Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 1. ,<5 m' \ \ - ncr, '\V5'o- > v 7 > -, e

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian

TUGAS MATA KULIAH PERENCANAAN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS GALUH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

PERMAINAN PERAN. Ada enam topi dengan warna yang berbeda-beda. Setiap warna mewakili satu jenis kegiatan berpikir.

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

PERENCANAAN Tujuan Instruksional Materi Pembahasan

KURIKULUM 2004 STANDAR KOMPETENSI. Mata Pelajaran

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB VII KEPEMIMPINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1980 TENTANG. Presiden Republik Indonesia,

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERAN PUSTAKAWAN DALAM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN MANAJEMEN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DALAM ERA GLOBALISASI INFORMASI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. kenegaraan, bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, dan alat

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI ILO NO. 138 MENGENAI

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

Perubahan secara sistemtis dimaksudkan bahwa perubahan tersebut melalui langkahlangkah dan saluran-saluran sehingga perubahan dapat diarahkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang penelitian, 2) fokus

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Karunia Kecamatan Palolo Melalui Model Pembelajaran Langsung Pada Materi Sifat Dan Perubahan Wujud Benda

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

IKLIM ORGANISASI. Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

PEDOMAN PRAKTIKUM.

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

BAB I PERKEMBANGAN DAN PEMEROLEHAN BAHASA ANAK

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Diploma III,danS-l dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan dengan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN

Pendahuluan. Bab I. GBHN menyatakan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Istilah pembelajaran dalam dunia pendidikan merupakan salah satu aspek

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH. Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

Mengembangkan Gagasan Baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan

belajar yaitu dengan sistem belajar modul

BAB II BAHAN RUJUKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERAN KOPERASI UNIT DESA DALAM MEMBERIKAN KREDIT DI KALANGAN MASYARAKAT KLATEN (Studi Di KUD JUJUR Karangnongko)

Biografi. Jadwal Penilaian

ANALISIS KEBIJAKAN PENAMBAHAN SEKOLAH MENENGAH NEGERI BARU DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2004

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan, karena

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 pengertian pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1964 TENTANG BADAN MUSYAWARAH PENGUSAHA NASIONAL SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

MOTIVASI BELAJAR ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DILTS FOUNDATION

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

B A B I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang berlaku

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

BAB II BAHAN RUJUKAN

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

Delegasi Wewenang. diakses 15 Juni 2012 pk wib.

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 246/P/SK/HT/2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PUSAT STUDI REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 1,<5 m' \ \ - ncr, '\V5'o- > v 7 > -, e

Judul dan nomar urut dalam seri ini adalah : 1. Apakah Perencanaan Pendidikan Itu? Philip H. Coombs 2. Hubungan antara Eencana Pendidikan dengan Eencana Ekonomi dan Sosial E. Poignant 3. Perencanaan Pendidilcan dan Sumber Pembangwnan Perkembangan Mannàia F. Harbison 4. Perencanaan dan Administrator Pendidikan CE. Beeby 5. Konteks Sosial Perencanaan Pendidikan C. A. Anderson 6. Biaya Eencana Pendidikan J. Vaizey, J.D. Chesswas 7. Masalah Pendidikan di Daerah Pedesaan V.L. Griffiths 8. Perencanaan Pendidikan : Peranan Penasihat Adam Curie 9. Aspek Demografi Perencanaan Pendidikan Ta Ngoo Châu 10. Analisis Biaya dan Pengehiaran untuk Pendidikan J. Hallak 11. Identitas Profesional Perencanaan Pendidikan Adam Curie 12. Kondisi untuk Keberhasilan Perencanaan Pendidikan G.C. Buseoe 13. Análisis Biaya Keuntungan dalam Perencanaan Pendidikan Maureen Woodhall 14. Eencana Pendidikan dan Pemuda tanpa Pelcerjaan Archibald Callaway 15. Politik Perencanaan Pendidikan di Negara Berkembang CD. Eowley 16. Perencanaan Pendidikan untuk Masyarakat Majemuk Chai Hon-Chan 17. Perencanaan Kurikulum Sekolah Dasar di Negara Berkembang H.W.E. Hawes 18. Belajar di Luar Negeri dan Perkembangan Pendidikan William D. Carter 19. Eencana Pendidikan yang Realistik K.B. McKinnon 20. Perencanaan Pendidikan dalam Hubungan dengan Pembangunan Pedesaan QM. Coverdale 11

21. Pilihcm dan Keputusan dalam Perencanaan Pendidikan John D. Montgomery 22. Merencandkan Kurikulum Sekolah Arieh Lewy 23. Faktor Biaya dalam Sistem Perencanaan Pendidikan Teknologi Dean T. Jamison 24. Perencanaan dan Pendidikan Seumur Hidup Pierre Furter 25. Pendidikan dan Lapangan Eerja : Sebuah Pendidikan yang Kritis Martin Carnoy 26. Perencanaan Kebutuhan akan Tenaga Pengajar dan Penyediaannya Peter Wiliams 27. Perencanaan Pemeliharaan Anak pada Usia Dini dan Pendidikan di Negara Berkembang Alastair, Heron 28. Media Komunikasi di Bidang Pendidikan untuk Negara Berpenghasilan Bendah : Sebuah Kesimpulan untuk Perencanaan Emile G. McAnany dan John K. Mayo 29. Perencanaan Pendidikan non-formal David E. Evans iii

3 S Ùhuù^uyr^ /É kfuria,^ - 3*" '' Vi APAKAH PERENCANAAN PENDIDIKAN ITU? Philip H. Coombs Diterjemahkan oleh Istiwidayanti HEP DOCUMENTATION UPE 015373002009 1982 PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA JAKARTA dan UNESCO: Lembaga Intemasional untuk Perencanaan Pendidikan

Judnl asli: What it Educational Planning! Hak edisi bahasa Indonesia 1982 pada PT Bhratara Karya Aksara - Jakarta vi

DAFTAR ISI DASAR-DASAR RENCANA PENDIDIKAN PRAKATA PENDAHULUAN ix xi xiii I. CIRI PERTAMA 1 II. ASAL MULA PERENCANAAN PENDIDIKAN... 5 III. MENGAPA SUATU PERENCANAAN YANG BARU SANGAT PENTING 9 1. Di Negara-Negara Industri 9 2. Di Negara-Negara Berkembang 15 IV. KEMAJUAN DI BIDANG TEORI DAN METO- DOLOGI YANG MUTAKHIR 25 1. Masalah-Masalah Pokok dalam Perencanaan 26 2. Pendekatan "Tuntutan Sosial" 31 3. Pendekatan "Tenaga Kerja" 34 4. Pendekatan "Nilai Imbalan" 38 V. KEMAJUAN MUTAKHIR PENERAPAN TEORI KE DALAM PRAKTEK 43 1. Latinan dan Penelitian 43 2. Mengamalkan Perencanaan 46 Vii

VI. TINJAUAN MASA DEPAN 51 1. Perbaikan Tujuan 53 2. Pcnilaian Hasil dari Suatu Sistem 55 3. Cara Pendekatan Sistem terhadap Rencana Pendidikan 56 4. Gaya dan Ukuran Manajemen yang Baru 57 5. Intensifikasi Riset dan Pengembangan 59 viii

DASAR-DASAR RENCANA PENDIDIKAN Brosur-brosur dalam seri ini ditulis terutama untuk dua kelompok: mercka yang berkecimpung atau mempersiapkan rencana dan penyelenggaraan pendidikan, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang; dan mereka yang lebih awam, seperti pejabatpejabat teras pemerinteh dan pimpinan masyarakat, yang mencari pengertian mengenai rencana pendidikan pada umumnya serta kegunaannya dalam perkembangan nasional. Brosur ini direncanakan untuk digunakan sebagai suatu bahan studi atau program latinan formal. Gagasan modern mengenai rencana pendidikan telah menarik perhatian para ahli dari pelbagai disiplin. Masing-masing mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Tu juan dari beberapa brosur ini adalah untuk membantu para ahli saling menjelaskan sudut pandangnya dan mendidik mereka yang lebih muda yang nantinya akan menggantikan mereka. Namun di balik keanekaragaman sudut pandang itu tumbuh suatu kesatuan pendapat. Para ahli pejabat di negara yang sedang berkembang menerima prinsip-prinsip dasar dan praktek-praktek tertentu dari berbagai disiplin sebagai suatu sumbangan unik bagi pengetahuan yang diberikan oleh para perintis yang telah berjuang mengatasi masalah pendidikan yang lebih mendesak dan lebih sulit dari masalah apa pun. Brosur yang lain dalam seri ini menyajikan pengalaman bersama tersebut dan beberapa gagasan serta pengalaman yang terbaik sehubungan dengan aspek-aspek tertentu dari rencana pendidikan dalam bentuk pedoman singkat. Berhubung latar belakang pembaca sangat berlainan, dari semula para pengarang mengalami kesulitan untuk menyajikan ix

masalah mereka, menjelaskan istilah tcknis yang mungkin biasa untuk beberapa orang tetapi aneh bagi yang lain, namun mereka tetap mengikuti standar ilmiah dan tidak pernah menulis untuk pembaca yang memiliki keahlian tertentu menerima tanpa kritik. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa brosur-brosur ini dapat dengan cepat dimengerti oleh pembaca pada umumnya. Meskipun seri ini, di bawah editor umum C.E. Beeby yaitu penasehat Penelitian Pendidikan Selandia Baru, direncanakan mengikuti pola tertentu, namun tidak diingkari adanya perbedaan atau kontradiksi di antara para pengarang. Menurut pendapat Lembaga, belum saatnya menetapkan secara rapi, teratur dan resmi ajaran baru yang berkembang dengan cepat di bidang pengetahuan dan prakteknya ini. Jadi, meskipun sudut pandang yang berbeda itu adalah tanggung jawab pengarang dan tidak selalu disepakati oleh Unesco atau Lembaga ini, namun pandanganpandangan tersebut perlu diperhatikan dalam arena gagasan internasional. Singkatnya, ini merupakan saat yang tepat untuk membuat rangkuman yang nyata pendapat para pejabat yang gabungan pengalaman mereka mencakup banyak disiplin dari sebagian besar negara di dunia ini. x

PRAKATA Di sekitar lima tahun yang lain ketika Philip Coombs dan saya merencanakan rangkaian buku ini tampaknya adaiah logis bahwa seri nomor 1 ini hendaknya diberi judul Apakah Perencanaan Pendidikan itu? dan ia yang seharusnya menulis demikian. Namun ba~ nyak masalah sampingan yang timbul di samping masalah pokok itu sendiri. Kenyataannya adaiah bahwa sekarang ini setelah diterbitkan nomor 13, seri ini memerhikan komentar. Penundaan ini seolah-olah disebabkan karena scbagai Direktur IIEP yang baru saja dibentuk, ia terlalu sibuk untuk menulis; namun bagi mereka yang tahu tentang kegiatannya pada masa-masa ini akan meragukan alasan tersebut. Tetapi bagi saya, saya percaya karena saya tahu bahwa apabila ia terlibat dengan buku ini, maka hasil karyanya akan tiga kali lipat dan itu apabila ia mau menerima masalah pendidikan ini sebagai konsep-konsep yang statis. Kesulitannya adaiah pandangannya dan pandangan orang lain tentang perencanaan pendidikan demikian cepat berubah sehingga pada saat ia sampai pada bab terakhir dari setiap tulisan, setiap kali ia kembali pada bab-bab pertama ditemukan cara pendekatan yang kurang memuaskan. Ironinya adaiah bahwa ia pribadi tidak sedikit pun bertanggung jawab atas cepatnya perubahan itu karena lembaganya adaiah pusat kegiatan ilmiah para ahli teori dan para perencana praktislah yang mengungkapkan dan memperbarui gagasan-gagasannya. Akhirnya Dr. Coombs dapat mengatasi masalah ini secara rapi dengan bertolak pada sejarah; dengan melacak asal mula jalan pikiran tentang perencanaan pendidikan maka ia sampai xi

kepada suatu kesimpulan tentang arah dari perencanaan pendidikan itu. Dengan demikian, walaupun kejadian-kejadian dan imajinasinya sendiri bergerak sebelum buku dapat diterbitkan, namun kita mempunyai data yang dapat dikelompokkan di dalam bidangnya sehingga dapat terpakai sebagai perencanaan setahun kemudian. Karena masalah perencanaan pendidikan itu masih begitu peka, maka setiap orang yang terlibat di dalamnya akan banyak menemukan hal-hal di dalam buku ini yang tidak dapat disetujui, tetapi tidak menjadi masalah karena ia akan disambut dengan hangat. Misalnya sebagai administrator yang sudah lanjut usia pada hemat saya, pengarang ini agak meremehkan masalah perencanaan jangka panjang yang sistematis terhadap beberapa sistem sekolah yang sudah baik, yang oleh beberapa negara dianggap sebagai perencanaan yang dapat ditarik manfaatnya. Namun dengan senang hati saya memaafkannya karena ia telah memberikan dimensi baru dalam perencanaan dan karena bantuannya terhadap perencanaan pendidikan bukan sekedar sebagai latihan para spesialis, tetapi dalam bobot tertentu mengikutsertakan hampir setiap orang yang terlibat dengan masalah pendidikan. Tidak ada seorang pun yang lebih ahli dalam hai menulis masalah ini selain Dr. Coombs. Mulai sebagai seorang guru besar ilmu ekonomi, kemudian menjadi Direktur Riset Dana Ford Foundation untuk pendidikan tinggi dan kemudian di bawah Presiden John F. Kennedy sebagai Pembantu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah lima setengah tahun mengelol'a HEP pada tahun 1968 berhenti, selanjutnya sebagai penulis dan untuk beberapa tahun kemudian menjadi Direktur Lembaga Riset. Akhir-akhir ini ia menggabungkan diri dengan Pusat Penelitian Pendidikan sebagai Direktur Penyelidikan Strategi Pendidikan dan ia masih juga meluangkan waktu untuk pekerjaan riset dari lembaga tersebut. Banyak tulisannya yang menyangkut ekonomi dan perencanaan pendidikan. Salah satu bukunya yang terkenal adalah Krisis yang Menimpa Dunia Pendidikan: Suatu Analisis Sistem. Saya berharap Philip Coombs akan menulis buku semacam ini lagi pada akhir lima tahun mendatang. xii CE. Beeby Editor umum.rangkaian ini

PENDAHULUAN Bagi mereka di mana pun di dunia ini yang terlibat dengan masa depan pendidikan pemimpin politik, administrator, guru, para mahasiswa, dan anggota masyarakat yang terpilih pada saat ini, akan mengajukan banyak pertanyaan tentang perencanaan pendidikan. Ini boleh saja. Sebelum 1950 istilah perencanaan pendidikan belum banyak dikenal, tetapi sesudah itu tampak populer. Sebagian besar pemimpin pendidikan dan pemimpin pemerintahan secara bersama-sama memikirkan perencanaan pendidikan, badanbadan internasional memberi prioritas tertinggi untuk perencanaan pendidikan, program latihan yang baru dibuat para ahli di bidang ilmu kemasyarakatan, mengadakan riset subyek ini dan buku ilmiah yang menyangkut hai ini senantiasa dikembangkan. Walaupun perhatian sangat besar dicurahkan pada masalah ini, namun perencanaan pendidikan masih tetap saja merupakan suatu misteri bagi mereka yang menentukan berhasil tidaknya suatu rencana pendidikan. Tidak mengherankan banyak yang menuntut jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Apakah perencanaan pendidikan itu? Bagaimana cara kerjanya? Meliputi masalah apa saja? Apakah perencanaan pendidikan itu dapat diterapkan di sembarang tempat atau hanya di tempat tertentu? Siapa para perencananya? Apa yang mereka lakukan? Bagaimana caranya menjadi seorang perencana? Kalau merencanakan apa bahayanya dan kalau tidak apa bahayanya? Bagaimana perbedaan antara perencanaan pendidikan saat ini dengan sebelumnya? Mengapa perlu dicari jenis perencanaan xiii

yang baru? Bagaimana suatu negara itu nrulai membuat rencana pendidikannya? Kemajuan apa yang benar-benar terjadi? Berapa jauh pcngetahuan para ahli itu? Masalah apa yang menjadi pokok persesuaian den apa yang tidak? Walaupun sudah ada perencanaan pendidikan baru, tetapi mengapa masi ada krisis pendidikan? Bagaimana masa depannya? Dapatkah perencanaan pendidikan yang berlaku saat ini mencakup masalah-masalah yang timbul di kemudian hari dalam kaitannya dengan sistem pendidikan? Kalau tidak, dengan cara apa perencanaan itu dapat diperkuat? Kalau Anda seorang ahli yang sudah mempunyai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas, maka akan sia-sia membaca tulisan ini selanjutnya. Namun apabila Anda menganggap nrasih perlu belajar banyak untuk mencari jawaban pertanyaan di atas, maka buku ini akan sangat membantu. Buku ini dimaksudkan sebagai pengantar bagi orang awam yang ingin tahu perencanaan pendidikan, sehingga buku ini masih banyak kekurangannya. Di dalam buku ini tidak akan dijumpai jawaban yang pasti dan meyakinkan atas pertanyaan-pertanyaan di atas, melainkan sekedar jawaban tentatif dan tidak menyeluruh yang nantinya masih dapat diperbaiki. Tentu saja yang diungkapkan mencerminkan latar belakang dan keahlian masing-masing dan kekeliruannya dapat dimengerti. Pernyataan ini bukan sekedar basa-basi agar dimaafkan, tetapi memang demikian adanya. Seperti diketahui perencanaan pendidikan itu sesungguhnya masih sangat muda, namun berkembangnya sangat cepat, dan sebagai subyek rumusannya pasti masih sangat majemuk dan beraneka ragam. Itulah sebabnya maka belum ada definisi dari perencanaan pendidikan, melainkan hanya suatu teori yang secara umum dapat diterima. Namun akhir-akhir ini perencanaan pendidikan mengalami perubahan besar baik di bidang teori maupun praktek, orang-orang teori dan orang-oxang praktek semakin mantap secara bersamaffama menghadapi banyak hai yang penting. Nanti akan kami coba menguraikan beberapa contoh kemajuan ini, namun masih perlu dikembangkan lebih lanjut. xiv

Cara pendekatan yang dipakai di sini pada dasarnya bersifat historis karena pada hemat pengarang cara yang terbaik untuk dapat memahami perencanaan pendidikan adalah dengan mengamati bagaimana perencanaan pendidikan itu berkembang dari waktu ke waktu, dalam bentuk apa saja dan di mana saja, sesuai dengan kebutuhan tertentu. Dengan menyadari masalah historis ini, maka kita mempunyai alat yang lebih baik untuk menjawab pertanyaan yang behim terjawab. Pada tahun 1970-an jenis perencanaan pendidikan apa yang diperlukan oleh bangsa-bangsa untuk membantu mengatasi masalah perkembangan pendidikan mereka yang paling sulit yang sedang dihadapi sehubungan dengan perubahan dunia yang begitu cepat? Sebagai kelanjutan dari yang telah disebut di atas adalah bahwa perencanaan pendidikan itu dipandang sebagai suatu "ilmu pengetahuan yang baru" atau sebagai suatu disiplin tersendiri sebagai satu cabang ilmu pengetahuan seperti halnya fisika, ekonomi, psikologi, dan ilmu-ilmu lain yang telah diakui. Keadaan ini akan mengakibatkan perencanaan pendidikan menjadi terisolasi dari aliran sumber ilmiahnya, seperti halnya pendidikan dan ilmu pendidikan yang saling terpisah satu sama lain. Barangkali cara yang terbaik untuk mulai mengadakan penyelidikan adalah dengan menghilangkan beberapa mitologi yang ada dan meletakkan beberapa asas perencanaan pendidikan sebagai pendahuluan yang akan menjadi kerangka kerja yang akan diungkapkan dengan penuh gairah oleh penulis. xv

i. CIRI PERTAMA Apa pun perencanaan pendidikan itu sesungguhnya bukan merupakan suatu obat untuk merabenahi sistem pendidikan, atau sebaliknya bukan sesuatu yang menakutkan. Dalam arti yang lúas, perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari análisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan masyarakatnya. Dipandang secara ideologis, perencanaan pendidikan bersifat netral. Metodologinya cukup luwes, dapat disesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda di dalam ideologi, tingkat perkembangan, dan bentuk pemerintahan. Dasar logika, konsep, dan prinsip perencanaan pendidikan itu secara umum dapat diterapkan, tetapi metode praktis untuk pengamalannya dapat berkisar dari yang kasar dan sederhana sampai yang sangat terperinci, tergantung dari keadaan. Itulah sebabnya adalah keliru kalau perencanaan pendidikan itu dianggap sebagai sesuatu yang kaku, suatu rumusan yang berdiri sendiri yang harus diterima begitu saja dalam semua keadaan. Juga keliru kalau perencanaan pendidikan itu dianggap sebagai sesuatu yang berkaitan dengan perluasan pendidikan secara kuantitatif, dengan cara membuat segala sesuatunya menjadi lebih besar namun sama saja. Salah pengertian ini terjadi antara lain karena kelemahan dalam cara penggunaan perencanaan pendidikan itu, bukan karena kelemahan yang ada dalam perencanaan pendidikan itu sendiri. Salah pengertian ini juga karena di dalam pe- Apakah Perencanaan Pendidikan itu (2) 1

rencanaan digunakan metode Statistik yang berlebihan (kalau ada). Harus diingat bahwa Statistik itu hanya sekedar bayangan dari suatu fakta dan fakta itu dapat berbentuk kualitatif maupun kuantitatif. Perencanaan pendidikan berkaitan dengan masa depan ^ang diperoleh dari kejadian-kejadian masa lalu. Perencanaan pendidikan merupakan batu loncatan untuk membuat keputusan dan pelaksanaan di masa mendatang, bukan hanya sekedar suatu rencana. Perencanaan itu adalah suatu proses yang bersinambungan, tidak saja berhubungan dengan ke mana harus pergi tetapi berhubungan pula dengan cara bagaimana dapat sampai dan melalui jalan mana yang terbaik. Perencanaan itu tidak berarti selesai kalau sudah ditulis dan mendapat persetujuan. Perencanaan yang efektif harus dikaitkan dengan pelaksanaannya: dengan kemajuan yang dicapai atau tidak dicapai, dengan hambatan-hambatannya yang timbul namun tak terlihat dan bagaimana cara mengatasinya. Rencana itu tidak dibuat, diukir di atas batu, tetapi diubah dan disesuaikan kalau keadaan menuntut demikian. Bila rencana untuk suatu masalah tertentu dilaksanakan, maka perencanaan berikutnya harus dikerjakan dengan perencanaan pertama sebagai umpan baliknya. Perencanaan bukan merupakan suatu bentuk kegiatan persaingan para penguasa, walaupun para penguasa tersebut. seperti halnya para pemimpin demokratis, dapat menggunakan perencanaan sebagai suatu alat yang sangat bermanfaat. Perencanaan itu sendiri bukan hasil karya para pembuat kebijaksanaan dan pengambil keputusan, melainkan hasil karya mereka yang melaksanakan tanggung jawab baik dari tingkat atas maupun tingkat rendahan. Perencanaan itu atau seharusnya, adalah, suatu bagian yang integral dengan proses pengelolaan pendidikan secara keseluruhan, dalam arti yang luas. Perencanaan ini dapat membantu para pembuat keputusan di semua tingkat mulai dari para guru kelas sampai pada para menteri dan para wakil rakyat sebagai bahan pengambilan keputusan yang lebih baik. Dengan demikian membantu mereka melihat secara jelas berbagai tujuan spesifik yang ingin dicapai, berbagai kemungkinan yang timbul untuk sampai kepada tujuan, dan adanya kemungkinan-kemungkinan yang saling mempengaruhi. Perencanaan dapat membantu tercapainya hasil yang lebih luas dan lebih baik di dalam keterbatasan sumber daya 2

yang ada. Untuk sampai pada hasil seperti ini, perencanaan harus berpandangan luas sehingga variabel-variabel yang saling berkaitan dapat dipusatkan dan semuanya itu dapat terlihat sebagai bagian suatu keseluruhan yang dinamis, sebagai suatu sistem yang peka terhadap sistem análisis. Dengan demikian sebelum menyarankan suatu langkah tertentu. pertama-tama perencana harus melihat ruang lingkup untuk bergerak yang dimiliki oleh para pembuat keputusan. Misalnya mereka harus melihat keadaan masyarakat, ke mana mereka akan pergi, dan apa yang akan dikehendaki melalui pendidikan dapat sampai ke tujuannya; mereka harus melihat juga sifat para muridnya, kebutuhan mereka, keinginan-keinginan, dan masa depan yang praktis; melihat keadaan pengetahuan itu sendiri, keadaan pendidikan seni dan teknologi, dan akhirnya melihat kemampuan sistem pendidikan yang ada, mengujinya secara kritis dan mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk meningkatkan hasilnya. Salah satu tugas utama perencanaan pendidikan adalah menentukan bagaimana membuat hubungan antara faktor-faktor dalam dan luar dari sistem pendidikan ini sebaik mungkin sehingga menjadi sesuatu yang seimbang dan masuk akal dalam suasana perubahan yang dinamis serta menjalinkannya secara teratur menuju ke arah yang dikehendaki. Dengan sendirinya keadaan di atas merupakan suatu kriteria ideal yang tidak pernah dicapai sepenuhnya oleh perencanaan pendidikan mana pun; dan tidak harus demikian karena sepanjang sejarah pendidikan yang kita kenal, sistem pendidikan jaman dahulu lebih sederhana daripada sistem pendidikan sekarang. Sebelum Perang Dunia Kedua, di mana pun sistem pendidikan itu tidak terlalu kompleks baik dalam artian struktur maupun isi, lebih sempit dan tidak terlalu berkaitan dengan kehidupan bangsa secara keseluruhan. Lagi pula lembaga pendidikan dan situasi sekitarnya berkembang dan berubah secara lambat. Dengan demikian resikonya kecil untuk terjadi ketidakseimbangan yang serius dan ketidakcocokan dapat segera diserap di antara bagian-bagian dari sistem pendidikan itu atau diserap di antara sistem itu sendiri dan lingkungan yang mengambil manfaatnya. Namun demikian, walaupun di dalam masa yang tenang se- 3

perti ini harus ada sejenis perencanaan sebagai suatu bentuk perhatian yang wajar terhadap lembaga pendidikan. Perencanaan itu sederhana dan terbatas, kurang dikenal dan merupakan bagian administrasi pendidikan yang dirasakan sebagai hai yang rutin oleh murid dan orang pemerintahan, atau malahan sebagai suatu kemewahan untuk membuat perencanaan pendidikan itu; tidak demikian halnya pada masa terjadi gejolak sosial. Masalahnya bukan ini lagi. Dunia pendidikan telah berubah dengan cepat dan drastis semenjak akhir Perang Dunia Kedua disebabkan adanya suatu perpaduan yang sekarang dikenal sebagai kekuatan revolusioner yang telah menggoncangkan dunia secara keseluruhan. Kemudian kita akan meneliti bentuk pengaruh yang ditimbulkan oleh kekuatan revolusioner ini terhadap pendidikan dan bagaimana semuanya itu membentuk suatu kebutuhan akan bentuk perencanaan pendidikan baru yang mendasar. Untuk itu, pertama-tama kita harus meninjau secara historis beberapa kejadian yang mendahului perencanaan pendidikan yang baru ini. 4

II. ASAL MULA PERENCANAAN PENDIDIKAN Perencanaan pendidikan masa kini berasal dari jaman kuno yang tidak pernah terputus-putus. Xenephon menceritakan (dalam Lacedaemonian Constitution) bagaimana 2500 tahun yang lalu orang-orang Spartan merencanakan dengan baik pendidikan mereka untuk tujuan militer, sosial, dan ekonomi. Plato di dalam Republik-nya mengusulkan suatu rencana pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan pemimpin dan memenuhi kebutuhan politik Athena. Cina selama pemerintahan Dinasti Han dan orang-orang Inca di Peru merencanakan pendidikannya untuk tujuan khas masyarakat mereka. Contoh-contoh dari jaman kuno kini menekankan betapa pentingnya fungsi perencanaan pendidikan dan kaitan sistem pendidikan dengan tujuan masyarakat, apa pun jenis tujuan itu. Contoh-contoh yang kemudian menunjukkan bagaimana perencanaan pendidikan itu di dalam masa pergolakan sosial dan intelektual mengambil jalan membantu perubahan suatu masyarakat agar seirama dengan tujuan yang baru. Pembuat rencana seperti itu umumnya adalah para pemikir masyarakat yang kreatif yang melihat bahwa pendidikan itu adalah suatu alat yang sangat kuat untuk mencapai perubahan dan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu pada pertengahan abad ke-16 John Knot mengusulkan suatu rencana untuk sistem persekolahan dan kursus> kursus nasional sehingga bangsa Scott memiliki suatu bentuk perpaduan antara kepuasan spiritual dan kesejahteraan material. Masa- 5

masa yang berat bagi libéralisme baru di Eropah pada akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 menghasilkan usulan yang sangat banyak seperti "Rencana pendidikan" dan "Pembaruan pengajaran" yang dimaksudkan untuk pembaruan dan peningkatan sosial. Salah satu yang ternama adalah rencana Diderot "Plan d'une Université pour le Gouvernement de Russie", yang dipersiapkan atas permintaan Catherina II. Rencana lain adalah rencana Rousseau agar setiap warganegara Polandia memperoleh pendidikan. (Rencana yang satu ini sangat terperinci sehingga mengakibatkan hukuman badan bagi yang membandel). Sudah barang tentu usaha modem yang paling dahulu agar perencanaaan pendidikan itu dapat membantu merealisasi suatu masyarakat baru adalah rencana lima tahun yang pertama dari angkatan muda Soviet dalam tahun 1923. Walaupun metodologinya yang pertama sangat kasar menurut standar saat ini, tetapi rencana tersebut adalah permulaan dari proses perencanaan yang bersinambungan dan terperinci yang membantu mengubah, dalam waktu kurang dari 50 tahun, suatu bangsa yang mulai dengan dua pértiga warganya buta huruf menjadi salah satu negara di dunia yang paling maju pendidikannya. Selain orientasi ideologinya, pengalaman perencanaan Soviet ini menjadi pelajaran yang berguna bagi negara-negara lain, Beberapa contoh historis perencanaan pendidikan yang disebutkan di atas sangat berbeda dalam hai ruang lingkup, tujuan, dan kemajemukkannya. Beberapa ditujukan untuk seluruh bangsa, lainnya ditujukan kepada lembaga-lembaga secara sendiri-sendiri, beberapa tidak diragukan jauh lebih efektif dari yang lain, beberapa hanya musiman, yang lain menyangkut proses yang terusmenerus dan dalam jangka yang cukup lama, beberapa di dalam susunan yang sangat otoriter dan yang lain lebih demokratis dan pluralistis. Semuanya harus diajarkan tetapi tidak satu pun yang memiliki ciri yang dibutuhkan untuk perencanaan pendidikan modern. Tetapi riwayat perencanaan pendidikan masa kini tidak berhenti dengan contoh-contoh yang lebih jelas dan dramatis yang baru saja disebut di atas. Selama itu bentuk perencanaan lebih tersebar dan bersifat rutin yang harus dihadapi oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap lembaga administrasi pendidikan, semenjak lembaga ini ada. 6

Sebagai gambaran seorang kepala administrasi sekolah umum daerah di tahun 1920-an. Setiap tahun ia diwajibkan merencanakan dan membuat berbagai persiapan untuk tahun ajaran berikutnya. Semampunya ia hams membuat perkiraan berapa jumlah murid yang akan diterima, berapa ruang kelas, guru, bangku, dan buku, berapa biaya yang diperlukan, dari mana biayanya, dan bagaimana serta kapan digunakannya. Bermacam-macam perkiraan ini dirangkum di dalam usulan anggaran tahun ajaran berikutnya dan berakhir dengan sejumlah bentuk keputusan dan pelaksanaan. Ini adalah perencanaan pendidikan, walaupun kadangkala hanya sebagai istilah. Jelasnya ini adalah sebagian tugas administrator pendidikan yang lumrah dan kalau ia seorang perencana yang bodoh, maka ia akan segera mengalami kesulitan. Seringkali proses ini sederhana sekali. Perencanaan di sekolah atau kursus swasta yang kecil kadangkala hanya dibuat di balik amplop. Namun setelah lembaga dan sistem pendidikan menjadi besar, lebih majemuk, dan bila anggaran dan proses pengumpulan dana menjadi lebih formal sifatnya, maka proses perencanaan tu sendiri harus lebih masuk akal dan lebih formal. Tujuan utamanya adalah agar pengembangan pendidikan itu bersinambungan, tahan lama, serta mempengaruhi perluasan setingkat demi setingkat dan dapat diperbaiki manakala keadaan memungkinkan. Namun kebanyakan tujuan dan arti pendidikan bagi murid dan masyarakat tidak menjadi pokok penelitian perencanaan tahunan ini. Benar-benar merupakan tugas rutin yang dilakukan setiap tahun. Demikian pula kurikulum, metode instruksi, dan seluruh sistem ujian. Oleh karena itu sorotan utama dari perencanaan adalah alat dan perbekalan pendidikan yang diperlukan oleh sistem itu, bukan murid dan masyarakat. Disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan yang khas yang berlaku di kebanyakan tempat sebelum Perang Dunia Kedua dan yang berlaku untuk generasi-generasi sebelum itu mempunyai cmpat ciri utama: ( 1 ) berpandangan jangka pendek, hanya berlaku sampai tahun anggaran berikutnya, (kecuali apabila fasilitas-fasilitas harus dibuat atau suatu program utama yang baru ditambahkan, dalam hai ini ruang lingkup perencanaan sedikit diperluas); (2) sistem pendidikan yang [ragmentaris sifatnya; bagian-bagian direncanakan sendiri-sendiri. (3) tidak terintegrasi, dalam arti 7

lembaga pendidikan direncanakan sendiri tidak ada hubungan yang nyata dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat serta ekonomi pada umumnya; (4) bentuk perencanaan yang tidak dinamis, suatu model pendidikan yang statis, ciri-cirinya tidak berubah dari tahun ke tahun. Sudah barang tentu ada pengecualian yang dapat dicatat dari uraian di atas, tetapi barangkali merupakan gambaran sesungguhnya. Yang penting adalah bahwa rencana itu dilaksanakan. Dengan sendirinya lembaga pendidikan turut menghadapi masalah dan para administrator menjadi pusing. Tetapi secara keseluruhan pendidikan berjalan cukup lancar sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan dengan perencanaan yang sederhana ini. Perencanaan pendidikan demikian cukup berhasil, sampai Perang Dunia Kedua membuka suatu jaman baru dengan adanya perubahan besarbesaran yang menyentuh setiap segi kehidupan manusia di dunia ini dan meruntuhkan dasar lembaga-lembaga yang lama. 8

III. MENGAPA SUATU PERENCANAAN YANG BARU SANGAT PENTING Selama 25 tahun dari 1945 sampai 1970 sistcm pendidikan dan hal-hal yang berkaitan dengan itu di seluruh dunia ini dibebani oleh sejumlah perubahan ilmu pengetahuan dan teknik, ekonomi dan kependudukan, politik dan sosial yang menggoncangkan apa saja yang terlihat. Akibatnya terhadap pendidikan timbul sejumlah tugas baru dan berat, serta timbulnya tekanan dan masalah yang jauh lebih banyak dan lebih majemuk yang semuanya itu harus dihadapi. Mereka berhasil dengan baik mengatasi masalah-masalah tersebut, tetapi perencanaan dan manajemen sebagai alatnya telah terbukti sangat tidak tepat untuk situasi baru ini. Kalau menengok ke belakang, kita harus mengagumi bahwa mereka telah berhasil di dalam keadaan semacam ini dan bagaimanapun juga di bawah ketegangan-ketegangan ini berusaha menghindari kegagalan. Dengan menguji beberapa pengalaman yang hebat ini kita dapat mengerti lebih jelas mengapa suatu bentuk perencanaan yang baru menjadi sangat penting dan ciri utama apa yang harus di milikinya. Walaupun sorotan kita terutama ditujukan kepada negara yang sedang berkembang, nanrun melihat negara yang sudah maju akan sangat membantu. 1. DI NEGARA-NEGARA INDUSTRI Secara sepintas negara-negara industri telah melewati tiga tahap pendidikan dari 1945 sampai 1970 dan saat ini negara-negara 9

tersebut berada pada tahap keempat yang membingungkan: (1) tahap rekonstruksi; (2) tahap kekurangan tenaga kerja; (3) tahap perluasan yang besar-besaran; dan (4) tahap peremajaan. Masing-masing tahap ini menimbulkan banyak masalah perencanaan. Sistem pcndidikan bangsa Eropah yang takut perang akibat Perang Dunia Kedua, sangat tcrganggu dan menghadapi suatu kebutuhan pendidikan yang sangat berat. Kebanyakan negara dengan cepat mencoba menata pendidikannya agar normal kembali dengan membuat program jangka pendek: membangun sekolah, mengangkat tenaga guru, mengadakan latihan kilat, dan sebagainya. Segera tampak jelas bahwa perencanaan pendidikan yang konvensional sebelum perang itu tidak dapat memenuhi tugas rekonstruksi ini. Program yang besar yang mempengaruhi masyarakat luas, menjadi mendalam dan mengakibatkan kesulitan yang berat dan parah terhadap ekonomi memerlukan perencanaan dan penahapan yang lebih luas dan lebih kompleks, berpandangan jaub dan lebih berhati-hati di dalam meneliti kemampuan ekonominya. Walaupun metode perencanaan yang dibuat diusahakan agar dapat mengatasi situasi ini masih banyak kelemahannya, namun metode ini cukup berhasil dan membuat pejabat pendidikan tetap berusaha mengatasi masalah perencanaan. Sebagai contoh: walaupun sebelum perang berakhir, Inggris, meskipun sistem pendidikannya desentralisasi dan secara tradisional pada umumnya tidak bergairah untuk membuat perencanaan pada tahun 1944 membuat undang-undang pendidikan yang mewajibkan setiap pejabat pendidikan daerah di Inggris dan Wales yang berjumlah 146 itu untuk membuat suatu rencana pengembangan yang disampaikan kepada Menteri Pendidikan. Walaupun hasil rencana-rencana daerah ini tidak berkaitan satu sama lain dengan rencana nasional yang diimbangi dengan sumber daya yang ada, banyak di antaranya sedikit banyak mencerminkan kecerdikan dan kemampuan teknis yang memadai dalam hai ketertibannya memproyeksikan penduduk dan jumlah murid setempat untuk jangka panjang, perpindahan penduduk, tempat sekolah, persyaratan guru, kebutuhan keuangan sekolah, dan pajak daerah. 10 Perancis berbeda dalam menghadapi masalah pendidikan ini,

sistem pendidikan dan pemerintahannya lebih terpusat. Pada tahun 1946 dibuat rencana ekonomi yang menyeluruh dan terperinci dan pada tahun 1951 dituangkan sebagai perencanaan pendidikan nasional dalam rencana lima tahun yang kedua. Negara-negara Eropah Barat yang lain mcngatasi masalah rekonstruksi perencanaan pendidikan ini dengan berbagai macam cara sesuai dengan tradisi dan seleranya masing-masing. Rusia yang paling berat menghadapai masalah ini, karena rekonstruksinya dibuat berdasar atas pengalaman perencanaan sebelum perang. Dalam pada itu negara-negara "sosialis" baru Eropah Timur berkiblat pada model perencanaan Rusia yang baru ini. Sementara itu bahkan di Amerika sekalipun gagasan perencanaan itu masih belum diterima, pejabat pendidikan daerah dan pemerintah lebih giat mencari bentuk-bentuk perencanaan yang dapat diterapkan untuk mengatasi kebutuhan pembangunan sekolah yang tertunda, untuk memenuhi kebutuhan pendidikan para veteran yang kembali dan menyiapkan pendidikan sebagai konsekuensi peledakan penduduk akibat perang. Tetapi ini semua tidak lain dari sekedar suatu rencana. Sistem pendidikan dapat segera ditata secara fisik, tetapi mereka tidak pernah akan dapat kembali ke keadaan normal seperti sebelum perang. Mereka segera menghadapi masalah tenaga kerja, sumber daya manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang meluas sesudaih perang. Lebih penting lagi, mereka akan segera dihadapkan pada peningkatan jumlah murid yang ditimbulkan oleh faktor kependudukan, tetapi terutama disebabkan oleh kebutuhan sesudah perang untuk memperoleh kesempatan belajar yang demokratis secara besar-besaran. Tertundanya tahap penyediaan tenaga kerja ini bukan karena dampak praktisnya perencanaan pendidikan Eropah melainkan karena pengaruh sampingan negara-negara yang sedang berkembang dan pengaruhnya yang besar terhadap tujuan para ahli ekonomi dalam perkembangan pendidikan. Ekonomi Eropah Barat yang telah parah sekali dalam tempo cepat mencapai peningkatan yang baru pulih pada tingkat produksi sebelum perang. Kepulihan yang cepat ini terutama disebabkan oleh dimasukkannya modal secara besar-besaran dan terencana dengan baik melalui rencana Marshall ke dalam sistem eko- 11

nomi yang dibantu oleh lembaga-lembaga ekonomi yang maju dan adanya keterampilan serta pengetahuan yang modem (keadaan seperti ini tidak dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang). Tetapi pada permulaan tahun 1950-an pembangunan kembali ekonomi ini telah sepenuhnya menyerap persediaan sumber daya manusia yang terlatih; sehingga kesulitan tenaga kerja mulai t2mpak sebagai suatu hambatan utama untuk kemajuan lebih lanjut. Keadaan ini membawa ahli ekonomi Barat lebih memikirkan tenaga kerja dan melihat pendidikan dengan kaca mata baru. Pendidikan tidak lagi dilihat sebagai suatu "sektor ekonomi yang tidak produktif yang menyerap penggunaan biaya" yang diperuntukkan bagi perkembangan ekonomi. Dengan memakai cap "penañaman modal" yang baru ini, pendidikan dapat menuntut anggaran nasional secara lebih efektif, tetapi untuk membenarkan tuntutan ini para pendidik harus lebih memikirkan tenaga kerja. Mereka harus merencanakan dan berusaha menguasai penerimaan murid dan hasilnya supaya sesuai dengan pola persyaratan tenaga kerja yang dibenarkan oleh para ahli ekonomi demi sehatnya ekonomi. Tetapi hai ini sangat sulit dicapai karena para pendidik terbiasa dengan tradisi yang liberal humanistik. Mereka lebih menyukai memperjuangkan anggaran yang besar atas alasan yang lebih tinggi, yaitu bahwa pendidikan adaiah hak asasi setiap anak. Kalau pendidikan dapat membantu kehidupan ekonomi menjadi lebih baik, namun jangan hendaknya pendidikan menjadi budak ekonomi. Pendidikan adalah sesuatu yang baik, namun lebih banyak pendidikan akan lebih baik lagi, apa pun macam dan tingkatannya. Di atas segalanya para pendidik menghendaki agar tiap anak didahulukan dan diutamakan sebagai suatu individu bukan sebagai tenaga kerja. Secara jujur para pendidik merasa takut bahwa "pikiran materialistis" para ahli ekonomi akan mengurangi tingginya nilai dan tujuan pendidikan. Kadang kala tukar pendapat antara dua golongan baru ini mirip seperti percakapan orang tuli. Mereka berbicara melalui bahasa yang berbeda dan sering kali menggunakan istilah yang sama dengan arti yang berbeda. Baru setelah mereka saling mempelajari, maka apa yang tampaknya berbeda mulai luntur dan tercapai titik pertemuan. 12 Tetapi seperti pentingnya kebutuhan tenaga kerja yang jelas-

jelas tampak yang akhirnya diakui tu, mereka menghadapi kekuatan lain yang segera menguasai dunia pendidikan dan membuat para penguasa di Eropah dan Amerika bagian utara memeras otak. Kekuatan tersebut adaiah tuntutan masyarakat untuk memperoleh kesempatan belajar yang meningkat secara eksplosif yang menyebabkan timbulnya "Tahap Perluasan Besar-besaran." Para ahli ekonomi dapat saja berbicara seenaknya tentang kebutuhan tenaga kerja, tetapi apa yang utama bagi para orang tua adaiah kebutuhan anak-anaknya sendiri. Tanpa mempedulikan apa yang mungkin dikatakan oleh para pendidik tentang tingginya nilai dan tujuan pendidikan yang tidak materialises, bagi kebanyakan orang tua, pendidikan anak-anak adaiah yang pertama dan utama sebagai jalan untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Kekuatan dorongan manusiawi ini adaiah suatu yang dimengerti oleh setiap ahli politik dan apa pun ideologinya tidak ada seorang pun yang dapat mengingkari. Demikianlah maka sesudah pertengahan tahun 1950-an sebagai tanggapan atas dorongan ini terjadilah peledakan penerimaan murid baru di seluruih negara yang sudah maju, yang paling terasa adaiah di tingkat sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Pendorongnya yang utama bukan masalah kependudukan atau kebutuhan ekonomi, walaupun keduanya merupakan suatu faktor, tetapi meningkatnya tuntutan masyarakat senantiasa di luar jangkauan kemampuan sistem pendidikan untuk memenuhinya. Harus ditambahkan bahwa di kebanyakkan negara barat yang maju, kecuali Perancis, bentuk perencanaan pendidikan yang baru itu kecil sekali peranannya dalam perluasan yang hebat ini. Dan Perancis pun yang perencanaan pendidikannya dipakai untuk seluruh bangsa pada semua tingkatan dan berhubungan erat dengan seluruh perencanaaan ekonomi dalam siklus lima tahun, terbatas pada perencanaan fasilitas fisik; tidak termasuk faktor yang kritis seperti penyediaan tenaga guru, masalah biaya yang selalu dihadapi, kebutuhan tenaga kerja, dan diperlukannya berbagai bentuk pembaruan dan peremaijaan pendidikan. Di mana pun strategi yang paling menonjol adaiah seeepat raungkin memperluas model pendidikan dari sebelum perang kurikulum, metode, ujian, dan semua hai yang bersangkutan dengan itu dengan berpandangan memberi kesempatan seluas- 13

luasnya dan sebanyak-banyaknya kepada para pemuda dan itulah yang disebut "pendemokrasian" pendidikan. Ada suatu perkecualian yang khas terhadap sistem lama, yakni sekolah menengah tingkat atas di Swedia dan sekolah lyceum di Perancis yang mengikuti arus non klasik. Namun demikian, dibanding dengan perubahan yang begitu cepat yang terjadi di dunia mahasiswa, ekonomi dan masyarakat, serta keadaan ilmu pengetahuan itu sendiri, hampir semua sistem pendidikan tidak banyak mengalami perubahan yang nyata sampai akhir tahun 1960-an. Karena tidak ada usaha meneliti diri sendiri secara kritis dan memperbaikinya, sistem pendidikan yang tradisicnal dan kebiasaan paedagogis yang menyertainya tetap dipertahankan pada saat mereka dengan cepat maju menjadi sistem pendidikan secara besar-besaran. Kecenderungan untuk memakai bentuk-bentuk kuno ini meli ambah ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan kehidupan ekonomi, masyarakat dan para mahasiswanya. Seperti halnya seceret air mendidih yang tertutup rapat di atas tungku yang besar apinya, lambat atau cepat pasti akan meledak. Keadaan inilah yang mereka alami karena hampir di semua negara industri, tahun 1967 merupakan tahun peledakan yang terbesar yang ditandai dengan adanya protes para mahasiswa yang didukung oleh para guru, orang tua, dan pihak yang mengkritik pendidikan tradisional. Namun kejadian pada tahun 1967 itu 'hanya merupakan permulaan dari serangkaian peledakan yang senantiasa ada secara beruntun dari satu bentuk ke bentuk yang lain sampai akhirnya lembagalembaga pendidikan diperbarui dan ditemukan kebenaran dari kehendak masyarakat. Perong.rongan ini memaksa sistem pendidikan negara-negara industri menuju ke tahap ke-4 sesudah perang, yakni tahap peremajaan. Sistem pendidikan negara-negara industri pada saat ini berada pada tahap ke-4 ini. Apa yang akan dicapai dari tahap ini tetap belum terlihat apakah benar-benar akan ada peremajaan yang penting dan peralihan yang dapat membawa pendidikan ke arah penyesuaian dengan lingkungan yang dapat diterima atau apakah melanjutkan kelemahan, sehingga akan mengundang ledakan yang lebih besar dan lebih merusak. Namun sekurang-kurangnya menjadi jelas bahwa untuk mencapai peremajaan lain yang diperlukan, seharusnya ada beberapa perencanaan yang penting dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan yang hanya sekedar memenuhi 14

strategi perluasan yang linear tidak akan dibuat; sekarang ini perencanaan hams memenuhi strategi perubahan dan adaptasi pendidikan. Ini memerlukan konsep perencanaan yang baru dan alat yang menyertainya. Ini yang sedang dilaksanakan. 2. DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG Kebanyakan dari apa yang tersebut di atas juga berlaku, malahan dengan lebih hebat lagi, di negara-negara yang sedang berkembang selaraa tahun 1950-an dan 1960-an. Kebutuhan pendidikan mereka lebih besar dan lebih penting, dan sistem pendidikan mereka meskipun dilakukan berbagai macam usaha untuk memperluasnya bahkan kurang sesuai serta kurang memadai dengan kebutuhan mereka. Sama halnya dengan negara-negara yang sedang berkembang mulai tahun 1950-an menyambut keadaan baru dengan suatu strategi pendidikan perluasan linear. Pada permulaan tahun 1960- an dalam serangkaian konferensi Unesco, para menteri pendidikan Asia, Afrika, dan Amerika Latin menetapkan sasaran perluasan pendidikan negara masing-masing secara ambisius yang harus tercapai pada tahun 1980 (Amerika Latin tahun 1975). Sasaran ini secara meluas diterima oleh masing-masing negara. Mereka menghendaki partisipasi 100 persen pada pendidikan dasar dalam période akhir sasarannya dan peningkatan partisipasi yang lebih tajam pada pendidikan menengah dan «pendidikan tinggi. Dibuat perkiraan biaya dan pendapatan secara kasar yang walaupun cenderung optimistik, namun tampak bahwa pencapaian sasaran ini akan membutuhkan peningkatan GNP yang besar yang diperuntukkan bagi pendidikan, ditambah dengan perluasan bantuan lua.r negeri yang lebih besar. Konferensi regional Unesco juga membuat rekomendasi kualitatif tertentu, namun jelas bagi semua pihak bahwa yang utama adaiah tingkat kemajuan untuk masa datang -dan dasar yang penting untuk membandingkan bangsa-bangsa- untuk mencapai sasaran ini akan ditingkatkan jumlah penerimaan murid. Dengan pangkal tolak ini, negaranegara yang sedang berkembang secara bergairah bergerak memperluas pendidikan. 15

Jelas, sekalipun penganut laissez-faire yang kokoh hams merencanakan apa yang akan dilakukan agar dapat memakai sumber dayanya dengan sebaik-baiknya. Persoalan "pendekatan ketenagakerjaan" khususnya sangat kuat di negara-negara yang sedang berkembang karena pcrkembangan mereka secara keseluruhan jelas-jelas terhambat disebabkan kekurangan segala macam tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi. Dengan demikian wajarlah apabila pertama-tama dipentingkan pendidikan jenis tenaga kerja yang paling dibutuhkan untuk pengembangan ekonomi, karena tanpa pengembangan yang demik'an perluasan pendidikan jangka panjang yang diinginkan dan tujuan masyaxakat yang penting lainnya tidak akan tercapai Namun kesulitannya adalah bahwa bangsa-bangsa ini tidak dibekali pengetahuan untuk membuat bentuk pendidikan dan perencanaan tenaga kerja yang dituntut oleh situasi itu. Dan bangsabangsa lain juga tidak memiliki bekal untuk dapat menolong mereka karena keseluruhan dasar pengetahuan yang ada dan para ahli untuk perencanaan semacam ini langka adanya. Untunglah Unesco, ILO, dan bermacam-macam lembaga bantuan bilateral berusaha kcras mengangkat penasehat-penasehat yang bermutu untuk mengisi permintaan yang meningkat dari negara-negara yang sedang berkembang guna membantu membuat pzrencanaan, Kebanyakan para ahli berhasil mengemban tugas. Bantuan mereka terhadap perencanaan pendidikan terpaksa sebagian besar dibatasi oleh apa yang mereka amati dalam pekerjaan karena tidak ada kepustakaan yang baik tentang masalah ini yang ditulis dalam bahasa apa pun pada permulaan tahun 1960-an atau tidak seorang pun yang dapat menulis buku seperti itu. Tetapi tindakan tidak dapat menunggu ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk dapat dilaksanakan. Oleh karena itu pimpinan pendidikan di negara-negara yang sedang berkembang secara gagati berani bergerak maju mendorong penerimaan murid-murid baru menuju ke sasaran secepat mungkin. Dan ternyata mereka maju dengan pesat. Namun segera setelah itu mulailah timbul beberapa masalah yang kritis, yang pada akhir tahun 1960-an meningkat sebagai suatu krisis pendidikan yang gawat yang merajalela melanda negara-negara yang sedang berkembang. Hendaknya masalah ter- 16

sebut ditinjau secara singkat karena masalah i tu dihadapi dalam tugas-tugas yang nyata pada saat ini dan harus diatasi oleh rencana pendidikan. Walaupun masalah-masalah itu berbeda dalam bentuk dan intensitasnya di masing-masing tempat, namun yang paling mengejutkan adalah bahwa masalah itu apa pun bentuk penampilannya terj adi di mana-mana. a. Keseimbangan yang tidak ada gunanya dalam sistem pendidikan Yang khas adalah bahwa perluasan pendidikan tingkat dasar, menengah, dan tinggi yang didengungkan itu tidak terkoordinasikan. Bahkan prasarana dan sarana yang harus mengikuti pendidikan (guru, gedung, peralatan, buku-buku wajib, dan sebagainya) yang justru penting untuk setiap tingkat tidak direncanakan, dijadwalkan, dan diprogramkan secara berhati-hati. Akibatnya yang jelas munculnya serangkaian perbedaan yang merugikan diri sendiri. Salah satu kasus yang pada umumnya terjadi adalah pembuatan gedung sekolah menerima banyak prioritas, tetapi tidak ada perluasan pendidikan guru dan tidak tersedia buku-buku wajib. Akibatnya, murid-murid bar.u masuk ke.ruang kelas yang baru tanpa guru atau buku-buku wajib. Seringkali terjadi hai yang lebih parah; ada guru dan murid, tetapi tidak ada ruang kelas. Hampir di semua tempat pada umumnya tidak cukup tersedia buku-buku. Ada salah satu sarana yang tidak terpenuhi dan ada yang benarbenar parah. Dalam kasus lain, banyak sekali sumber daya yang terserap dalam perluasan perguruan tinggi tetapi pendidikan menengahnya tertinggal. Sebagai akibatnya tempat di perguruan tinggi yang baru ini kekurangan calón yang bermutu dari sekolah menengah atau sebaliknya penerimaan murid di sekolah menengah sangat meningkat dan perguruan tinggi segera kewalahan karena lebih banyak calón yang akan masuk daripada yang dapat ditampung. b. Tuntutan b'.bih tinggi daripada kemampuan Mencanangkan sasaran yang terlalu berani, membuat janji yang muluk-muluk dan membuat perluasan pendidikan yang hebat me- Apakah Perencanaaa Pendidikan itu (3) 17

nyebabkan meningkatnya harapan masyarakat sekaligus tuntutan mereka untuk inemperoleh pendidikan itu sendiri dan akhirnya tidak terpenuhi. Jarak antara tuntutan untuk memperoleh pendidikan dan kemampuan yang makin lebar ini yang ditambah lagi dengan peledakan angkatan muda mengubah sasaran perluasan semula menjadi sasaran yang sangat menyibukkan. Anak-anak beramairamai pergi ke sekolah adalah suatu pemandangan yang menggembirakan di negeri itu, tetapi dapat juga membingungkan pejabatpejabat sekolah yang harus meluluskan mereka dalam jumlah besar. Keadaan seperti ini terlalu gegabah. Demikianlah yang terjadi sebagai cermin tuntutan masyarakat untuk memperoleh pendidikan. c. Peningkatan biaya lebih cepat danpada pendapatan Walaupun tuntutan yang sangat besar ini secara praktis efektif untuk mendesakkan anggaran pendidikan, namun anggaran tidak mungkin dapat memenuhi peningkatan biaya dan jumlah pelajar. Di beberapa negara penelitian sasaran yang dipandang dari segi ekonomis belum pernah dilakukan. Bagaimanpun juga dengan alat apa pun sasaran itu hendak dicapai masih tetap merupakan tekateki. Telah terbukti bahwa segi biaya senantiasa diremehkan dan segi pendapatan selalu dibesar-besarkan; sehingga terbukti pula bahwa dipandang dari segi ekonomi sasaran ini tidak realistis. Apabila kenyataan yang sebenarnya menjadi jelas dan terjadi goncangan keuangan, maka ada 3 macam kemungkinan pelarían. Yang pertama adalah menciutkan sasaran semula, tetapi secara politis sulit dilaksanakan. Kedua adalah mengurangi biaya dengan meningkatkan efisiensi pendidikan; ini tampak baik, tetapi dalam prakteknya sulit dilaksanakan. Pelarían yang ketiga adalah membagi sumber dana yang ada dalam jumlah yang lebih sedikit kepada lebih banyak pelajar, tetapi ini akan mempengaruhi mutu dan efektivitas pendidikan. Yang terakhir inilah yang umumnya dilakukan. Ini memungkinkan penerimaan murid-murid tetap raeningkat menuju ke sasaran, malahan kadangkala melebihi, tetapi bentuk kemajuannya meragukan kalau kita selidiki di balik Statistik besarnya penerimaan murid dan melihat tingginya jumlah putus sekolali dan yang tinggal kelas atau berdesaknya murid-murid di IS

dalam kelas dan mengarnati apa yang sedang terjadi di sana sebagai yang disebut pendidikan. d. Hambatan di luar masalah keuangan Uang bukanlah satu-satunya hambatan. Sekurang-kurangnya ada 3 macam kekurangan yang menimpa perkembangan pendidikan pada tahun 1960-an: (a) terbatasnya kemampuan administrasi sistem pendidikan untuk merencanakan dan mengubah rencana serta keuangan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan, (b) jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat dan mengernbangkan petugas-petugas yang cakap untuk sekolah dan perguruan tinggi yang baru adalah lama, dan (c) terbatasnya kemampuan industri konstruksi setempat. Hambatan pengadaan manusia dan peralatan ini sangat menentukan laju dan arah perkembangan sistem pendidikan serta jumlah bantuan biaya yang dibutuhkan. Pada beberapa sistem ternyata disertai dengan besarnya konstruksi yang tidak mungkin dapat dibiayai, pengadaan fasilitas baru yang tidak dapat dipemihi tenaga kerjanya, peralatan yang tidak dapat mereka pergunakan, rencana yang menarik dan penting yang tidak dapat diterapkan. Lamanya penundaan untuk memperoleh persetujuan dan perwujudan proyek-proyek bantuan bantuan luar negeri akan lebih mempersulit keadaan ini. e. Kumngnya kesempatan kecja orang-orang yang terdidik Bagaimanapun yang dipikirkan oleh para ahli pendidikan adalah tujuan dari pendidikan, namun bagi kebanyakan murid jelas tujuannya untuk memperoleh pekerjaan dan status yang baik di dalam masyarakat. Pada umumnya ini berarti lari dari desa ke keramaian kota dan dengan ijazah mencari pekerjaan kota, yang umumnya terdapat di kantor-kantor pemerintah. Pada mulanya masa depan pekerjaannya sangat baik; negara-negara yang baru merdeka ini sangat kekurangan tenaga kerja yang terdidik di semua bidang untuk mangisi perluasan tugas tugas pemerintah, mengganti tenaga-tenaga asing, dan untuk mengelola tugas-tugas besar dalam pembangunan nasional. Setelah berabad-abad mendambakan pendidikan formal, tampaknya tidak dapat dibayangkan bahwa mereka akan berhasil dalam satu dasa- 19