NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 1. Oleh : Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM, MCIArb

dokumen-dokumen yang mirip
CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR Rl TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Oleh : Gea Tri Gusti* ABSTRAK

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR TINGKAT SMP, MTs, DAN SMPLB

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Demokrasi di Indonesia

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN PERUBAHANNYA

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

Mendiskripsikan fungsi NKRI. Menjelaskan tujuan NKRI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

kinerja DPR-GR mengalami perubahan, manakala ada keberanian dari lembaga legislatif untuk kritis terhadap kinerja eksekutif. Pada masa Orde Baru,

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tuntutan dari gerakan reformasi tahun 1998 adalah melakukan

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

B. Tujuan C. Ruang Lingkup

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

Macam-macam konstitusi

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

GAGASAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PEMASYARAKATAN KONSTITUSI. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

Transkripsi:

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 1 Oleh : Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM, MCIArb 1 Gagasan negara hukum yang demokratis tempat di mana hak asasi manusia (HAM) diakui, dihormati dan dilindungi telah dikemukakan oleh para perintis kemerdekaan Republik Indonesia. Dr Tjipto Mangoenkoesoemo dan kawankawan hampir satu abad yang lalu telah mengemukakan gagasan Indonesia (Hindia Belanda) berparlemen, berpemerintahan sendiri, di mana hak politik rakyatnya diakui dan dihormati. Walaupun pada waktu itu Dr Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi Soeryoningrat masih berbicara dalam konteks hubungan Indonesia (Hindia Belanda) dengan Netherland, namun nampak jelas para perintis kemerdekaan ini mencita-citakan suatu Indonesia yang merdeka, berparlemen dan berpemerintahan sendiri yang pada saatnya lepas dari penjajahan Belanda. Menurut pendapat saya saat itu cita-cita Negara Hukum yang demokratis tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi hidup bersemi dan terus berkembang dalam pikiran dan hati para perintis kemerdekaan bangsa Indonesia. Karena itu bila ada pendapat yang mengatakan cita Negara Hukum yang demokratis pertama kali dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) jelas pendapat itu a histories dan menyesatkan. 2 Dalam perkembangannya gagasan negara hukum demokratis tempat di mana HAM dimajukan dan dihormati terus diperjuangkan oleh para perintis 1 Disampaikan pada acara TRAINING HAK ASASI MANUSIA BAGI PENGAJAR HUKUM DAN HAM, diselenggarakan oleh Pusham UII, bekerjasama dengan NCHR University of Oslo, Makassar, 3-6 Agustus 2010. 1

kemerdekaan Indonesia. Ketika para pendiri bangsa dan negara Indonesia bersidang dalam BPUPKI tanggal 28 Mei 1 Juni 1945 dan tanggal 10-17 Juli 1945 gagasan dan konsep Konstitusi Indonesia dibicarakan oleh para anggota BPUPKI. Dalam sidang-sidang itu istilah rechsstaat (Negara Hukum) dikemukakakan oleh Mr. Mochammad Yamin, anggota BPUPKI. Tentu saja berbagai gagasan dan konsep ketatanegaraan Indonesia dikemukakan oleh para pendiri bangsa dalam sidang-sidang BPUPKI itu. Namun, secara umum para pendiri bangsa menghendaki suatu Negara Republik Indonesia yang bersatu, merdeka, berdaulat, demokratis, dan berkonstitusi untuk keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Itulah menurut pendapat saya alasan pembenar pendirian Negara Republik Indonesia, yang semuanya tertuang dalam kalimat-kalimat Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Dibandingkan dengan Konstitusi 1949 dan UUDS 1950, serta konstitusikonstitusi negara lain, misalnya Republik India dan Republik Pilipina, jelas UUD 1945 (sebelum amandemen) merupakan konstitusi yang singkat terdiri atas 37 Pasal, empat Aturan Peralihan dan dua Aturan Tambahan. Namun, itu tidak berarti menjadi alasan untuk menegasikan gagasan dan konsep Negara Hukum dan HAM yang terkandung di dalamnya. Karena seperti dikatakan oleh Ir. Soekarno, UUD yang singkat itu dikemudian hari dapat disempurnakan. 3 Gagasan dan Konsep Negara Hukum demokratis tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi terus hidup dan membara di pikiran dan hati para pendiri bangsa. Hal itu nampak nyata pada penyusunan konstitusi-konstitusi yang berlaku di Indonesia, yakni Konstitusi RIS 1949 dan UUD S 1950. Dalam konstitusi-konstitusi itu dimasukkan Pasal-pasal yang termuat dalam Deklarasi Umum HAM PBB tahun 1948. Hal itu menunjukkan perkembangan pemikiran para pendiri bangsa yang menegaskan, bahwa ketentuan-ketentuan tentang 2

penghormatan, pemajuan dan perlindungan HAM perlu dan penting untuk dimasukkan kedalam konstitusi negara. Hidup dan keberlakuan konstitusi sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi politik dari kekuatan-kekuatan politik, sosial dan kultural dalam suatu masyarakat berbangsa. Dinamika interaksi politik yang terjadi pada kurun waktu 1949 sampai dengan akhir tahun 1958 membawa pada keputusan pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945. Atas Dekrit Presiden Republik Indonesia, pada tanggal 5 Juli, tahun 1959 ditetapkan berlakunya kembali UUD 1945, sesudah hampir satu dasa warsa ditinggalkan dan tidak menjadi acuan kehidupan ketatanegaraan Indonesia (1949 s/d 1959).Dekrit Presiden tanggal 5 Juli tahun 1959 yang menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 didukung oleh sebagian besar kekuatan-kekuatan politik utama, kecuali PSI dan Masyumi, semua partai politik dan TNI mendukung Dekrit Presiden tersebut. Saat itulah Indonesia secara resmi memasuki kehidupan Demokrasi Terpimpin, yang sesungguhnya merupakan suatu bentuk sistem politik otoritarian yang memberikan ruang kebebasan yang sangat terbatas kepada HAM. Rezim Demokrasi Terpimpin sesungguhnya pula sebuah rezim pemerintahan yang menganut ideologi Patrimonialisme. Dalam kerangka ideologi Patrimonialisme itu tidak dikenal adanya garis demarkasi yang memisahkan Negara dengan warga negara atau antara Negara dan Masyarakat. Negara dan Masyarakat harus mewujud dalam bentuk ketunggalan atau kesatuan antara penguasa dan rakyat atau dalam konsep kekuasaan Jawa acap disebut manunggaling Kawulo-Gusti. Dalam Sistem kekuasaan Patrimonial, hubungan Negara (Penguasa) dan rakyat bagaikan hubungan antara bapak dengan anak-anaknya dalam suatu keluarga yang harus selalu menjaga harmoni. Menjadi kewajiban penguasa selaku bapak untuk menjaga, merawat, menghidupi anak-anaknya. Dan anak-anak harus mengikuti saja arahan dan perintah sang ayah. Konsep negara Patrimonial jelas berlawanan dengan konsep Negara Hukum. Dalam Negara Hukum, sebagaimana dikatakan oleh Daniel S.Lev, kekuasaan politik dan proses-proses 3

sosial maupun ekonomi harus tunduk kepada batasan-batasan yang ditentukan oleh gugus peraturan yang secara konseptual mandiri dan diterapkan oleh sistem hukum, yang juga mandiri. Sedangkan konsep Negara Patrimonial, proses-proses politik, ekonomi, dan sosial untuk sebagian besar kalau tidak dapat dikatakan seluruhnya di arahkan dan dikendalikan oleh kebijaksanaan sang Bapak atau penguasa. Hukum dalam perspektif Negara Patrimonial merupakan instrument bagi Sang Bapak atau Penguasa untuk meraih tujuantujuan yang dia tetapkan. Itulah mengapa dalam Sistem Demokrasi Terpimpin tidak dikenal pemisahan kekuasaan cabang-cabang kekuasaan negara, yakni, Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Menurut Sistem Demokrasi Terpimpin, kekuasaan kehakiman bukanlah kekuasaan yang mandiri dan merdeka. Kekuasaan kehakiman merupakan sarana bagi Sang Penguasa (Bapak) untuk memberikan keadilan kepada rakyatnya (anak-anaknya). Oleh karena itu dalam Sistem Demokrasi Terpimpin, Presiden selaku kepala eksekutif berhak untuk mengintervensi setiap tahap proses peradilan. Konsep hukum Patrimonial ini jelas bertentangan secara diametral dengan konsep Negara Hukum. 4 Dinamika interaksi politik dari kekuatan-kekuatan politik yang berlangsung selama kurun waktu tahun 1959 sampai dengan akhir tahun 1966 mengakibatkan ambruknya Sistem Demokrasi Terpimpin, dan membuka peluang bagi TNI dan kelompok-kelompok sipil pendukung untuk menguasai dan mendominasi sistem kekuasaan negara. Pada awal tahun 1966 kita bangsa Indonesia memasuki era Sistem Kekuasaan baru yang menyebut dirinya Orde Baru. Pada permukaannya Orde Baru secara formal mengesankan menata kekuasaan menurut aturan formal ketatanegaraan menurut UUD 1945. Namun, sesungguhnya pada substansinya rezim Orde Baru merupakan sistem politik Otoritarian yang lain, yang berbeda dari rezim demokrasi Terpimpin. Secara ideologis rezim Orde Baru menganut dan memuliakan faham Pembangunan, yang mengedepankan stabilitas kekuasaan pemerintah dan pertumbuhan 4

ekonomi, dan mengesampingkan partisipasi politik rakyat dan HAM. Inti Sistem Otoritarian Orde Baru adalah, hegemoni dan dominasi kekuasaan eksekutif yang dikendalikan oleh Presiden Soeharto dan kroninya, serta TNI atas kekuasaan Legislatif dan Yudikatif. Lebih jauh lagi kontrol eksekutif atas infra-struktur politik, yakni Partai Politik, Golkar dan Organisasi Kemasyarakatan. Serupa dengan Sistem Demokrasi Terpimpin, Sistem Kekuasaan Orde Baru secara lebih canggih menggunakan hukum sebagai sarana untuk memfasilitasi, melegitimasi, dan melindungi proses pencapaian tujuan yang ditetapkan dan hasil-hasilnya. Hukum menjadi bersifat instrumental dan represif, jauh dari nilai-nilai keadilan, protective, dan emansipatif bagi rakyat, sebagaimana menjadi cita-cita Negara Hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Franz Magnis Soeseno, Paham negara hukum berdasarkan keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang baik dan adil. Ada empat alasan utama kenapa negara dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan hukum, yaitu, pertama, demi kepastian hukum, kedua, tuntutan kesetaraan dihadapan hukum, ketiga, legitimasi demokratis, dan keempat, tuntutan akal budi. 5 Krisis ekonomi dan krisis legitimasi hukum membawa krisis politik yang pada akhirnya mengakibatkan ambruknya Sistem Kekuasaan Orde Baru. Sejak bulan Mei, tahun 1998 kita bangsa Indonesia memasuki era freformasi nasional, dimana hak-hak demokrasi, hak-hak atas kebebasan sipil dan politik di pulihkan sebagai dasar untuk meluruskan jalan menuju Negara Hukum yang demokratis, tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi. Dalam kaitannya dengan hal itu kita perlu memberikan catatan atas beberapa perkembangan dalam konteks Negara Hukum dan HAM. Yaitu, pertama, reformasi atas infra-struktur politik melalui pemulihan hak-hak atas kebebasan dasar, yakni, hak atas kebebasan berekspresi, yang antara lain mewujud dalam bentuk reformasi UU Pers, reformasi UU yang berkenaan dengan unjuk rasa, hak atas kebebasan berkumpul, di mana keharusan adanya izin bagi pertemuan umum ditiadakan, 5

hak atas kebebasan berorganisasi, yang mewujud dalam bentuk reformasi UU Partai Politik dan Golkar, reformasi UU Pemilihan Umum. Selanjutnya reformasi UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD di mana sistem pengangkatan sebagian anggota DPR dan perwakilan TNI di DPR secara bertahap dihapuskan, reformasi UU Pemerintah Daerah, serta pembuatan UU HAM. Langkah besar berikutnya adalah empat kali Amandemen UUD 1945, Itulah langkah-langkah politik dan hukum yang meluruskan jalan kita sebagai bangsa Indonesia menuju Negara Hukum yang demokratis, tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi. Empat tahapan Amandemen UUD 1945 memperkokoh landasan konstitusional bagi pranata Negara Hukum yang demokratis dan HAM, yakni, pertama, penegasan Indonesia sebagai Negara Kesatuan dan Negara Hukum yang demokrastis tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi, kedua, penegasan asas kedaulatan berada di tangan rakyat yang mewujud dalam bentuk pemilihan langsung wakil-wakil rakyat dan para kepala pemerintahan dari pusat sampai daerah, ketiga, penegasan kemerdekaan dan kemandirian kekuasaan Kehakiman yang dijalankan oleh MA dan MK, dan keempat, memasukkan suatu daftar HAM yang relative panjang kedalam UUD 1945, yang merupakan HAM sebagai hak konstitusional. Empat tahapan Amandemen UUD 1945 itu merupakan keputusan politik negara untuk mengatur pada satu sisi tata hubungan antara cabang-cabang kekuasaan negara, yaitu Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif dalam kerangka sistem check and balance, dan pada sisi yang lain tata hubungan antara Negara dan Masyarakat yang lebih simetris. Dalam hal itu kedudukan rakyat tidak disubordinasikan kepada kekuasaan negara, tapi diletakan dalam posisi mengimbangi kekuasaan Negara seperrti yang dapat kita lihat dalam konstitusi-konstitusi negara negara demokratis. 6 6

Selama kurang lebih sepuluh tahun terakhir ini reformasi atas pranata-pranata hukum dan politik telah dijalankan. Namun kebebasan sipil dan politik yang terus menyertai proses reformasi itu belum membawa hasil seperti yang dikehendaki. Memang rakyat pada umumnya telah menikmati hak atas kebebasan sipil dan politik, namun akses rakyat pada keadilan hukum masih jauh dari jangkauan. Keadilan hukum se-olah-olah berada jauh di atas kapasitas jangkauan rakyat. Korupsi di sector yudisial dan birokrasi pada umumnya terus merajalela, sementara kasus-kasus kekerasan yang menimpa kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang lemah terus terjadi tanpa di atasi secara tuntas dan adil. Dewasa ini selain reformasi pada tataran normative kita menyaksikan tumbuhnya berbagai Komisi Nasional, seperti Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Komisi Nasional HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman. Kecuali KPK yang diberikan kewenangan yang memadai di bidang penyidikan dan penuntutan, komisi-komisi nasional lainnya boleh dikatakan tak berdaya melakukan control atas aparat penegak hukum, seperti, Polisi, Jaksa, dan Hakim, serta birokrasi pemerintah pada umumnya. KPK memang nampak berhasil menyeret mereka yang diduga sebagai pelaku korupsi ke pengadilan Tipikor. Namun, selain sifatnya yang selektif, KPK juga belum mampu membersihkan dan membangun sistem yudisial dari praktek-praktek korupsi. Satgas Mafia Hukum belakangan di bentuk. Dengan menggunakan wibawa Presiden, Satgas menampung pengaduan masyarakat dan nampaknya dapat mengungkapkan kasus-kasus mafia hukum. Namun pengungkapan saja tanpa penanganan secara tuntas dan adil atas kasus-kasus itu hanya akan meninggalkan kekecewaan sosial lebih dalam lagi, serta tanpa disadari menurunkan semangat dan moralitas para penegak hukum, kredibilitas institusi penegak hukum. Sementara kasus dan akar masalahnya yang sesungguhnya menjadi tanggungjawab pemerintah, yakni Presiden tetap tidak diselesaikan secara tuntas dan adil. Untuk sementara Satgas Mafia Hukum barangkali dapat memberikan warning dan iklim berhat-hati di kalangan aparat penegak hukum. Namun sistem yudisial yang korup serta pelakunya tetap saja 7

tidak berubah. Fenomena yang digambarkan di atas menunjukkan, bahwa reformasi hkum dan politik yang menghasilkan empat tahapan Amandemen UUD 1945 yang didukung oleh masyarakat luas tidak diimbangi dengan reformasi dalam tubuh birokrasi Negara, khususnya di sektor yudisial dan TNI. Gerakan reformasi nasional yang didukung oleh masyarakat luas belum berhasil merubah struktur hubungan Negara dan Masyarakat. Negara tetap saja masih terus didominasi oleh kepentingan kapital dan para birokrat yang mengendalikan elite politik yang menguasai partai partai politik, dan akhirnya Parlemen. Keadaan itulah sesungguhnya yang merupakan tantangan yang dihadapi oleh gerakan masyarakat sipil yang mencita-citakan terwujudnya Negara Hukum yang demokratis. 7 Realitas sosial, politik, ekonomi, dan kultural yang merintangi jalan menuju Negara Hukum demokratis dan HAM tidak perlu membuat kita sebagai bangsa mundur dari cita-cita itu. Karena seperti yang dikatakan Lev, gagasan Negara Hukum demokratis itu ada sumber dukungan sosialnya, yakni, realitas kemajemukan bangsa Indonesia, munculnya golongan menengah yang semakin luas dan menguat, serta agama-agama, khususnya Islam yang menanamkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang sejalan dengan cita-cita Negara Hukum yang demokratis. Fenomena Negara Hukum yang demokratis tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi sudah merupakan fenomena Universal. Seperti dikatakan Prof. Mark Tushnet, bahwa globalisasi hukum konstitusi adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Sekarang kita menyaksikan fenomena konstitusi-konstitusi dari banyak negara yang mengakui prinsip perlindungan hak-hak individual (pribadi) atas kebebasan politik, perlindungan hak-hak sipil, hak atas pemilikan kekayaan, dan kemerdekaan dan kemandirian kekuasaan kehakiman, dan hak-hak demokrasi lainnya. Sekarang ini negara-negara bersaing meyakinkan 8

masyarakat inrternasional, bahwa konstitusi mereka lebih demokratis dan melindungi HAM. Jakarta, 3 Agustus 2010. Bahan Rujukan : 1. Daniel S. Lev HUKUM DAN POLITIK DI INDONESIA KESINAMBUNGAN dan PERUBAHAN LP3ES, Jakarta tahun 1990; 2. Mark Tushnet The Inevitable Globalization of Constituional Law Virginia Journal Of International Law Volume 49:4; 3. Franz Magnis-Suseno Etika Politik Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Moderen, Gramedia Jakarta tahun 1991; 4. Naskah Amandemen UUD 1945; 5. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 9