KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang

Percent cover standards

PEDOMAN INVENTARISASI LAMUN. M. Husni Azkab 1)

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Lampiran 1. Gambar Lembar Pengamatan yang digunakan (Mckenzie & Yoshida 2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR PULAU YAMDENA, KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN LAMUN (SEAGRASS) PADA ZONA INTERTIDAL DAN SUBTIDAL DI PERAIAN PANTAI DESA SULI. Prelly. M. J.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

Biomassa Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

KARAKTERISTIK DAN STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI DAERAH INTERTIDAL PANTAI LITIANAK DAN PANTAI OESELI KABUPATEN ROTE NDAO NUSA TENGGARA TENGGARA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh

3. METODOLOGI PENELITAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

Keragaman Lamun (Seagrass) di Pesisir Desa Lihunu Pulau Bangka Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TUTUPAN LAMUN DAN KONDISI EKOSISTEMNYA DI KAWASAN PESISIR MADASANGER, JELENGA, DAN MALUK KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lamun ( Seagrass Deskripsi Lamun

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA

VARIASI MORFOMETRIK BEBERAPA JENIS LAMUN DI PERAIRAN KELURAHAN TONGKEINA KECAMATAN BUNAKEN

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PULAU NIKOI

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun Deskripsi lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

JurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), MEY 2015 ISSN:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 111 TAHUN 2003 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

Lampiran 1. Lokasi pengambilan data

JENIS-JENIS LAMUN DI PERAIRAN LAGUNA TASILAHA DAN PENGEMBANGANNYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KERAGAMAN JENIS DAN KONDISI PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU PANJANG KEPULAUAN DERAWAN KALIMANTAN TIMUR

Analisis Kelompok dan Tutupan Lamun di Wilayah TRISMADES Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan ISSN: , e-issn:

PERBANDINGAN JENIS LAMUN DI PERAIRAN MALANG RAPAT DAN BERAKIT KABUPATEN BINTAN

BAB II STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN

3. METODE PENELITIAN

SURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN. Pendahuluan

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN DESA BERAKIT KABUPATEN BINTAN

Keanekaragaman Lamun di Pantai Tongkaina Kecamatan Bunaken Kota Manado

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PANTAI SAKERA KECAMATAN BINTAN UTARA KABUPATEN BINTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA DIVERSITAS PADANG LAMUN PADA SATU STASIUN DI PANTAI SANUR KOTA DENPASAR PROVINSI BALI

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep

JENIS DAN KERAPATAN PADANG LAMUN DI PANTAI SANUR BALI I Wayan Arthana Fakultas Pertanian Universitas Udayana

3. mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembangbaik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SIMPANAN KARBON PADANG LAMUN DI KAWASAN PANTAI SANUR, KOTA DENPASAR

RIESNA APRAMILDA SKRIPSI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 113 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU BARA

KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan

VARIASI MORFOMETRIK PADA BEBERAPA LAMUN DI PERAIRAN SEMENANJUNG MINAHASA

Diterima 16 Januari 2012, diterima untuk dipublikasikan 2 Februari 2012

3. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa padang lamun merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi biota laut, peredam gelombang air laut, pelindung pantai dari erosi serta penangkap sedimen, oleh karena itu perlu tetap dipelihara kelestariannya; b. bahwa kerusakan padang lamun dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas manusia; c. bahwa salah satu upaya untuk melindungi padang lamun dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan; d. bahwa mengingat hal seperti tersebut pada huruf a, b, dan c perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 4. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Menteri Negara; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN. Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah dan berkembang biak secara generatif (penyerbukan bunga) dan vegetatif (pertumbuhan tunas);

2. Padang lamun adalah hamparan lamun yang terbentuk oleh satu jenis lamun (vegetasi tunggal) dan atau lebih dari 1 jenis lamun (vegetasi campuran); 3. Status padang lamun adalah tingkatan kondisi padang lamun pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan padang lamun dengan menggunakan persentase luas tutupan; 4. Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati padang lamun yang dapat ditenggang; 5. Metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut. Pasal 2 Kriteria Baku Kerusakan dan Status Padang Lamun ditetapkan berdasarkan persentase luas area kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II Keputusan ini. Pasal 3 Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan cara untuk menentukan status Padang Lamun yang didasarkan pada penggunaan metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) sebagaimana terlampir dalam Lampiran III. Pasal 4 Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 tahun.

Pasal 5 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 13 Oktober 2004 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.

Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 200 Tahun 2004 Tanggal : 13 Oktober 2004 KRITERIA BAKU KERUSAKAN PADANG LAMUN TINGKAT KERUSAKAN LUAS AREA KERUSAKAN (%) Tinggi 50 Sedang 30 49,9 Rendah 29,9 Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Hoetomo, MPA.

Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 200 Tahun 2004 Tanggal : 13 Oktober 2004 STATUS PADANG LAMUN KONDISI PENUTUPAN (%) BAIK KAYA/SEHAT 60 RUSAK KURANG KAYA/KURANG SEHAT 30 59,9 MISKIN 29,9 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.

Lampiran III Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2004 Tanggal : PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN 1. Metode Pengukuran Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi padang lamun adalah metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot). Metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut. 2. Mekanisme Pengukuran a. Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi padang lamun harus mewakili wilayah kajian, dan juga harus dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zone padang lamun yang terdapat di wilayah kajian b. Pada setiap lokasi ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian. c. Pada setiap stasiun pengamatan, tetapkan transek-transek garis dari arah darat ke arah laut (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi padang lamun yang terjadi) di daerah intertidal. d. Pada setiap transek garis, letakkan petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1 m x 1 m dengan interval 15 m untuk padang lamun kawasan tunggal (homogenous) dan interval 5 m untuk kawasan majemuk. e. Pada setiap petak contoh (plot) yang telah ditentukan, determinasi setiap jenis tumbuhan lamun yang ada dan hitung jumlah individu setiap jenis. 3. Analisa Untuk mengetahui luas area penutupan jenis lamun tertentu dibandingkan dengan luas total area penutupan untuk seluruh jenis lamun, digunakan Metode Saito dan Adobe. Adapun metode penghitungannya adalah sebagai berikut:

Petak Contoh Gambar.1. Petak Contoh untuk pengambilan contoh 1. Petak contoh yang digunakan untuk pengambilan contoh berukuran 50 cm x 50 cm yang masih dibagi-bagi lagi menjadi 25 sub petak, berukuran 10 cm x 10 cm (Gambar. 1. ). 2. Dicatat banyaknya masing-masing jenis pada tiap sub petak dan dimasukkan kedalam kelas kehadiran berdasarkan table berikut: Kelas Luas area penutupan % penutupan area % Titik Tengah (M) 5 ½ - penuh 50 100 75 4 ¼ - ½ 25 50 37,5 3 1/8 - ¼ 12,5 25 18,75 2 1/16-1/8 6,25 12,5 9,38 1 < 1/16 < 6,25 3,13 0 Tidak ada 0 0 3. Adapun penghitungan penutupan jenis lamun tertentu pada masingmasing petak dilakukan dengan menggunakan rumus : C = (Mi x fi) f

dimana, C = presentase penutupan jenis lamun i, Mi adalah presentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i, dan f adalah banyaknya sub petak dimana kelas kehadiran jenis lamun i sama. 4. Kunci Identifikasi Lamun di Indonesia (Dimodifikasi dari Den Hartog 1970 dan Phillips & Menez 1988) 1. Daun pipih...2 Daun berbentuk silindris...syringodium isoetifolium (Gambar 1). 2. Daun bulat-panjang, bentuk seperti telur atau pisau wali.halophila a.panjang helaian daun 11 40 mm, mempunyai 10-25 pasang tulang daun..halophila ovalis (Gambar.2.) b. Daun dengan 4-7 pasang tulang daun...c c. Daun sampai 22 pasang, tidak mempunyai tangkai daun, tangkai panjang.. Halophila spinulosa (Gambar.3.) c1. Panjang daun 5-15 mm, pasangan daun dengan tegakan pendek...halophila minor (Gambar.4.) c2. Daun dengan pinggir yang bergerigi seperti gergaji.halophila decipiens (Gambar.5.) c3. Daun membujur seperti garis, biasanya panjang 50 200 mm...3 3. Daun berbentuk selempang yang menyempit pada bagian bawah...4 a. Tidak seperti diatas...6 4. Tulang daun tidak lebih dari 3.. Halodule a. Ujung daun membulat, ujung seperti gergaji Halodule pinifolia(gambar.6.) b. Ujung daun seperti trisula. Halodule uninervis (Gambar.7.) c. Tulang daun lebih dari 3...5 5. Jumlah akar 1-5 dengan tebal 0,5-2 mm ujung daun seperti gigi...thalassodendron ciliatum (Gambar.8.)

6. Tidak seperti diatas. Cymodocea a. Ujung daun halus licin, tulang daun 9-15.. Cymodocea rotundata (Gambar.9.) b. Ujung daun seperti gergaji, tulang daun 13-17. Cymodocea serrulata (Gambar.10.) 7. Rimpang berdiameter 2-4 mm tanpa rambut-rambut kaku; panjang daun 100-300 mm, lebar daun 4-10 mm Thalassia hemprichii (Gambar.11.) 8. Rimpang berdiameter lebih 10 mm dengan rambut-rambut kaku; panjang daun 300-1500 mm, lebar 13-17 mm Enhalus acoroides (Gambar.12.) Gambar.1. Syringodium iseotifolium

Gambar.2.Halophila ovalis Gambar.3.Halophila spinulosa

Gambar.4. Halophila minor Gambar.5.Halophila decipiens

Gambar.6. Halodule pinifolia Gambar.7. Halodule uninervis

Gambar.8. Thalassodendron ciliatum Gambar.9. Cymodocea rotundata

Gambar.10. Cymodocea serrulata Gambar.11. Thalassia hemprichii

Gambar.12. Enhalus acoroides Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Nabiel Makarim, MPA., MSM. Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, Hoetomo, MPA.