Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Tren pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

PENERIMAAN DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN TAHUN Rata-rata pertumbuhan PDB 5 tahun terakhir = 19,79% sedangkan Rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan sosial ekonomi, teknologi dan informasi telah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Menurut Gunadi (2012:9)

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber : Perhitungan Anggaran Negara & Nota RAPBN, diolah

TINJAUAN PERENCANAAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN REALISASINYA D R A F T I. Oleh : Kelompok II. M. Yus Iqbal Eny Sulistiowati Ikawati Martiasih Nursanti

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar, semuanya dapat terwujud jika adanya bantuan dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

KINERJA PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PERTIMBANGAN APBN-P 2010

BAB I PENDAHULUAN. besarnya campur tangan pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dibayarkan memiliki fungsi tertentu yaitu fungsi Budgetair (sumber

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah dalam APBN tahun 2015 kembali meningkatkan target

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

pajak. Data dari Departemen Keuangan Republik Indonesia juga menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Terutama di. Indonesia, pajak merupakan komponen penting dan

RUANG FISKAL DALAM APBN

BAB I PENDAHULUAN. pajak sebesar 70% terhadap total penerimaan negara. Kontribusi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan ekonomi negara tersebut. Indonesia adalah salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan dominan dalam pos penerimaan negara (Suryadi,2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketentuan Umum Perpajakan Pasal 1, pengertian Pajak adalah kontribusi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendengar kata Pajak, kebanyakan dari kita akan segera

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

PENERIMAAN PERPAJAKAN SEKTOR EKONOMI TRADABLE DAN NON TRADABLE

BAB I PENDAHULUAN. termasuk Indonesia, menjadikan penerimaan dari sektor perpajakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber terpenting sebagai penghasilan bagi Negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi negara maka penerimaan pajak sebesar-besarnya sesuai ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan tax ratio secara bertahap

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan dari sektor bukan pajak. Sumber penerimaan yang. tahun terakhir selalu mengalami kenaikan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam potensi untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada

Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro. Ringkasan eksekutif

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan

Potensi Pajak dan Kinerja Pemungutannya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia guna mencapai masyarakat adil

BAB I PENDAHULUAN. sistem administrasi perpajakan dengan sistem self assessment, diharapkan dengan

PERMASALAHAN PAJAK INDONESIA. Ayu Noviani Hanum. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

EVALUASI PENGENAAN KEBIJAKAN PPH FINAL PADA UMKM. Abstrak. Berdasarkan Skema ketentuan mengenai PPh Final dalam PP 46 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. non migas serta pajak. Namun pemerintah lebih mengoptimalkan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. negeri berupa ekspor dan juga dari penerimaan dalam negeri terutama dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kontribusi terbesar penerimaan negara Indonesia saat ini berasal dari sektor

Transkripsi:

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia A. Pendahuluan Penerimaan perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 8 huruf e. Amanat tersebut mengimplikasikan bahwa sebagai salah satu unsur pengemban tugas pelaksanaan dalam pemungutan pendapatan negara, penerimaan perpajakan harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Mendesaknya tuntutan akan kenaikan pendapatan negara dari perpajakan seiring dengan kebutuhan belanja negara untuk pembangunan nasional. Secara nominal, dari tahun ke tahun jumlah penerimaan pajak senantiasa meningkat, seiring dengan peningkatan target penerimaan. Pada dasarnya, tax ratio mengukur perbandingan antara penerimaan pajak dengan gross domestic product (GDP) suatu negara. Melihat definisi ini, maka nampak bahwa manfaat tax ratio adalah untuk mengetahui kira-kira seberapa besar porsi pajak dalam perekonomian nasional. Tax burden terkait pula dengan keadilan. Keadilan (equity) sendiri ada dua macam, yaitu horizontal dan vertical equity. Dalam horizontal equity, orang yang mempunyai posisi yang sama akan mendapatkan perlakuan serupa, sedangkan pada vertical equity, mereka yang mempunyai kondisi yang berbeda misalnya perbedaaan penghasilan seharusnya dikenakan pajak yang berbeda pula. Konsep vertical equity inilah yang diadopsi dalam tarif progresif pajak penghasilan. Melihat konsep-konsep di atas, maka sebenarnya tax ratio bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, tax ratio menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Semakin tinggi penerimaan pajak suatu negara, maka semakin besar pula tax ratio-nya. Penerimaan pajak yang besar akan memungkinan suatu negara menyelenggarakan manajemen pemerintahan dengan lebih leluasa. Karena terkait erat dengan penerimaan inilah maka pembahasan tax ratio antara pemerintah dan parlemen biasanya alot. Dalam hal ini bahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghimbau supaya semua pihak dalam menghitung tax ratio menggunakan pendekatan yang dianut oleh Organization for Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 1

Economic Cooperation and Development (OECD), bisa jadi dikarenakan hasilnya tinggi. Kedua, tax ratio bisa dilihat sebagai ukuran beban pajak. Logikanya adalah bahwa selain dilihat sebagai keseluruhan nilai pasar barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun, GDP bisa pula dilihat sebagai total penghasilan semua orang di dalam suatu perekonomian. Jadi jika tax ratio didefinisikan sebagai: Tax Ratio : ( Pajak)/GDP maka semakin tinggi tax ratio, semakin besar pula penghasilan masyarakat yang masuk ke dalam penerimaan pajak (ceteris paribus). B. Isi Tax Ratio Indonesia Rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto /PDB (tax ratio) Indonesia tahun 2009-2012 berkisar antara 11,0 persen-11,9 persen. Besarnya penerimaan perpajakan dalam perhitungan tax ratio tersebut hanya memperhitungkan penerimaan perpajakan yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, tidak termasuk penerimaan pajak daerah dan SDA migas. Jika penerimaan pajak daerah dan SDA migas dimasukkan dalam perhitungan tax ratio, maka tax ratio Indonesia tahun 2009-2012 menjadi lebih tinggi, yaitu berkisar antara 14,1 persen 15,4 persen. Perhitungan tax ratio yang pemasukkan penerimaan pajak daerah dan SDA migas merupakan tax ratio dalam arti yang lebih luas. Perkembangan tax ratio Indonesia tahun 2009-2012 dengan berbagai cara perhitungan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. 2009 2010 2011 2012 1 Penerimaan Perpajakan 619,9 723,3 873,9 980,52 2 SDA Migas 125,8 152,7 193,5 205,8 3 Penerimaan Pajak Daerah 45,1 47,7 63,6 81,6 4 PDB 5.613,40 6.422,20 7.427,10 8.241,90 Tax Ratio (a) = 1 : 4 11,04% 11,26% 11,77% 11,90% Tax Ratio (b) = (1+2) : 4 13,28% 13,64% 14,37% 14,39% Tax Ratio (c) = (1+2+3) : 4 14,09% 14,38% 15,23% 15,38% Tabel 1. Perhitungan Tax Ratio Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 2

Indonesia sendiri untuk penghitungan tax ratio menggunakan metode pertama dimana penerimaan pajak pusat dibagi PDB dikarenakan selama ini APBN menggunakan metode seperti itu, namun ketika tax ratio indonesia dibandingkan dengan negara lain menggunakan pendekatan data yang dianut oleh OECD sesuai himbauan Direktorat Jenderal Pajak, maka tax ratio Indonesia tetap lebih rendah. Gambar 1. Tax Ratio Negara Asia Tengara tahun 2011 Rata-rata di Asia Tenggara pada tahun 2011 adalah sebesar 12,24% digambarkan dengan garis horizontal warna merah, sedangkan untuk tahun yang sama, posisi Indonesia berada pada 11,77%. Rasio tertinggi dimiliki oleh Thailand sebesar 17,55% dan terendah adalah Myanmar (3,27%). Jika kita lihat gambar di atas, tax ratio Indonesia hanya lebih tinggi dibandingkan dengan Myanmar dan Kamboja. Gambar 2: Tax ratio negara-negara G-20 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 3

Di kalangan G-20, tax ratio tertinggi adalah UK (27,40%) diikuti oleh Afrika Selatan (25,67%), sedangkan yang terendah adalah Spanyol (9,45%) dengan rata-rata sebesar 15,56% (digambarkan dengan garis horizontal warna merah). Dengan demikian Indonesia masih di bawah rata-rata G-20. Kemudian laporan OECD pada tahun 2009 melansir bahwa posisi tax ratio Indonesia memang berada di bawah negara-negara lain Gambar 3: Perbandingan tax ratio tahun 2009 menurut OECD Tahun Tax Ratio Realisasi Pendapatan Ratio Pajak/ LKPP (%) Pajak (T) Negara (T) Pendp Negara 2002 11,5 210,1 298,6 70,4% 2003 12 242 341,4 70,9% 2004 12,2 280,6 407,9 68,8% 2005 12,5 347 495 70,1% 2006 12,3 409,2 638 64,1% 2007 12,4 491 707,8 69,4% 2008 13,3 658,7 981,6 67,1% 2009 11,1 619,9 848,8 73,0% 2010 11,3 723,3 995,3 72,7% 2011 11,8 873,9 1210,6 72,2% 2012 11,9 980,1 1338,1 73,2% Tabel 2 : Tax Ratio Indonesia menurut LKPP Berdasarkan data dari dan LKPP tax ratio Indonesia dalam kurun waktu 2002-2012, menunjukkan tren yang fluktuatif. Tax ratio cenderung meningkat dalam periode 2002-2012 dari 11,5% hingga mencapai 13,3%. Namun pada tahun 2009 terjadi penurunan tajam ke posisi 11,1% sebelum kembali mengalami kenaikan yang konsisten pada periode 2010-2012 hingga mencapai 11,9%. Menurut data IMF, rasio penerimaan pajak aktual terhadap PDB pada tahun 2010 sebesar 11,06 persen, padahal kapasitas pajak Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 4

diperkirakan sekitar 21,5 persen dari PDB. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB di Indonesia adalah yang terendah diantara negaranegara G-20 dan negara-negara emerging markets. Untuk bisa setara dengan negara-negara berkembang di dunia, setidaknya Indonesia perlu memiliki tax ratio 20% dari PDB. Namun, untuk mencapai target 20% tersebut dibutuhkan waktu yang panjang sekitar 4 sampai 5 tahun lagi, bahkan jika kondisi Indonesia terus mengalami krisis, bisa butuh waktu sampai 8 tahun lagi. Strategi Meningkatkan Tax Ratio Realisasi penerimaan pajak pada triwulan II hingga IV tahun 2014 diperkirakan melambat seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi 5,1-5,5 persen. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 menargetkan penerimaan pajak Rp 1.110,19 triliun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), realisasi penerimaan pajak per 7 Mei 2014 mencapai Rp 307,5 triliun atau 27,7 persen dari target, jumlah tersebut dapat dicapai karena terbantu oleh setoran SPT Badan dan Orang Pribadi yang jatuh tempo pada bulan Maret dan April. Sampai dengan akhir tahun 2014, artinya penerimaan pajak masih kurang Rp 802,59 triliun atau 72,3%. Sedangkan untuk tingkatan dan struktur penerimaan pajak sendiri cenderung stabil dalam 5 tahun terakhir. Hal ini antara lain disebabkan oleh populasi wajib pajak yang masih sempit di Indonesia, walaupun terjadi peningkatan secara bertahap dalam periode tersebut. Berdasarkan data World Bank menunjukkan bahwa populasi penduduk Indonesia di tahun 2012 berjumlah 246 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, minimal 25%-nya, atau sekitar 61,5 juta jiwa, dikatakan telah memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak. 2009 2010 2011 2012 2013 WP Badan 1,608,337 1,760,108 1,929,507 2,136,014 2,218,573 WP Orang Pribadi 13,861,253 16,880,649 19,881,684 22,131,323 23,082,822 WP Bendahara 441,986 471,833 507,882 545,232 555,995 Total 15,911,576 19,112,590 22,319,073 24,812,569 25,857,390 Sumber: DJP, 2013 Tabel 3 : Struktur Wajib Pajak OP dan Badan Namun kenyataannya, jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada tahun 2013 berjumlah 23,082 juta. Artinya, masih terdapat kurang Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 5

lebih 38 juta penduduk yang belum ber-npwp. Hal ini juga berarti telah terjadi ketidakadilan terhadap 23,082 juta Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi kewajiban perpajakannya dan 2,2 juta Wajib Pajak Badan yang telah terdaftar. Untuk pajak penghasilan memberikan kontribusi sekitar 50 persen dari total penerimaan pajak, pajak konsumsi sekitar 40 persen, pajak properti 4 6 persen dan pajak perdagangan sekitar 3 5 persen. Dibandingkan dengan periode 1990 1999 peran pajak penghasilan menurun dan porsi pajak konsumsi meningkat. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah). 2009-2014 Sumber Penerimaan 2009 1) 2010 1) 2011 1) 2012 1) 2013 2) Tax Ratio LKPP Realisasi Penerimaan Pajak Penerimaan Perpajakan 11.1 11.3 11.8 11.9 12.2 619 922 723 307 873 874 980 500 1 148 300 Pajak Dalam Negeri 601 252 694 392 819 752 930 900 1 099 900 Pajak Penghasilan 317 615 357 045 431 122 465 100 538 800 Pajak Pertambahan Nilai 193 067 230 605 277 800 337 600 423 700 Pajak Bumi dan Bangunan 24 270 28 581 29 893 29 000 27 300 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 6 465 8 026 Cukai 56 719 66 166 77 010 95 000 104 700 Pajak Lainnya 3 116 3 969 3 928 4 200 5 400 Pajak Perdagangan Internasional 18 670 28 915 54 122 49 600 48 400 Bea Masuk 18 105 20 017 25 266 28 400 30 800 Pajak Ekspor 565 8 898 28 856 21 200 17 600 Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Sumber Daya Alam Bagian laba BUMN Penerimaan Bukan Pajak Lainnya Pendapatan Badan Layanan Umum 227 174 268 942 331 472 351 800 349 200 138 959 168 825 213 823 225 800 203 700 26 050 30 097 28 184 30 800 36 500 53 796 59 429 69 361 73 500 85 500 8 369 10 591 20 104 21 700 23 500 Catatan: Sumber Jumlah / Total : Perbedaan satu digit dibelakang terhadap angka penjumlahan karena pembulatan. 1) LKPP 2) APBN-P 3) APBN : Departemen Keuangan Tabel 4 : Struktur Penerimaan Pajak 847 096 992 249 1 205 346 1 332 300 1 497 500 Salah satu penyebab rendahnya tax ratio adalah rendahnya penerimaan pajak oleh karena itu yang dapat dilakukan untuk menaikkan tax ratio Indonesia adalah dengan cara melakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran penerimaan pajak. Optimalisasi penerimaan pajak dapat dilakukan dengan : a. Perluasan populasi wajib pajak orang pribadi, penyederhanaan administrasi PPh OP serta penguatan, pembenahan dan penambahan sumber daya manusia di otoritas perpajakan; Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 6

b. Kebijakan pengurangan kelompok barang atau jasa yang bebas PPN yang tidak memberi manfaat besar bagi perekonomian namun mengorbankan potensi penerimaan; c. Peningkatan efisiensi mekanisme restitusi dan audit PPN yang belum optimal untuk meningkatkan penerimaan PPN sehingga mendekati potensi yang ada; d. Melibatkan partisipasi publik dalam hal pengawasan serta penerapan sistem Reward and Punishment bagi bagi wajib pajak dan petugas pajak; e. Harus ada kebijakan yang sinkron antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal untuk mencapai keseimbangan ekonomi sehingga potensi penerimaan pajak tidak hilang akibat kebijakan yang kontra-produktif terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak; f. Evaluasi atas pengenaan pajak ekspor dan tax holiday untuk pioneer industry, Menurut Angel Gurria - Sekretaris Jenderal OECD - struktur pajak di Indonesia itu bagaikan keju yang banyak lubangnya dan saat ini banyak perusahaan yang ingin berada di dalam lubang itu. Padahal mereka itu sebenarnya tetap saja datang ke Indonesia meskipun tidak disediakan insentif pajak apapun karena pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat dan stabil serta besarnya potensi pasar. C. Penutup Tax ratio pada hakikatnya selain menjadi ukuran penerimaan pajak, juga menunjukkan beban pajak yang harus ditanggung masyarakat. Semakin tinggi tax ratio, semakin besar pula penerimaan pajak dan dengan demikian, semakin leluasa pemerintah membiayai penerimaannya. Tax ratio Indonesia relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, negara anggota G-20, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara Afrika. Beberapa cara untuk meningkatkan tax ratio adalah dengan melakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran penerimaan pajak sehingga Indonesia bisa sejajar dengan negara anggota G-20 dalam hal Tax Ratio. (AP) Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN-SETJEN DPR-RI 7