Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS UNTUK MELINDUNGI KEPENTINGAN UMUM ANCAMAN PIDANA MAKSIMUM RATA- RATA BERAT ASAS YANG DIPAKAI ADALAH ASAS UNIVERSAL

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. Pangemanan, SH, MH; M.G. Nainggolan, SH, MH, DEA. 2. Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana

BAB II LANDASAN TEORI

TAWURAN DARI SUDUT PASAL 170 DAN PASAL 358 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Hendy Pinatik 2

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

SANKSI PIDANA TERHADAP PEMALSUAN KETERANGAN DAN SURAT ATAU DOKUMEN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh. Devianti Tjoanto 2

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB V PENUTUP tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Informasi

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/14/PBI/2004 TENTANG PENGELUARAN, PENGEDARAN, PENCABUTAN DAN PENARIKAN, SERTA PEMUSNAHAN UANG RUPIAH

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB II BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN KETENTUAN SANKSI PIDANANYA

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN (PENERAPAN PASAL 303, 303 BIS KUHP) 1 Oleh: Geraldy Waney 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA PENGGELAPAN. Tindak pidana penggelapan (verduistering) diatur dalam Bab XXIV Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB II KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

Ahmad Afandi /D Kata Kunci : Penyertaan Dalam Tindak Pidana Perusakan Hutan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Terhadap antinomi peraturan perundang-undangan berdasarkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

LINGKUP DAN PERAN DELIK TERHADAP KEAMANAN NEGARA DALAM PASAL 107A 107F KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh: Aldo Pinontoan 2

BAB IV PENUTUP. transaksi menggunakan Rupiah logam sebagai berikut : Rp 1000,00 (seribu Rupiah) dan/atau Rp 1500,00 (seribu lima ratus Rupiah), dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG KERTAS DI KOTA JAMBI. Oleh : Osriansyah Chairijah Iman Hidayat ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

Transkripsi:

KAJIAN PASAL 245 KUHP TENTANG MENGEDARKAN UANG PALSU KEPADA MASYARAKAT 1 Oleh: Recky V. Ilat 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana implikasi hukum terhadap peredaran uang palsu dalam masyarakat dan bagaimana ketentuan pidana mengedarkan mata uang palsu dan KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Berlakunya beberapa peraturan perundangan tentang mata uang dan/atau uang kertas menurut KUHP, yang kemudian dipertegas dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 20 11 tentang Mata Uang, sebagai Mata Uang Rupiah, dan berbagai peraturan perundangan lainnya menunjukkan suatu fenomena dan dinamika bahwa peredaran mata uang semakin menjurus ke peredaran secara lintas negara baik bersifat bilateral maupun multilateral. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, kedudukan mata uang Rupiah belum seperti berbagai mata uang asing yang justru beredar secara luas di sejumlah negara. 2. Tindak pidana pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 berpengaruh terhadap sejumlah ketentuan peraturan perundangundangan; Tindak pidana pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 mengatur sanksi tindakan terkait dengan kejahatan korporasi, sedangkan sanksi tindakan menurut Bab X Buku Kedua KUHP terkait pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas, hanya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 35 KUHP. Kata kunci: Mengedarkan, uang palsu, masyarakat. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, mengatur dan mengancam pidana terhadap pelaku kejahatan pemalsuan Mata Uang Rupiah sebagaimana diatur dalam Pasal 36. KUHP maupun Undang-Undang No. 7 Tahun 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Michael G. Nainggolan, SH, MH, DEA; Meiske T. Sondakh, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 100711235 2011 sama-sama mengatur dan mengancam pidana terhadap kejahatan pemalsuan mata uang, dan sejumlah prinsip Hukum Pidana dalam KUHP tetap berlaku baik terhadap tindak pidana menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 maupun berdasarkan ketentuan KUHP yaitu pada Pasal 244 KUHP dan Pasal 245 KUHP. Andi Hamzah 3 menjelaskan bahwa asas-asas hukum pidana dalam Buku I KUHP antara lain asas legalitas, hukum transitoir, ruang lingkup berlakunya hukum pidana, sistem pemidanaan, percobaan (poging atau attempt), penyertaan (deelneming), dan lainnya tetap berlaku bagi ketentuan pidana di luar KUHP. Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP merupakan titik sentral pengaturan dan pembahasan tentang pemalsuan dan peredaran uang sebagai tindak pidana yang berkaitan dengan otoritas Negara dan Bank Indonesia di bidang mata uang atau uang kertas (konsep KUHP) maupun Mata Uang Rupiah (konsep Undang- Undang No. 7 Tahun 2011). Gabungan antara ketentuan Pasal 244 KUHP dengan Pasal 245 KUHP kemudian dijadikan Pasal 36 Undang-Undang No. 7 Tahun 2011. Perbedaan berikutnya ialah pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas menurut Pasal 244 KUHP dan Pasal 245 KUHP, hanya ditujukan pada mata uang dan/atau uang kertas Negara atau Bank, sedangkan menurut Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 secara tegas disebutkan dengan Mata Uang Rupiah. Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 tidak lagi menyebutkan mata uang negara atau uang kertas bank, melainkan hanya menyebutkan sebagai Mata Uang Rupiah. Pasal 36 ayatayatnya dari Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 secara tegas menyebutkan memalsu Rupiah (ayat 1), Rupiah Palsu (ayat 2), Rupiah Palsu (ayat 3), Rupiah Palsu (ayat 4) dan Rupiah Palsu (ayat 5). 4 Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, juga dirumuskan bahwa Rupiah Palsu adalah suatu benda yang bahan, ukuran, warna, gambar dan/atau desainnya menyerupai Rupiah yang dibuat, dibentuk, dicetak, digandakan, atau diedarkan, tidak 3 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 2 4 Lihat Penjelasan Pasal 244 dan 245 KUHP dan bandingkan dengan Pasal 36, UU No. 7 Tahun 2011 77

digunakan sebagai alat pembayaran dengan merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. (Pasal 1 Angka 8). Perihal tindak pidana Meniru atau Memalsu mata uang menurut Pasal 244 KUHP, dijelaskan oleh Adami Chazawi dan Ardi Ferdian dikemukakan bahwa perbuatan meniru (namaken) adalah membuat sesuatu yang menyerupai atau seperti yang asli dari sesuatu tersebut. 5 KUHP pada Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP, menekankan objek ditiru dan/atau dipalsukan dan diedarkan kepada masyarakat ialah mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, sedangkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 menekankan bahwa yang ditiru dan/atau dipalsukan itu ialah Mata Uang Rupiah. Perbedaan kedua pengaturan tersebut merupakan bagian dan contoh dari keberadaan KUHP yang sudah lama diberlakukan sebagai produk hukum warisan kolonial, sementara Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 adalah produk hukum nasional yang relatif baru. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana implikasi hukum terhadap peredaran uang palsu dalam masyarakat? 2. Bagaimana ketentuan pidana mengedarkan mata uang palsu dan KUHP? C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. 6 Pada penulisan hukum normatif bahan pustaka merupakan dasar pijakan sebagai pedoman yaitu: a. Bahan Hukum Primer, KUHP, Undang- Undang No. 6 Tahun 2009 tentang Penerapan PP Pengganti UU No. 2 Tahun 2008, tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999, tentang Bank Indonesia, UU No. 7 Tahun 2011, tentang Mata Uang. b. Badan Hukum Sekunder, berupa bahanbahan literatur yang ada hubungannya dengan judul skripsi. c. Bahan hukum tersier perpaduan antara 5 Adami Cahzawi dan Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan, Menyerang Kepentingan Umum Terhadap Kepercayaan Masyarakat Mengenai Kebenaran Isi Tulisan dan Berita, RajaGrafindo, Jakarta, 2002, hal. 42. 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 24 badan hukum primer, dan sekunder, dan dapat ditarik kesimpulan dan analisis yang telah diolah berdasarkan metode normatif yuridis. PEMBAHASAN A. Dampak Hukum Peredaran Uang Palsu Dalam Masyarakat Substansi Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 sebagai peraturan perundangan yang bersifat khusus dihadapan KUHP, merupakan masalah menarik dan penting yang terkait pula masalahnya sejauhmana kemampuan Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 mampu meredam dan memberantas tindak pidana pemalsuan dan peredaran mata uang rupiah. Masalah yang mengemuka ialah pada tataran implementasinya oleh karena ancaman hukuman dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 lebih diperberat pada hukuman dendanya yang berkisar ratusan miliar rupiah. Dari aspek Hukum Pidana, pengaturan tentang tindak pidana pemalsuan Mata Uang Rupiah diatur dalam KUHP, dan di luar KUHP. Kedua dasar hukum utama ini mengatur tindak pidana pemalsuan Mata Uang Rupiah dan ditentukan sebagai suatu kejahatan. Keduanya pun mempunyai karakteristik tersendiri satu sama lainnya. Pemalsuan Mata Uang Rupiah menurut ketentuan KUHP diatur pada Buku Kedua, Bab X tentang Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas. Ketentuan Pokoknya diatur dalam Pasal 244 KUHP dan Pasal 245 KUHP. Menurut Pasal 244 KUHP, disebutkan bahwa: Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 7 Tindak pidana meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas menurut Pasal 244 KUHP, apabila tindak pidana tersebut dilakukan untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas yang ditiru atau dipalsukan, seolah-olah sebagai mata uang atau uang kertas asli sebagaimana yang resminya dikeluarkan oleh Bank 7 R. Soesilo, Loc Cit, hal. 159 78

Indonesia. Tindak pidana ini merupakan untuk Kesengajaan (Opzet), yang tampak pada frasa dengan maksud. Menurut Wirjono Prodjodikoro, Kesengajaan (Opzet) terdiri dari tiga macam: Ke-1, Kesengajaan yang bersifat suatu tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als oogmerk), ke-2, kesengajaan yang bukan mengandung suatu tujuan, melainkan disertai keinsyafan bahwa suatu akibat pasti akan terjadi (opzet bij zekerheidsbewustzijn atau kesengajaan secara keinsyafan kepastian), dan ke-3, kesengajaan seperti sub 2 tetapi disertai keinsyafan hanya ada kemungkinan (bukan kepastian) bahwa suatu akibat akan terjadi (opzet bij mogelijkheids-bewustzijn) atau kesengajaan secara keinsyafan-kemungkinan. 8 Tindak Pidana Pasal 244 KUHP dilakukan dengan sengaja, yakni Barangsiapa yang meniru atau memalsukan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank Indonesia. Perbuatan meniru atau memalsu ini dilakukan dengan sengaja untuk meniru mata uang atau uang kertas seakan-akan adalah uang yang asli. Pasal 245 KUHP, adalah pengaturan lain tentang tindak pidana pemalsuan mata uang atau uang kertas, yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu oleh sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima betas tahun. 9 Pasal 245 KUHP tersebut juga merupakan tindak pidana yang dilakukan dengan unsur kesengajaan, yakni dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas seakan-akan sebagai mata uang atau uang kertas asli seperti yang dibuat dan diterbitkan oleh Negara atau oleh Bank Indonesia, atau menyuruh orang lain untuk mengedarkannya. Ketentuan Hukum Pidana mengatur tindak pidana dengan orang yang menyuruh orang lain melakukan tindak pidana (doen plegen), berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 56 KUHP. Sebagai pembantu melakukan kejahatan akan dihukum: Ke-1 : Mereka yang dengan sengaja membantu pada waktu kejahatan itu dilakukan. Ke-2 : Mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan. 10 Wirjono Prodjodikoro menjelaskan bahwa Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP diadakan lima golongan peserta tindak pidana, yaitu: a. Yang melakukan perbuatan (plegen, dader); b. Yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen, middelijke dader); c. Yang turut melakukan perbuatan (medeplegen, mededader); d. Yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn, medeplichtige). 11 Ketentuan tentang tindak pidana pemalsuan mata uang kertas menurut Pasal 244 dan Pasal 245 KUHP, diatur secara ketentuan Hukum Pidana Umum atau juga dikenal sebagai Delikdelik Umum dalam KUHP oleh karena di dalam KUHP diatur dan diancam demikian banyak tindak pidana. Tetapi pada perkembangannya telah diatur dan diancam pidana pemalsuan mata uang di luar KUHP yakni berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Hubungan antara KUHP dengan ketentuanketentuan pidana di luar KUHP dijelaskan oleh Andi Hamzah, sebagai berikut: Hal yang penting untuk diketahui ialah penyimpangan-penyimpangan dalam undang-undang yang bersangkutan dari ketentuan umum atau asas-asas hukum pidana. Selebihnya yang tidak menyimpang dengan sendirinya tetap berlaku ketentuan umum KUHP berdasarkan adagium lez specialis derogat legi generali (ketentuanketentuan khusus menyingkirkan ketentuan 8 Wirjono Prodjodikoro, Loc Cit, hal. 66 9 R. Sugandhi, Loc Cit, hal. 52 10 Wirjono Prodjodikoro, Op Cit, hal. 118 11 Andi Hamzah, Loc Cit, hal. 19 79

umum). 12 Hubungan antara tindak pidana pemalsuan mata uang yang diatur dalam KUHP (Pasal 244 dan 245 KUHP) dengan tindak pidana pemalsuan dan peredaran mata uang Rupiah menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 ialah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 103 KUHP, yang menyatakan Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai bab VIII Buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. 13 B. Ketentuan Pidana Mengedarkan Mata Uang Palsu Dalam KUHP Unsur kesalahan dalam kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan uang kertas Negara maupun uang kertas bank sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 244 KUHP adalah kesengajaan dengan maksud berupa kesalahan dalam arti yang sempit. Pelaku dalam melakukan perbuatan meniru dan memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank didorong oleh suatu tujuan yang bermaksud mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan uang kertas palsu atau uang kertas tidak asli tersebut sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak palsu demi memperoleh suatu keuntungan. 14 Berdasarkan kepada Pasal 245 KUHP yang menyatakan: Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas yang tulen atau tidak palsu, padahal ditiru atau dipalsu oleh sendirinya, atau waktu diterimanya diketahui bahwa tidak tulen atau palsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia, mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud mengedarkan sebagai uang tulen dan tidak palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 15 12 Bambang Poernomo, Loc Cit, hal. 10 13 Ibid, hal. 37 14 Moch. Anwar, Op Cit, hal. 163-166 15 Lihat Penjelasan Pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Rumusan pada Pasal 245 KUHP tersebut, ada 4 bentuk penjelasan kejahatan pengedaran uang palsu, yaitu: 1. Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu yang seolah-olah sebagai mata uang kertas asli dan tidak dipalsu, yang mana mata uang palsu tersebut ditiru atau dibuat sendiri oleh yang bersangkutan. 2. Melarang orang yang menerima dan mengetahuinya mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank tersebut palsu, lalu dengan sengaja mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu. 3. Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan mata uang atau uang kertas palsu lalu memasukkan ke Indonesia, yang mana mata uang atau uang kertas palsu tersebut ditiru atau dibuat oleh sendirinya lalu bertujuan untuk mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan mata uang atau uang kertas palsu tersebut seolah-olah mata uang atau uang kertas asli. 4. Melarang orang yang mendapat mata uang atau uang kertas palsu lalu dengan sengaja menyimpan lalu memasukkannya ke Indonesia, dengan maksud mengedarkan atau menyuruh orang lain untuk mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli. 16 Objek kejahatan dalam Pasal 245 KUHP adalah sama dengan objek kejahatan dalam Pasal 244 KUHP, yakni: 1. Mata Uang; 2. Uang Kertas; dan 3. Uang Kertas Bank. 17 Pada Pasal 244 KUHP unsur perbuatan yang dilarang adalah meniru dan memalsu, sedangkan pada Pasal 245 KUHP unsur perbuatan yang dilarang adalah mengedarkan, menyimpan, dan memasukkan ke Indonesia. Menurut ketentuan pada Pasal 244 dan 245 KUHP tersebut, kejahatan pada Pasal 245 KUHP 16 Sunarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, hal. 54 17 Ibid, hal. 55 80

terjadi setelah terjadinya kejahatan pada Pasal 244 KUHP. Pelaku biasanya terlebih dahulu meniru dan memalsu mata uang atau uang kertas sebelum diedarkan atau menyimpan uang palsu tersebut. Perbuatan meniru menghasilkan mata uang dan uang kertas tidak asli, sedangkan perbuatan memalsu menghasilkan mata uang dan uang kertas dipalsu. Kedua uang yang mengandung sifat demikian dapat disebut uang palsu. Setelah adanya mata uang atau uang kertas palsu barulah dapat dilakukan perbuatan mengedarkan, menyimpan dan memasukkan ke Indonesia. Biasanya tindak pidana pengedaran uang palsu dilakukan oleh lebih dari satu orang pelaku atau bersama-sama. Penelitian ini terdapat pula teori dan pengertian dari Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, yang menyatakan: 1) Dipidana sebagai pembuat delik: Ke-1 : mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan Ke-2 : mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 2) Terhadap penganjur hanya perbuatan yang disengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibatakibatnya. 18 Selain diatur dalam KUHP mengenai kejahatan terhadap uang palsu, terdapat pula pengaturannya dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan, dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah. Pengaturan dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut mengenai uang palsu atau uang yang diragukan keasliannya diatur dalam beberapa pasal didalamnya, antara lain Pasal 12, yang menyatakan masyarakat dapat 18 Lihat Penjelasan Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana meminta klasifikasi kepada Bank Indonesia terhadap uang yang diragukan keasliannya. 19 Pada Pasal 13 ayat (1), berisi bahwa bank Indonesia memberikan penggantian terhadap uang yang telah dinyatakan asli, selanjutnya pada Ayat (2) diatur besarnya penggantian terhadap uang yang telah dinyatakan asli sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1) yang mengacu pada Pasal 9 Ayat (4), yang menyatakan Bank Indonesia dan atau pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia memberikan penggantian atas uang lusuh atau uang cacat sebesar nilai nominalnya, dan pada Pasal 9 Ayat (7) yang isinya menyatakan besarnya penggantian atas uang rusak terhadap uang kertas atau uang logam apabila fisik uang lebih besar dari setengah ukuran aslinya dan ciri uang dapat dikenali keasliannya diberikan penggantian sebesar nilai fisik normal dan fisik uang yang sama dengan atau kurang dari setengah ukuran aslinya tidak diberikan pengganti. Besarnya pengganti terhadap uang kertas yang terbuat dari bahan plastik (poliner) apabila, fisik uang mengerut dan masih utuh serta ciri uang dapat dikenali keasliannya diberikan pengganti sebesar nilai nominal dan apabila fisik uang mengerut dan tidak utuh serta ciri uang dapat dikenali keasliannya besarnya penggantian sama dengan nilai nominalnya. Pada Pasal 13 Ayat (3), menyatakan bahwa uang yang dinyatakan palsu tidak diberikan penggantian oleh Bank Indonesia, selanjutnya pada Pasal 13 Ayat (4), berisi uang yang dinyatakan palsu pada Ayat (3) akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Selanjutnya terdapat kewajiban dari pihak bank umum untuk menyampaikan laporan mengenai penemuan uang palsu kepada Bank Indonesia yang diatur pada Pasal 14 dan Pasal 15 Ayat (1), yang menyatakan Bank Indonesia memberikan informasi dan pengetahuan mengenai tanda keaslian uang kepada masyarakat dan pada Pasal 15 Ayat (2) mengenai memberikan informasi dan pengetahuan sebagaimana yang diatur pada Pasal 15 Ayat (1), bahwa Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan pihak lain. 19 Lihat Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/14/PBI/2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan Serta Pemusnahan 81

Pada Pasal 16 yang berisi Bank Indonesia melakukan kerjasama dengan instansi yang berwenang dalam rangka penanggulangan pengedaran uang palsu, sanksi terhadap pelanggaran yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 dikenakan berupa sanksi administratif. Akan halnya dengan mata uang asing palsu maka mata uang rupiah juga secara yuridis tidak dapat dianggap sah, sehingga dengan sendirinya tidak dapat dipergunakan sebagai alat tukar menukar maupun sebagai alat pembayaran yang sah dalam perekonomian di Indonesia. Ketidaksahannya tersebut, maka Undangundang yang berlaku dengan tegas melarang beredar, apabila pelakunya terbukti dalam persidangan maka akan mendapat sanksi pidana yang cukup berat mengingat bahwa perbuatan mereka tersebut akan mengganggu ketentraman umum, khususnya penipuan kepada masyarakat dan menurunkan nilai mata uang Indonesia dalam pasar perekonomian. Di dalam kitab Undang-undang hukum pidana sebagai landasan hukum setiap tindak pidana di Indonesia, melarang diedarkan dan dipergunakannya benda-benda yang palsu antara lain mata uang palsu, sehingga peredarannya dan penggunaannya dianggap tidak sah dan merupakan suatu tindak pidana penipuan kepada masyarakat. 20 Dengan demikian adalah hal yang positif, jika setiap orang yang mendapatkan dan memiliki mata uang palsu untuk segera melaporkan dan menyerahkannya ke pihak yang berwenang serta diselesaikan menurut prosedur hukum yang berlaku. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berlakunya beberapa peraturan perundangan tentang mata uang dan/atau uang kertas menurut KUHP, yang kemudian dipertegas dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 20 11 tentang Mata Uang, sebagai Mata Uang Rupiah, dan berbagai peraturan perundangan lainnya menunjukkan suatu fenomena dan dinamika bahwa peredaran mata uang semakin menjurus ke peredaran secara lintas negara baik bersifat bilateral maupun multilateral. Dalam situasi dan 20 R. Sugandhi, Loc Cit, hal. 42 kondisi seperti ini, kedudukan mata uang Rupiah belum seperti berbagai mata uang asing yang justru beredar secara luas di sejumlah negara. 2. Tindak pidana pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas menurut Undang- Undang No. 7 Tahun 2011 berpengaruh terhadap sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan; Tindak pidana pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 mengatur sanksi tindakan terkait dengan kejahatan korporasi, sedangkan sanksi tindakan menurut Bab X Buku Kedua KUHP terkait pemalsuan mata uang dan/atau uang kertas, hanya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 35 KUHP. B. Saran 1. Diharapakn agar startegi kebijakan pemidanaan dalam kejahatan-kejahatan yang berdimensi baru harus memperhatikan hakekat permasalahan seperti kasus-kasus perdarana uang palsu dalam masyarakat, dalam konsep pemidanaan diutamakan adalah penggunaan sanksi tindakan pencegahan/atau pidana denda sebagaimana UU No. 7 Tahun 2011. 2. Kejahatan peredaran uang palsu di Indonesia sudah berlangsung lama akibat dari pada kemajuan teknologi, sehingga diharapkan perlu dimasukkan dalam draft rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru. DAFTAR PUSTAKA Anwar Moch, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung, 1986. Boediono, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta, 1990 Cahzawi Adami dan Ferdian Ardi, Tindak Pidana Pemalsuan, Menyerang Kepentingan Umum Terhadap Kepercayaan Masyarakat Mengenai Kebenaran Isi Tulisan dan Berita, RajaGrafindo, Jakarta, 2002 Farid Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 1962 Hamzah Andi, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007 82

Irawan Bambang,, Bencana Uang Palsu, Elstreba, Yogyakarta, 2000 Lamintang PAF., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1990 Mansur Dikdik M. Arief dan Gultom Elisantris, Cyber Law. Aspek Hukum, Teknologi Infoemasi, Refika Aditama, Bandung, 2005 Marpaung Leden, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, RajaGrafindo, Jakarta, 1997 Martono, Bank dan Lembaga Keuangan,Penerbit Ekonesia, Yogyakarta, 2007. Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1985 Prodjodikoro Wirjono, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989 Purnomo Bambang, Azas-Azas Umum Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 1982. Sardjonopermono Iswardono, Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta, 1999. Sianturi S.R., Tindak Pidana Dalam KUHP dan Penjelasannya, Alumni, AHMPTHM, Jakarta, 1983 Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001. Soerodibroto Sunarto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994 Soesilo R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Kometar-Komentarnya Lengkap dengan Pasal-Pasalnya, Politeia, Bogor, 1974 Sugandi R., KUHP dengan Penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,1991 Supramono Gatot, Hukum Uang di Indonesia, Gratama Publishing, Bekasi, 2014 Suyatno Thomas, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991. Indonesia. Sumber-Sumber Lainnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik 83