BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Peristiwa Alam yang Merugikan Manusia. a. Banjir dan Kekeringan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

Definisi dan Jenis Bencana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

POKOK DOA BENCANA ALAM TSUNAMI, GUNUNG MELETUS DAN BANJIR DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB II JENIS-JENIS BENCANA

Rumah Tahan Gempabumi Tradisional Kenali

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

Jenis Bahaya Geologi

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

Sosialisasi Kebumian dan Kebencanaan

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh: Dr. Darsiharjo, M.S.

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.480 pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua lautan (Lautan Hindia dan Lautan Pasifik). Indonesia berada pada pertemuan 3 lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik, yang berpotensi menimbulkan gempa bumi apabila lempeng-lempeng tersebut bertumbukan. Selain itu, Indonesia juga mempunyai 127 gunungapi aktif, 76 di antaranya berbahaya, bencana alam lainnya seringkali melanda Indonesia adalah tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kekeringan, serta bencana akibat ulah manusia seperti kegagalan teknologi, konflik sosial, kebakaran hutan, dan lahan. Dampak kejadian bencana tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang tidak sedikit. Hampir seluruh provinsi di Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Indonesia merupakan Negara yang rawan mengalami bencana. Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana yang diakibatkan oleh faktor alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Sedangkan bencana yang 1

diakibatkan oleh faktor non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik, dan wabah penyakit. Bencana yang ada di Indonesia telah banyak terjadi seperti gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir, angin topan, dan tanah longsor. Bencana ini terjadi karena berbagai sebab di antaranya wilayah Indonesia yang dilintasi oleh dua jalur pegunungan yaitu Pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania yang menyebabkan banyak gunung berapi. Aktivitas gunung berapi menyebabkan terjadinya gempa vulkanik, sedangkan pergeseran lempeng benua menyebabkan gempa tektonik. Bila pusat gempa terjadi di lautan maka akan terjadi badai tsunami. Iklim di Indonesia menyebabkan angin musim yang kadang-kadang bisa terjadi angin topan, sedangkan curah hujan yang terjadi menyebabkan banjir dan tanah longsor. Dengan adanya kejadian bencana yang banyak terjadi, pemerintah melakukan upaya untuk Pengurangan Resiko Bencana (PRB). PRB harus disosialisasikan pada masyarakat Indonesia. PRB sudah diperkuat dengan dikeluarkan undang-undang tentang penganggulangan bencana, namun demikian belum dipahami secara optimal oleh masyarakat. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan dampak manusia untuk mengatasi masalah bencana belum banyak dilakukan secara sistematik dan 2

suistanable sehingga korban bencana masih menunjukkan angka-angka relatif tinggi (Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana Volume 1 tahun 2010). Implementasi PRB diperlukan dalam mengatasi bencana erupsi merapi. Akhir tahun 2010, salah satu gunungapi di Indonesia yang aktif yaitu Gunung Merapi mengalami erupsi sejak tanggal 26 Oktober 2010 dan mencapai puncaknya pada tanggal 5 November 2010. Diantara 129 gunungapi aktif yang terletak di Indonesia mungkin Merapi termasuk yang paling terkenal. Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman. Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober 2010. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan. Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. 3

Mulai 28 Oktober 2010, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah. Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November 2010. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak hentihentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor. Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan 4

berstatus "awas" (red alert). Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi Kabupaten Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km. Meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010, merupakan letusan terbesar yang pernah terjadi dari Gunung merapi dan letusan yang paling banyak memakan korban jiwa serta materi. Ratusan bahkan ribuan orang mengalami kesedihan yang teramat dalam karena kehilangan sanak saudara dan harta benda yang mereka miliki. Ratusan nyawa hilang terkena awan panas atau yang sering disebut wedhus gembel dari mulut merapi. (Seminar Keberlanjutan Pendidikan Anak Pasca Erupsi Merapi, 2010) Bencana erupsi Merapi ini tentu saja menimbulkan dampak di berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Banyak sekolah yang hancur akibat dampak dari erupsi merapi. Dalam hal ini, sekolah belum optimal dalam implementasi PRB. Artinya, masih lemahnya peran sekolah dalam pendidikan mitigasi bencana. Berdasarkan hasil penelitian Siti Irene Astuti D, bahwa partisipasi dalam mitigasi bencana diwujudkan dalam berbagai tim-tim tanggap darurat di lingkungan sekolah maupun di masyarakat pada umumnya. Apakah juga ada koordinasi dengan media massa dll. Partisipasi merupakan aspek penting bagi mitigasi bencana. Bahkan dengan partisipasi yang optimal proses mitigasi bencana 5

belum berjalan secara optimal dalam mengurangi korban bencana. Masyarakat masih perlu diberikan pengetahuan tentang mitigasi bencana untuk lebih tanggap terhadap peristiwa bencana. Dalam Pengurangan Resiko Bencana pasca erupsi Merapi, maka pemerintah daerah membuat kebijakan untuk menggabung atau me-regrouping sekolah- sekolah yang berada di Kawasan Rawan Bencana III. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sleman Nomor 253/Kep. KDH/A/2011 tentang Penggabungan dan Ganti Nama Kelembagaan Sekolah Dasar, untuk itu pemerintah memutuskan kebijakan bahwasanya sekolah-sekolah tersebut akan digabung dan diganti nama kelembagaannya. Istilah penggabungan sekolah juga bisa disebut Regrouping. Regrouping merupakan solusi dalam mengatasi persoalan pendidikan di daerah kawasan rawan bencana. Sebanyak 224 sekolah di kabupaten Sleman mengalami dampak erupsi merapi. Diantaranya jenjang TK yang berjumlah 72 sekolah, jenjang SD yang berjumlah 90 sekolah, jenjang SMP/MTS yang berjumlah 26 sekolah, jenjang SMA/MA yang berjumlah 16 sekolah, jenjang SMK berjumlah 15 sekolah dan jenjang SLB yang berjumlah 5 sekolah. Sekolah-sekolah tersebut termasuk di daerah Kawasan Rawan Bencana 3 dalam radius 20 km dari Gunung Merapi, sehingga sekolah- sekolah tersebut harus direlokasi. Ada 15 sekolah yang rencananya akan direlokasi dan 4 sekolah yang di gabung atau diregroup. Dengan diputuskannya kebijakan tersebut, maka pemerintah mensosialisasikan kepada masyarakat sekitar. 6

Akan tetapi, proses regrouping tidak mudah karena diperlukan adaptasi. Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa proses regrouping masih banyak persoalan. Diantaranya, penolakan dari masyarakat, orangtua siswa, guru dan siswa sekolah yang akan digabung. Masyarakat sekitar kurang sepakat kepada pemerintah tentang kebijakan regrouping tersebut dan masih mengedepankan egonya masing-masing. Masyarakat sekitar kurang paham seandainya jika sekolah tidak digabung dan masih saja ingin meminta pemerintah membangun sekolah di kawasan tempat tinggal mereka semula, padahal wilayah tersebut berada di kawasan rawan bencana 3. Tentu saja apabila didirikan sekolah di kawasan tersebut, sewaktuwaktu dapat membahayakan keselamatan para warga. Untuk itu, pemerintah melakukan pendekatan secara persuasif agar masyarakat sekitar mau mengikuti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dan lambat laun masyarakat sendiri bisa menyesuaikan. Sekolah-sekolah yang di regrouping diantaranya SD Negeri Pangukrejo yang digabung dengan SD Negeri Gondang menjadi SD Negeri Umbulharjo 2 dan SD Negeri Petung yang digabung dengan SD Negeri Batur menjadi SD Negeri Kepuharjo. Proses regrouping di SD Negeri Umbulharjo 2 telah berjalan, manajemen sekolah pun telah bersatu dan struktur organisasi telah diubah sejak dilantiknya kepala sekolah yang baru pada tanggal 7 Oktober 2011. Sekolah menanggapi positif dengan adanya kebijakan regrouping ini. Karena telah diputuskannya Kebijakan Regrouping pada tanggal 29 Juli 2011 oleh pihak Pemerintah Dinas pendidikan Sleman sebagai yang memutuskan kebijakan. Gedung sekolah didirikan di SD 7

Gondang yang dikembangkan, akan tetapi gedung belum selesai didirikan sehingga, kegiatan belajar mengajar siswa masih terpisah, SD Negeri Gondang di gedung sebelumnya, dan SD Negeri Pangukrejo masih di shelter yang didirikan oleh pemerintah sebagai tempat untuk belajar sementara karena SD Negeri Pangukrejo sebelumnya terletak di radius 20 km dari Gunung Merapi dan sekolahnya hancur total dan tidak dimungkinkan didirikan kembali gedung baru di wilayah tersebut mengingat secara geografis wilayah tersebut berada di Kawasan Rawan Bencana 3. Tentu saja hal ini menghambat proses administrasi sekolah, sehingga kepala sekolah mau tidak mau harus kesana kemari untuk menyelesaikan urusan administrasi sekolah, dan kepala sekolah merasa hal ini kurang efektif. Peran Kepala sekolah sangat strategis dalam proses regrouping, tidak hanya sebagai fasilitator, tetapi kepala sekolah juga mau terjun langsung menangani masalah administrasi yang biasanya bisa dikerjakan oleh para guru. Para guru pun juga merasa susah untuk menyesuaikan dengan struktur organisasi yang baru, sehingga ini juga menjadi hambatan untuk proses regrouping yang seharusnya guru harus bekerja sama dan memiliki ikatan yang kuat kepada sekolah demi peningkatan kualitas di sekolah ini. Di dalam proses regrouping ini, para siswa juga belum bisa menyesuaikan dengan iklim sekolah yang baru, karena bertemu guru dan temanteman yang baru. Dilihat dengan adanya dinamika seperti ini sesungguhnya setiap orang perlu mengembangkan kekuatannya atau resiliensinya agar dapat merespon dengan positif dan beradaptasi dengan setiap perubahan yang terjadi. 8

Proses regrouping membutuhkan daya adaptasi sekolah, daya adaptasi akan muncul jika ada resiliensi. Resiliensi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengatasi atau beradaptasi terhadap stres yang ekstrim dan kesengsaraan (Garmezy, 1993, Luther & Zigler, 1991 dalam Holaday, 1997: 348). Individu dianggap sebagai seseorang yang memiliki resiliensi jika mereka mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma dan terlihat kebal dari berbagai peristiwa-peristiwa kehidupan yang negatif. Reivich (2002: 1) menyampaikan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi sulit. Resiliensi sekolah merupakan kondisi dinamik organisasi yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan potensi organisasi sekolah guna menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan sekolah baik yang datang dari dalam atau pun luar sekolah itu yang membahayakan eksistensi sekolah tersebut. Menurut Nan Handerson (2003: 12) Resiliensi sekolah adalah proses yang dilalui oleh sekolah melalui enam aspek. Diantaranya, meningkatkan ikatan dengan sekolah, kejelasan aturan, mengajarkan life skill, kepedulian dan dukungan, mengkomunikasikan dan merealisasikan harapan, dan kesempatan berpartisipasi. Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan aspek resiliensi, namun demikian dalam sekolah sesungguhnya dapat menjadi media untuk mengembangkan resiliensi siswa dan guru yang sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai proses perubahan pasca erupsi Merapi. 9

Dalam hal ini, peran guru strategis dalam mengembangkan resiliensi sekolah. Guru adalah unsur penting dalam proses peningkatan mutu. Guru mempunyai peran langsung dalam mengembangkan potensi siswa. Keterlibatan guru dalam peningkatan mutu sekolah ditentukan oleh banyak aspek. Diantaranya, guru harus mempunyai ikatan dengan sekolah yang kuat, kejelasan aturan secara umum, guru harus mengembangkan life-skill nya, kepedulian dan dukungan guru kepada lingkungan sekolah, guru harus merealisasikan visi dan misi dari sekolah tersebut, dan guru harus terlibat atau berpartisipasi dalam semua proses pengambilan keputusan terbuka bagi guru, karena di setiap sekolah diadakan kegiatan forum guru, MGMP sekolah. Namun realitanya, guru cenderung belum optimal dalam membangun atau mendukung resiliensi sekolah. Padahal dalam proses regrouping perlu dukungan guru dalam mengembangkan resiliensi (Siti Irene Astuti D: 2011). Berdasarkan uraian di atas bahwa proses regrouping sekolah dasar tidak selalu mudah dilaksanakan. Namun demikian, penelitian tentang regrouping dengan resiliensi belum banyak dilakukan. Padahal sebagai kawasan rawan bencana, penelitian tersebut sangat bermanfaat bagi kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan di kawasan rawan bencana. Oleh karena itu, peneliti berharap dengan resiliensi sekolah dapat mengatasi persoalan didalam proses regrouping di SD Negeri Umbulharjo 2 agar kegiatan belajar mengajar kembali efektif untuk peningkatan kualitas pendidikan di sekolah tersebut. 10

B. Identifikasi Masalah Sebagaimana telah dikemukakan dalam latar belakang masalah serta dari pengamatan awal ditemukan masalah sebagai berikut: 1. Bencana erupsi Merapi menimbulkan dampak di berbagai bidang, salah satunya dalam bidang pendidikan. 2. Banyak sekolah yang hancur akibat erupsi Merapi. 3. Masih lemahnya peran sekolah dalam pendidikan mitigasi bencana. 4. Pemerintah daerah memutuskan kebijakan regrouping. 5. Proses regrouping tidak mudah karena diperlukan daya adaptasi, daya adaptasi akan muncul jika ada resiliensi. 6. Peran guru strategis dalam mengembangkan resiliensi sekolah. Namun realitanya, guru belum optimal dalam membangun atau mendukung resiliensi sekolah. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan regrouping diberlakukan di SD Negeri Umbulharjo 2? 2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat kebijakan regrouping dalam membangun resiliensi sekolah di SD Negeri Umbulharjo 2? 11

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan: 1. Mendeskripsikan kebijakan regrouping di SD Negeri Umbulharjo 2. 2. Mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat kebijakan regrouping dalam membangun resiliensi sekolah di SD Negeri Umbulharjo 2. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Bagi pemerintah Kabupaten Sleman, memberi masukan untuk mengevaluasi regrouping Sekolah Dasar di wilayahnya. b. Bagi sekolah, menjadi masukan untuk pengembangan sekolah dasar setelah pelaksanaan regrouping sekolah dasar dalam rangka meningkatkan efisiensi dan keefektifan pengelolaan sekolah. c. Bagi masyarakat, dapat menjadi masukan untuk lebih meningkatkan partisipasi dan peran sertanya dalam melakukan pengawasan terhadap sekolah yang telah mengalami regrouping. 2. Manfaat Teoretis a. Bagi akademik, dapat memperkaya kajian teori di bidang pendidikan khususnya mengenai regrouping sekolah dasar. b. Bagi peneliti, dapat menjadi masukan atau sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti hal yang sama yakni di bidang regrouping sekolah dasar yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah. 12