KEPARAHAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annuum L) DAN BERBAGAI JENIS GULMA

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

PENGARUH BEBERAPA JENIS EKSTRAK TUMBUHAN TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA TANAMAN CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI LAPANGAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah plastik Laboratorium Lapang Terpadu Natar

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

EFETIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH TERHADAP INFEKSI Colletotrichum capsici PADA BUAH CABAI. Nurhayati

Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 (Nurhayati) PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN APLIKASI PUPUK DAUN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT CABAI KERITING ( Capsicum annuum L.)

Teknologi Pengendalian Penyakit Antraknos Pada Tanaman Cabai

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

I. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max [L]. Merr)

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

PENGARUH TUMPANGSARI SELADA DAN SAWI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA KULTIVAR GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan asal-usulnya, cabai (hot

PENGARUH TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS PUPUK FOSFAT PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK PELENGKAP PLANT CATALYST TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

EFFEK LAMA PERENDAMAN DAN KONSENTRASI PELARUT DAUN SIRIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BUAH PISANG. ABSTRAK

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

Daya Hasil 15 Galur Cabai IPB dan Ketahanannya terhadap Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum

Volume 11 Nomor 2 September 2014

PENGARUH JENIS DAN TINGKAT KERAPATAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN UBIKAYU (Manihot esculenta Crantz) KLON UJ-5 (Kasetsart)

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung,

KETAHANAN PADI (WAY APO BURU, SINTA NUR, CIHERANG, SINGKIL DAN IR 64) TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BERCAK COKLAT (Drechslera oryzae) DAN PRODUKSINYA

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

Oleh: Norma Rahmawati Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca laboratorium Lapangan Terpadu

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BUDI DAYA. Kelas VII SMP/MTs. Semester I

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

EFIKASI HERBISIDA PENOKSULAM TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA UMUM PADA BUDIDAYA TANAMAN PADI SAWAH

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA KULTIVAR GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

Transkripsi:

J Agrotek Tropika ISSN 2337-4993 102 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):102-106, 2013 Vol 1, No 1: 102 106, Januari 2013 KEPARAHAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI (Capsicum annuum L) DAN BERBAGAI JENIS GULMA Kristina Hayu Herwidyarti, Suskandini Ratih & Dad Resiworo Jekti Sembodo Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl Soemantri Brodjonegoro No 1 Bandar Lampung 35145 E-mail:kristinaherwid@gmailcom ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan di lahan cabai di Kecamatan Kemiling, Kelurahan Langkapura Bandar Lampung pada bulan Juni hingga Agustus 2012 Penelitian ini disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan terdiri dari (a) cabai, (b) Cleome rutidosperma, (c) Cyperus kyllingia, (d) Synedrella nodiflora, (e) Paspalum distichum, dan (f) Ageratum conyzoides yang diinokulasi dengan jamur Colletotrichum capsici pada saat tingginya berkisar antara 9-12 cm Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Keparahan penyakit antraknosa berbeda-beda, pada cabai 0,3% hingga 44,0% %, Cleome rutidosperma sebesar 7,5% hingga 51,0%, Cyperus kyllingia dan Paspalum distichum 0%, Synedrella nodiflora 9,3% hingga 47,0% dan Ageratum conyzoides 12,8% menjadi 9,1%, (2) Masa inkubasi jamur Colletotrichum capsici berbeda-beda yaitu tersingkat pada gulma Cyperus kyllingia (0 hari), dan masa inkubasi terpanjang pada dan Paspalum conjugatum (27 hari) Pertumbuhan tinggi dan persentase jumlah daun tanaman cabai dan gulma yang diinokulasi dengan Colletotrichum capsici berbeda-beda dari minggu ke- 1 hingga minggu ke- 4 Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada gulma Ageratum conyzoides sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada gulma Cleome rutidosperma Persentase jumlah daun sakit paling besar adalah pada cabai dan Persentase jumlah daun paling kecil pada Cyperus kyllingia Kata Kunci: Ageratum conyzoides, Capsicum annuum, Cleome rutidosperma, Colletotrichum capsici, Cyperus kyllingia, Paspalum distichum, Synedrella nodiflora PENDAHULUAN Cabai merah (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran penting Kian hari kebutuhan cabai kian meningkat karena semakin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan produk ini, juga karena semakin banyaknya jumlah konsumen yang membutuhkan (berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk) (Nawangsih, 1995) Keberhasilan pertumbuhan tanaman cabai dipengaruhi oleh hama, penyakit tanaman, dan gulma Menurut Raid dan Pennypacker (1987) dalam Bartz (2002) gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman tomat dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat sekaligus dapat menjadi inang Colletotrichum coccodes Menurut Hartman, Manandhar, dan Sinclair (1986) dalam Johnson (2008) juga menyatakan bahwa jenis gulma yang ada dipertanaman famili Solanaceae (tanaman tomat) mempengaruhi tingginya keterjadian penyakit yang disebabkan oleh Colletotrichum sp Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)(2009) Produksi cabai merah di Provinsi Lampung mencapai 203680 kuintal, dengan sentra produksi utama di Lampung Barat (38287 ha), Tanggamus (54464 ha), Lampung Selatan (35230 ha), dan Pesawaran (25392 ha) Rendahnya produksi cabai disebabkan banyak faktor antara lain serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi hama, penyakit dan gulma Aktivitas gulma antara lain berkompetisi dalam memperoleh unsur hara dengan tanaman inang, menjadi inang bagi serangga vektor dan menjadi inang patogen penyakit tanaman (Ripangi, 2012) Penyakit yang sering terdapat pada pertanaman cabai adalah penyakit antraknosa (patek) yang disebabkan oleh patogen Colletotrichum spp Penyakit ini bergejala mati pucuk yang berlanjut ke bagian tanaman sebelah bawah Daun, ranting dan cabang menjadi kering berwarna coklat kehitam-hitaman Pada batang cabai aservulus cendawan terlihat seperti tonjolan (Duriat, et al2007) Patogenitas Colletotrichum sangat kuat sehingga dapat menurunkan produksi cabai Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah gulma dapat terserang oleh jamur Colletotrichum Capsici dan menyebabkan seperti antraknosa yang pada umumnya menyerang tanaman cabai, Tujuan lain adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan masa inkubasi penyakit antraknosa pada cabai dan gulma

Herwidyarti et al: Keparahan Penyakit Antraknosa 103 BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Selain itu penelitian dilakukan pada tanaman cabai (in planta) yang ditanam di polybag dan diletakkan di lahan cabai di Kecamatan Kemiling, Kelurahan Langkapura Bandar Lampung pada bulan Juni hingga Agustus 2012 Bahan- bahan yang digunakan dalam peneliitian ini meliputi: tanah, pupuk kandang, benih cabai hibrida F1 Belinda (rentan) terhadap penyakit antraknosa dan gulma Cleome rutidosperma, Cyperus kyllingia, Synedrella nodiflora, Paspalum distichum, dan Ageratum conyzoides Penelitian ini disusun dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pengelompokan berdasarkan pada fase pertumbuhan vegetatif gulma (mengingat bahwa gulma memiliki masa dormansi biji yang panjang sehingga dalam penelitian ini gulma yang digunakan tidak berupa bibit yang berasal dari biji tetapi menggunakan stek batang dari gulma yang tumbuh di alam) Keenam tumbuhan yang diinokulasi dengan penyebab antraknosa adalah : Cabai, gulma Cleome rutidosperma, Cyperus kyllingia, Synedrella nodiflora, Paspalum distichum, dan Ageratum conyzoides Masing-masing perlakuan diulang empat kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan Penyiapan Media Tanam Penyiapan media tanam dimulai dengan mengayak tanah, setelah itu dikeringanginkan selama tiga hari Selanjutnya tanah dicampur dengan pupuk kandang, pupuk kompos dan dimasukkan ke dalam polibag (Perbandingan 7 kg tanah : 1 kg pupuk kandang : 1 kg kompos) Penyemaian Cabai Benih cabai direndam dalam air selama 24 jam Benih cabai yang mengapung dibuang Benih yang baik disemaikan langsung ke dalam polibag sebanyak 3 benih per polibag Penanaman Gulma Stek batang gulma diambil dari gulma-gulma yang tumbuh secara alami di lahan pertanaman cabai Kemudian dipindah tanamkan ke media polibag Penyiapan Isolat C capsici Penyiapan isolat dilakukan di Laboratorium Penyakit Universitas Lampung Isolat diperoleh dengan cara mengisolasi jamur C capsici dari buah cabai yang bergejala antraknosa Isolat ditumbuhkan pada media Agar Glukosa Kentang (AGK) dalam cawan petri selama dua hingga tujuh hari Inokulasi Isolat Colletotrichum Pada Tanaman Cabai dan Gulma C capsici yang tumbuh dalam cawan petri umur tujuh hari setelah inkubasi dipanen dan disuspensikan dalam 100 ml aquades Selanjutnya isolat diinokulasikan pada tanaman cabai dan gulma dengan cara disemprotkan menggunakan handsprayer sebanyak 5 ml dengan kerapatan 4750 x 10 6 spora/ml Penggamatan Penggamatan dilakukan untuk mengetahui masa inkubasi dan keparahan penyakit 1 Pengamatan masa inkubasi dilakukan sejak inokulasi hingga munculnya gejala 2 Keparahan penyakit diamati setiap minggu dimulai dari sehari setelah inokulasi C capsici sampai empat minggu Keprahan penyakit dihitung dengan rumus (Zadoks dan Schein, 1979) sebagai berikut: n v I 100% N Z Keterangan: I = Intensitas tanaman terserang n = Jumlah tanaman terserang v = Nilai numerik tanaman yang diamati N = Jumlah tanaman yang diamati V = Nilai numerik kategori tertinggi Nilai kategori serangan (skor) untuk penyakit antraknosa didasarkan pada skala kerusakan tanaman yang terserang penyakit (Herwidyarti, 2011 dimodifikasi) Nilai kategori serangan (skor) sebagai berikut: 0 = Tidak ada kerusakan 1 = Bercak seluas 1 20% 2 = Bercak seluas 21 40% 3 = Bercak seluas 41 60% 4 = Bercak seluas > 60% Data yang diperoleh dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% Selain itu diamati pula tinggi tanaman dan persentase jumlah daun yang sakit HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman dan Persentase Jumlah Daun Sakit Gulma yang digunakan sebagai tanaman inang alternatif antraknosa memiliki tinggi awal 9 12 cm Perbedaan tinggi antara gulma dan cabai terjadi setelah inokulasi patogen, dan berlanjut empat minggu setelah inokulasi jamur penyebab antraknosa Tinggi tanaman

104 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):102-106, 2013 cabai dan gulma dapat dilihat pada Tabel 1 Berdasarkan uji BNT, maka pertumbuhan tanaman cabai dan gulma yang diinokulasikan dengan jamur C capsici berbedabeda sejak minggu ke-1 hingga minggu ke-4 Pertumbuhan paling cepat terjadi pada gulma A conyzoides dan untuk pertumbuhan paling lambat (tumbuh paling rendah) adalah gulma C rutidosprma Sebagai pembanding diamati tinggi tanaman cabai dan gulma sehat (Tabel 2) Tanaman cabai dan gulma yang sehat lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman cabai dan gulma sakit yang diinokulasi dengan C capsici (Tabel 2) Dari pengamatan ini, terlihat bahwa cabai maupun gulma sehat lebih tinggi dibandingkan dengan cabai maupun gulma yang terserang penyebab penyakit antraknosa Gambar1 menyajikan tentang persentase jumlah daun sakit pada tanaman C annuum menunjukkan kenaikan dari minggu pertama hingga minggu keempat Persentase jumlah daun sakit gulma C rutidosperma menunjukkan kenaikan dari minggu pertama hingga minggu kedua, namun pada saat memasuki minggu ketiga mengalami penurunan dan pada saat minggu keempat mengalami kenaikan kembali Persentase jumlah daun sakit gulma C kyllingia sejak minggu pertama hingga minggu keempat tetap Persentase jumlah daun sakit gulma S nodiflora mengalami penurunan pada minggu kedua hingga minggu ketiga dan pada saat minggu keempat mengalami kenaikan kembali Sedangkan gulma P distichum mengalami kenaikan pada minggu keempat Gulma A conyzoides mengalami kenaikan saat minggu ke dua hingga minggu keempat Terjadinya pengurangan persentase jumlah daun sakit karena C capsici menyebabkan ranting-ranting muda mati mengering sehingga daun yang tumbuh pada ranting tersebut mengalami kerontokan (Semangun, 2000) Keparahan Penyakit pada Cabai dan Beberapa Jenis Gulma Tabel3 menunjukkan bahwa gulma yang digunakan sebagai tanaman inang alternatif antraknosa Tabel 1 Tinggi Tanaman Cabai dan Gulma yang menunjukkan gejala sakit setelah perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Minggu ke- 1 Minggu ke- 2 Minggu ke- 3 Minggu ke- 4 Capsicum annuum 16,8 ab 23,3 abc 29,5 abc 32,0 abcde Cleome rutidosperma 16,6 a 20,0 a 24,0 a 25,9 a Cyperus kyllingia 17,6 abc 22,1 ab 28,5 ab 30,3 ab Synedrella nodiflora 20,1 abcd 25,6 abcd 30,8 abcde 31,9 abcd Paspalum distichum 21,3 abcde 25,8 abcde 29,8 abcd 31,8 abc Ageratum conyzoides 37,0 f 40,0 f 42,8 f 44,1 f BNT 0,05 5,10 6,14 7,23 6,28 Keterangan: huruf yang sama dibelakang angka dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT α 0,05 Tabel 2 Tinggi Tanaman Cabai dan Beberapa Jenis Gulma yang tetap sehat Tinggi Tanaman (cm) Minggu ke- 1 Minggu ke- 2 Minggu ke- 3 Minggu ke- 4 Capsicum annuum 18,00 a 30,00 abc 53,00 cd 60,00 d Cleome rutidosperma 21,00 ab 22,00 a 26,00 a 31,00 a Cyperus kyllingia 22,00 abc 24,00 ab 30,00 ab 33,00 ab Synedrella nodiflora 23,00 abcd 32,00 abcd 43,00 bc 46,00 c Paspalum distichum 27,00 abcde 47,00 e 74,00 e 78,00 e Ageratum conyzoides 41,00 f 58,00 e 76,00 e 79,00 e BNT 0,05 12,44 Keterangan: huruf yang sama dibelakang angka dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT α 0,05

Herwidyarti et al: Keparahan Penyakit Antraknosa 105 C capsici pada cabai dan beberapa gulma menyebabkan perbedaan keparahan penyakit antraknosa Pada minggu ke-1, keparahan penyakit antraknosa tertinggi terjadi pada gulma A conyzoides (wedusan) dengan keparahan penyakit 12,8%, kemudian S nodiflora 9,3% dan C rutidosperma 7,5 % Hal ini terjadi hingga minggu ke-2 Pada minggu ke-3 keparahan penyakit pada cabai meningkat, yang semula pada minggu ke-1 dan ke-2 hanya sebesar 0,3% - 5,1 % meningkat menjadi 23,3% sama parahnya dengan keparahan penyakit pada C rutidosperma dan Snodiflora A conyzoides menunjukkan penurunan keparahan penyakit antraknosa pada minggu ke-3 ini yaitu 8,4% Pada minggu ke-4 keparahan tanaman cabai, C rutidosperma dan S nodiflora tetap tinggi, yaitu 44,0%, 51,0% dan 47,0% Sedangkan keparahan penyakit antraknosa pada A conyzoides pada minggu ke-4 mengalami kenaikan yaitu 9,1% Gulma P distichum (Rumput pahit) dan gulma C kyllingia (teki) memiliki tingkat serangan yang tetap sejak minggu ke-1 hingga minggu ke- 4 yaitu sebesar 0% Masa Inkubasi Jamur Colletotrichum capsici pada Cabai dan Gulma Selain terdapat perbedaan keparahan penyakit antraknosa pada cabai dan gulma terlihat pula adanya perbedaan masa inkubasi penyakit antraknosa dari sejak inokulasi jamur C capsici hingga munculnya gejala bercak pada daun cabai dan gulma Masa inkubasi penyakit antraknosa pada cabai dan gulma C rutidosperma yaitu 12 hari Sedangkan masa inkubasi pada C kyllingia (teki) yaitu 0 hari dan masa inkubasi antraknosa pada S nodiflora yaitu 8 hari Gulma P distichum (rumput pahit) memiliki masa inkubasi 27 hari, itu pun hanya terjadi pada dua ulangan Masa inkubasi pada gulma A conyzoides yaitu 7 hari Gambar 1 Grafik persentase jumlah daun sakit Tabel 3 Keparahan penyakit pada cabai dan beberapa jenis gulma Minggu ke- 1 Minggu ke- 2 Minggu ke- 3 Minggu ke- 4 Capsicum annuum 0,3 (1,2 ab) 5,1 (1,7 b) 23,3 (2,3 c) 44,0 (2,5 d) Cleome rutidosperma 7,5 (1,8 c) 20,5 (2,2 c) 32,3 (2,5 d) 51,0 (2,7 d) Cyperus kyllingia 0,0 (1,1 a) 0,0 (1,1 a) 0,0 (1,1 a) 0,0 (1,1 a) Synedrella nodiflora 9,3 (1,9 c) 20,0 (2,2 c) 30,8 (2,5 d) 47,0 (2,7 d) Paspalum distichum 0,0 (1,1 a) 0,0 (1,1 a) 0,0 (1,1 a) 0,0 (1,2 ab) Ageratum conyzoides 12,8 (2,0 c) 43,3 (2,6 d) 8,4 (1,8 b) 9,1 (2,1 c) BNT 0,05 0,22 0,25 0,08 0,21 Keterangan: angka dalam kurung merupakan hasil transformasi akar x+0,5 Huruf yang sama dibelakang angka dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT α 0,05

106 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):102-106, 2013 Tabel 4 Masa inkubasi jamur Colletotrichum capsici pada cabai dan gulma Hari ke Capsicum annuum 12 c Cleome rutidosperma 12 c Cyperus kyllingia 0 a Synedrella nodiflora 8 c Paspalum distichum 27 e Ageratum conyzoides 7 b BNT 0,05 1,27 Keterangan: huruf yang sama dibelakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT α 0,05 KESIMPULAN Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keparahan penyakit antraknosa berbeda-beda, berurutan pada cabai 0,3% hingga 44,0 %, pada gulma C rutidosperma sebesar 7,5% hingga 51,0%, gulma C kyllingia 0%, untuk gulma S nodiflora 9,3% hingga 47,0%, gulma P distichum 0%, dan gulma A conyzoides 12,8% menjadi 9,1% (menurun) Masa inkubasi jamur C capsici berbeda-beda pada cabai dan gulma Masa inkubasi terpendek terjadi pada gulma C kyllingia (teki) yaitu 0 hari (tidak memiliki masa inkubasi), sedangkan masa inkubasi terpanjang terjadi pada dan P conjugatum (rumput pahit) yaitu 27 hari (yang hanya terjadi pada dua ulangan) Pertumbuhan tinggi dan persentase jumlah daun tanaman cabai dan gulma yang diinokulasi dengan C capsici berbeda-beda dari minggu ke- 1 hingga minggu ke- 4 Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada gulma A conyzoides sedangkan pertumbuhan terendah ter jadi pada gulma C rutidosperma Persentase jumlah daun sakit paling besar adalah pada cabai, dan Persentase jumlah daun sakit paling kecil pada C kyllingia DAFTAR PUSTAKA Bartz, JA, dan JKBrecht 2002 Postharvest Physiology and Pathology of Vegetables CRC Press USA 744 Hlm Duriat, AS, NGunaeni, dan AWWulandari 2007 Penyakit Penting Pada Tanaman Cabai dan Pengendaliannya Balai Penelitian Tanaman Sayuran Bandung 55 hlm Herwidyarti, KH 2011 Pengamatan Keparahan Penyakit Bercak Daun Ungu (Alternaria porri (Ell)Cif) Tanaman Bawang Daun Di Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang Bandung Laporan Praktik Umum Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung 44 hlm Johnson, LA, PJWhite, dan RGalloway 2008 Soybeans Chemistry, Production, Processing and Utilization AOCS Press USA 842 Hlm Nawangsih, AA, HPImdad, dan AWahyudi 1995 Cabai Hot Beauty Penebar Swadaya Jakarta 114 hlm Ripangi, A 2012 Budidaya Cabai PT Buku Kita Jakarta 97 hlm Semangun, H 2000 Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia Gadjah Mada University PressYogyakarta 850 hlm Zadoks, JC and RD Schein 1979 Epidemiology and Plant Disease Management Oxford University Press New York 427 pp