LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKS) : ILMU REPRODUKSI & INSEMINASI BUATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

5 KINERJA REPRODUKSI

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang

2. FISIOLOGI DAN DIAGNOSA KEBUNTINGAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javamicus/bibos banteng atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

SISTEM REPRODUKSI MANUSIA 2 : MENSTRUASI PARTUS

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

PERBANDINGAN KAWIN ALAM DAN INSEMINASI BUATAN TERHADAP PERSENTASE KEBUNTINGAN, LAMA BUNTING, LITTER SIZE DAN BOBOT LAHIR KELINCI NEW ZEALAND WHITE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Domba Lokal

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Petumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan dan Hewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

GENITALIA EKSTERNA GENITALIA INTERNA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

1. DOLORES DOLORES DISEBABKAN KARENA KONTRAKSI UTERUS SELAMA BEBERAPA WAKTU SESUDAH PARTUS DAN SESUDAH PENGELUARAN SECUNDINAE, DENGAN TUJUAN UNTUK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam. 2). Meat type = pork type (babi tipe daging) Ukuran tubuh panjang, dalam dan halus.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

MAKALAH EFISIENSI REPRODUKSI PADA TERNAK BETINA (SAPI) DISUSUN OLEH DILLA YUSPITA LAODE KIKI MURDIASYAH MAUREN WIRA NUGRAHA

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

Berdasarkan susunan selaput embrionya kembar identik dibedakan menjadi 3 yaitu :

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

Permulaan Kehidupan Manusia

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

Aulia Puspita Anugra Yekti,Spt,MP,MS

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio R Assisten: M.Ridhan Akbar FAKULTAS KEDOTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2014 1

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, serta karunia-nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Laporan Praktikum Embriologi. Laporan ini berisikan tentang hasil pengamatan praktikum embriologi hewan tentang Pengukuran Panjang Foetus. Diharapkan laporan ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang pengamatan yang telah dilakukan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Asisten laboratorium, pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini, Khususnya bagi M.Ridhan atas bimbingannya kami dapat memahami dan menyelesaikan laporan praktikum. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir, semoga Allah SWT senantiasa selalu meridhoi segala usaha kita. Aamiin. Banda Aceh, Mei 2014 Penulis 2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI... 2 Bab I... I PENDAHULUAN... 3 Bab II... II Tinjauan pustaka... 4 Bab III... III Metode praktikum... 5 Bab IV... IV HasilPembahasan... 6 GAMBAR PENGUKURAN FOETUS... 7 Bab V... V Penutup... 8 Daftar Pustaka... 9 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran panjang foetus sangat penting dilakukan karena dengan diketahui panjang tubuh foetus dapat pula ditentukan umur dari foetus itu sendiri.semakin panjang foetus yang diamati maka foetus memiliki umur yang cukup tua.semaki tua usia kebuntingan seekor hewan maka hewan tersebut akan memiliki berat tubuh yang cukup berat,apalagi didukung oleh nutrisi yang ada dalam tubuh induk yang cukup baik. a. Curved Crown Rump Pengukuran dengan cara mengukur panjang tubuh foetus dimulai dari pangkal ekor berbentuk garis curva forehead.cara ini tidak lazim dipakai. b. Straigth Crown Rump Pengukuran dengan cara mengukur panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor berbentuk garis lurus sampai forehead. Cara ini yang sering digunakan. 1.2 Manfaat dan tujuan Manfaatnya agar Mahasiswa mengetahui rasio ukuran foetus dan berat foetus berdasarkan usia kebuntingan. Serta bertujuan Untuk mengetahui cara mengukur foetus sapi. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Satu siklus reproduksi dibagi menjadi 3 fase yaitu fase pregraditivita, meliputi proses birahi, ovulasi, Kopulasi,fertilisasi. Fase graviditas, meliputi proses-proses implantasi, plasentasi, dan kebuntingan. Fase postgradivitas, meliputi proses-proses pengeluaran foetus, pengeluaran foetus sekundinae dan laktasi (Hardjopranjoto,1987). Apabila sel telur diovulasikan dari ovarium dan bertemu dengan sel spermatozoa didalam ampula tubafalopii maka pada saat itu sudah dinyatakan terjadi kebuntingan. Secara klinis kebuntingan baru dapat dihitung mulai saat sapi betina tidak lagi menunjukan gejala birahi kembali pada siklus birahi berikutnya. Lama periode kebuntingan pada sapi berlangsung selama 285 hari atau berkisar antara 273-296 hari ( Setiadi,B.2001). Selaput ekstra embrionik atau selaput foetus berkembang dan berfungsi pada kehidupan pra lahir. selaput itu tidak menjadi bagian dari tubuh embrio dan dikeluarkan dari tubuh pada waktu partus atau beberapa saat setelah partus. Selaput tersebut terdiri dari kantung kuning telur, kantung amnion, allantois, dan chorion (Poernomo dkk., 2003) Bentuk plasenta cotyledonaria, terdapat pada ruminansia. Villinya berkelompokkelompok dengan penembusan keselaput lendir rahim lebih dalam (Poernomo dkk., 2003). Hanya villi khorion yang tumbuh subur pada permukaan khorion disebut dengan kotiledon dan mukosa indometrium yang berhadapan langsung dengan kotiledon yang juga tumbuh subur disebut karunkula. Persatuan masing-masing karunkula dan kotiledon di sebut dengan placentom ( Setiadi, B. 2001). Villi-villi chorionik pada domba mulai tumbuh pada hari ke 27 ( Samik, A. 1989). 5

Fetus dalam kandungan dilindungi olehplasenta dan selaput ketuban, namun tidakterlepas dari pengaruh buruk zat yangdikonsumsi induk. Kecepatan zat menembusbarier plasenta tergantung besarnya molekul, kelarutan dalam lemak, dan derajat ionisasinya.efek teratogenik yang paling lazim ialah abortus.( Iriani Setyawati, Jurnal Veteriner September 2011) 6

BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1Alat dan Bahan» Bak alumunium» Benang woll» Penggaris» Pinset» Foetus sapi atau kambing yang telah diawetkan 3.2 CARA KERJA» Foetus yang telah disediakan dikeluarkan dari dalam stoples dan diletakkan di atas baki alumunium.» Dilakukan pengukuran dengan cara CC-R dan SC-R.» Pengukuran CC-R dilakukan dengan cara mengukur panjang seluruh tubuh foetus dimulai dari pangkal ekor berbentuk kurva sampai forehead.» Pengukuran SC-R dilakukan dengan cara mengukur panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor berbentuk Garis lurus sampai forehead. Cara ini yang paling sering digunakan.» Catatlahhasil pengukuran. 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Dari hasil pengukuran foetus sapi maka diperoleh hasil sebagai berikut :» SecaraCC-R panjang foetus diperoleh adalah 34,5 cm» SecaraSC-R panjang foetus diperoleh adalah 33,6 cm Tabel Hasil pengukuran Metode Umur Panjang Panjang (Cm) Ratio Panjang (Cm) Ratio (Hari) keseluruhan (Cm) Kepala Tubuh Kaki Depan Kaki Belakang CC-R 150 34,5 14 20,5 2 : 2,9 13,5 14,8 2,2 : 2,4 SC-R 150 33,6 11,3 22,3 1,8 : 3,8 10,2 11,6 2,5 : 2,9 Semakin bertambahnya usia kehamilan, maka semakin bertambah pula berat foetus. peningkatan yang drastis terjadi pada masa kehamilan 4-6 bulan. Pertumbuhan pada masa prenatal dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : hereditas, ukuran, induk, nutrisi, lama kebuntingan, dan jumlah anak per litter. Posisi foetus dalam kornua uteri juga dipengaruhi oleh komposisi antar sesama litter, perkembangan embrio dan endometrium sebelum implantasi, ukuran plasenta, dan suhu udara luar. Ukuran foetus secara genetik dipengaruhi oleh komponen gen itu sendiri, komponen gen induk, komposisi intra uteri dengan foetus lain. Kontribusi genetik material dalam variabilitas ukuran foetus jauh lebih besar dari pada kontribusi prenatal. Pada kenyataannya telah diperkirakan bahwa 50% -75%variabilitasnya dalam berat akhir ditentukan oleh faktor-faktor maternal. 8

4.2 PEMBAHASAN Dari hasil pengamatan didapat panjang foetus 34,5 cm dengan tekhnik CC-R dan 33,6 cm dengan tekhnik SC-R. Panjang yang diperoleh ini dapat menunjukan berat dan umur dari foetus tersebut, sebagai berikut : UMUR (BULAN) PANJANG FOETUS (cm) BERAT (g) SIFAT FETAl/PLASENTA 1 0,8-1 0,3-0,5 Pucuk kepala dan kaki jelas, plasenta belum bertaut 2 6-8 10-30 Pucuk teracak, skrotumkecil, plasenta terpaut 3 13-17 200-400 Rambut pada vivir, dagu, dan kelopak mata, skrotum pada jantan 4 27-32 1000-2000 5 30-45 3000-4000 6 40-60 5000-10000 7 55-25 8000-18000 8 75-85 15000-25000 Teracak, berkembang warna kuning, ada legok bakal tanduk Rambut pada alis, bibir, testes dalam skrotum, puting susu Rambut dibagian dalam telinga, sekeliling legok tanduk, ujung ekor, dan moncong Rambut pada meta tarsal, meta carpal phalanx dan punggung, rambut panjang pada ekor Rambut pendek, halus diseluruh tubuh 9 20-100 20000-50000 Rambut panjang sempurna di seluruh tubuh, gigi seri normal, foetus besar 9

4.3 GAMBAR PENGUKURAN FOETUS SAPI Gambar Pengukuran foetus secara CC-R Gambar pengukuran foetus secara SC-R 10

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan» Foetus yang digunakan dalam praktikum ini, jika dilihat dari panjangnya (disesuaikan dengan tabel), maka foetus sapi tersebut berumur 5 bulan dan beratnya 3-4 kg/ 3000-4000 gram.» kontribusi maternal dalam variabilitas ukuran foetus jauh lebih besar daripada kontribusi paternal.» posisi foetus dalam cornua uteri dipengaruhi oleh perkembangan embrio dan endometrium sebelum implantasi, ukuran plasenta, dan suhu udara luar. 5.2 Saran Sebaiknya dalam satu kelompok jangan terlalu banyak, karena akan menyebabkan kurang efisiennya setiap individu mahsiswa untuk menyerap materi. Sebaiknya dikelompokkan lagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil. 11

DAFTAR KEPUSTAKAAN Barnes, Waikel Villee.1984. Zoologi Umum. Edisi Keenam Jilid I. Erlangga : Jakarta. Blakely,James and David H.Bade.1991.Ilmu Peternakan.Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta Gunawan, Kesasih.1981. Embriologi Kedokteran Terjemahan dari Text Book of Medical Embriology. EGC: Jakarta. Hardjopranjoto,S. 1987. Pembuahan In Vitro dan Transfer Embrio. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Reproduksi Hewan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya Moser. B. Toelihere.(1985). Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa : Bandung. RahmiErdiansyah.(2007). EMBRIOLOGI. DPA SKPD : Banda Aceh Poernomo.,Hanani,N.A.R.,J.T.Ibrahim.2003.StrategiPembangunan Pertanian.Lappera Pustaka Utama: Yogyakarta. Prasojo,Gatot.2010.Jurnal Veteriner (jurnal kedokteran hewan Indonesia).IPB press.bogor Price,S.A,and L.M.Wilson.1984.Patofisiologi,EGC:Jakarta. Reece, Campbell.2004.Biologi.Erlangga.Jakarta Santoso,H.B. (2006). Pengaruh Kafein terhadap Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton Fetus.Jurnal Biologi X Setiadi, B. 2001. Standarisasi Mutu Bibit Kambing dan Domba : Suatu Tinjauan Karakteristik Biologik dan Alternatif Pertimbangannya. Balai Penelitian Ternak Surakarta. Samik, A. 1989. Hubungan Umur Sapi, Bulan Laktasi dan Produksi Susu dengan Kadar Total Protein, Albumin, Total Globulin dan Gama Globulin Serum Darah Sapi Frisan Holstein. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. Hal 25-32. Setijanto,H.2008. Mikroanatomi Testis Fetus Sapi.IPB Press.Bogor 12

Shehzad,Khalid.2006.Fetal biometry. Ziauddin Medical University Press.Clifton, Karachi. http://www.wxt.vt.edu Diakses tanggal 13 Mei 2014 Iriani Setyawati, Dwi Ariani Yulihastuti, Jurnal Veteriner September 2011, ISSN : 1411 8327, Vol. 12 No. 3: 192-199. 13