BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Beberapa pengertian prosedur menurut para ahli adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut (Mardiasmo; 2011) Pajak adalah iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang yang dapat dipaksakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.04/2010 TENTANG NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. kebebasan berpikir atau membuat konsep-konsep serta kebebasan. makna demokrasi yang didalamnya ada unsur-unsur keikutsertaan rakyat

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

LANDASAN TEORI. dalam buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2008, h3),

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum kita mengetahui pengertian with holding system kita harus

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB III PEMBAHASAN TENTANG MEKANISME PENGAJUAN RESTITUSI ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TELAAH PUSTAKA. pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Penetapan Nilai Transaksi Dengan Menggunakan Rumus Tertentu, Tepatkah?

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak ialah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Perhitungan Bea Masuk, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tipe Madya Pabean B Yogyakarta antara lain: Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada

BAB II LANDASAN TEORI

, DJBC PMK-160/PMK.04/2010. Subdit Nilai Pabean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB I I. LANDASAN TEORl

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II LANDASAN TEORI. definisi pajak menurut versinya masing-masing. Walaupun banyak pendapat mengenai

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

MENTERI KEUANGAN, SALINANN TENTANG. telah diubah PERATURAN BAB I. Pasal 1

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB II LANDASAN TEORI

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: PER-16/BC/2016 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun

BAB II LANDASAN TEORITIS. (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-19/BC/2016 TENTANG DATABASE NILAI PABEAN

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak berdasarkan undang-undang dan dari berbagai pakar pajak

BAB III PEMBAHASAN TENTANG EFEKTIVITAS PENERAPAN E-FAKTUR ATAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dari sektor pajak diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-10/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 129/KMK.04/2003 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Nilai Pabean. Perhitungan Bea Masuk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro, dalam Mardiasmo (2011:1) : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurut Andriani dalam Waluyo (2009 : 2) : Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari kedua definisi di atas terdapat persamaan pandangan atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai kedua definisi tersebut hanya pada penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya saja. 11

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1) Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang). 2) Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksaannya. 3) Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditinjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual pleh pemerintah. 4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2 Sistem pemungutan pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga ssistem (Mardiasmo, 2011: 7), yaitu sebagai berikut : 12

1) Official Assessment system Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak uang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri cirinya : a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b) Wajib pajak bersifat pasif. c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment system Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri - cirinya : a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 13

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding system Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 2.1.3 Impor Menurut Rochmat Soemitro, dalam Mardiasmo (2011:1) : Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor barang kena pajak (BKP) tidak termasuk Pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) yang dipunut menurut undang-undang PPN 1984. Sedangkan menurut undang undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan, impor adalah kegiatan memasukan barang kedalam daerah pabean. Dari beberapa pengertian 14

diatas dapat ditarik inti dari impor yaitu kegiatan ekonomi dengan mendatangkan barang dari luar wilayah ke dalam wilayah. Adapun prosedur dalam melakukan kegiatan impor hampir sama dengan melakukan kegiatan ekspor. Dalam prakteknya, kegiatan impor melibatkan banyak pihak, yaitu : a) Bank b) Freight Forwader, EMKI, PPJK c) Shipping Company/Perusahaan Pelayanan d) Asuransi e) Bea cukai f) Surveyor (Badan Pemeriksa) g) Kedutaaan/Konsultan Berdasarkan kriteria tertentu, Dirjen Bea Cukai mentukan jalur pengeluaran barang impor sebagai berikut : 1) Jalur Merah Kritria jalur merah : a) Importir baru b) Importir yang termasuk dalam kategori resiko tinggi (high risk impoter) c) Barang impor sementara d) Barang Operasional Peminyakan (BOP) golongan II 15

e) Barang re-impor f) Terkena pemeriksaan acak g) Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah h) Barang impor yang termasuk dalam komoditi beresiko tinggi dan/atau berasal dari negara yang beresiko tinggi. Untuk jalur merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Dalam jalur merah, dilakukan pemeriksaan fisik apabila ada Nota Hasil Itelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan/atau terkena pemeriksaan acak. 2) Jalur Hijau Kriteria jalur hijau adalah importir yang tidak termasuk dalam kriteria sebagaimana dalam kriteria jalur merah, dan untuk jalur hijau hanya dilakukan penelitian dokumen saja. Dalam jalur hijau, tidak tidak dilakukan pemeriksaan fisik apabila Tidak ada Nota Hasil Intelijen (NHI)/Nota Informasi (NI), dan tidak terkena pemeriksaan acak. 3) Jalur Prioritas Kriteria jalur prioritas adalah importir yang ditetapkan sebagai Importir Jalur Prioritas, dan untuk jalur prioritas 16

tidak dilakukan pemeriksaan pabean sebagaimana yang dilakukan terhadap jalur merah atau hijau. 2.1.4 Nilai Pabean Nilai pabean nilai yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang dinyatakan dalam mata uang rupiah yang memenuhi kriteria tertentu dan dalam international commercial tems (Incoterms) Cost, Insurance and Freight (CIF). Nilai pabean adalah nilai transaksi barang atau bahasa mudahnya adalah harga yang disepakati untuk dibayar atau akan dibayar oleh pembeli (importir) kepada penjual (eksportir). 1) Nilai Pabean (Rupiah) = Nilai Pabean X (NDPBM) 2) NDPBM = Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan 17

berlaku : Untuk penghitungan Bea Masuk digunakan NDPBM yang a) Dalam hal PIB bayar atau jaminan, NDPBM yang berlaku adalah pada saat dilakukannya pembayaran atau diserahkan jaminan bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor. b) Dalam hal PIB bebas, NDPBM yang berlaku adalah pada saat PIB mendapatkan nomor pendaftaran di Kantor Pabean. c) Dalam hal Pembayaran Berkala, NDPBM yang berlaku adalah pada saat PIB mendapatkan nomor pendaftaran di Kantor Pabean. d) Dalam hal jenis valuta asing tidak diatur didalam Keputusan Menteri Keuangan tentang kurs pajak, NDPBM yang digunakan adalah nilai tukar yang berlaku pada Bank Indonesia. 3) Komponen nilai pabean itu antara lain : a) Cost (FOB Cost) Harga barang impor sampai dengan barang dimuat diatas kapal di pelabuhan muat. Harga FOB biasanya tertera didalam Invoice atau Faktur 18

b) Insurance (Asuransi) Biaya asuransi pengangkutan dari pelabuhan muat di luar negeri sampai dengan pelabuhan bongkar di Indonesia. Biaya asuransi yang digunakan sebagai komponen dasar untuk menghitung Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor adalah sebagaimana yang tercantum dalam polis asuransi. Apabila asuransi ditutup di dalam negeri, maka nilai rupiah dari premi asuransi yang digunakan untuk menetapkan nilai pabean dianggap nihil, dengan syarat importer wajib menyerahkan polis asuransi. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis barang yang tergolong dalam klasifikasi tarif yang berbeda dalam satu PIB, besarnya biaya asuransi untuk tiap-tiap jenis barang dihitung berdasarkan perbandingan harga tiap jenis barang dengan harga keseluruhan barang dikalikan jumlah keseluruhan biaya asuransi. c) Freight (Biaya Angkut) Biaya pengangkutan dari pelabuhan muat di luar negeri sampai pelabuhan bongkar di Indonesia. Besarnya freight biasanya tertera didalam dokumen pengapalan yaitu Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB). Namun demikian banyak B/L atau AWB yang tidak mencantumkan besarnya freight. Untuk itu importer diwajibkan memberitahukan besarnya freight 19

berdasarkan bukti nyata. Jika importer tidak dapat menunjukkan bukti nyata dimaksud, ada kemungkinan Pejabat Pabean akan menetapkan nilai pabean tidak berdasarkan nilai transaksi (Metode I) Dalam hal terdapat lebih lebih dari satu jenis barang yang tergolong dalam klasifikasi tarif yang berbeda dalam satu PIB, besarnya freight untuk tiap jenis barang dihitung berdasarkan perbandingan harga tiap jenis barang dengan harga keseluruhan barang dikalikan jumlah keseluruhan biaya transportasi. Nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang identik. Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa. Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan metode deduksi. 20

Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan metode komputasi. Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung dengan menggunakan tata cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean dengan pembatasan tertentu. Ketentuan tentang nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk diatur lebih lanjut oleh Menteri. 2.1.5 Penerimaan Bea Masuk Pengertian bea masuk berdasarkan Ensiklopedia Indonesia, diartikan sebagai pajak yang dipungut atas barang-barang impor. Sedangkan pengertian bea masuk berasarkan Pasal 1 UU No. 17/2006 perubahan dari UU No.10/1995 adalah Pungutan negara berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib bea masuk. Jadi bea masuk 21

merupakan pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas barang-barang yang memasuki daerah pabean. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.02/2001 mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh menteri dan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu fungsi utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sebagai pengumpul penerimaan yang merupakan pendapatan negara untuk membiayai pembangunan nasional. Peranan fungsi ini berubah sesuai dengan perubahan situasi perkonomian dan sosial negara. Pada saat ini dimana Indonesia dalam keadaan krisis di segala bidang khususnya di bidang ekonomi,fungsi ini menjadi salah satu prioritas yang harus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Penerimaan yang dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa bea masuk yang merupakan pajak atas perdagangan internasional dan cukai yang merupakan pajak spesifik terhadap barang-barang tertentu. Jadi Bea masuk adalah bea yang dikenakan atas barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor, oleh karenanya terutang bea masuk. Bea Masuk ditetapkan dengan menggunakan Dasar Penghitungan Bea Masuk (DPBM) yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Keuangan yang tujuannya adalah 22

untuk kepastian penghitungan dan memperlancar pengajuan pemberitahuan pabean oleh importir. 2.1.6 Pajak Dalam Rangka Impor Pajak dalam rangka impor (PDRI) adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai atas impor barang yang terdiri dari PPN, PPh ps.22, PPnBM. Dalam menetapkan bea masuk, cukai dan Pajak dalam rangka impor (PDRI), Indonesia menerapkan sistem self assesment, di mana pengguna jasa diharuskan untuk menghitung, menetapkan dan membayar sendiri besarnya pungutan yang harus dibayarkan. 2.1.7 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Djoko mulyono (2008) mendefinisikan PPN sebagai berikut PPN/ Value added tax(vat) merupakan pajak penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah adalah setiap tambahan yang dilakukan penjual atas barang/jasa yang dijual, karena pada prinsipnya setiap penjual menghendaki adanya tambahan tersebut yang bagi penjual merupakan keuntungan. Sedangkan Menurut perundang-undangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 42 Tahun 2009. 23

Menurut Undang-undang No. 42 Tahun 2009 : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa didalam negeri, Pajak Pertambahan Nilai timbul karena digunakan factor-faktor produksi dalam menyiapkan, menghasilkan dan memperdagangkan barang/jasa kepada konsumen. Dari definisi pengertian Pajak Pertambahan Nilaitersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung. Tanggung jawab pembaaran pajak yang terutan berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak(pihak yang memikul beban pajak). b) Pajak Objektif Pemungutan pajak pertambahan nilai ini mendasarkan objek tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak,sehingga timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. c) Multistage Levy Pemungutan pajak pertambahan nilai dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan pedagang besar,sampai dengan pengecer,sehingga 24

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan secara bertahap dari jalur produksi Barang kena pajak jalur distribusi atas barang kena pajak hingga penyerahan atas barang kena pajak tersebut kepada pedagang besar sampai dengan pengecer. d) Tarif tunggal Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia hanya mengenal satu jenis tariff (single tariff) yaitu 10% (sepuluh persen) untuk penyerahan dalam negeri dan 0% (nol persen) untuk ekspor barang kena pajak. 2.1.8 Pengertian Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Penyerahan barang kena pajak (BKP) disamping dikenakan pajak pertambahan nilai sebagaimana telah disebutkan dalam undang-undang No. 42 Tahun 2009 pasal 5 dikenakan juga pajak penjualan atas barang mewah(ppnbm). Menurut undang-undang No. 42 Tahun 2009 : pajak penjualan atas barang mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak yang tergolong mewah yang diekspor atau dikonsumsi diluar daerah pabean,dikenakan pajak penjualan atas barang mewah dengan tariff 0% (nol persen). Pajak penjualan atas barang mewah yang telah dibayar atas perolehan barang kena 25

pajak yang tergolong mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali. Menurut Wahyudi (2007) : pajak penjualan atas barang mewah adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak mewah oleh pabrikan ( pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor barang kena pajak mewah. Dari definisi pengertian pajak penjualan atas barang mewah yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa pajak yang dikenakan atas barang yang digolongkan barang mewah yang diatur sesuaiundang-undang perpajakan. Pajak penjualan atas barang mewah memiliki karakteristik sebagai berikut : a) Pengenaan terhadap pajak penjualan atas barang mewah ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan ataupada saat impor. b) Pajak penjualan atas barang mewah tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan pajak pertambahan nilai,namun demikian apabila eksportir mengekspor barang kena pajak yang tergolong mewah,maka pajak penjualan atas barang mewah yang telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi. 26

2.1.9 Pajak Penghasilan Pajak penghasilan sesuai dengan pasal 1 Undang Undang pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima dalam tahun pajak. Oleh karena itu Pajak Penghasilan melekat pada subyeknya. Pajak Penghasilan termasuk salah satu jenis pajak subjektif. Subyek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan, subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Demikian pula atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, terutang Pajak Penghasilan dan dalam hal ini yang bersifat final. 2.1.10 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 a) Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayara natas penyerahan barang b) Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 27

2.1.11 Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Kegiatan Impor Barang Besarnya tarif pungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 yaitu a) 2,5% dari nilai impor, jika menggunakan Angka Pengenal Impor (API). b) 7,5% dari nilai impor, jika tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (Non API). Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan dibidang impor. Contoh perhitungan: a) Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5% dari nilai impor. PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Impor b) Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari nilai. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor c) Yang tidak dikuasai (apabila telah 30 hari barang tidak diproses lebih lanjut atau tidak diambil dari gudang di pelabuhan tempat 28

datangnya barang), tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang. PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Impor 29