JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: 1-6 1 Pengaruh dan terhadap Kekuatan Tarik Betung (Dendrocalamus Asper) sebagai Perlakuan an Kimia Afif Rizqi Fattah dan Hosta Ardhyananta Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia E-mail: hostaa@mat-eng.its.ac.id Abstrak Penggunaan kayu di negara ini cukup besar, tetapi untuk menumbuhkan kayu membutuhkan waktu yang lama. Akhirnya, muncul ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan kayu di pasaran. Akibatnya, harga kayu semakin mahal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan mencari bahan alternatif. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi kebutuhan terhadap kayu adalah bambu. adalah salah satu bahan yang ketersediaannya melimpah di Indonesia dan mudah untuk diperbaharui. Namun dalam penggunaannya bambu seringkali terdegradasi oleh faktor biotik dan abiotik. Perlakuan pengawetan dibutuhkan untuk mempertahankan umur pakai dari bambu agar lebih tahan lama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kekuatan tarik bambu setelah mengalami perlakuan pengawetan kimia dan cuaca. yang diteliti adalah bambu Betung (Dendrocalamus asper). Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut. Pertama-tama bambu dipotong menjadi sampel uji tarik, kemudian membuat larutan pengawet boraks 0,05 M dalam 1 liter akuades, asam borat 0,05 M dalam 1 liter akuades, dan campuran larutan boraks dengan asam borat, penambahan volume larutan asam borat ke dalam setiap larutan boraks sebesar 20, 40 dan 60%. Kemudian, bambu direndam dalam larutan pengawet. Setelah itu, dilakukan pengujian tarik pada sampel bambu perlakuan cuaca dan sampel bambu dengan perlakuan cuaca. Dari hasil penelitian, bahan kimia pengawet menaikkan kekuatan tarik. Semakin lama waktu perendaman, kekuatan tarik turun. Kekuatan tarik bambu belum mengalami penurunan pada perlakuan cuaca selama 3 hari. Kata Kunci Boraks, Asam Borat, an, Perlakuan Cuaca, Kekuatan Tarik. I. PENDAHULUAN ambu dapat dianggap sebagai komposit, serat bambu Bsebagai penguat, dan lignin sebagai matrik [1]. memiliki kekakuan yang tinggi dengan densitas yang rendah. Hal tersebut memungkinkan bambu untuk digunakan sebagai material yang kuat tapi ringan [2]. Penelitian sebelumnya menunjukkan, penggunaan bambu sebagai bahan alternatif memiliki masalah yang sama dengan kayu. tidak awet, artinya dalam penggunaannya bambu seringkali terdegradasi oleh faktor biotik seperti jamur dan serangga, dan faktor abiotik seperti retak, cuaca, api, dan kelembaban. Hal ini menyebabkan umur pakai dari bambu menjadi pendek. Penelitian tentang pengawetan menggunakan bahan kimia telah lama dilakukan oleh para peneliti. Namun, penggunaan bahan-bahan kimia beracun dan logam berat sebagai bahan pengawet menimbulkan dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan. Berbeda dengan bahan pengawet senyawa boron, yaitu boraks dan asam borat. Bahan pengawet senyawa boron membuat bambu menjadi tahan terhadap serangan jamur dan serangga, selain itu bahan pengawet senyawa boron tidak memiliki dampak yang buruk bagi manusia dan lingkungan jika dosis penggunaannya sesuai. Sifatnya yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak bereaktif terhadap logam, tidak mudah menguap dan harga yang relatif lebih murah daripada bahan pengawet berbasis logam berat, adalah beberapa kelebihan bahan pengawet senyawa boron. Namun, bambu yang telah diawetkan dengan bahan pengawet boraks atau asam borat tidak boleh ditempatkan di tanah atau dilingkungan yang lembab, hal ini disebabkan bahan pengawet senyawa boron mudah tercuci sehingga pada akhirnya akan keluar dari dinding sel bambu. II. EKSPERIMEN Boraks dan asam borat yang digunakan sebagai pengawet, dan akuades sebagai pelarut diperoleh dari PT Sumber Utama Kimia Murni. Tabel 1 adalah properti dari boraks, Tabel 2 adalah properti dari asam borat. Tabel 1. Properti boraks (Na 2B 4O 7.10H 2O) Molecular Formula Na 2B 4O 7. 10 H 20 Physical State Odor Melting Point White or colorless crystalline powder Odorless 741 C (1365.8 F) Specific Gravity 1.71 (Water = 1) % Boron 11.34% Molecular Weight 381.37 Solubility in Water (% w/w at 20 C) 4.71%
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: 1-6 2 Molecular Formula H 3BO 3 Physical State Odor Melting Point Tabel 2. Properti asam borat (H 3BO 3) White or colorless solid crystalline powder Odorless 169 C (336.2 F) Specific Gravity 1.435 (Water = 1) % Boron 17.48% Molecular Weight 61.83 Solubility in Water (% w/w at 20 C) 4.72% Spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah bambu yang berumur 3 5 tahun. Pada penelitian ini, absorbsi dan retensi didapatkan dengan perhitungan sesuai standar ASTM D 1413 99 [3]. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengujian tarik. Dimensi sampel uji tarik sesuai standar ASTM D 143-94 [4]. Gambar 1 adalah dimensi sampel uji tarik. Gambar. 1. Dimensi sampel uji tarik Larutan pengawet yang digunakan adalah 0,05 M boraks dalam 1 liter akuades dan 0,05 M asam borat dalam 1 liter akuades. Berat (gram) dari serbuk boraks dan asam borat, diperoleh dari perhitungan sebagai berikut. Boraks, Asam Borat, III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Absorbsi Absorbsi adalah banyaknya cairan pengawet yang dikandung oleh kayu setelah diawetkan [5]. Untuk mendapatkan nilai absorbsi (G), berat sampel setelah pengawetan (T 2 ) dikurangi berat sampel sebelum diawetkan (T 1 ). G = T 2 - T 1 (dalam gram) Tabel 3 adalah adalah absorbsi bahan kimia pengawet pada bambu yang tidak mengalami perlakuan cuaca, sampel B0TP dan B0TPW tidak dicantumkan pada keterangan tabel absorbsi, karena sampel B0TP dan B0TPW tidak diawetkan. Pada tabel 3, absorbsi paling besar terdapat pada sampel B72B/40%AB. Bahan pengawet yang digunakan pada sampel B72B/40%AB adalah campuran larutan boraks dan 40% asam borat. Pada sampel B72B/40%AB, perendaman dilakukan selama 72 jam. Unsur boron tidak berfiksasi [6], selama memungkinkan boron akan terdifusi terus menerus ke arah dalam kayu. Hal ini menjadi dasar, semakin lama waktu perendaman maka absorbsi bahan pengawet akan semakin besar. Tabel 3. Absorbsi bahan kimia pengawet pada bambu dengan Bahan Kimia pengawet Kode T1 (g) T2 (g) G (g) 0 B0TP - - - Boraks 24 B24B 23,34 25,21 1,87 Boraks 72 B72B 26,33 29,78 2,28 Boraks 72 BK72B 25,52 28,22 1,26 72 B72AB 25,43 28,22 2,79 72 B72B/20%AB 27,13 29,54 2,41 72 B72B/40%AB 28,19 31,25 3,06 72 B72B/60%AB 28,56 30,16 1,6 Tabel 4 adalah absorbsi bahan kimia pengawet pada bambu setelah perlakuan cuaca. Pada Tabel 4, absorbsi yang paling besar terdapat pada sampel B72BW. Bahan pengawet yang digunakan pada sampel B72BW adalah larutan boraks. Pada sampel B72BW, perendaman dilakukan selama 72 jam. Pada perlakuan cuaca, selain faktor bahan pengawet yang terabsorbsi, besarnya nilai absorbsi dipengaruhi faktor kelembaban pada saat perlakuan cuaca. Kelembaban menyebabkan sampel perlakuan cuaca lebih berat daripada berat awal sampel sebelum di perlakuan cuaca, hal ini
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: 1-6 3 disebabkan penambahan kandungan air pada sampel saat perlakuan cuaca. Tabel 4. Absorbsi bahan kimia pengawet padabambu setelah perlakuan cuaca Bahan Kimia Kode T1 (g) T2 (g) G (g) pengawet 0 B0TPW - - - Boraks 72 B72BW 28,24 31,14 2,9 72 B72ABW 26,77 28,96 2,19 72 B72B/60%ABW 27,31 29,07 1,76 B. Retensi Retensi bahan pengawet adalah berat zat pengawet murni yang dapat dikandung oleh bambu yang diawetkan. Retensi bahan pengawet dinyatakan dalam satuan gram/cm 3 atau kg/m 3 [5]. Menurut standar ASTM D 1413 99, retensi sama dengan GC/V x 10 Dimana, G = (T 2 -T 1 ) selisih berat sampel setelah diawetkan dan sebelum diawetkan, atau pengawet murni yang di absorbsi oleh sampel C = konsentrasi pengawet dalam %. C pengawet boraks adalah, dengan Boraks Boraks Boraks 24 B24B 1,87 1,1 30 0,7 72 B72B 2,28 1,1 25 1 72 BK72B 1,26 1,1 40 0,35 72 B72AB 2,79 0,21 25 0,23 72 B72B/20%AB 2,41 1,31 20 1,58 72 B72B/40%AB 3,06 1,31 40 1 72 B72B/60%AB 1,6 1,31 35 0,6 Tabel 6 adalah retensi bahan kimia pengawet pada bambu setelah perlakuan cuaca. Pada Tabel 6, retensi bahan kimia pengawet pada bambu yang paling besar terdapat pada sampel B72BW yang diawetkan dengan boraks selama 72 jam. Jika dilihat dari besarnya retensi pada sampel B72B, B72B/40%AB dan B72BW, nilai retensi masih kecil, hal ini dikarenakan dimensi sampel pada penelitian ini tidak sebesar dan seberat sampel pengawetan kayu pada umumnya. Dimensi sampel, absorbsi (G), berbanding lurus dengan retensi yang didapatkan. Makin besar nilai absorbsi (G), nilai retensi akan semakin besar. Tabel 6. Retensi bahan kimia pengawet pada bambu setelah perlakuan cuaca Kode G (g) C (%) V (cm 3 ) Retensi (gram/c m 3 ) pengawet 0 B0TPW - - - - Boraks 72 B72BW 2,9 1,1 30 1,06 72 B72ABW 72 B72B/60%ABW 2,19 0,21 20 0,23 1,76 1,31 35 0,66 V = volume sampel (cm 3 ) Tabel 5 adalah retensi bahan kimia pengawet pada bambu,. Pada Tabel 5, retensi bahan pengawet pada bambu yang paling besar terdapat pada sampel B72B yang diawetkan dengan boraks, dan sampel B72B/40%AB yang diawetkan dengan boraks + 40% asam borat. Hal ini dipengaruhi absorbsi (G) dan konsentrasi (C) dari sampel B72B dan B72B/40%AB paling besar dibandingkan sampel yang lain. Tabel 5. Retensi bahan kimia pengawet pada bambu pengawet Kode G (g) C (%) V (cm 3 ) Retensi (gram/cm 3 ) 0 B0TP - - - - C. Pengaruh terhadap Kekuatan Tarik Betung Pengujian tarik menggunakan alat Gotech UTM seri GT- 7001-LC50 di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. Bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik pada bambu serta mengetahui pengaruh bahan kimia, waktu perendaman dan perlakuan cuaca terhadap kekuatan tarik bambu. Tabel 7 adalah pengaruh bahan kimia pengawet dan waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu. Karena bahan pengawet yang digunakan berbeda, dan adanya sampel bambu dengan, maka pengelompokan data digunakan untuk memudahkan analisa
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: 1-6 4 Tabel 7. Pengaruh bahan kimia pengawet dan waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu dengan pengawet 0 B0TP Boraks 24 B24B Boraks 72 B72B Kode Boraks 72 BK72B 72 B72AB 72 72 72 B72B/20%AB B72B/40%AB B72B/60%AB UTS (MPa) 88,52 170,59 90,62 132,18 122,1 83,75 94,17 149,37 Tabel 8 adalah pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu, dan Gambar 1 adalah grafik pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu. Pada Tabel 8 dan Gambar 1, kekuatan tarik sampel B72B lebih tinggi daripada sampel B0TP. B72AB memiliki kekuatan tarik lebih tinggi dari sampel BOTP dan B72B. Kenaikan kekuatan tarik terjadi pada penambahan (%) asam borat, hal ini ditunjukkan oleh sampel B72B/20%AB, B72B/40%AB dan B72B/60%AB. Kekuatan tarik tertinggi adalah sampel B72B/60%AB sebesar 149,37 MPa. Tabel 8. Pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu UTS Kode (MPa) pengawet 0 B0TP Boraks 72 B72B 72 B72AB 72 B72B/20%AB 72 B72B/40%AB 72 B72B/60%AB 88,52 90,62 122,1 83,75 94,17 149,37 Gambar 2 adalah kurva tegangan regangan tarik yang dipengaruhi bahan kimia pengawet pada proses pengawetan kimia bambu. Jika dilihat dari gambar 2, tegangan yang tertinggi dimiliki oleh sampel B72B/60%AB. Rata-rata regangan yang terjadi antara 3-4%, tetapi regangan tertinggi dimiliki oleh sampel B72AB. Gambar 2. Kurva tegangan regangan tarik yang dipengaruhi bahan kimia pengawet pada proses pengawetan kimia bambu Tabel 9 adalah pengaruh bambu terhadap kekuatan tarik bambu pada proses pengawetan kimia, Gambar 3 adalah grafik pengaruh bambu terhadap kekuatan tarik bambu pada proses pengawetan kimia. Pada Tabel 9 dan Gambar 3, kekuatan tarik sampel BK72B lebih tinggi dari sampel B0TP dan B72B. Hal ini dikarenakan pengaruh dari bambu. Kekuatan mekanik dari bambu dipengaruhi oleh bambu yang mengandung silika, Kandungan silika pada bambu mempengaruhi kekuatan tarik pada saat bambu diuji tarik searah dengan seratnya (aksial) [1]. Tabel 9. Pengaruh bambu terhadap kekuatan tarik bambu pada proses pengawetan kimia. Kode pengawet 0 B0TP Boraks 72 B72B dengan Boraks 72 BK72B UTS (MPa) 88,52 90,62 132,18 Gambar 3. Grafik pengaruh bambu terhadap kekuatan tarik bambu pada proses pengawetan kimia. Gambar 1. Grafik pengaruh bahan kimia pengawet terhadap kekuatan tarik bambu Gambar 4 adalah kurva tegangan regangan tarik bambu yang dipengaruhi bambu pada proses pengawetan kimia. Pada gambar 4, sampel BK72B memilki tegangan dan regangan yang lebih tinggi daripada sampel BOTP dan B72B. Regangan dari sampel BK72B antara 4-5%, regangan sampel BOTP dan B72B antara 3-4%.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: 1-6 5 Gambar 4. Kurva tegangan regangan tarik bambu yang dipengaruhi bambu pada proses pengawetan kimia. D. Pengaruh terhadap Kekuatan Tarik Betung Pada 24 jam pertama perendaman, peresapan bahan pengawet berlangsung paling intensif, bahkan bisa mencapai 50% dari peresapan total. Sesudah itu kecepatan absorbsi akan terus menurun sampai akhir periode perendaman [5]. Karena yang dianalisa adalah pengaruh waktu perendaman, maka data yang digunakan adalah variasi waktu perendaman pada proses pengawetan kimia. Tabel 10 adalah pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu, dan Gambar 5 adalah grafik pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu. Pada Tabel 10 dan Gambar 5, waktu perendaman yang paling singkat yaitu 24 jam pada sampel B24B, kekuatan tariknya paling tinggi daripada sampel BOTP dan B72B. Dari data tersebut, semakin lama waktu perendaman, kekuatan tarik turun. Kekuatan tarik bambu akan menurun dengan meningkatnya kadar air [7]. Tabel 10. Pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu Kode UTS (MPa) 0 B0TP 88,52 pengawet Boraks 24 B24B 170,59 Boraks 72 B72B 90,62 Gambar 5. Grafik pengaruh waktu perendaman terhadap kekuatan tarik bambu. kayu itu semakin rendah kekuatannya bila dibandingkan dengan kekuatan kayu sebelum direndam. Hal ini disebabkan karena sel-sel penyusun kayu akan semakin renggang dan akhirnya terurai bila kayu direndam dalam jangka waktu yang semakin lama. Kondisi hubungan antar sel kayu yang demikian akan menurunkan kekuatan kayu [5]. Hal ini juga berlaku untuk bambu, karena komponen utama penyusun kayu dan bambu hampir sama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Bedanya, serat pada kayu tidak beraturan. Sedangkan serat pada bambu searah (continous) yang dibungkus oleh matrik lignin. Gambar 6 adalah kurva tegangan regangan tarik bambu yang dipengaruhi waktu perendaman pada proses pengawetan kimia. Pada Gambar 6, tegangan dan regangan paling tinggi dimiliki oleh sampel B24B. Regangan dari sampel B24B diantara 4-5%, regangan dari sampel B0TP dan B72B diantara 3-4%. Gambar 6. Kurva tegangan regangan tarik bambu yang dipengaruhi waktu perendaman pada proses pengawetan kimia. E. Pengaruh Perlakuan Cuaca terhadap Sifat Fisik dan Kekuatan Tarik Betung mengalami kerusakan karena cuaca, disebabkan oleh perbedaan kondisi atmospheric pada saat bambu di perlakuan cuaca, seperti naik turunnya temperatur dan kelembaban (relative humidity). Kondisi bambu yang kering dan basah secara berulang, menyebabkan kerusakan pada permukaan bambu. Hal ini juga menjelaskan hubungan antara kadar air dalam kayu dan bambu. Semakin banyak kadar air, kekuatan tarik akan turun Radiasi dari sinar matahari menyebabkan penurunan kadar selulosa. Pada penelitian ini, sampel bambu di perlakuan cuaca selama 3 hari. Jika dilihat dari Tabel 11 dan Gambar 7, kekuatan tarik bambu dengan perlakuan cuaca lebih tinggi daripada kekuatan tarik bambu perlakuan cuaca. Hanya pada sampel yang menggunakan bahan pengawet asam borat, kekuatan tarik bambu perlakuan cuaca lebih tinggi daripada kekuatan tarik bambu dengan perlakuan cuaca. Pada perlakuan cuaca kayu atau bambu, sinar matahari dan air adalah dua faktor penting yang berhubungan dengan penurunan kualitas dari kayu atau bambu [8]. Semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk merendam kayu, akan membuat proses pengawetan semakin efektif. Artinya, kayu akan semakin terhindar dari serangan serangga perusak kayu. Sebaliknya, semakin lama jangka waktu yang diperlukan untuk merendam kayu, akan membuat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: 1-6 6 Tabel 11. Kekuatan tarik bambu perlakuan cuaca dan dengan perlakuan cuaca Bahan an Kode Perlakuan cuaca (UTS) Kode Perlakuan cuaca (UTS) [7] Janssen, J. J. A. 1980. The Mechanical Properties of Bamboo Used In Construction. Bamboo Research In Asia. Proceeding of Workshop Held In Singapore, 28 30 May 1980, Page 173 185 [8] Musrizal Muin, Astuti Arif, Syahidah, 2010. Deteriorasi dan Perbaikan Sifat Kayu. Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanudin. 0 B0TP 88,52 B0TPW 148,16 Boraks 72 B72B 90,62 B72BW 172,21 Asam Borat 72 B72AB 122,10 B72ABW 118,80 asam borat 72 B72B/60%AB 149,37 B72B/60%AB 166,61 Gambar 7. Grafik kekuatan tarik bambu perlakuan cuaca dan dengan perlakuan cuaca. IV. KESIMPULAN Kesimpulan dari studi ini adalah bahan kimia pengawet meningkatkan kekuatan tarik bambu. Peningkatan kekuatan tarik optimum diperoleh pada pengawet boraks dan 60% asam borat. perendaman meningkatkan kekuatan tarik bambu. Peningkatan kekuatan tarik optimum diperoleh pada waktu perendaman 24 jam. Kekuatan tarik bambu belum mengalami penurunan optimum selama 3 hari perlakuan cuaca. DAFTAR PUSTAKA [1] Shigeyasu Amada, Yoshinobu Ichikawa, Tamotsu Munekata, Yukito. 1996. Fiber Texture and Mechanical Graded Structure of Bamboo. Journal of Composites Part B 28 13-20. [2] Khosrow Ghavami.2005. Bamboo as Reinforcement in Structural Concrete Elements. Cement & Concrete Composites 27 637 649. [3] ASTM D 1413-99. 2004. Standard Test Method for Wood Preservatives by Laboratory Soil-Block Cultures. [4] ASTM D 143-99. 2000. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber [5] Suranto Y. 2002. an Kayu. Bahan dan Metode. [6] Nicholas, D.D. 1984. Deteriorasi Kayu dan Pencegahannya dengan perlakuan-perlakuan an. Penerjemah Haryanto Yoedibroto. Airlangga University Press, Yogyakarta.