BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis

dokumen-dokumen yang mirip
Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Investasi dan Nilai Produksi Potensi Industri Tahun 2009

Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Investasi dan Nilai Produksi Potensi Industri 2008

Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Investasi dan Nilai Produksi : Potensi Industri di Kabupaten Garut Tahun 2012

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Kelompok Industri Pangan Kabupaten Majalengka. No Jenis Industri/ Produksi Sentra Produksi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI KREATIF SUBSEKTOR KERAJINAN KERAMIK

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan UMKM di Kabupaten Cirebon Berdasarkan. Kelompok Usaha Industri Jasa Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risna Khoerun Nisaa, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan

2015 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHA KECAP MAJALENGKA

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam peningkatan perekonomian daerah, peningkatan pendapatan devisa nasional

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ides Sundari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Usaha logam mempunyai peranan strategis pada struktur perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*)

DIREKTORI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KOTA DENPASAR TAHUN 2016 KECAMATAN DENPASAR TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Triwulan III Provinsi Riau

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EFISIENSI INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) ABSTRAK

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

yang lain antara lain toko modern/swalayan, SPBU, dan SPBE. Toko modern di Kabupaten Temanggung ada dalam tabel

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2014

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PENGOLAHAN PANGAN Edisi 2 Maret 2001

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

dapat di lihat dari 3 (tiga) jenis yaitu Industri Mikro dan Kecil, Menengah, dan Industri Besar dapat dilihat dalam

6.2. AIR MINUM Selain industri di atas, industri penyediaan air minum merupakan salah satu industri vital bagi. Subang Dalam Angka Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan di bahas menjelaskan tentang latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. indikator perkembangan ekonominya. Perkembangan ekonomi yang telah

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Papua Triwulan III 2015

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016

BOKS Perbatasan Kalimantan Barat Masih Perlu Perhatian Pemerintah Pusat Dan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sebagai tempat usaha yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

BAB III METODE PENELITIAN

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2015

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK

Konsep diversifikasi seringkali diilustrasikan dengan perkataan jangan menaruh telur pada satu keranjang (don t put your eggs in one basket).

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*)

TOPIK 12 AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN I TAHUN 2013


BAB I PENDAHULUAN. sajikan data-data yang terkait dengan sektor - sektor yang akan di teliti,

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari Negara Kesatuan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Kalimantan Timur Triwulan I Tahun 2016

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan industri kecil menengah sebagai salah satu

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG, DAN INDUSTRI MIKRO KECIL PROVINSI Aceh TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga kota dan kabupaten Bandung. Sekaligus berperan dalam pengembangan lingkungan. Kabupaten Garut merupakan daerah penyangga dan hitterland bagi pengembangan daerah Bandung Raya. Dalam perkembangannya, Kabupaten Garut tumbuh dan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Salah satu faktor pendorong perubahan tersebut adalah tumbuhnya sektor industri di Kabupaten Garut yang di dominasi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Potensi Industri kecil yang menjadi komoditas andalan Kabupaten Garut terdiri dari industri penyamakan kulit, jaket kulit, industri batik, sutera alam, dodol ( wajit, angleng ), minyak akar wangi dan industri kerajinan anyaman bambu. Dari berbagai komoditi yang ada, tercatat beberapa diantaranya telah menembus pasar ekspor seperti: teh hitam, teh hijau, karet, bulu mata palsu, minyak akar wangi, jaket kulit, kulit tersamak dan kain sutera. Namun demikian, peran sektor ini belum menjadi sektor andalan dalam kontribusi sektor industri terhadap PDRB. Hal ini memberi indikasi bahwa sektor ini masih perlu dikembangkan dan dioptimalkan, sehingga dapat menopang aktivitas perekonomian dan pembangunan.( www.garutkab.go.id ) 1

2 Menurut Biro Pusat Statistik ( BPS ), sektor industri di Garut terbagi ke dalam empat jenis, yaitu : industri argo dan hasil hutan, industri tekstil, kulit dan aneka, industri logam dan bahan galian dan industri kimia. Ruang lingkup dari masing masing industri adalah sebagai berikut : 1. Industri Agro dan hasil hutan mencakup industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau dan industri kayu; 2. Industri tekstil, kulit dan aneka mencakup industri tekstil, industri pakaian jadi, industri karet dan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki ; 3. Industri logam dan bahan galian mencakup industri logam dasar, industri mesin dan perlengkapannya dan industri bahan galian bukan logam; dan 4. Industri kimia mencakup industri kimia dan barang barang dari bahan kimia. Dari keempat industri tersebut, yang menjadi fokus pemerintah Garut adalah pada industri makanan. Hal ini dikarenakan makanan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, sehingga memunculkan banyak peluang yang bisa dijadikan sebagai sebuah usaha. Hal tersebut didorong oleh kondisi sumber daya alam di Kabupaten Garut yang memiliki potensi besar dalam menyediakan bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu produk makanan. Potensi tersebut menjadi acuan dari pemerintah Kabupaten Garut untuk mengembangkan sektor makanan sebagai salah satu unggulan daerah yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi warganya. Selain dari potensi alam yang dimiliki, semakin berkembangnya kreativitas yang dimiliki sumber daya manusia menimbulkan dampak yang positif bagi perkembangan industri makanan di kabupaten Garut. Hal ini terbukti dengan berkembangnya berbagai jenis produk makanan yang berkembang dan menjadi ciri khas dari Kabupaten Garut.

3 Berdasarkan data yang diperoleh oleh pemerintahan Kabupaten Garut, terdapat beberapa makanan yang menjadi khas di Kabupaten Garut, diantaranya yaitu : dodol, jeruk garut, burayot, ladu, angleng dan aneka wajit, pindang ikan, sambel cibiuk, dan ceprus. Selain makanan khas tersebut, di Kabupaten Garut terdapat berbagai jenis makanan yang menjadi penopang hidup masyarakat dan telah berbentuk industri kecil atau industri rumah tangga. Industri makanan tersebut, seperti tampak pada tabel 1.1 sebagai berikut : Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja dan Investasi Industri Makanan Kabupaten Garut Tahun 2011 Komoditi Jumlah Unit Investasi Tenaga Kerja Usaha ( Rp 000 ) Tempe 352 806 350.500 Tahu 443 1.258 455.250 Kerupuk 188 1.422 335.562 Dodol 101 2.502 1.032.350 Opak 155 515 120.000 Ranginang ketan 82 202 41.000 Ranginang singkong 21 93 10.200 Kripik 259 997 598.746 Wajit 67 199 638.000 Sale pisang 112 516 31.000 Pindang ikan 118 520 234.500 Kue basah 171 1.026 34.500 Agar-agar 28 204 142.000 Kue kering 65 366 43.800 Tepung padi-padian 14 42 134.892 Garam 4 99 77.565 Roti 36 182 124.137 Baso 5 10 12.500 Susu kental yoghurt 4 13 371.000 Gula tebu 1 8 45.000 Kecap 3 148 184.370 Kembang gula 2 28 39.400 Sambal saos 5 41 30.850 Telur asin 7 23 2.300 Manisan 5 31 51.300 Bumbu masak 2 10 2.900

4 Terasi 5 45 34.450 Tepung tapioca 27 676 761.751 Macam-macam es 15 75 1.318 Mie basah dan sejenis 15 60 75.000 Natade coco 3 11 17.500 Lanjutan dari tabel 1.1 Komoditi Jumlah Unit Investasi Tenaga Kerja Usaha ( Rp 000 ) Kripik kentang 2 30 10.000 Sukro 1 16 60.000 Manisan tomat 2 7 5.000 Bubuk sari kedelai 1 25 212.000 Bubuk coklat 1 106 5.500.000 Jumlah 5.389 22.620 13.239.109 Sumber : Garut Dalam Angka Tahun 2012 ( BPS ) data diolah Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa jumlah industri yang bergerak pada bidang makanan di Kabupaten garut berjumlah 5.389 unit usaha dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 22.620 orang serta dengan jumlah investasi sebesar Rp. 13.239.109.000. Lokasi industri makanan ini tersebar di barbagai daerah di Kabupaten Garut sesuai dengan kondisi antar daerah yang berbeda kebutuhannya. Selama kurun waktu tahun 2005 sampai tahun 2011, biaya input dan nilai output industri makanan dan minuman di Garut cenderung mengalami kenaikan. Akan tetapi, apabila membandingkan kenaikan antara nilai output dan biaya input, terlihat bahwa kenaikan yang terjadi tidak sebanding. Dengan kata lain, bahwa persentase kenaikan biaya input lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kenaikan nilai output yang diperoleh oleh industri makanan dan minuman di Garut. Tabel berikut menggambarkan nilai output dan biaya input industri makanan dan minuman di Kabupaten Garut Tahun 2005-2011.

5 Tabel 1.2 Nilai Output dan Biaya Input Industri Makanan dan Minuman Kabupaten Garut Tahun 2005 2011 ( Rp. 000 ) No. Tahun Biaya Input Re ( % ) Nilai Output Re ( % ) 1 2005 76.265.538-123.791.755-2 2006 76.551.538 0.38 124.231.755 0.36 3 2007 87.536.382 14.35 137.510.133 10.69 4 2008 140.347.122 60.33 204.232.033 48.52 5 2009 140.548.722 0.14 204.568.033 0.16 6 2010 140.548.722 0 204.568.033 0 7 2011 142.511.272 1.40 207.695.033 1.53 Rata - rata 114.901.328 12.77 172.370.968 10.21 Sumber : DESPERINDAG Kabupaten Garut data diolah kembali Dari tabel 1.2, tampak bahwa rata-rata nilai output yang terbentuk di Kabupaten Garut pada tahun 2005-2011 mencapai 114.901.328.000 rupiah atau terjadi perubahan rata-rata sebesar 12.77 % dan biaya input yang dikeluarkan dengan rata-rata 172.370.968.000 rupiah atau terjadi perubahan dengan rata-rata 10.21 %. Untuk kenaikan nilai output tertinggi selama kurun waktu 2005 2011 tersebut terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 48.52 persen. Kenaikan tersebut dimungkinkan terjadi akibat mulai tingginya iklim ekonomi atau juga bisa terjadi akibat menurunnya nilai tukar rupiah. Hal serupa terjadi pula pada komponen biaya yang digunakan dalam kegiatan produksi yang mengalami kenaikan. Kenaikan pada sisi biaya ini, mengakibatkan barang yang diproduksi mengalami kenaikan harga sehingga harga jual menjadi tinggi atau mahal dan pula mendorong kenaikan nilai output secara keseluruhan. Berikut tabel efisiensi

6 produksi pada industri makanan dan minuman di Kabupaten Garut tahun 2005-2011: Tabel 1.3 Elastisitas Biaya Produksi Industri Makanan Dan Minuman Kabupaten Garut Tahun 2005 2011 Tahun Kenaikan Rata-rata Kenaikan Koefisien Biaya Input Koefisien Output ( % ) Elastisitas ( % ) Elastisitas 2005 / 2006 0.36 0.38 0.95 2006 / 2007 10.69 14.35 0.74 2007 / 2008 48.52 60.33 0.80 2008 / 2009 0.16 0.14 0.14 0.79 2009 / 2010 0 0 0 2010 / 2011 1.53 1.40 1.09 Sumber : DESPERINDAG Kabupaten Garut data diolah kembali Elastisitas E < 1, Belum Efisien Berdasar pada tabel 1.3, nilai elastisitas biaya produksi pada industri makanan dan minuman menunjukan kurang dari 1 ( <1 ), menunjukan bahwa kondisi industri makanan dan minuman di Kabupaten Garut tidak efisien dalam produksinya, karena pada kondisi biaya rata - rata meningkat sebagai akibat penurunan produksi maka return to scale menurun. Serta pada saat biaya rata-rata meningkat maka economies of scale menjadi negatif (decreasing return to scale). Berdasarkan penjelasan dari salah satu pegawai dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Garut bahwa industri wajit sebagai salah satu industri penghasil makanan khas di kabupaten Garut di duga belum efisien dari segi produksinya.

7 Pendugaan tersebut didukung dengan data yang menggambarkan tentang input, output dan efisiensi masing-masing jenis makanan yang ada di Kabupaten Garut yang ditunjukan melalui tabel 1.4 sebagai berikut : Tabel 1.4 Biaya Input, Nilai Output, dan Efisiensi dari masing-masing Jenis Makanan Di Kabupaten Garut Tahun 2011 No Jenis Industri Makanan Nilai Output Biaya Input Efisiensi ( % ) 1. Tempe 40442400 31455200 87.14 2. Tahu 55878400 39114880 100.00 3. Kerupuk 11750000 7050000 100.00 4. Teh Rakyat 9740500 6632060 88.12 5. Dodol 19187600 12479010 92.26 6. Opak 4375500 2625300 100.00 7. Ranginang Ketan 6155600 3693360 100.00 8. Rangining 320480 192288 100.00 9. Keripik 5159000 3095400 100.00 10. Wajit 3426500 2227225 92.31 11. Gula Aren 20570875 12342525 100.00 12. Sale Pisang 3462000 2077200 100.00 13. Pindang Ikan 17154678 13310624 100.00 14. Kue Basah 3466000 2252900 92.31 15. Agar-agar 5665500 3399300 100.00 16. Kue Kering 940000 564000 100.00 Rata - rata 12980940 8906955 97 Sumber : DESPERINDAG Kabupaten Garut data diolah kembali Tabel 1.4 menunjukan mengenai nilai efisiensi dari masing-masing jenis industri makanan yang ada di Kabupaten Garut berdasarkan perhitungan melalui DEA. Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa terdapat 5 industri makanan

8 yang berada dalam kondisi yang belum efisien, diantaranya industri tempe, teh rakyat, dodol, wajit dan kue basah. Berdasarkan data tersebut, terdapat dua jenis industri penghasil makanan khas Garut yang berada dalam kondisi belum efisien, yaitu industri dodol dan industri wajit dengan nilai efisiensi 92.26 % dan 92.31 %. Berdasarkan fenomena tersebut, maka timbul pertanyaan mengapa industri tersebut tidak efisien, faktor yang menyebabkan ketidakefisienan tersebut baik secara teknik maupun relatif dan bagaimana skala efisiensi relatif dari industri tersebut. Maka Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini diperoleh judul: ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DALAM PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI MAKANAN (Perbandingan Analisis Cobb Douglas dengan Analisis DEA, Studi pada Industri Wajit di Kabupaten Garut). 1.2 Rumusan Masalah Seperti telah disebutkan pada latarbelakang sebelumnya, industri wajit sebagai salah satu makanan yang termasuk golongan makanan khas di kabupaten Garut di duga belum efisien dari segi produksinya, padahal industri wajit mampu memberikan penghidupan bagi para pemiliknya. Selain itu, industri wajit harus dapat memberikan nilai lebih bagi para konsumennya. Nilai tersebut dapat diperoleh dengan memberikan produk yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh konsumennya. Sebagai salah satu industri yang berorientasi pada keuntungan, industri wajit diharapkan mempu menyediakan kebutuhan konsumen

9 dengan tidak mengesampingkan perkembangan industrinya ke depan. Untuk melihat perkembangannya tersebut dapat dilihat dengan melakukan pengukuran terhadap tingkat efisiensinya. Konsep efisiensi diawali dari konsep teori ekonomi mikro, yaitu teori produsen dan teori konsumen. Teori produsen menyebutkan bahwa produsen cenderung memaksimumkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangakan di sisi lain, teori konsumen menyebutkan bahwa konsumen cenderung memaksimumkan utilitasnya atau tingkat kepuasannya. Di tinjau dari teori ekonomi ada dua macam pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makroekonomi, sementara efisiensi teknis mempunyai sudut pandang mikroekonomi (Amir Machmud, 2013:1). Efisiensi teknis hanya merupakan satu komponen dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun, dalam rangkan mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan termasuk industri wajit harus efisien secara teknis. Menurut Hadad. Et.al. ( 2003 ), ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan input dan output dari institusi keuangan, yaitu pendekatan produksi ( production approach ), pendekatan intermediasi ( intermediation approach ) dan pendekatan asset ( asser approach ). Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam mengukur tingkat efisiensi suatu jenis industri adalah pendekatan regresi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel

10 independen yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Pendekatan ini mengukur secara keseluruhan efesiensi produksi suatu industri dilihat dari beberapa indikator efisiensi, diantaranya efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Selain pendekatan regresi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas, terdapat pendekatan yang mengukur efisiensi operasional suatu industri berdasarkan masing-masing perusahaan dalam suatu industri yaitu dengan pendekatan Data envelopment analysis ( DEA ). Pendekatan DEA lebih menekankan pendekatan yang berorientasi kepada tugas dan lebih memfokuskan kepada tugas yang penting, yaitu mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan / UPK ( decision making units ). Analisis yang dilakukan berlandaskan kepada evaluasi terhadap efisiensi relative dari UPK uang sebanding. Semenjak tahun 1980-an, pendekatan ini banyak digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dari industri perbankan secara nasional. Pendekatan DEA ini merupakan pendekatan nonparametric. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak memerlukan asumsi awal dari fungsi produksi. Ada dua model yang sering digunakan dalam pendekatan ini, yaitu model Constant return to scale ( CRS ) dan Variable return to scale ( VRS ). Berdasarkan latar belakang masalah dan pemaparan diatas. Permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut adalah : 1) Apakah penggunaan faktor-faktor produksi pada industri wajit di Kabupaten Garut dengan menggunakan pendekatan regresi

11 menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas sudah mencapai efisiensi optimum? 2) Apakah penggunaan faktor-faktor produksi pada industri wajit di Kabupaten Garut dengan menggunakan pendekatan Data envelopment analysis ( DEA ) sudah mencapai efisiensi optimum? 3) Apakah skala produksi wajit di Kabupaten Garut dengan menggunakan pendekatan regresi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas berada pada tahap produksi Decreasing return to Scale, Constant return to scale atau Increasing return to Scale? 4) Apakah skala produksi wajit di Kabupaten Garut dengan menggunakan pendekatan Data envelopment analysis ( DEA ) berada pada tahap produksi Decreasing return to scale, Constant return to scale atau Increasing return to scale? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal sebagai berikut, yaitu : 1) Untuk mengidentifikasi tingkat efisiensi usaha dalam penggunaan faktor-faktor produksi wajit di Kabupaten Garut berdasarkan pendekatan regresi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dan pendekatan Data envelopment analysis ( DEA ).

12 2) Untuk mengetahui skala hasil produksi wajit di Kabupaten Garut berdasarkan pendekatan regresi menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dan pendekatan Data envelopment analysis ( DEA ). 1.3.2 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari dilakukannya penelitian ini dapat dibagi menjadi dua. Yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis: 1) Manfaat teoritis. memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu ekonomi, khususnya ilmu ekonomi mikro dan juga dapat dimanfaatkan untuk penelitian-penelitian yang lebih lanjut. 2) Manfaat praktis a. Memberikan informasi bahwa optimalisasi dan efisiensi faktor produksi sangat berpengaruh terhadap hasil produksi wajit di Kabupaten Garut. b. Sebagai bahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi berbagai pihak. Diantaranya bagi para penghasil produk wajit di Kabupaten Garut dalam pencapaian jumlah produksi optimum.