STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

LAPORAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

PERJANJIAN KINERJA (PK) PEJABAT STRUKTURAL ESELON III PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

KONDISI KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

KAWASAN HUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

Perencanaan Perjanjian Kinerja

PERENCANAAN KINERJA TAHUN 2015 BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara ditetapkan Berdasarkan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PERJANJIAN KINERJA (PK) PEJABAT STRUKTURAL ESELON IV PERJANJIAN KINERJA TAHUN Kasubbag Program Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

Disampaikan Oleh: SAUT SITUMORANG Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN PENDUDUK PROVINSI SUMATERA UTARA BERDASARKAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 Oleh Mbina Pinem *

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Umum

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Siklus pengelolaan keuangan daerah merupakan tahapan-tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

Policy Brief. Skema Pendanaan Perhutanan Sosial FORUM INDONESIA UNTUK TRANSPARANSI ANGGARAN PROVINSI RIAU. Fitra Riau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh : Dr. Ir. Hj. Hidayati, M.Si Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara. Badan Lingkungan Hidup

Transkripsi:

BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2015 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 1

LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2015 PEMBINA KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA (Dr. Ir. Hj. Hidayati, M.Si) PENGARAH SEKRETARIS BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA (Siti Bayu Nasution, SIP, M.Si) PENANGGUNG JAWAB KASUBBAG PROGRAM BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA (Indra Bangsawan Harahap, SP.MH) PENYUSUN Farakh Yolanda Kailola, ST, Roika Rauli Manurung, SST Irna Karina Kaban,SE BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA Jl. T. Daud No. 5 Medan Telp : (061) 4537050, 4535279 Fax : (061) 4537050 E-mail : blh@sumutprov.go.id Web : http://blh.sumutprov.go.id Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 2

KATA PENGANTAR Fenomena alam dan kondisi lingkungan hidup yang semakin cepat berubah, kita sebagai pelaku dan objek pembangunan dituntut dan diharapkan untuk mampu bertindak secara arif dan bijaksana di dalam melindungi dan mengelola sumber daya alam agar keberlanjutan pembangunan dapat terus dirasakan oleh generasi mendatang. Terkait hal ini, pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam harus terencana secara baik dan benar serta berbasis kepada data dan informasi yang akuntabel, dan terpercaya. Meninjau pentingnya data dan informasi kondisi status lingkungan hidup, informasi yang dihimpun oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara telah dituangkan dalam bentuk buku yaitu Buku Data dan Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015. Buku ini sangat penting untuk mendukung kemajuan dan keberlanjutan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara. Seiring dengan hal tersebut, saya menyambut baik atas buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 sebagai hasil kerja yang memberikan manfaat luas dalam rangka penyediaan data dan informasi bagi perencanaan pembangunan nasional dan Sumatera Utara khususnya. Akhir kata, kepada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara untuk terus melakukan upaya peningkatan informasi tentang Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Utara. Medan, April 2016 GUBERNUR SUMATERA UTARA Ir. H. TENGKU ERRY NURADI, M. Si Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 3

DAFTAR ISI Kata Pengantar.... Daftar Isi.... Daftar Tabel.. Daftar Grafik Daftar Gambar.. Daftar Lampiran.. i ii vi vii ix x BAB I PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Sasaran... 2 1.3. Isu Prioritas Lingkungan.. 3 1.4. Analisis Isu, Tekanan dan Respon 5 1.5. Arahan Program Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup 12 1.5.1 Arahan Program Badan Lingkungan Hidup Provinsi S.U 13 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA... 1 2.1. LAHAN DAN HUTAN... 1 2.1.1. Analisis Kualitas Lahan/Tanah, Tutupan Lahan, Luas Kawasan Lindung, dan Luas Lahan Kritis dan Kecendrungannya... 2 2.2. KEANEKARAGAMAN HAYATI... 10 2.2.1. Spesies Flora dan Fauna yang diketahui dan dilindungi 10 2.2.2. Kawasan Konservasi. 15 2.3. AIR... 16 2.3.1. Inventarisasi Sungai.. 16 2.3.2. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung. 19 2.3.3. Kualitas Air Sungai.. 19 2.4. UDARA,,,,,,,,,,,,,... 27 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 4

2.4.1. Informasi Kualitas Udara Ambien.. 27 2.5. LAUT, PESISIR DAN PANTAI.. 28 2.5.1. Informasi kualitas air laut. 28 2.5.2. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang... 28 2.5.3. Luas dan Kerusakan Padang Lamun... 29 2.5.4. Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove.. 29 2.6. IKLIM,... 30 2.6.1. Analisis Curah Hujan Rata-Rata Bulanan dan Kecendrungannya.. 32 2.6.2. Analisis Suhu dan Kecendrungannya... 36 2.7. BENCANA ALAM... 41 2.7.1. Informasi Luas Bencana, Korban Jiwa dan Perkiraan Kerugian Akibat Banjir, Ananlisis dan Kecendrungannya... 41 2.7.2. Informasi Bencana Kekeringan, Analisis dan Kecendrungannnya.. 42 2.7.3. Informasi Bencana Tanah Longsor, Korban, Kerugian, Analisis & Kecenderungannya 43 2.7.4. Informasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas dan Kerugian Analisis dan Kecendrungannya.. 44 2.7.6. Informasi Bencana Iklim 46 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN. 1 3.1. KEPENDUDUKAN.. 2 3.1.1. Informasi Jumlah, Pertumbuhan, dan Kepadatan Penduduk, serta pola migrasi Analisis dan Kecenderungannya. 2 3.1.2. Informasi Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin, Kelompok Umur dan Status Pendidikan, Analisis dan Kecenderungannya.. 3 3.2. Permukiman..... 3 3.2.1. Jumlah Rumah Tangga Yang Bertempat Tinggal di Lokasi Permukiman Mewah,, Menengah Sederhana, Kumuh, Bantaran Sungai dan Di Lokasi Pasang Surut 3 3.2.2. Jumlah Rumah Tangga Menurut Sumber Air Untuk Minum, Tempat Pembuangan Samapah Dan Tempat Buang Air Besar.. 5 3.3. KESEHATAN.... 8 3.3.1. Usia Harapan Hidup, Angka Kelahiran, Angka Kematian, dan Pola Penyakit Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 5

Yang Banyak Diderita.... 8 3.4. PERTANIAN.. 10 3.4.1. Kebutuhan Air dan Penggunaan Pupuk Untuk Lahan Sawah, Lahan Pertanian Tanaman Pangan Dan Perkebunan. 10 3.4.2. Informasi Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non Pertanian Dan Informasi Beban Limbah Padat Dari Kegiatan Pertanian, Analisis Dan Kecenderungannya 12 3.5. INDUSTRI 13 3.5.1. Informasi jumlah industri yang berpotensi mencemari sumber air, tingkat ketaatan terhadap baku mutu dan jumlah beban limbah cairnya, Analisis, Kecendrungannya 13 3.5.2 Penilaian Proper... 15 3.6. PERTAMBANGAN.... 15 3.6.1. Informasi Produksi dan Luas Areal Konsesi Pertambangan yang Perizinan dan atau Pengawasannya merupakan Kewenangan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, Analisis dan Kecendrungannya.. 15 3.7. ENERGI.... 17 3.7.1. Informasi Perkiraan Konsumsi Energi untuk Kegiatan Transportasi, Industri, dan Rumah Tangga, Analisis dan Kecendrungannya... 17 3.7.2. Perkiraan Emisi CO 2 dari Sektor Energi. 18 3.8. TRANSPORTASI.. 21 3.8.1. Informasi Panjang Jalan, kondisi, dan kepadatan lalulintas dan jumlah limbah padat dan cair yang bersumber dari Pelabuhan, Analisis dan Kecendrungannya.... 21 3.9. PARIWISATA.. 23 3.9.1. Informasi lokasi-lokasi wisata dan jumlah pengunjung Analisis & Kecendrungannya 23 3.9.2. Informasi jumlah hotel/penginapan, Analisis dan Kecendrungannya.. 26 BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN.... 1 4.1. REHABILITASI LINGKUNGAN. 1 4.1.1. Rencana dan Realisasi Kegiatan Reboisasi, Penghijauan dan Kegiatan Fisik Lainnya yang Terkait Dengan Perbaikan Kondisi Lingkungan... 1 4.2. PENGAWASAN AMDAL 3 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 6

4.2.1. Rekomendasi AMDAL yang Diberikan dan Hasil Pengawasan Pelaksanaan UKL/UPL 3 4.3. PENEGAKAN HUKUM. 5 4.3.1. Informasi masalah lingkungan yang diadukan masyarakat dan tindak lanjutnya.. 5 4.4. PERAN SERTA MASYARAKAT.. 6 4.4.1. Informasi Upaya Perbaikan Lingkungan yang dilakukan oleh Masyarakat. 6 4.4.2 Penghargaan.. 7 4.4.3 Kegiatan Penyuluhan, Pelatihan, Workshop Seminar Lingkungan 8 4.5. KELEMBAGAAN.. 8 4.5.1. Informasi produk hukum yang dihasilkan oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, anggaran pengelolaan lingkungan hidup dan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.. 8 4.6. Anggaran Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.. 9 4.7. Jumlah Personil Institusi Lingkungan Menurut Tingkat Pendidikan. 10 4.8. Jumlah Jabatan Fungsional Lingkungan, PPNS, dan PPLHD 11 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 7

DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Perbandingan Luas Kawasan Hutan menurut SK 44/MENHUT-II/2005 dengan SK 579/MENHUT II/2014..... 4 Tabel 2. 2 Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Sumut Tahun 2015. 19 Tabel 2. 3 Status Mutu Air Sungai Batahan... 20 Tabel 2. 4 Perbandingan Kualitas Air Hujan dan Baku Mutu.. 23 Tabel 2. 5 Hasil Analisis Parameter NO2-N Air Sumur... 25 Tabel 2. 6 Hasil Analisis Parameter NO2 N Air Sumur. 26 Tabel 2. 7 Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Tahun 2015. 29 Tabel 2. 8 Klasifikasi Iklim menurut Oldeman. 31 Tabel 2. 9 Perbandingan Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian Tahun 2015. 42 Tabel 2. 10 Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, luas dan Kerugian Tahun 2015 45 Tabel 3. 1 Perhitungan Emisi CO2 dari Sektor Energi... 20 Tabel 3. 2 Jumlah Limbah Padat Dari Sektor Transportasi. 23 Tabel 4. 1 Penghargaan yang Diterima Tahun 2013 dan 2014.. 8 Tabel 4. 2 Produk Hukum Bidang Pengelola Lingkungan. 9 Tabel 4. 3 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2014,2015... 10 Tabel 4. 4 Jumlah Personil institusi Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 dan 2014.. 11 Tabel 4. 5 Jumlah Jabatan Fungsional Lingkungan, PPNS dan PPLHD Tahun 2014 dan 2015. 12 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 8

DAFTAR GRAFIK Grafik 2. 1. Luas Tutupan Lahan dan Hutan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 2 Grafik 2. 2. Data Olahan Tutupan Lahan Bervegetasi & Tidak Bervegetasi Tahun 2014 8 Grafik 2. 3. Kawasan Hutan Tetap Berdasarkan SK Menhut No.579/Menhut II Tahun 2014 8 Grafik 2. 4. Perbandingan Luas Kawasan Lahan Kritis TA 2013 & 2014 9 Grafik 2. 5. Titik Sampling Air Tanah dibeberapa lokasi di Sumatera Utara. 24 Grafik 2. 6. Perbandingan Air Tanah dengan Permenkes RI No.492 Tahun 2010... 25 Grafik 2. 7. TDS Sungai Asahan Tahun 2014... 32 Grafik 2. 8. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Sampali 32 Grafik 2. 9. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Polonia... 32 Grafik 2. 10. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun BBMKG Wilayah I 33 Grafik 2. 11. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Tuntungan 33 Grafik 2. 12. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Parapat 34 Grafik 2. 13. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Aek Godang.. 34 Grafik 2. 14. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Pinang Sori 35 Grafik 2. 15. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Binaka 35 Grafik 2. 16. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Belawan... 36 Grafik 2. 17. Suhu Udara Rata-rata Bulanan di Sumatera Utara. 39 Grafik 2. 18. Perbandingan Nilai COD Tahun 2014.. 40 Grafik 2. 19. Analisis Parameter TSS Sungai Wampu Tahun 2014 40 Grafik 2. 20. Nilai DO Sungai Wampu pada Tahun 2014 41 Grafik 2. 21. Perbandingan nilai BOD dari hulu ke hilir tahun 2014 41 Grafik 2. 22 Perbandingan Nilai COD Tahun 2014 42 Grafik 2. 23 Suhu Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir dan Tengah Danau 43 Grafik2. 24. Suhu Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 44 Grafik 2.25 Kadar TDS Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir Dan Tengah Danau 45 Grafik 2.26. Kadar TDS Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan... 45 Grafik 2.27. ph Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 46 Grafik 2.28. ph Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 47 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 9

Grafik 2.29. Kadar BOD Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 48 Grafik 2.30. Kadar BOD Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 49 Grafik 2.31. Kadar COD Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 50 Grafik 2.32. Kadar COD Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 50 Grafik 2. 33. Kadar DO Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau 51 Grafik 2. 34. Kadar DO Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 52 Grafik 2.35. Kadar Total Phosphat Air Danau Toba Pada Sisi Pulau Sumatera, Sisi Pulau Samosir, Dan Tengah Danau.53 Grafik 2. 36. Kadar Total Phosphat Air Danau Toba Pada Daerah Dengan Berbagai Jenis Pemanfaatan 54 Grafik 3.1 Persentase Sumber Air Minum Provsu Tahun 2015 6 Grafik 3.2 Jenis Penyakit Yang Diderita Tahun 2015 9 Grafik 3.3. Persentase Pemakaian Pupuk Untuk Tanaman Perkebunan 11 Grafik 3.4. Perbandingan Persentase Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak 13 Grafik 3.5. Perbandingan Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha Menurut Beban Limbah Cair Tahun 2015 14 Grafik 3.6. Jumlah Penyaluran BBM (Kiloliter) 18 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 10

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1. Kerangka Alur Pikir Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Lingkungan Hidup 17 Gambar 1.2. Mekanisme Sistem Program /Kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan LH di Sumatera Utara.... 18 Gambar 2. 1. Peta Tutupan Lahan Provinsi Sumatera Utara dalam Buku RTRW 2010-2030. 7 Gambar 2. 2. Jenis Tumbuhan yang di awetkan Berdasarkan PP RI No. 7 Tahun 1999 14 Gambar 2. 3. Jenis Satwa yang di awetkan Berdasarkan PP RI No. 7 Tahun 1999.. 14 Gambar 2. 4. Ikan Batak.. 16 Gambar 2. 5. Peta DAS di Sumatera Utara.. 18 Gambar 2. 6. Peta Iklim Saat Ini di Sumatera Utara Tahun 2014.. 31 Gambar 2. 7. Peta Kerentanan Perubahan Iklim Di Sumatera Utara Tahun 2008.. 38 Gambar 2. 8. Peta Indeks Kerentanan Perubahan Iklim Di Sumatera Utara Tahun 2050... 41 Gambar 2. 9. Peta Rawan Bencana Di Sumatera Utara.... 80 Gambar 2. 10. Peta Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara. 47 Gambar 2. 11. Peta Indeks Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara Tahun 2050 48 Gambar 4.1. Menanam Pohon Di Bantaran Sungai... 2 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 11

DAFTAR LAMPIRAN 1. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba di Sumatera Utara 2. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 21 Tahun 2006 tentang Penetapan Baku Mutu Air Sungai dan Segmentasi Sungai di Provinsi Sumatera Utara 3. SK Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara tentang Tim Penyelenggara Sistem Informasi Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SILHD) Provinsi Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 12

Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1 0-4 0 Lintang Utara dan 98 0-100 0 Bujur Timur, dengan luas wilayah mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72% dari luas wilayahrepublik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Secara administratif Provinsi Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah Barat, serta Selat Malaka di sebelah Timur. Secara geografis provinsi ini berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Berdasarkan topografinya, Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah Pantai Timur merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 km2 atau 34,77% dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis. Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 km2 atau 65,23% dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah dengan struktur tanah yang labil. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 14

Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, mulai dari sector kehutanan, pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, pertambangan maupun sektor jasa seperti pariwisata, perdagangan dan industri manufaktur. Pemanfaatan potensi ini secara langsung maupun tidak langsung memberi tekanan terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Keterbatasan lingkungan dan teknologi menghadapi tekanan tersebut mengharuskan perlunya pengendalian sehingga tidak menimbulkan bencana ekologi. Perumusan pengendalian secara tepat hanya dapat dilakukan jika tersedia data tentang kondisi lingkungan dan kecenderungnya serta faktor penyebabnya. Dalam kaitan inilah penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) menjadi sangat penting, karena menyajikan data tentang perubahan kualitas lingkungan, penduduk beserta aktifitasnya, tekanan terhadap lingkungan karena kegiatan sosial dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan penduduk, serta upaya-upaya pengendalian yang sudah dilakukan. Informasi-informasi tersebut harus disebarluaskan untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan bagi seluruh lapisan masayarakat, dan pelaku usaha, serta menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan kebijakan pembangungan bagi pemerintah serta juga untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan penyusunan SLHD Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut : a. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan hutan dan lahan, keanekaragamanhayati, air, udara, laut, pesisir dan pantai, iklim dan bencana alam, menganalisisnya untuk mengetahui kondisi lingkungan di Sumatera Utara serta kecenderungannya. b. Mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kependudukan, pemukiman, kesehatan, pertanian, industri, pertambangan, energi, Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 15

transportasi, pariwisata, dan limbah B3, menganalisisnya untuk mengetahui sumber dan besaran tekanan terhadap lingkungan. c. Mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan rehabilitasi lingkungan, AMDAL, penegakan hukum, peran serta masyarkat dan penegakan hokum serta menganalisisnya untuk mengetahui upayaupaya pengelolaan lingkungan yang sudah dilakukan. d. Untuk mengetahui isu-isu lingkungan utama yang terjadi di Sumatera Utara, sehingga dapat dirumuskan upaya kebijakan pengelolaannya. Sedangkan sasaran penyusunan SLHD adalah sebagai berikut : a. Menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun program dan kegiatan pembangunan di Sumatera Utara oleh berbagai sektor. b. Menjadi salah satu bahan utama bagi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dalam penyusunan Rencana Strategis Tahun 2014-2015 Bidang Lingkungan Hidup c. Untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 1.3 Isu Prioritas Lingkungan Berdasarkan analisis data kondisi lingkungan hidup dan kecenderungannya serta sumber dan besaran tekanan terhadap lingkungan hidup, dapat disimpulkan bahwa isu prioritas lingkungan hidup di Sumatera Utara meliputi enam aspek, sebagaimana diuraikan berikut ini. 1. Lahan, Hutan dan Keanekaragaman Hayati Isu yang relevan dengan lahan dan hutan al. : a. Masih ditemuinya lahan kritis yang cukup luas di beberapa daerah b. Konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan terbangun/non pertanian c. Alih fungsi lahan dan/atau pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan d. kepunahan gajah sumatra dan satwa lain di Sumatra Utara e. kurangnya ruang terbuka hijau di Perkotaan Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 16

2. Wilayah pesisir Isu yang relevan dengan wilayah pesisir yaitu : a. Degradasi Habitat Wilayah Pesisir (Mangrove, Terumbu Karang dan Pantai Berpasir) b. Alih Fungsi Hutan Mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit, Kawasan Industri dan Pemukiman c. Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut oleh Limbah Industri dan Rumah Tangga d. Sedimentasi yang Cukup Tinggi di Wilayah Pesisir Timur Sumatera Utara 3. Air Isu yang relevan dengan kualitas air yaitu : a. Penurunan Kualitas Air Sungai Deli dan Sungai Belawan di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Kota Medan b. Status cemar sedang samapi berat pada beberapa sungai di Sumatera Utara, yaitu Sungai Deli, Sungai Belawan dan Sungai Asahan. c. Penurunan debit sungai d. Sedimentasi pada beberapa sungai di Sumatera Utara, yaitu Sungai Asahan dan Sungai Deli. e. Penurunan kualitas Danau Toba f. Daya dukung dan daya tampung Danau Toba 4. Perubahan Iklim Isu yang relevan dengan iklim yaitu : a. Peningkatan suhu udara b. Curah hujan yang berfluktuasi Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 17

5. Bencana Alam Isu yang relevan dengan bencana alam yaitu : a. Banjir yang terjadi di beberapa daerah seperti Kabupaten Mandailing Natal, b. Longsor di daerah pegunungan c. Terjadinya bencana longsor akibat penambangan emas ilegal di Kabupaten Mandailing Natal 6. Persampahan Isu yang relevan dengan persampahan yaitu : a. Belum adanya Perda pengelolaan sampah yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. b. Belum terimplementasinya konsep pengelolaan sampah 3R. 1.4 Analisis Isu, Tekanan dan Respon 1. Lahan dan Hutan Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Sekitar 100.000 Ha hutan di Sumatera Utara diperkirakan rusak setiap tahun, sebagian besar akibat kegiatan perambahan ilegal, sisanya karena pengalihan lahan menjadi areal perkebunan dan pembangunan infratruktur jalan. Kerusakan terbesar atau sekitar 40% dari total kerusakan hutan terjadi di berada di Kawasan Pantai Barat yang meliputi Kabupaten Tapsel, Padang Lawas, Humbang Hasundutan, Pakpat Barat, hingga Kabupaten Dairi. Ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan sangat minim, contohnya Kota Medan saat ini hanya memiliki RTH seluas 22,1 hektar yang tersebar di 146 taman di seluruh kota. Angka itu tak sebanding dengan luas kota Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 18

Medan yang mencapai 26.510 hektar. Kota Medan yang memiliki luas 26 ribu hektar lebih dengan jumlah penduduk 2,01 juta jiwa saat malam hari dan 2,5 juta jiwa saat siang hari, sedikitnya membutuhkan 4 juta batang pohon penghijauan. Secara teoritis, luas total Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah 8 persen dari 26,5 ribu Ha luas Kota Medan. Namun jumlah batang pohon yang ada di Kota Medan tidak sesuai dengan kebutuhannya yaitu kebutuhan pohon minimal yaitu 4 juta batang pohon, dengan pertimbangan setiap dua orang membutuhkan satu batang pohon rindang dan manusia membutuhkan oksigen (O 2 ) 0,5 Kg per hari, sementara pohon rimbun hanya bisa menghasilkan O 2 sebanyak 1,2 Kg per hari.total taman-taman kota yang dikelola oleh Dinas Pertamanan Kota Medan adalah ±534.963 m² atau ±53,49 Ha. Isu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati berhubungan dengan tingginya laju konversi atau pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit sehingga memicu kepunahan Gajah Sumatera dan satwa lain. Populasi orang utan, harimau, dan badak yang merupakan satwa liar yang dilindungi negara.habitat Gajah Sumatera antara lain di Huta Raja Tinggi dekat perbatasan antara Sumatera Utara dan Provinsi Riau. Jumlah Gajah Sumatra ini akan semakin menurun setiap tahunnya setelah kawasan hutan berstatus hutan produksi, sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, dan permukiman masyarakat. Upaya pengelolaan yang dilakukan berkaitan dengan lahan dan hutan adalah : penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik kehutanan, dan penataan ruang. Revisi RTRW Sumatera Utara 2010-2030 dalam tahap pengesahan di legislatif. 2. Wilayah pesisir Habitat ekosistem pesisir dan laut mengalami degradasi, demikian juga habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut.khususnya di wilayah padat kegiatan pantai timur Pulau Sumatera. Rusaknya habitat ekosistem Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 19

pesisir seperti deforestasi hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi pantai yang terjadi perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat, dan pengambilan pasir laut serta kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat,muara sungai mengalami pendangkalan yang cepat, kondisi kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan baik berasal dari darat, maupun dari laut. Praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak dan ilegal (illegal fishing) serta eksploitasi terumbu karang terjadi memperparah kondisi ekosistem pesisir dan laut. Kawasan hutan mangrove di Provinsi Sumatera Utara yang terdapat di kawasan pantai barat dan pantai timur, merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bila dikelola dengan baik. Terjadinya alih fungsi kawasan hutan mangrove menyebutkan perubahan peruntukan, yakni permukiman, kawasan wisata pantai, tambak, bahkan perkebunan kelapa sawit serta tumpang tindih dalam pemanfaatannya yang tidak terarah. Terjadinya kerusakan biogeofisik sumberdaya pesisir dan laut pada ekosistem mangrove telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Luas Hutan Mangrove di 12 Kabupaten yang ada di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Utara seluas 86.750,30 Ha dengan persentase tutupan 26,12 %. Kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh penebangan bakau, kegiatan perikanan yang bersifat destruktif seperti penggunaan bahan peledak, racun potasium dan sianida untuk penangkapan ikan, pembuangan jangkar perahu dan pengambilan batu karang. Terumbu karang merupakan potensi sumberdaya laut yang sangat penting dan strategis, karena mempunyai produktifitas organik sangat tinggi dibanding ekosistem lain. Disamping fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, habitat biota perairan, dan juga menghasilkan nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan, udang, karang, alga, teripang dan kerang mutiara. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 20

Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kerusakan mangrove tersebut adalah dengan melakukan penanaman pohon bakau, penetapan perda no 5 tahun 2008 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, serta penguatan kelembagaan UPT Kajian Pengelolaan Pesisir dan Laut, memiliki peranan melakukan analisis dan pemetaan terhadap sumber daya pesisir dan laut serta pengembangan kapasitas sumber daya manusia pesisir dan laut di Sumatera Utara. 3. Air Tingkat pencemaran air sungai di Sumatera Utara diindikasi dengan status mutu air sungai dengan status cemar berat, sedang dan ringan. Sumatera Utara dengan jumlah 11 (sebelas) Satuan Wilayah Sungai telah dilakukan evaluasi kualitas air sungai, yaitu : Sungai Deli dan Sungai Belawan. Pencemaran air sungai Deli dan Belawan diakibatkan oleh kegiatan industri, lingkungan permukiman, pasar, rumah sakit dan berbagai kegiatan lain di sepanjang sungai tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, diprediksi 70 persen pencemaran diakibatkan oleh limbah padat dan cair. Limbah padat atau sampah yang dihasilkan di Kota Medan 1.235 ton /hari. Dari hasil pengamatan dan analisis air sungai Deli, menunjukkan nilai DO, COD, BOD dan TSS di Kecamatan Belawan sudah melewati baku mutu Kelas II yang mengacu kepada PP No. 82 Tahun 2001. Di Sungai Belawan parameter yang melampaui baku mutu air kelas III adalah DO, NH 3 N, Cd, Pb, Cu, Mn, dan Zn. Upaya yang akan dilakukan oleh BLH Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan kualitas air Sungai Deli dan Sungai Belawan adalah dengan penguatan kelembagaan instansi lingkungan hidup melalui penguatan kelembagaan UPT Pengelolaan Sungai Deli dan Sungai Belawan, yang memiliki peranan melakukan koordinasi terhadap stakeholder sepanjang Sungai Deli dan pemantauan rutin terhadap parameter kualitas air Sungai Deli. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 21

4. Iklim Fenomena kekeringan (El Niño) dan banjir (La Niña) yang terjadi secara luas sejak tahun 1990-an membuktikan adanya perubahan iklim global. Dibandingkan 150 tahun lalu, suhu rata-rata permukaan bumi kini meningkat 0,6 C akibat emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO 2, CH 4, dan NOx dari negara-negara industri maju. Sampai tahun 2100 mendatang suhu rata-rata permukaan bumi diperkirakan akan naik lagi sebesar 1,4-5,8 C. Keseimbangan lingkungan global terganggu, glacier dan lapisan es di kutub mencair, permukaan laut naik, dan iklim global berubah. Indonesia, sebagai negara kepulauan di daerah tropis, pasti terkena dampaknya. Oleh karena itu adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang terkait dengan strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan tata-ruang. Beberapa wilayah di Sumatera Utara termasuk Kota Medan sudah mengalami perubahan cuaca yang cukup ekstrem. Di Kota Medan terjadi fluktuasi cuaca yang tidak dapat diduga sebelumnya, misalnya pada pagi hari cuaca terik dan siang hari berubah mendung dan turun hujan deras. Kondisi cuaca ini terindikasi oleh gangguan cuaca yang diprediksi akibat pergolakan kondisi Laut China Selatan (LCS). Hal ini berpontensi terhadap peluang banjir yang cukup besar, terutama intensitas curah hujan di kawasan pergunungan semakin tinggi. Dampak cuaca ekstrem yang terjadi ini mempengaruhi sektor pertanian. Hal ini diidentifikasi dari munculnya hama wereng. Tentu saja berdampak kepada tanaman padi, umbi-umbian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, palawijaya serta holtikultura seperti sayur, buah-buahan, bunga-bungaan, dan biofarmaka. Kebijakan inventory gas rumah kaca mengacu pada Perpres No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, Sumatera Utara mendapat kesempatan menjadi pilot project KLH dengan JICA, kegiatan inventory tersebut dilakukan di sektor sampah pada aktivitas penimbunan limbah padat di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 22

Rencana aksi daerah (RAD) Sumatera Utara seperti yang diamanatkan dalam Perpres No. 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur No. 36 Tahun 2012. Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor transportasi direfleksikan dengan lahirnya Perda Pengendalian Pencemaran Udara yang telah mendapat pengesahan dari DPRD Sumatera Utara, yang diprioritaskan terhadap sumber bergerak dengan kebijakan retribusi kendaraan bermotor melalui perhitungan ilmiah dalam naskah akademik sehingga direncanakan menjadi pendapatan asli daerah yang diarahkan pengelolaan lingkungan hidup di Sumatera Utara. 5. Bencana Alam Bencana alam di Sumatera Utara umumnya terdiri dari banjir, longsor, gempa dan kekeringan. Hal tersebut tersebut berkaitan juga dengan bencana iklim. Bencana longsor disertai dengan banjir bandang terjadi di Sumatera Utara berlokasi di Sibolangit (Deli Serdang, 22 November 1994), Dolok - Saipar Dolok Hole di DAS Bilah (Tapanuli Selatan - Labuhan Batu, Mei 1995), Perbaungan - Lubuk Pakam (Deli Serdang, Januari 2002), Nias (31 Juli 2001 dan 2 Januari 2003), Bahorok (Langkat, 2 Nopember 2003), Mandailing Natal (16 November 2010, 27 Februari 2011, dan 30 desember 2012). Berbagai longsor dan banjir bandang dalam ukuran kecil juga telah terjadi di berbagai lokasi di Sumatera Utara seperti di Brastagi yang berada di Kabupaten Karo. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: Kemiringan Lereng. Kemiringan Lereng yang terjal pada bagian barat Pegunungan Bukit Barisan dan perbedaan elevasi satu tempat dengan tempat lain menjadi sumber energi gaya berat untuk mempermudah terjadinya gerakan. Kondisi Geologi. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 23

Batuan Pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Utara adalah batuan yang dicacah-cacah oleh patahan-patahan. Di Sumatera Utara terdapat 3 (tiga) ruas patahan utama yaitu Renun, Toru dan Angkola. Keadaan geologi lainnya adalah kedudukan atau kemiringan lapisan tanah dan batuan di daerah (desa, kota) tersebut. Semakin miring lapisan tanah/batuan maka semakin labil atau semakin mudah longsor, demikian pula jika kemiringan topografi suatu daerah semakin curam atau semakin terjal, maka akan semakin mudah longsor. Curah Hujan Curah hujan yang tinggi terdapat pada daerah perbukitan bagian barat Bukit Barisan serta disekitar Pegunungan Leuseur menyebabkan kondisi dan pola hidrologi mempengaruhi tingkat kerawanan longsor disuatu daerah. Daerah dengan kondisi pengeringan alamiah (drainage) yang buruk akan menyebabkan genangan yang melumas bidang gelincir massa batuan dan memicu terjadinya longsor. Gempa Gempa Sumatera, Rabu 11 April 2012. Dengan kekuatan 8,9 Skala Richter (SR) dan terjadi di 2.31 Lintang Utara dan 92.67 Bujur Timur. Sementara Tahun 2013 Bencana Tanah Longsor terjadi di Kabupaten Dairi dengan jumlah 1 korban meninggal dunia, Kabupaten Nias Selatan dengan jumlah 1 korban meninggal dunia, Kabupaten Samosir dengan jumlah 4 korban meninggal dunia dan di Kabupaten Tapanuli Tengah tetapi tidak ada korban jiwa. Jadi total korban meninggal dunia akibat bencana tanah longsor tahun 2013 sebanyak 6 orang. Perubahan Vegetasi & Aktifitas Manusia Penebangan hutan, alih fungsi lahan pembukaan lahan hutan untuk jalan, permukiman dan infrastruktur lainnya turut memicu terjadinya Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 24

longsor. Kawasan yang terletak pada daerah rawan tanah longsor antara lain pada sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara Selatan. Kawasan tersebut pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang. 6. Persampahan Pengelolaan sampah di Sumatera Utara masih menjadi polemik yang memerlukan pemikiran yang serius melalui kebijakan nasional dan regional. Hal ini teridentifikasi melalui permasalahan pencemaran akibat dari pembuangan sampah di kawasan perkotaan terutama Kota Medan, adalah hal yang sangat penting untuk diatasi. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Provinsi Sumatera Utara telah melakukan perhitungan karakteristik sampah untuk menjadi dasar pertimbangan kebijakan penentuan teknologi yang sesuai dalam pengelolaan sampah di Sumatera Utara. 1.5. Arahan Program Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup Visi RPJPD SUMATERA UTARA 2005-2025 yaitu Masyarakat Sumatera Utara yang Beriman, Maju, Mandiri, Mapan dan Berkeadilan didalam ke Bhinnekaan yang didukung oleh Tata Pemerintahan yang Baik. Visi Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2014-2018 yaitu Pemantapan pembangunan secara menyuluruh dengan penekanan pada daya saing daerah, yang dilandaskan pada SDM dan SDA, melalui pemanfaatan teknologi PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVSU 2013-2018 yaitu : 1. Peningkatan Kehidupan Beragama, Penegakan Hukum, Penguatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance), Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 25

Pelayanan Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan; 2. Peningkatan Aksessibilitas dan Kualitas Pendidikan; 3. Peningkatan Aksessibilitas dan Pelayanan Kesehatan; 4. Peningkatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan, Penerapan Teknologi, Inovasi dan Kreatifitas Daerah; 5. Peningkatan Infrastruktur, Pengembangan Wilayah, Mitigasi Bencana dan Pelestarian Lingkungan Hidup Mendukung Daya Saing Perekonomian; 6. Peningkatan Ekonomi Kerakyatan; 7. Perluasan Kesempatan Kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Miskin; 8. Peningkatan Produksi, Produktifitas dan Daya Saing Produk Pertanian, Kelautan dan Perikanan; 9. Mendukung dan Mendorong Kebijakan Nasional di daerah. 1.5.1. Arahan Program Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan, peluang dan yang dihadapi Provinsi Sumatera Utara, dan mempertimbangkan keberagaman budaya yang hidup dalam masyarakat, isu-isu strategis dan fenomena anomali iklim akhir-akhir ini, maka dengan merujuk kepada Perda Provsu No. 12 Tahun 2008 tentang RPJP Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 2025 serta Perda Provsu No. 5 Tahun 2014 tentang RPJMD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 2018, ditetapkan tujuan dan sasaran perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tahun 2012 mengacu kepada Visi dan Misi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2018, yakni Menjadi Provinsi Yang Berdayasaing Menuju Sumatera Utara Sejahtera Badan Lingkungan Hidup disingkat BLH merupakan institusi yang menangani pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara. Peranan melaksanakan kebijakan daerah bersifat Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 26

spesifik dibidang administrasi umum, pengkajian tata lingkungan dan Amdal, pengendalian pencemaran lingkungan dan pengelolaan limbah, pengendalian kerusakan dan pemulihan lingkungan, penaatan lingkungan dan komunikasi lingkungan, serta tugas pembantuan di bidang lingkungan hidup yang secara teknis mengacu kepada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Utara yang juga merupakan unsur penunjang Pemerintah Provinsi dan berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2010 tentang tugas, pokok, dan fungsi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara. BLH Provinsi Sumatera Utara sebagai Instansi teknis pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara memiliki visi dan misi yang bersifat koordinasi, dan evaluasi terhadap instansi/sektor dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, yang memiliki visi dan misi, tujuan dan sasaran dengan strategi yang dijalankan Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara, seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. Dalam mewujudkan visi dan misinya Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara menetapkan program kerja dan kegiatan sebagai berikut : 1. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber daya Alam a.pembinaan dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan AMDAL Kab/Kota b. Evaluasi Baku Mutu Air Danau Toba c. Kajian Pendahuluan Penetapan Baku Mutu Sungai Wampu d.peningkatan Peran Serta Masyarakat/LSM Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup e. Pemantauan Pengendalian Kerusakan Lahan dan/atau Tanah Untuk Kegiatan Pertanian, Perkebunan dan Hutan Tanaman di Wilayah Kab/Kota f. Fasilitasi dan Pembinaan Menuju Indonesia Hijau (MIH) Kab/Kota di Provinsi Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 27

g.peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengawasan Kebersihan Sungai (Piket Sungai) h. Koordinasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provsu 2. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup a. Koordinasi Penilaian Kota Sehat ADIPURA b. Operasional Komisi PENILAI AMDAL SUMATERA UTARA c. Penyusunan laporan pelaksanaan SPM bidang Ligkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara d.penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus pencemaran dan kerusakan LH e.bimtek Penanganan Pengaduan Kasus Lingkungan Terhadap Aparatur Penegak Hukum f. Aksi Gerakan Penyelamatan Sungai (Sungai Deli & Sungai Wampu) g. Pemantauan Kualitas Udara Ambien Mebidangro h. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) i. Pembinaan Terhadap Perusahaan Tentang Pengelolaan Limbah B3 j. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Pada Industri di Kawasan Industri Medan (KIM) 3. Program Pengelolaan dan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Laut a. Operasionl UPT pusat kajian ekologi pesisir dan laut b. Pembuatan Galery Pesisir dan Laut di Sumatera Utara 4. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup a. Pembinaan dan Penilaian Sekolah Adiwiyata b. Pembinaan dan Penilaian Kalpataru 2015 c. Publikasi Lingkungan Hidup melalui Media Cetak dan Elektronik d. Pembinaan dan Penilaian Status Lingkungan Hidup Kab/Kota e. Penyusunan Laporan Status Lingkungan Hidup Sumatera Utara f. Penguatan jaringan data dan informasi Melalui pengembangan sisfokom BLH-SU g. Peringatan Hari LH sedunia Tahun 2015 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 28

h. Lomba Pengetahuan Lingkungan Hidup dan Kemah Hijau 2015 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 29

VISI Mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta terpeliharanya potensi sumber daya alam yang berkelanjutan STRATEGI MISI Merumuskan arah kebijakan dan melaksanakan penataan, pengendalian dampak dan pemulihan lingkungan hidup agar terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di Provinsi Sumatera Utara KEBIJAKAN TUJUAN - Melestarikan fungsi lingkungan - Mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan - Meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan - Mencegah penurunan potensi keaneka - ragaman hayati - Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim PROGRAM SASARAN Komponen lingkungan hidup : 1. Fisik Kimia 2. Biologi 3. Sosial Budaya 4. Pemangku Amanah / Stakeholder KEGIATAN Gambar1.1. Kerangka Alur Pikir Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 30

Keterkaitan seluruh program di atas diuraikan pada bagan berikut : Visi Tugas Fungfsi LAKIP Kondisi Eksisting Isu Lingkungan Hidup Isu Strategis Strategi Tujuan Program Kegiatan RPJMN RPJMD Arah Kebijakan BLH Provsu RENSTRA RENJA Gambar 1.2. Mekanisme Sistem Program/Kegiatan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 31

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA 2.1. LAHAN DAN HUTAN Wilayah Sumatera Utara terdiri atas perairan laut, sungai, danau, dan daratan yang terbentang dari dataran rendah di pesisir timur hingga pegunungan bukit barisan dan pantai barat yang indah dengan hutan tropis yang alami. Provinsi Sumatera Utara memiliki luas total 181.860,65 km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 km². Hutan merupakan suatu ekosistem yang tidak hanya menyimpan sumber daya alam berupa kayu tetapi banyak potensi lainnya berupa hasil hutan non kayu, termasuk perannya dalam mengatur fungsi hidrologis. Berdasarkan topografi, kondisi iklim dan ketersediaan air, maka sektor pertanian dan perkebunan merupakan kegiatan dominan dalam penggunaan lahan di Sumatera Utara, dengan rincian sebagai berikut : 1. Komoditas kopi unggulan tersebar pada wilayah Kabupaten Dairi, Pak-pak Bharat dan lain sebagainya. 2. Komoditas tanaman karet tersebar pada wilayah pesisir timur hingga dataran tinggi. 3. Perkebunan kelapa sawit tersebar di wilayah Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Batu Bara, Asahan, Labuhan Batu dan Padang Lawas. 4. Perkebunan tembakau Deli tersebar di pesisir timur antara Sungai Ular di Deli Serdang dan Sungai Wampu di Langkat. 5. Komoditas sayur mayur dan buah-buahan terdapat di daratan tinggi Karo, serta daerah Sidamanik di Kabupaten Simalungun yang juga sesuai untuk perkebunan teh. Permasalahan utama yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan hutan di Sumatera Utara adalah : 1. Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan yang tidak terkendali, baik perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 32

permukiman, ataupun hutan yang dirambah menjadi perkebunan kelapa sawit. 2. Lahan kritis akibat penebangan (ilegal logging) dan kebakaran hutan (forest fire) pada beberapa wilayah di Sumatera Utara. 2.1.1. Analisis Kualitas Lahan/Tanah, Tutupan Lahan, Luas Kawasan Lindung, dan Luas Lahan Kritis dan kecendrungannya. 1. Lahan Hasil dari inventarisasi data luas tutupan lahan di Provinsi Sumatera Utara dari Badan Pertanahan Nasional Wilayah Sumatera Utara (tahun 2015) menunjukkan bahwa lahan kering dan hutan mendominasi penggunaan lahan Sumatera Utara dengan luas lahan kering 2.363.064,35 Ha atau 32,94 % dari luas seluruh tutupan lahan,hutan seluas 1.769.758,11 Ha atau 24,67 % dari luas seluruh tutupan lahan, luas lahan non pertanian 63.595,09 Ha atau 0,86 % dari luas seluruh tutupan lahan. Perkebunan seluas 1.488.728,53 atau 21,89 % dari luas tutupan lahan. Sawah seluas 212.271 atau 2,96 %. Gambaran tutupan lahan tersebut ditunjukkan dengan Grafik 2.1. Sumber : BPN Wilayah Sumatera Utara Grafik 2. 1. Luas Tutupan Lahan dan Hutan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 33

Lahan kering terluas terdapat di Kabupaten Padang Lawas Utara dengan luas 189.173,49 Ha dan luas lahan kering terkecil terdapat di Kabupaten Asahan dengan luas 9.00 Ha. Sawah terluas terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai dengan luas 21.353,72 Ha dan luasan sawah terkecil terdapat di Kota Tebing Tinggi dengan luas 11,70 Ha. Daerah yang tidak memiliki lahan sawah adalah Kota Sibolga. Perkebunan terluas di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten Labuhan Batu Selatan dengan luas 252.725,20 Ha, dan luas perkebunan yang terkecil di Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas 8,54 Ha. Daerah yang tidak memiliki lahan perkebunan adalah Kota Gunung Sitoli dan Kota Sibolga. 2. Kawasan Hutan Menurut Status dan Fungsinya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005, telah diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.201/Menhut-II/2006 tanggal 5 Juni 2006, telah ditunjuk kawasan hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar di Provinsi Sumatera Utara, dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Utara melalui surat Nomor 522/7585 tanggal 7 Oktober 2009, Nomor 522/8939 tanggal 9 September 2011, dan Nomor 522/8787/2012 tanggal 18 September 2012, mengusulkan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.579/Menhut-II/20 14. Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara adalah seluas +3.055.795 (tiga juta lima puluh lima ribu tujuh ratus sembilan puluh lima) hektar, yang dirinci menurut fungsi dengan luas sebagai berikut : Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 34

a. Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA)/Taman Buru (TBl, seluas 2: 427.008 (empat ratus dua puluh tujuh ribu delapan) hektar ; b. Kawasan Hutan Lindung (HL), seluas ± 1.206.881 (satu juta dua ratus enam ribu delapan ratus delapan puluh satu) hektar ; c. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), seluas ±. 641.769 (enam ratus empat puluh satu ribu tujuh ratus enam puluh sembilan) hektar ; d. Kawasan Hutan Produksi (HP), seluas ±. 704.452 (tujuh ratus empat ribu empat ratus lima puluh dual hektar ; e. Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK), seluas 75.684 (tujuh puluh lima ribu enam ratus delapan puluh empat) hektar. Luas Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan SK. Menhut No.579/MENHUT-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 dibandingkan dengan luas kawasan hutan menurut SK. 44/Menhut-II/2005 dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut : Tabel 2. 1. Perbandingan Luas Kawasan Hutan Menurut SK 44/Menhut-II/2005 dengan SK 579/MENHUT-II/2014 LUAS KAWASAN HUTAN BERDASARKAN SK.44/MENHUT-II/2005 KAWASAN HUTAN SK.MENHUT NO.579/MENHUT-II/2014 NO KABUPATEN WILAYAH HSA HL HPT HP HPK TOTAL APL HSA HL HPT HP HPK TOTAL (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Luas (Ha) % (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Luas (Ha) % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 1 Kab. Asahan 375.920 40 61.823 12.254 35.138 9.343 118.598 31,55 292.332 40 45.149 640 9.507 28.254 83.589 22,24 2 Kab. Batubara 92.369-3.398 14.642 - - 18.040 19,53 88.398-2.224 1.749 - - 3.973 4,30 3 Kota Binjai 6.774 - - - - - - - 6.774 - - - - - - - 4 Kab. Dairi 196.281 205 56.068 61.805 12.639-130.717 66,60 101.834 205 52.161 30.203 13.034-95.603 48,42 5 Kab.D.Serdang 261.069 21.865 8.813 8.565 42.247 1.027 82.517 31,61 201.246 21.939 8.664 3.072 26.218-59.893 22,94 6 Kota Gunung Sitoli 29.515-6.370 - - 854 7.224 24,48 26.387-3.129 - - - 3.129 10,60 7 Kab. Humbaha 250.418 419 69.429 16.771 60.814-147.433 58,87 117.611 416 60.400 14.017 57.975-132.808 53,03 8 Kab. Karo 218.253 22.605 74.328 14.688 14.513-126.134 57,79 114.844 22.684 64.147 9.345 7.106-103.282 47,35 9 Kab. L.Batu Utara 357.816 959 42.944 39.905 70.279 1.938 156.025 43,60 235.345 959 41.240 38.202 19.114 22.796 122.311 34,20 9 Kab. L.Batu 279.016-26.488-16.807-43.295 15,52 246.459-17.983-14.573-32.556 11,67 10 Kab. LB.Selatan 320.474 2.100 12.769 3.917 50.337-69.123 21,57 278.757 2.100 6.736 3.356 30.804-42.997 13,36 12 Kab. Langkat 620.676 212.684 4.165 56.654 39.952-313.455 50,50 336.949 213.622 4.573 40.376 25.111-283.682 45,71 13 Kab. Madina 651.505 75.921 132.873 179.018 17.966-405.778 62,28 261.053 75.583 127.464 152.780 16.408 19.897 392.132 60,03 14 Kota Medan 28.888 - - - - - - - 28.885-3 - - - 3 0,01 15 Kab. Nias 82.909-28.656 7.752-1.419 37.827 45,62 56.802-21.733 4.375 - - 26.108 31,49 16 Kab. Nias Barat 54.823-19.737 7.188-1.096 28.021 51,11 31.995-17.395 4.913-520 22.828 41,64 17 Kab. Nisel 246.736 8.359 85.019 21.745 73.842 19.605 208.570 84,53 72.677 8.359 73.613 19.713 72.374-174.058 70,54 18 Kab. Nias Utara 119.176-26.647 12.475 4.760 4.248 48.130 40,39 77.331-23.126 9.806 4.696 4.217 41.845 35,11 19 Kab. Palas 386.192 30.669 44.648 40.522 124.986-240.825 62,36 169.994 30.665 43.122 39.397 103.015-216.199 55,98 20 Kota P.Sidempuan 14.775 - - - 2.989-2.989 20,23 13.151 - - - 1.624-1.624 10,99 21 Kab. Paluta 403.338 5.243 117.467 46.942 108.863-278.515 69,05 163.504 5.398 97.016 35.364 102.055-239.833 59,46 22 Kab. P. Bharat 136.245 5.938 47.161 57.151 10.461-120.711 88,60 25.760 5.943 44.136 49.390 10.224-109.693 80,98 23 Kota P.Siantar 7.567 - - - - - - - 7.568 - - - - - - - 24 Kab. Samosir 123.631-75.716 2 16.200-91.918 74,35 56.205-49.731 2 17.673-67.407 54,53 25 Kab. Segei 193.056-2.795 7.428 20.087-30.310 15,70 183.371-5.534 65 4.086-9.685 5,02 26 Kota Sibolga 1.112-151 - - - 151 13,58 1.042-70 - - - 70 6,30 27 Kab. Simalungun 439.163 1.296 28.599 10.839 98.275-139.009 31,65 336.380 1.296 23.471 9.464 68.554-102.785 23,40 28 Kota Tanjung Balai 6.143 - - 112 - - 112 1,82 6.144 - - - - - - - 29 Kab. Tapsel 403.305 14.633 116.794 76.870 74.684 1.512 284.493 70,54 145.145 14.636 124.801 76.459 40.584-256.481 63,86 30 Kab. Tapteng 231.552-58.647 52.280 7.662-118.589 51,21 129.272-60.177 39.712 4.344-104.233 44,64 31 Kab. Taput 380.190 2.219 57.825 108.012 112.173-280.229 73,71 163.131 1.878 122.943 48.417 43.822-217.059 57,09 32 Kota Tebing Tinggi 5.024 - - - - - - - 5.024 - - - - - - - 33 Kab. Toba Samosir 207.327 21.280 116.264 17.515 5.391-160.450 77,39 97.397 21.285 66.138 10.954 11.552 109.928 53,02 TOTAL 7.131.238 426.435 1.325.594 875.052 1.021.065 41.042 3.689.188 51,73 4.078.769 427.007 1.206.881 641.770 704.452 75.684 3.055.795 42,83 Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 35

Kawasan hutan yang ada di Sumatera Utara menurut fungsi dan statusnya,adalah hutan lindung sebesar 1.206.881 Ha dan untuk Taman Wisata dengan luas 3.706 Ha. Sedangkan kawasan konservasi di Sumatera Utara terdiri dari Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TW), Taman Hutan Raya (THR) dan Taman Buru (TB). Hutan Konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan adalah 8 unit Cagar Alam, 1unit Cagar Alam Laut (CAL), 4 unit Suaka Margasatwa, 1 unit Taman Buru, 1 Unit Taman Hutan Raya, 6 unit Taman Wisata dan 2 unit Taman Nasional (TN). Hutan konservasi terluas adalah Hutan Bukit Barisan dengan luas 51.600 Ha, berfungsi sebagai taman hutan raya (THR) yang berada di Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, kawasan hutan konservasi terkecil adalah cagar alam Batu Ginurit dan cagar alam Liang Balik dengan luas masing-masing 0,5 Ha. Sedangkan Tanaman Nasional di Sumatera Utara terdapat 2 (Dua) kawasan yaitu Taman Nasional Gunung Lauser dan Taman Nasional Batang Gadis. Secara nyata luas hutan di Sumatera Utara terus mengalami penurunan, terutama disebabkan oleh konversi hutan menjadi areal non hutan (tidak berhutan) seperti permukiman, sawah, perkebunan, ladang dan areal terbuka. 3. Luas Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW dan Tutupan Lahannya Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, PP Nomor 26 Tahun 2008, dan Keppres Nomor 32 Tahun 1990, dengan batasan sebagai berikut : a. Kawasan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 36

alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya. b. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia yang terdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, hutan tanaman rakyat, pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman dan peruntukan budidaya lainnya. Batas Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan kebijakan pemerintah. Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 2018, luas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 3.679.338,48 Ha yang terdiri dari kawasan lindung seluas 1.844.071,05 Ha dan kawasan budidaya hutan seluas 1.835.267,43 Ha. Hal ini berbeda dengan luas kawasan hutan menurut SK Menteri Kehutanan Nomor : 44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara. Perbedaan tersebut al. disebabkan oleh perbedaan metode pengukuran luas kawasan hutan, dimana pada Perda Nomor 7 Tahun 2003, metode pengukuran kawasan hutan masih menggunakan sistem manual, sedangkan pada SK Menteri Kehutanan Nomor : 579/Menhut-II/2014, metode pengukuran kawasan hutan telah menggunakan sistem digitasi. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 37

Gambar 2. 1. Peta Tutupan Lahan Provinsi Sumatera Utara dalam Buku RTRW 2010-2030 4. Luas Penutupan Lahan dalam kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan Luas penutupan lahan dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara ditunjukkan pada Tabel 2.2 (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel SD-4). Berdasarkan data tersebut, total luas kawasan hutan adalah 3.050.586 Ha, yang terdiri dari hutan suaka alam 426.922,39 Ha, Hutan Lindung Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 38

1.200.019,34 Ha, Hutan Produksi Terbatas 644.808,29 Ha, Hutan Produksi Tetap 703.151,19 Ha, Hutan Produksi Konversi 75.684,35 Ha. Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2014 Grafik 2. 2. Data Olahan Tutupan Lahan Bervegetasi dan Tidak Bervegetasi Tahun 2015 Distribusi luasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 579/II/ Tahun 2014, untuk Kawasan Suaka Alam Kawasan Pelestarian Alam (KSA- KPA) Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi adalah sebagaimana ditinjukkan pada grafik berikut ini. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 39

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2. 3. Kawasan Hutan Tetap berdasarkan SK Menhut No. 579/Menhut-II/2014 6. Lahan Kritis Acuan penetapan lahan kritis oleh instansi kehutanan adalah berdasarkan lahan yang telah rusak karena kehilangan tutupan vegetasi, kehilangan atau berkurangnya fungsi penahan air, pengendali erosi, siklus hara pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Tingkat kekritisan lahan dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis. Luas lahan kritis di Sumatera Utara sebesar 6.616.540,67 Ha yang luasan terbesar terdapat di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 620.962,67 Ha, luasan terkecil terdapat di Kota Sibolga seluas 1.112,08 Ha. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 40

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2. 4. Luas Kawasan Lahan Ktritis 7. Kerusakan Hutan dan Konversi Hutan dan Lahan Dari data kerusakan dan konversi hutan diketahui bahwa penyebab utama kerusakan hutan di Sumatera Utara adalah perambahan, mencapai 10.498 Ha. Sedangkan konversi hutan terjadi terutama karena alih fungsi hutan menjadi perkebunan, yang luasannya mencapai 10.989,70 ha pada tahun 2015. 2.2. KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati adalah suatu variasi berbagai bentuk makhluk hidup dalam suatu ekosistem tertentu, dalam sebuah bioma atau bahkan di seluruh muka bumi. Karenanya keanekaragaman hayati kerap dijadikan tolok ukur sehat atau tidaknya suatu sistem biologis. Dalam pengertian lain; keanekaragaman hayati merujuk pada keanekaragaman semua jenis tumbuhan, hewan dan jasad renik (mikroorganisme), serta proses ekosistem dan ekologis dimana mereka menjadi bagiannya. Keanekaragaman genetik (didalam jenis) mencakup keseluruhan informasi genetik sebagai pembawa sifat keturunan dari semua makhluk hidup yang ada. Keanekaragaman jenis berkaitan dengan keragaman Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 41

organisme atau jenis yang mempunyai ekspresi genetis tertentu. Sementara itu, keanekaragaman ekosistem merujuk pada keragaman habitat, yaitu tempat berbagai jenis makhluk hidup melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor abiotik dan biotik lainnya. Keanekaragaman hayati lebih dari sekedar jumlah jenis-jenis flora dan fauna.indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Sumatera Utara ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesiaseperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air danau, ekosistem air laut dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri. 2.2.1. Spesies Flora dan Fauna yang diketahui dan dilindungi Sumatera Utara tidak hanya tersohor dengan keragaman etnis dan budaya tetapi juga memiliki biodiversitas yang sangat besar, Sumatera Utara memiliki banyak sumberdaya alam hayati yang tak ternilai harganya, baik dari tumbuhan maupun hewan. Jumlah spesies flora dan fauna yang diketahui dan dilindungi di Sumatera Utara mencapai 1.143 spesies. 1. Flora dan Fauna yang dilindungi Spesies flora dan fauna yang dilindungi di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel SD-11). Berdasarkan data tersebut di atas, diketahui bahwa golongan hewan endemik menyusui yang sangat terancam adalah : Mawas/Orang utan, dan yang termasuk pada status sangat terancam adalah Tapir, Badak Sumatera dan Harimau Sumatera. Golongan burung endemik dan sangat terancam adalah itik liar dan burung beo nias. Golongan amphibi endemik dan sangat terancam adalah katak bercula dua. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 42

Golongan tumbuh-tumbuhan endemik dan sangat terancam adalah Daun Payung dan dan Palem Sumatera, anggrek Hartinah, dan bunga bangkai raksasa. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 terdapat 12 jenis palem yang dilindungi, salah satunya terdapat di Sumatera Utara yaitu Johanneste ijsmaria altifrons (Daun payung). a. Golongan hewan menyusui Orangutan merupakan salah satu satwa liar yang paling terkenal dan memberikan daya tarik karena perawakan dan perilakunya yang mirip manusia. Pada saat ini Orangutan hanya ada di Sumatera, Kalimantan, Sabah dan Serawak, dimana 90% populasinya berada di Indonesia. Orangutan merupakan salah satu anggota suku Pongidae, yang dilindungi Undang-undang dan menurut Lembaga Konservasi Internasional (IUCN) tergolong satwa yang sangat terancam punah (Critically Endangered), termasuk dalam Appendix I CITES (Conservation on International Trade in Endangered Species Wild and Flora). Saat ini sebaran Orangutan Sumatera terbatas hanya di Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara bagian Utara, yang diperkirakan hanya tertinggal sekitar 7.000 Orangutan Sumatera dan 5.600 tersebar di Kawasan Hutan Nasional Gunung Lauser yang sebagian wilayahnya terdapat di Provinsi Sumatera Utara.Sekitar 229 Orangutan terdapat di dalam kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) - Bukit Lawang (Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), 2009), dimana Bukit Lawang adalah salah satu pintu masuk ke Kawasan Hutan Nasional Gunung Lauser berada di Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah khususnya Kementerian Kehutanan terus mengupayakan peningkatan populasi Orangutan di alam. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengembalikan Orangutan yang berada pada tempat yang tidak semestinya ke alam liarnya. Upaya untuk mengembalikan ini dikenal dengan rehabilitasi..pusat Rehabilitasi ini bertujuan untuk menyiapkan Orangutan yang pernah ditangkap/disita /diserahkan oleh masyarakat sehingga hingga memiliki mental dan fisik Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 43

untuk hidup dalam kondisi liar dan tidak tergantung pada pemberian makan oleh manusia dan dapat hidup di alam habitat aslinya di hutan. TapirAsia (Tapirus indicus) atau di Indonesia biasa disebut Tapir, merupakan satu dari empat spesies tapir yang ada di dunia. Dibandingkan dengan spesies tapir lainnya Tapir Asia memiliki ukuran tubuh yang paling besar. Satwa yang oleh IUCN digolongkan berstatus endangered dan merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999 ini dapat ditemukan di Indonesia (Sumatera), Malaysia, Myanmar dan Thailand.Binatang yang mempunyai nama ilmiah Tapirus indicus ini oleh masyarakat Sumatera sering disebut sebagai tenuk atau seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda arau, marba, cipan, dan sipan. Sedang dalam bahasa inggris disebut sebagai Asian Tapir, Indian Tapir, Malayan Tapir, Malay Tapir. Tapir dapat ditemukan diseluruh hutan hujan dataran rendah, namun populasinya menurun pada tahun-tahun belakangan ini, dan seperti jenisjenis tapir lainnya juga terancam. Karena ukurannya, tapir memiliki sedikit pemangsa alami, bahkan tapir jarang dimangsa oleh harimau. Ancaman utama bagi tapir adalah kegiatan manusia termasuk penebangan hutan untuk pertanian, banjir akibat dibendungnya sungai untuk membuat pembangkit listrik tenaga air, dan perdagangan illegal. Karena perburuan liar dan penyempitean habitatnya hewan ini semakin langka. Ancaman utama terhadap Tapir adalah berkurangnya habitat akibat kebakan hutan dan penggundulan hutan. Sebagian besar hutan yang menjadi habitat Tapir Asia di Sumatera telah menjadi perkebunan kelapa sawit. Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan ditunjuk menjadi kawasan konservasi sebagai salah satu kawasan penting perlindungan tapir (tapirus indicus) dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Republik Indonesia) No. 43/Kpts/Um/1974. Dengan status dalam daftar merah IUCN 2008 sebagai satwa yang berkategori Endangered (sama dengan harimau Sumatera). Suaka Margasatwa Dolok Surungan sebenarnya merupakan sebuah wilayah perlindungan eksklusif bagi tapir. Sebab bila biasanya kawasankawasan konservasi lain di Sumatera Utara ditunjuk untuk perlindungan Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 44

beberapa satwa, maka dalam Surat Keputusan penunjukkan SM Dolok Surungan hanya tapir yang menjadi tujuan utama perlindungan kawasan ini. b. Golongan burung Beo nias merupakan salah satu subspesies (anak jenis) burung beo yang hanya terdapat (endemik) di pulau Nias, Sumatera Utara. Beo nias yang mempunyai ukuran paling besar dibandingkan subspesies beo lainnya paling populer dan banyak diminati oleh penggemar burung beo karena kepandaiannya menirukan berbagai jenis suara termasuk ucapan manusia.sayang, beo nias yang endemik Sumatera Utara ini semakin hari semakin langka.beo Nias ditetapkan sebagai fauna identitas Provinsi Sumatera Utara dan dilindungi berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 serta Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Di Indonesia, Beo Nias menjadi salah satu satwa yang dilindungi bahkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Berbagai peraturan perundangan yang menyertakan Beo Nias dalam daftar satwa yang dilindungi dari kepunahan antara lain Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931, Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970, Undang-undang No. 5 Tahun 1990, dan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 45

Gambar 2. 2. Jenis Tumbuhan yang diawetkan Berdasarkan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 46

Gambar 2. 3. Jenis Satwa yang diawetkan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Kondisi Lingkungan & Kecenderungannya 47

2.2.2. Kawasan konservasi Salah satu kawasan konservasi di Sumatera Utara adalah Kawasan Hutan Batang Toru, LIPI (Lembaga Penelitian Indonesia) telah mengadakan penelitian tentang keanekaragaman hayati pada kawasan tersebut. Penelitian bagi dalam beberapa kelompok dengan fokus masingmasing taksa, yaitu: mamalia, burung, herpetofauna, amfibia, reptilia dan tumbuhan, yaitu, orangutan Sumatera (Pongo abelii) hasil penemuan lainnya adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), kukang (Nycticebus coucang), kambing hutan Sumatera (Naemorhedus sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing emas (Pardofelis marmomata) dan rusa sambar (Cervus unicolor).pada taksa mamalia ditemukan 67 jenis, 10 diantaranya masuk daftar merah IUCN dan 11 spesies masuk dalam kategori CITES. Untuk jenis-jenis burung ditemukan 287 jenis, 8 jenis diantaranya endemik atau tidak dapat ditemukan di daerah lain. Dari 287 jenis burung yang ditemukan, 61 jenis diantaranya masuk dalam kategori IUCN sebagai hampir punah dan terancam, sedangkan 4 jenis diantaranya berkontribusi penting bagi pembentukan kawasan EBA (Endemic Bird Area). Penemuan lainnya yaitu ada sekitar 688 jenis tumbuhan perhektar, 138 jenis diantaranya merupakan sumber pakan orangutan Sumatera. Menariknya lagi, dari 688 jenis tumbuhan tersebut, 9 jenis merupakan jenis baru dan 8 jenis diantaranya masuk dalam status terancam punah dari IUCN, 3 jenis merupakan spesies endemik Sumatera, sepertirafflesia gadutensis Meijer atau Nepenthes sumatrana (Miq.) Becc. Penemuan menarik lainnya, terdapat 4 jenis bersifat endemik, 5 jenis terancam punah menurut kategori IUCN dan 7 jenis masuk dalam daftar CITES. (Conservation International Indonesia, 2005). Kawasan Konservasi Taman Nasional Batang Gadis yang terletak di dalam kawasan biodiversitas belantara Angkola terdapat hewan spesies endemik Sumatera Utara yang dilindungi yaitu Harimau, Tapir, dan Siamang. Kawasan ini oleh para pakar biologi dan lembaga-lembaga ilmiah dikategorokan sebagai kawasan kunci

keanekaragaman hayati (key biodiversity area) (Conservation International-Indonesia et al, 2007). Selanjutnya diperairan Danau Toba juga terdapat jenis ikan endemik yang hampir punah yaituikan Batak yang terdiri dari dua spesies yaitu : Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus soro. Di perairan danau ini juga terdapat remis yang endemik yang dikenal namanya sebagai Remis Toba (Corbicula tobae). Jenis-jenis ikan endemik tersebut diatas tergolong langka karena pengembangan jenis-jenis ikan budidaya yang bersifat ekspansif dan penurunan kualitas habitatnya. Gambar 2. 4. Ikan Batak 2.3. AIR Kondisi hidrologi di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari air permukaan yaitu sungai, danau, rawa dan air bawah tanah dimana secara keseluruhan wilayah terbagi atas 72 DAS dan 3 (tiga) DAS lintas provinsi. Jumlah induk sungai di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 99 buah, anak sungai sebanyak 783 buah, ranting sungai 659 buah, anak ranting sungai 342 buah. 2.3.1. Inventarisasi Sungai Sesuai dengan Peraturan Menteri PU nomor 11.A/PRT/M/2006 tentang Sungai dan Satuan Wilayah Sungai, maka sungai-sungai di Provinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam 11 (sebelas)

Satuan Wilayah Sungai berdasarkan lintas wilayahnya yaitu WS Strategis Nasional adalah WS Belawan Ular Padang, WS Toba Asahan dan WS Batang Angkola Batang Gadis. WS Lintas Provinsi yaitu WS Alas Singkil lintas provinsi dengan Provinsi Aceh, WS Batang Natal Batang Batahan lintas provinsi dengan Sumatera Barat dan SWS Rokan lintas Provinsi dengan Riau. Sementara WS Wampu - Besitang Lintas Kab/Kota, WS Bah Bolon Lintas Kab/Kota, WS Barumun Kualuh adalah lintas Kab/Kota, WS Pulau Nias Lintas Kab/Kota, WS Sibundong - Batang Toru Lintas Kab/Kota.

Gambar 2. 5. Peta DAS di Sumatera Utara

2.3.2. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Provinsi Sumatera Utara memiliki 9 Danau yang tersebar di 10 Kabupaten yaitu Danau Siais dan Danau Pandan di Tapanuli Tengah, Danau Balimbing di Tapanuli Selatan, Danau Lau Kawar di Kabupaten Karo dan yang terbesar besar yaitu Danau Toba yang terletak di dataran tinggi di wilayah tengah meliputi 7 (tujuh) kabupaten dengan luas 110.260 ha. Serta dua danau kecil yaitu Danau Sidihoni dan Danau Aek Tonang yang terdapat di Pulau Samosir.Danau yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi, terutama danau yang memiliki debit air yang cukup besar sangat berpotensi bagi sistem pengairan dan danau yang memiliki air terjun juga berpotensi sebagai sumber energi. Tabel 2. 2. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung Sumatera Utara Tahun 2015 No. Nama Danau / Waduk / Situ / Embung Luas (Ha) Volume (m 3 ) (1) (2) (3) (4) 1 Danau toba 110.260 597770 x 10 6 2 Danau Siais 32 6.400.000 3 Danau Pandan - - 4 Danau Balimbing - - 5 Danau Lau Kawar 20 6 Danau Sidihoni 15 7 Danau Sikiceh-kiceh 575 4.000.000 3.000.000 11.500.000 8 Danau Linting 1,5 300.000 9 Danau Aek Tonang - - Sumber : Dinas PSDA Provinsi Sumatera Utara 2.3.3. Kualitas Air Sungai Pemantauan sungai Tahun 2015 di Provinsi Sumatera Utara telah dilakukan adalah pemantauan kualitas air Sungai Batahan, Sungai Deli,

Sungai Belawan, Sungai Batahan, Sungai Percut dan Sungai Wampu. Pemantauan kualitas air sungai ini bertujuan untuk menentukan status mutu air sungai yang digolongkan pada status tercemar ringan, sedang dan berat. 1. Pemantauan Kualitas Air Sungai Batahan Pemantauan dan pengambilan sampel air sungai Batahan dilaksanakan sebanyak 5 (lima) kali yaitu 7 Juni, 7 Juli, 27 Juli, 29 Agustus, dan 3 Oktober pada 6 (enam) titik sampling sbb. : Titik sampling 1 (satu) : Jembatan Gantung desa Batu Sondat Titik sampling 2 (dua) : Jembatan Bintungan Bejangkar Baru/Aerapa Titik sampling 3 (tiga) : Jembatan Bintungan Bejangkar Kampung Titik sampling 4 (empat) : Jembatan Gantung Rambin Trans-1 Titik sampling 5 (lima) : Jembatan Gantung Sp. Kordes Titik sampling 6 (enam) : Lubuk Pusing Dalam menentukan status mutu air sungai Batahan digunakan metode Storet sesuai dengan KepMen. Negara LH No. 115/2003, dengan parameter yang diuji adalah ph, Suhu, TDS, DHL, DO, BOD, COD, TSS, NH3, NO3, NO2, Cl2, Total Fospor, H 2 S, CN, Hg, Cd, Cu, Fe, Fenol, MBAS, Minyak dan Lemak, Fecal Coli, dan Total Coliform. Adapun hasil perhitungan nilai (skor) dan status mutu air disajikan dalam tabel berikut : Tabel 2.3. Status Mutu Air Sungai Batahan No. Titik Sampling Peruntukan Skor Status Mutu Air 1. Jembatan Gantung Desa Batu Sondat Kelas II -16 Cemar Sedang 2. Jembatan Bintungan Bejangkar Baru/Aerapa Kelas -II -24 Cemar Sedang 3. Jembatan Bintungan Bejangkar Kampung Kelas -II -36 Cemar Berat 4. Jembatan Rambin Trans-1 Kelas -II -36 Cemar Berat

5. Jembatan Gantung Kelas -II -48 Cemar Berat Simpang Kordes 6. Lubuk Pusing Kelas -II -58 Cemar Berat Berdasarkan analisis data hasil pemantauan kualitas air sungai Batahan tahun 2015, penyebab menurunnya kualitas air sungai adalah erosi akibat pembukaan lahan untuk perkebunan, peternakan, penambangan pasir, dan limbah domestik yang berasal dari kegiatan rumah tangga, dengan parameter dominan antara lain BOD, Total Fosfor, Cl 2, Minyak & Lemak, dan MBAS. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penanggulangan pencemaran lebih difokuskan terhadap penanganan kegiatan tersebut diatas tanpa mengabaikan sumber pencemar lainnya. 2. Pemantauan Kualitas Air Sungai Percut Pemantauan Sungai Percut dilakukan di 5 titik sampling. Berikut status mutu airnya: Status Mutu air di 2 titik (Jembatan Bukum desa Cinta Rakyat, Jembatan desa Sari laba Jahe, Jembatan desa Ajibaho Patumbak, Jembatan Desa Tembung, Jembatan Desa Bandar Setia) tergolong Cemar Sedang. Status mutu air di 3 titik (Jembatan Medan Amplas) tergolong Cemar Berat. 3. Pemantauan Kualitas Air Sungai Wampu Pemantauan Sungai Wampu dilakukan di 6 titik sampling. Berikut status mutu airnya: Status mutu air di 3 titik sampling (Jembatan Sei Bahorok, Jembatan Desa Tanjungt Lenggang, Penyeberangan Getek Jumari Desa Perhiasan) pada Sungai Wampu tergolong Cemar Berat.

Status mutu air di 3 titik sampling (Jembatan Desa Sogong, Jembatan Jl. Umar Baki binjai, Jembatan Desa Stabat) pada Sungai Wampu tergolong Cemar Sedang. 4. Pemantauan Kualitas Air Danau Toba Pemantauan Danau Toba dilakukan di 22 titik sampling. Berikut status mutu airnya : Status Mutu air di 4 titik (Prapat, Lintong, Karo, Salbe) tergolong Sangat Baik. Status mutu air di 18 titik (Ajibata, Onan Runggu, Sigaol, Porsea, Balige, Muara, Bakkara, Tao Nainggolan, Palipi, Pangururan, Tao Silalahi, Silalahi, Haranggaol, Simanindo, Ambarita, Tomok, Panahatan) tergolong Cemar Ringan. 5. Pemantauan Kualitas Air Sungai Deli Pemantauan Sungai Deli dilakukan di 5 titik sampling. Berikut status mutu airnya:. Status Mutu air di 3 titik (Sibayakindo, Pertemuan antara S.Deli dan S. Babura, dan Jembatan Brayan) tergolong Cemar Berat. Status mutu air di 2 titik (Si Mei-Mei dan Hulu Tirtanadi Deli Tua) tergolong Cemar Sedang. 6. Pemantauan Kualitas Air Sungai Belawan Pemantauan Sungai Belawan dilakukan di 5 titik sampling. Berikut status mutu airnya: Status mutu air di 4 titik (Jembatan Tuntungan, PT. Everbright, Bendungan Pabrik Gula Sei Semayang, Dekat PT. Rubber Hock Lie, Hilir Tirtanadi Sunggal) pada Sungai Belawan tergolong Cemar Sedang Status mutu air di 1 titik yaitu di PT. Everbright pada Sungai Belawan tergolong Cemar Berat

7. Kualitas Air Hujan Kualitas air hujan di Provinsi Sumatera Utara sangat dipengaruhi oleh kondisi udara atau atmosfer daerah. Sumatera Utara. Untuk mengetahui kualitas air hujan dilakukan pengukuran terhadap parameter ph, DHL, SO 4, NO 3, Cl, NH 4, Na, Ca 2+, Mg 2+. Pengukuran Dari Bulan Januari Juni, Nilai ph berada pada range 4,77 5,27, hal ini diprediksi akibat banyaknya buangan emisi dari kegiatan usaha berupa pabrik industry dan juga emisi kendaraan bermotor, Hal ini menunjukan bahwa kondisi air hujan bersifat asam. Air Hujan yang bersifat asam ini berpotensi menimbulkan korosif pada setiap logam yang di pergunakan pada atap perumahan/bangunan begitu juga untuk pagar besi yang di gunakan juga disebagian bangunan di perkotaan. Pengukuran Dari Bulan Januari Agustus, Nilai ph berada pada range 2,7 5,8, dari data ini dapat disimpulkan ph air hujan bulan, hal ini dimungkinkan buangan emisi dari kegiatan usaha berupa pabrik industry dan juga emisi kendaraan bermotor telah berpengaruh terhadap hujan yang turun. Fluktuasi data tersebut di atas dapat dilihat jelasnya pada table dibawah. Apabila dibandingkan dengan baku mutu ph air hujan normal yaitu 5,65, maka ph air tersebut berada di bawah baku mutu. Tabel 2. 4. Perbandingan Kualitas Air Hujan dan Baku Mutu No Parameter Satuan Baku mutu Rata-rata Kualitas Air Hujan 1. ph 5,5-9,0 4,11 2. DHL mmhos/em - 2727, 927 3. S04-2 mg/l 400 3,07 4. N0 3 mg/l 10 2,719 5. Cl mg/l 0,05 148,714 6 NH 4 mg/l - 0,767 7 Na mg/l - 0,943 8 Ca 2+ mg/l 0,005 3,072 9 Mg 2+ mg/l - 0,226

Ket : Baku mutu berdasarkan Permenkes No.416/MenKes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Dari beberapa parameter yang dianalisis, parameter yang melebihi baku mutu adalah kandungan Ca 2+., Klorida (Cl), sedangkan ph berada dibawah baku mutu (5,5 9,0). 8. Pemantauan Kualitas Air Tanah Data kualitas air tanah diambil dari beberapa lokasi di Sumatera Utara, hasil analisis kualitas air tanah dibandingkan dengan baku mutu pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Kls.I maka secara umum dapat dilihat masih memenuhi Baku Mutu kualitas air Kls. I karena ph air tanah/sumur masih berada pada rentang ph ; 6 9. Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015 Grafik 2.5. Titik Sampling Air Tanah dibeberapa lokasi di Sumatera Utara Keterangan : 1. DBM : Desa Batu Mbelin 2. DK : Disekitar KIM 3. DST : Dikawasan Sekitar TPA 4. DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia 5. PT. ANJ Kab. Padang Lawas Utara 6. PAM : PT. ANUGERAH MULTI SAWIT Kab. Asahan 7. P41 : Sumur Pantau Blok 41 Padang Lawas 8. P53 : Sumur Pantau Blok 53 Padang Lawas 9. BOR : Air Sumur Bor Kab. Padang Lawas 10. PGS : Air Sumur Kec. Pergetteng-getteng Sengkut

11. PAN : Air Sumur Pantau Kab. Simalungun Namun jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, maka dapat dilihat beberapa lokasi untuk parameter ph berada dibawah Baku Mutu PerMenKes RI No.492, seperti tampak pada grafik dibawah ini. Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Grafik 2. 6. Perbandingan Air Tanah dengan Permenkes RI No. 492 Tahun 2010 ph (derajat keasaman) merupakan indikator tingkat keasaman dan kebasaan dari kualitas air sumur/tanah. Pada Lokasi DBM : Desa Batu Mbelin ph : 6,19 dan DK : Disekitar KIM ph : 6,15 berada dibawah Baku Mutu. Nitrat (NO 3 -N) Nitrat adalah senyawa yang banyak dihasilkan dari limbah, baik limbah kotoran manusia, limbah industri atau limbah organik lainnya seperti hasil samping dari penggunaan pupuk pertanian.senyawa nitrat dapat menahan perembesan air kedalam tanah dan banyak mencemari sumber air dangkal.nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan air.

Tabel 2.5. Hasil Analisis Parameter NO 3 -N Air Sumur Titik Sampling Hasil Analisa mg/l PP No. 82 Tahun 2001 Kls I DBM : Desa Batu Mbelin 0,02 10 DK : Disekitar KIM 0,2 10 DST : Dikawasan Sekitar TPA 4,2 10 DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia 1,9 10 PT. ANJ Kab. Padang Lawas Utara 1,32 10 PAM : PT. ANUGERAH MULTI SAWIT Kab. Asahan 0,8 10 P41 : Sumur Pantau Blok 41 Padang Lawas 0,42 10 P53 : Sumur Pantau Blok 53 Padang Lawas 0,38 10 BOR : Air Sumur Bor Kab. Padang Lawas 1,3 10 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Dari data diatas diperoleh bahwa parameter NO 3 -N tidak melampaui/diatas kriteria mutu air Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Kls. I Nitrat (NO 2 -N) Tabel 2. 6. Hasil Analisis Parameter NO 2 -N Air Sumur Titik Sampling Hasil Analisa mg/l DBM : Desa Batu Mbelin 0,008 0,05 DK : Disekitar KIM 0,018 0,05 DST : Dikawasan Sekitar TPA 2,45 0,05 DVP : Disekitar Veteran Pasar 6 Helvetia 1,52 0,05 PP No. 82 Tahun 2001Kls I mg/l Berdasarkan data dan grafik diatas nilai parameter Fe (besi) masih memenuhi kriteria persyaratan air bersih yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas I.Dari data diatas diperoleh bahwa parameter NO 2 -N untuk lokasi DST : Dikawasan Sekitar TPA 2,45 mg/l dan DVP : Disekitar Veteran

Pasar 6 Helvetia1,52 mg/l melampaui/ bearada diatas Kriteria Mutu Air Kls. I. Untuk lokasi DBM : Desa Batu Mbelin 0,008 mg/l dan DK : Disekitar KIM 0,018 mg/l tidak melampaui/diatas kriteria mutu air Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 Kls. I. 2.4. UDARA 2.4.1. Informasi Kualitas Udara Ambien Kegiatan pemantauan kualitas udara ambien Provinsi Sumatera Utara telah dilaksanakan secara kontinue. Pemantauan kualitas udara yang dilaksanakan bersifat pemantauan yang sesaat atau uji petik lapangan, sehingga memiliki keterbatasan untuk menggambarkan situasi maupun kondisi yang sebenarnya pada satu tahun. Kegiatan uji petik sesaat dilaksanakan secara terputus-putus dan jangka waktu tertentu, sehingga perolehan hasil dibatasi pada penilaian kualitas terpantau saat pelaksanaan kegiatan dilakukan saja. Penetapan titik sampling ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No : 660.32/1696.K tanggal 26 Juli 2006 tentang Penetapan Titik Sampling Pemantauan Kualitas Udara Ambien di Provinsi Sumatera Utara. Sasaran lokasi pemantauan adalah kawasan Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo) dengan ketentuan : 1. Dari 24 titik pantau objek pemantauan kualitas udara ambien lebih difokuskan 9 lokasi objek kegiatan di wilayah (Mebidangro) Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo. 2. Terlaksananya kegiatan pengukuran 9 titik lokasi pemantauan kualitas udara kualitas udara ambien di 4 daerah dalam wilayah Medan, Binjai dan Deli Serdang dan Karo yang meliputi pemantauan parameter yaitu : a. parameter SO 2 b. parameter NO 2 c. TSP d. Kebisingan

Hasil analisis kualitas udara ambien dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Hasil Analisis Kualitas Udara Ambien Kualitas Udara untuk parameter SO2, NO2, H2S, NH3, TSP, Kebisingan secara trend nilai keseluruhan di wilayah Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo menunjukkan bahwa masih dibawah ambang batas baku mutu kualitas udara ambien. 2.5. LAUT, PESISIR DAN PANTAI Sumatera Utara memiliki luas laut 110.000 km², panjang pantai 1.300 km (Pantai Timur 545 km dan Pantai Barat 375 km serta Pulau Nias 380 km) Jumlah Pulau sebanyak 419 buah (bernama 237 buah dan tidak bernama 182 buah). 2.5.1. Informasi kualitas air laut Ditinjau dari segi fisika, air laut tidak berbau, kekeruhan hanya pada titik 1 yang memenuhi baku mutu pada Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, Lampiran I. Pada titik 1, 2, 3 dan 4 sudah melewati baku mutu pada Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Padatan tersuspensi total tertinggi pada titik 3, dengan nilai 179,43 mg/l dan sudah melewati batas baku mutu pada Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 lampiran I. Lapisan minyak terdapat pada titik sampling 1 dan 2. Ditinjau dari segi kimia, kadar total fenol, tembaga, dan seng pada beberapa titi sudah melewati batas baku mutu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. 2.5.2. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Dilihat dari kondisi terumbu karang dan tutupannya di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel SD-19). Luas tutupan terumbu karang terluas berada di Kabupaten Nias Selatan dengan luas tutupan 38.870 Ha dan luas terkecil di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Nias seluas 2 Ha dengan kondisi rusak. Tabel 2. 7. Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang Tahun 2015 Kabupaten / Kota (di pesisir) Luas Tutupan (Ha) Tahun 2015 Kota Medan 0 Kab. Serdang Bedagai 7,674 Kab. Batubara 24,0 Kota Sibolga 39,3 Kab Langkat 2 Kab. Nias 2 Kota Sibolga 39,3 Kab. Tapanuli Tengah 26 Kab. Nias Selatan 38.870,0 Kab. Nias Utara 34.480,5 Kab Nias Barat 3.000 Kab Labuhan Batu Utara 0 Sumber : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara 2.5.3. Luas dan Kerusakan Padang lamun Padang lamun di Sumatera Utara hanya terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Asahan. Padang lamun terluas terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan persentase area kerusakan sebesar 100%, sedangkan padang lamun yang terkecil terdapat di Kabupaten Asahan 30% dalam kondisi rusak. 2.5.4. Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Luas dan kerapatan Mangrove terluas terdapat di Kabupaten Langkat dengan luas 35.000 Ha dengan persentase tutupan 28,57 %, luas Mangrove terkecil di Kabupaten Labuhan Batu Utara dengan luas 105 Ha dengan persentase tutupan 20,95%.

Jenis mangrove dominan yang ada di Kabupaten Asahan adalah Xylocarpus sp (Nyirih) dan Rhizopora Sp (Bakau), di Kabupaten Labuhan Batu, Serdang Bedagai dan Nias jenis mangrove dominan adalah Rhizopora Sp (Bakau) dan di Kabupaten Langkat jenis mangrove yang dominan adalah Avicennia sp (Api) dan Rhizopora Sp (Bakau). 2.6. IKLIM Pola dinamika cuaca dan iklim di Sumatera Utara sangat beragam yang merupakan ciri khas Sumatera Utara. Pola distribusi curah hujan sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi yang ada. Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan angin Muson. Ketinggian permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33,9 o C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,4 o C. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, Curah hujan (800-4000) mm/tahun dan penyinaran matahari 43%.Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. Iklim Sumatera Utara saat ini digambarkan pada Gambar 2.6. tipe iklim didasarkan pada tipe Oldeman yang membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5. Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami

padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980), lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2. 6. Peta Iklim Sumatera Utara Tabel 2. 6. Klasifikasi iklim menurut Oldeman Sumber : Oldeman, et al., 1980

2.6.1. Analisis Curah Hujan Rata-Rata Bulanan dan Kecendrungannya Berdasarkan data pengamatan BMKG Wilayah I Sumatera Utara, hasil pengamatan curah hujan yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara di 9 stasiun. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan oktober, dan curah hujan terendah umumnya terjadinya pada bulan Juli. Grafik 2.8. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Sampali Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Sampali, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 313,1 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 73,8 mm. Grafik 2.9. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Polonia

Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Polonia, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 398,9 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 57,8 mm. Grafik 2.10. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun BBMKG Wilayah I Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Kantor BMKG Wilayah I, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 513,9 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 94,2 mm. Grafik 2.11. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Tuntungan Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober

sebesar 690,6 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 59,5 mm. Grafik 2.12. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Parapat Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Parapat, Kabupaten Simalungun, curah hujan tertinggi terjadi di bulan November sebesar 347,1 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 43,6 mm. Grafik 2.13. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Aek Godang Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Aek Godang, Kabupaten Padang Lawas Utara, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Januari sebesar 385,3 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 19,1 mm.

Grafik 2.14.Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Pinang Sori Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Pinang Sori, Kabupaten Tapanuli Tengah, curah hujan tertinggi terjadi di bulan oktober sebesar 536,3 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 86,7 mm. Grafik 2.15.Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Binaka Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Binaka, Kabupaten Nias, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Februari sebesar 402,6 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 54,4 mm.

Grafik 2.16. Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Belawan Pengamatan curah hujan rata-rata bulanan di Stasiun Belawan, Kota Medan, curah hujan tertinggi terjadi di bulan Oktober sebesar 403,7 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 4,5 mm. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Sumatera Utara mengalami penurunan curah hujan sebesar rata rata sebesar 12%. 2.6.2. Analisis Suhu dan Kecendrungannya Berdasarkan pengamatan suhu udara di 9 stasiun (sumatera Utara) nilai suhu rata-rata tahunan adalah 26,15 o C. Dalam 30 tahun terakhir terjadi trend kenaikan suhu udara di Sumatera Utara. Grafik 2.17. Suhu Udara Rata-rata Bulanan Di Sumatera Utara

Secara umum di Provinsi Sumatera Utara suhu tertinggi terjadi di bulan Juni, dan suhu terendah di bulan November. Fenomena perubahan iklim juga sudah mulai dirasakan di Sumatera Utara, yang ditandai dengan trend kenaikan suhu dalam waktu 30 tahun terakhir dan kecendrungan peningkatan curah hujan dalam waktu 5 tahun terakhir disertai dengan curah hujan yang lebih fluktuatif. Pemetaan kerentanan perubahan iklim di Sumatera Utara telah dilakukan oleh Dewan Perubahan Iklim Nasional bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara diuraikan sebagai berikut dalam Peta Kerentanan Perubahan Iklim.

Gambar 2. 7. Peta Kerentanan Perubahan Iklim Sumatera Utara Tahun 2008 Pembahasan mengenai iklim tidak terlepas dari fenomena perubahan iklim tersebut. Sumatera Utara melalukan kajian kerentanan perubahan iklim dengan tujuan untuk mengetahui kebijakan yang akan dilakukan sebagai upaya mitigasi dan adaptasi di Sumatera Utara. Kerentanan merupakan suatu kondisi daerah atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi ancaman bahaya. Indikator dalam analisis kerentanan perubahan iklim adalah : 1. Jumlah penduduk miskin 2. Fraksi Non Hutan

3. Kepadatan Penduduk 4. Layanan non air bersih 5.Fraksi pantai 6. fraksi areal pertanian tanaman pangan 7. Fraksi areal tanaman perkebunan Dari Gambar 2.7. Kabupaten Serdang Bedagai adalah kabupaten yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Daerah rentan perubahan iklim lainnya adalah daerah Kabupaten Tapanuli Tengah, Simalungun, Langkat, dan Kepulauan Nias. Namun prediksi di tahun 2050, Daerah yang rentan semakin bertambah seperti terlihat pada Gambar 2.8.

NAD Langkat Binjai Deli Serdang Medan Tebing Tinggi Peta Indeks Kerentanan 2050 Dairi Karo PakPak Bharat Humbang Hasundutan Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Labuhan Toba Batu Utara Samosir Labuhan Batu Tapanuli Utara Sibolga Labuhan Batu Selatan Nias Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Riau Mandailing Natal Nias Selatan Gambar 2. 8. Peta Indeks Kerentanan Perubahan Iklim di Sumatera Utara Tahun 2050 2.7. BENCANA ALAM Secara umum, peristiwa bencana alam terjadi dikarenakan peristiwa alam geologi seperti gempa bumi, gunung meletus, gerakan tanah/

longsor, gelombang pasang dan non geologis sepertibanjir, kekeringan dan kebakaran hutan maupun puting beliung. Wilayah Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap terjadinya longsor (gerakan tanah), gelombang pasang (tsunami), banjirdan peristiwa gempa. Gambar 2. 8. Peta Rawan Bencana di Sumatera Utara 2.7.1. Informasi Luas Bencana, Korban Jiwa dan Perkiraan Kerugian Akibat Banjir, Ananlisis dan Kecendrungannya Peristiwa banjir merupakan bencana alam yang juga sering terjadi di wilayah Sumatera Utara yang beriklim tropis, terutama pada wilayah dengan kemiringan lereng landai atau dataran. Beberapa peristiwa banjir yang terjadi di Sumatera Utara dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel BA-1).Daerah yang mengalami banjir di Sumatera Utara sepanjang tahun 2015 adalah Kota

Binjai, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Asahan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Samosir.Total area yang terndam banjir adalah 854,65 Ha dan total kerugian diperkirakan Rp. 14.190.500.000,00,- Tabel 2. 9. Perbandingan Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian Tahun 2015 Tahun Total Area Terendam (ha) Perkiraan Kerugian (Rp) Tahun 2015 854,65 14.190.500.00.000 Sumber : Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara 2.7.2. Informasi Bencana Kekeringan, Analisis dan Kecendrungannnya Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi pangan, salah satunya gagal panen padi. Dapat dilihat total areal padi yang mengalami gagal panen dan perkiraan kerugian. Bencana kekeringan terjadi di Kota Medan, Kabuapten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Dairi, Kabupaten mandailing Natal, Kabupaten Serdang Bedagai. Data dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel BA-2). Total areal padi yang mengalami gagal panen adalah 1.694,19 Ha, dan perkiraan kerugian Rp. 1.383.710.403.00. 2.7.3. Informasi Bencana Tanah Longsor, Korban, Kerugian, analisis dan kecendrungannya Bencana longsor adalah perpindahan suatu masa batuan, tanah atau bahan rombakan material penyusun lereng, yang bergerak ke bawah atau

ke luar arah lereng akibat gravitasi dan bertanya material karena kandungan air yang jenuh (Vemes, dalam Bakosurtanal, 2008). Di Provinsi Sumatera Utara terdapat 3 ruas patahan utama yang meliputi patahan Renun, patahan Toru, dan Pantahan Angkola yang sering menyebabkan gerakan tanah, longsor dan banjir bandang. Bencana longsor disertai dengan banjir bandang sudah sering terjadi di Sumatera Utara antara lain longsor dan banjir bandang Sibolangit (Deli Serdang, 22 November 1994), Dolok - Saipar Dolok Hole di DAS Bilah (Tapanuli Selatan - Labuhan Batu, Mei 1995), Perbaungan - Lubuk Pakam (Deli Serdang, Januari 2002), Nias (31 Juli 2001 dan 2 Januari 2003), Bahorok (Langkat, 2 Nopember 2003). Berbagai longsor dan banjir bandang dalam ukuran kecil juga telah sering terjadi di berbagai lokasi di Sumatera Utara sebagai contoh Berastagi yang berada di pegunungan daerah Karo beberapa waktu yang lalu dilanda banjir bandang.kawasan yang terletak pada daerah rawan tanah longsor antara lain pada sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara Selatan. Kawasan tersebut pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang, termasuk dalam kawasan ini Kabupaten Tapanuli Utara pada Kecamatan Muara, Sipoholon, Dolok Sanggul, Lintong Nihuta, Siborongborong, Pagaran, Onan Ganjang, Tarutung, Adian Koting, Pahae Julu dan Pahae Jae; Kabupaten Toba Samosir pada Kecamatan Simanindo, Pangururan, Sianjur Mula-Mula, Harian Boho, Palipi, Onan Runggu, Laguboti, Porsea dan Habinsaran; Kabupaten Tapanuli Tengah pada Kecamatan Barus, Kolang, Tapian Nauli, Lumut dan Sibabangun;Kabupaten Mandailing Natal pada Kecamatan Siabu, Panyabungan, Batang Natal dan Kotanopan; Kabupaten Dairi pada Kecamatan Tigalingga, Siempat Nempu, Silima Pungga-Pungga, Pegagan, Sumbul, Sidikalang, Parbuluan dan Kerajaan; Kabupaten Simalungun pada Kecamatan Dolok Silau, Silimakuta, Dolok Pardamean, Sidamanik, Dolok Panribuan dan Girsang Sipangan Bolon; Kabupaten Deli Serdang pada Kecamatan Namorambe, STM Hilir, Biriu-biru,

Sibolangit, STM Hulu dan Bangun Purba; Kabupaten Karo pada Kecamatan Mardinding, Kutabuluh, Lau Baleng, Tiga Binanga, Simpang Empat, Kabanjahe, Barusjahe dan Merek; Kabupaten Langkat pada Kecamatan Padangtualang, Bahorok, Salapian, Kwala dan Sei Bingai; Pulau Nias bagian Selatan dan bagian Tengah yaitu Kabupaten Nias pada Kecamatan Hiliduho; Kabupaten Nias Barat pada Kecamatan Mandrehe serta Kota Gunung Sitoli pada Kecamatan Gunung Sitoli. Bencana tanah longsor pada tahun 2014 dapatdilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel BA-3). Tanah longsor terjadi di Kabupaten Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Nias dan Mandailing Natal. Jumlah korban yang meninggal 6 orang dengan perkiraan kerugian Rp. 1.705.000.000,00 2.7.4. Informasi Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas dan Kerugian, Analisis dan Kecendrungannya Daerah rawan kebakaran hutan di Sumatera Utara terletak di Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Karo. Pada tahun 2015 tidak ada terjadi kejadian kebakaran hutan. Dari data tahun 2015 total perkiraan luas kebakaran hutan dan lahan pada kawasan ini Kab. Mandailing Natal sebesar 70 Ha dan Kabupaten Karo sebesar 37,5 Ha. Data dapat dilihat pada (Sumber : Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015, Tabel BA-4).

Tabel 2. 7. Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, Luas dan Kerugian Tahun 2015 Kabupaten/Kota Perkiraan Luas Hutan / Lahan Terbakar (Ha) Tahun 2015 Perkiraan Kerugian (Rp) Kota Medan 7 0 Kota Binjai 0 0 Kota Tebing Tinggi 2 0 Kota Pematang Siantar 0 0 Kota Tanjung Balai 0 0 Kota Sibolga 0 0 Kota Padang Sidempuan 4 0 Kota Gunung Sitoli 0 0 Kab. Deli Serdang 13,1 0 Kab. Langkat 11 0 Kab. Asahan 1 0 Kab. Dairi 21,15 0 Kab. Labuhan Batu 8 0 Kab. Labuhanbatu Selatan 21,5 0 Kab. Labuhanbatu Utara 21,5 0 Kab. Simalungun 9 0 Kab. Tapanuli Utara 4,5 0 Kab. Tapanuli Tengah 20 0 Kab. Tapanuli Selatan 15,7 0 Kab. Mandailing Natal 70 0 Kab. Karo 37,5 0 Kab. Nias 5 0 Kab. Nias Selatan 11 0 Kab. Nias Utara 0 0 Kab. Nias Barat 0 0 Kab. Humbang Hasundutan 18 0 Kab. Pakpak Barat 5 0 Kab. Toba Samosir 8 0 Kab. Serdang Berdagai 0,4 0 Kab. Samosir 1 Rp 1.580.000.000,00 Kab. Batu Bara 1 0 Kab. Padang Lawas 1,5 0 Kab. Padang Lawas Utara 29 0 Sumber : Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara

2.7.6. Informasi Bencana Iklim Bencana iklim adalah kondisi dimana suatu daerah memiliki kapasitas yang rendah dan kerentanan perubahan iklimnya sangat tinggi. Yang dimaksudkan kapasitas adalah : 1. Infrastruktur jalan 2. Pendidikan 3. Struktur Ekonomi Daerah 4. Kesehatan 5. Fasilitas Listrik Pada kajian kerentanan perubahan iklim Sumatera Utara tahun 2010, bencana iklim di Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 2.10. Daerah yang indeks bencana iklimnya tinggi adalah Kabupaten langkat, Deli Serdang dan Kota Tanjung Balai. Diprediksikan pada tahun 2050 Daerah yang yang indeks bencana iklimnyan tinggi yaitu adalah Kabupaten langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Batubara dan Kota Tanjung Balai, yang petanya dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

NAD Langkat Binjai Deli Serdang Medan Tebing Tinggi Peta Indeks Bencana Iklim 2000 Dairi Karo PakPak Bharat Humbang Hasundutan Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Labuhan Toba Batu Utara Samosir Labuhan Batu Tapanuli Utara Sibolga Labuhan Batu Selatan Nias Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Riau Mandailing Natal Nias Selatan Gambar 2.10. Peta Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara

NAD Langkat Binjai Deli Serdang Medan Tebing Tinggi Peta Indeks Bencana Iklim 2050 Dairi Karo PakPak Bharat Humbang Hasundutan Pematang Siantar Asahan Tanjung Balai Labuhan Toba Batu Utara Samosir Labuhan Batu Tapanuli Utara Sibolga Labuhan Batu Selatan Nias Padang Sidempuan Padang Lawas Utara Padang Lawas Riau Mandailing Natal Nias Selatan Gambar 2. 9. Peta Indeks Bencana Iklim Provinsi Sumatera Utara Tahun 2050