku illegal fishing dapat dikenai ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun. Tetapi terdapat kelemahan dari UU Perikanan tersebut, yaitu kurang memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional terhadap pengelolaan sumber daya laut. Sebab, pada Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 terdapat celah yang memungkinkan nelayan asing mempunyai kesempatan luas untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Pada Pasal 29 ayat (1), dinyatakan bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan, hanya boleh dilakukan oleh Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia. Selanjutnya pada ayat (2), kecuali terdapat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan penangkapan ikan di ZEE, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban negara Indonesia berdasarkan persetujuan internasional atau ketentuan hukum intenasional. Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat terbentuknya pengadilan perikanan yang berwenang menentukan, menyelidiki, dan memutuskan tindak pidana setiap kasus illegal fishing dengan tidak melakukan tebang pilih. Bahkan, jika perlu pemerintah harus berani menghentikan penjarahan kekayaan laut Indonesia dengan bertindak tegas, seperti penenggelaman kapal nelayan asing. 6 Praktik IUU Fishing, tidak hanya merugikan secara ekonomi, dengan nilai trilyunan rupiah yang hilang, tetapi juga menghancurkan perekonomian nelayan. Selain itu juga menimbulkan dampak politik terhadap hubungan antar negara yang berdampingan, melanggar kedaulatan negara dan ancaman terhadap kelestarian sumber daya hayati laut. Dampak Ekonomi Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization / FAO) menyatakan bahwa kerugian Indonesia akibat IUU Fishing diperkiraan mencapai Rp. 30 triliun per tahun. 7 FAO menyatakan bahwa saat ini stok sumber daya ikan di dunia yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan penangkapanya hanya tinggal 20 persen, sedangkan 55 persen sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25 persen terancam kelestariannya. Hal ini diperjelas dengan pernyataan dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) 8 bahwa tingkat kerugian tersebut sekitar 25 persen dari total potensi perikanan yang dimiliki Indonesia sebesar 1,6 juta ton per tahun. Kondisi perikanan di dunia ini tidak berbeda jauh dengan kondisi di Indonesia. Pada tahun 2003-2007, KKP telah melakukan pengawasan dan penangkapan 6 Ibid 7 Kominfo Indonesia, Data FAO pada tahun 2001, diunduh pada 16 September 2014 8 Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Soen'an H Poernomo, Jakarta, Selasa, 1 April 2014 3

terhadap 89 kapal asing, dan 95 kapal ikan Indonesia. Kerugian negara yang dapat diselamatkan diperkirakan mencapai Rp 439,6 miliar dengan rincian Pajak Penghasilan Perikanan (PHP) sebesar Rp 34 miliar. Selain itu, subsidi BBM senilai Rp 23,8 miliar, sumber daya perikanan yang terselamatkan senilai Rp 381 miliar, dan nilai sumber daya ikan tersebut bila dikonversikan dengan produksi ikan sekitar 43.208 ton. Berdasarkan data tersebut, setiap tahun diperkirakan Indonesia mengalami kerugian akibat IUU Fishing sebesar Rp. 101.040 trilliun/tahun. Kerugian ekonomi lainnya, 9 adalah hilangnya nilai ekonomis dari ikan yang dicuri, pungutan hasil perikanan (PHP) akan hilang, dan subsidi BBM dinikmati oleh kapal perikanan yang tidak berhak. Selain itu Unit Pengelolaan Ikan (UPI) kekurangan pasokan bahan baku, sehingga melemahkan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk perikanan. Dampak Politik Salah satu pemicu konflik atau ketegangan hubungan diplomatik diantara negara-negara adalah permasalahan IUU Fishing. Terutama mengganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menimbulkan citra negatif, karena beberapa negara menganggap kita tidak mampu mengelola sumber daya kelautan dengan baik. Apalagi menyangkut hubungan bilateral antar negara yang berdekatan / bertetangga, yang dilakukan oleh kapal nelayan tradisional (traditional fishing right), atau kapal-kapal pukat ( trawlers) yang dimiliki oleh setiap negara. Pada beberapa kasus traditional fishing right, yang sering terjadi adalah di perbatasan Indonesia Malaysia dan Indonesia Australia. Sebagai upaya untuk memperkecil ketegangan diantara kedua negara, diperlukan telaah ulang terhadap perjanjian bilateral terkait dengan hal tersebut. Selain itu juga melakukan penyuluhan / sosialisasi kepada nelayan tradisional terkait penangkapan ikan secara legal di wilayah yang telah diperjanjian (fishing ground). Kegiatan IUU Fishing yang dilakukan oleh kapal asing banyak menggunakan kapal trawl, terutama kapal Thailand, Myanmar, Philipina dan Taiwan. Keberadaan kapal tersebut dapat memicu dan menjadi konflik diantara kedua negara. Sementara bagi beberapa negara tersebut, sangat rendah keinginan untuk membuat kerjasama sub regional atau regional untuk memberantas IUU Fishing. Hal ini didukung dengan kondisi industri perikanan di negara tetangga yang sangat membutuhkan pasokan ikan, tanpa memperhatikan dari mana pasokan ikan berasal. Sebagai upaya untuk memperkecil konflik diantara kedua negara maka dibutuhkan koordinasi dan saling menghargai kedaulatan negara, terutama tentang eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan. Dampak Sosial Kegiatan IUU Fishing di Perairan Indonesia, menjadi perhatian dan komitmen Pemerintah untuk mengatasinya. Bagi Indonesia dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, sektor perikanan dan kehutanan menjadi sumber utama bagi ketahanan pangan di Kawasan tersebut. 9 Ida Kusumah Wardhaningsih, KKP, Kerepotan Berantas Illegal Fishing, Politik Indonesia - Jaringan Informasi Politisi, 20 April 2014. 4

Eksploitasi secara besar-besaran dan drastis sebagai upaya utama perbaikan ekonomi negara dan kesejahteraan penduduk menjadi alasan dan penyebab utama berkurangnya secara drastis sumberdaya perikanan. Dampak sosial muncul dengan rawannya terjadi konflik / sengketa diantara para nelayan tradisional antar negara dan pemilik kapal pukat / trawl. Persoalan tersebut akan menyebabkan timbulnya permasalahan dalam hubungan diantara kedua negara. Terutama Indonesia Malaysia dan Indonesia Australia. Sebagai negara dengan sumberdaya hayati perikanan yang melimpah, maka pabrik pengolahan ikan menjadi sangat penting. Seiring dengan berkurangnya hasil tangkapan dan kegiatan IUU Fishing, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup karyawan pengolahan pabrik ikan. Pasokan ikan yang berkurang, menyebabkan beberapa perusahaan tidak beroperasi lagi dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) karena tidak ada lagi pasokan bahan baku, seperti di Tual dan Bejina. Hasil penangkapan ikan oleh kapalkapal asing atau kapal nelayan Indonesia tersebut biasanya langsung dibawa keluar Indonesia melalui trans-shipment, yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 16 tahun 2006, yaitu mewajibkan hasil tangkapan ikan diturunkan dan diolah di darat. Saat ini banyak kapal ikan Indonesia yang lebih memilik menjual hasil tangkapannya di wilayah perairan Indonesia ke pihak luar (misalnya Perusahaan Pengolahan Ikan di Philipina dan Taiwan) dibanding menyuplai untuk kebutuhan domestik. Dampak Lingkungan / Ekologi Kebijakan Pemerintah terkait dengan penangkapan ikan harus memenuhi aturan dan kriteria adanya Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), penetapan zona penangkapan (fishing ground), jenis tangkapan ikan, jumlah tangkapan yang sesuai dengan jenis kapal dan wilayah tangkap (total allowable catch), dan alat tangkapnya. Aturan ini pada dasarnya mempunyai makna filosofis dan yuridis, agar sumberdaya hayati perikanan dapat terjaga kelestariannya dan berkelanjutan. Motif ekonomi selalu menjadi alasan bagi kapal-kapal penangkap ikan untuk melakukan kegiatan dalam kategori IUU Fishing. Dampak yang muncul adalah kejahatan pencurian ikan yang berakibat pada rusaknya sumberdaya kelautan dan perikanan. Alat tangkap yang digunakan dalam bentuk bahan beracun yang akan merusak terumbu karang (alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan), sebagai tempat berpijahnya ikan, akan berakibat makin sedikitnya populasi ikan dalam suatu perairan tertentu, atau menangkap menggunakan alat tangkap ikan skala besar (seperti trawl dan Pukat harimau) yang tidak sesuai dengan ketentuan dan keadaan laut Indonesia secara semena-mena dan eksploitatif, sehingga menipisnya sumberdaya ikan, hal ini akan mengganggu keberlanjutan perikanan. Upaya yang dilakukan oleh FAO dengan adanya aturan tentang Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sangat membantu negara-negara yang mengalami permasalahan IUU Fishing. Implementasi terhadap CCRF dalam RPOA dan IPOA diharapkan dapat mengurangi kegiatan IUU Fishing di Indonesia. 5