EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

BAB I PENDAHULUAN. (Otda) adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI PADA PEMERINTAH KABUPATEN TABANAN

ANALISIS TATA KEUANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN ANGGARAN

BAB VI PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari. penelitian ini adalah:

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

ARTIKEL ILMIAH ANALISA KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN ANGGARAN

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA DEPOK WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 3, Desember 2007 Hal: Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan Lain Pendapatan Asli daerah yang sah. Akan tet

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA BADAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS KINERJA ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERMERINTAH KOTA SAMARINDA

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

Keywords : income, improvement, local, government, original, tax

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN ANGGARAN Susilowati 1) Suharno 2) Djoko Kristianto 3) ABSTRACT

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI DILIHAT DARI RASIO PENDAPATAN PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SAROLANGUN. Amelia Sutriani C0E013027

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

Kemampuan anggaran pendapatan desa: studi komparatif pada Desa Tanjung Mulia dan Desa Ujung Tanjung di Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi

PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN DAERAH PROVINSI MALUKU

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA AMBON

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

Selly Paat, Perbandingan Kinerja Pengelolaan. PERBANDINGAN KINERJA PENGELOLAAN APBD ANTARA PEMERINTAH KOTA TOMOHON DENGAN PEMERINTAH KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK RESTORAN DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN SERANG (TAHUN ANGGARAN )

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

BAB IV METODA PENELITIAN

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Kota Jambi. oleh :

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH KOTA - KOTA DI JAWA TENGAH PADA ERA OTONOMI DAERAH PERIODE

JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 1 April 2017

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

Abstract. Kemandirian, Efektivitas, dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah. Jefry Gasperz ISSN

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kota Jambi. Oleh:

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR

Poppy Kemalasari et al., Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi di Kabupaten Dompu Tahun Anggaran )

Evaluasi Kinerja keuangan Daerah...I Dewa Gde Bisma dan Hery Susanto 75

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KOTA PALEMBANG. Oleh :

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DI PULAU MADURA PROVINSI JAWA TIMUR DALAM ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

Transkripsi:

Univesity Research Colloquium 2015 EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN 2007-2011 Siti Fatimah Nurhayati 1), Ikhya Ulumudin 2) 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: haniffatimah@gmail.com 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta email: ikhya.ulum@yahoo.com Abstract Purpose of the research titled Evaluation of Local Finance of Pekalongan residency of 2007-2011 is to analyze performance and capability of local finance of Pekalongan residency of 2007-2011. The research uses secondary data. Performance of local finance can be measured by using fiscal decentralization level, regional dependency level and regional independency level, whereas the mapping of local budget is measured by using local financial index and quadrant method. Resulth of the research indicated that Pekalongan Town, Batang regency, Pekalongan regency, Tegal regency and Brebes regency had very inadequate decentralization level, Tegal Town had inadequate fiscal decentralization. Seven regencies of Pekalongan residency had high dependency of level to central goverment. Tegal town belonged to adequate category had better independency level than other region. Further, Pekalongan town, Pemalang regency, Pekalongan regency were belonged to inadequate category, while Batang regency, Tegal regency and Brebes regency were grouped in very poor category. Pekalongan Town, Batang regency, Tegal town, Tegal regency and Pemalang regency had high index of local financial capability, whereas Brebes and Pekalongan regency had moderate index of local financial capability. Analysis of quadrant methode concludes regions of Pekalongan regency were not found to belong to quadrant I. There were three regions (Pekalongan town, Batang regency and Pekalongan regency) belonged to quadrant II. One region (Tegal town) was found in quadrant III, and three regions (Pemalang regency, Tegal regency and Brebes regency) were found in quadrant IV. Keywords : financial performance, financial capability index and financial capability map 1. PENDAHULUAN Menurut Mahmudi (2011), sektor publik merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan publik dan penyelenggaraan negara atau pemerintahan atau organisasi yang memiliki keterkaitan dengan keuangan negara. Penyelenggara sektor publik dalam hal ini adalah pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Semua lapisan masyarakat sangat membutuhkan sektor publik, karena hanya sektor ini yang bisa menyediakan barangbarang publik yang dibutuhkan masyarakat. Barang publik tidak mungkin diselenggarakan oleh sektor bisnis karena sektor bisnis hanya bergerak kepada kegiatan yang bersifat profit oriented. Sejak era otonomi daerah, pemerintah daerah diberi hak untuk melayani masyarakat dan mengatur administrasi keuangannya sendiri, baik terkait dengan pendapatannya maupun pengalokasian pengeluarannya agar dapat menjalankan pelayanan publik kepada masyarakat secara optimal. Pengelolaan itu dilakukan dengan cara membuat perencanaan pembangunan daerah yang disesuaikan dengan anggaran yang ada agar supaya kinerja keuangan untuk pembangunan tepat sasaran,efesien dan efektif.oleh karena pentingnya kinerja keuangan untuk pelayanan publik bagi suatu daerah, maka peneliti tertarik untuk meneliti kinerja 34

University Research Colloquium 2015 keuangan yang berjudul Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah se-karesidenan Pekalongan Tahun 2007-2011. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis kinerja keuangan daerah se- Karesidenan Pekalongan tahun 2007-2011; (2) Mengukur nilai indeks kemampuan keuangan (IKK) daerah se-karesidenan Pekalongan dan menganalisis peta kemampuan keuangannya tahun 2007-2011 2. LANDASAN TEORI Pengertian Sektor Publik Secara umum suatu organisasi dapat dikategorikan dalam tiga sektor, yaitu sektor bisnis, sektor publik dan sektor sosial. Organisasi sektor bisnis merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang komersial atau disebut juga dengan sektor privat atau swasta. Organiasi sektor publik merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan publik dan penyelenggaraan negara dalam rangka pelaksanaan konstitusi negara. Sementara organisasi sektor sosial merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan sosial, kemasyarakatan, dan kemanusiaan tetapi diselenggarakan oleh masyarakat baik individu maupun kelompok dan tidak dibawah organisasi pemerintahan. (Mahmudi, 2011). Organisasi sektor publik pada umumnya berupa lembaga-lembaga negara pemerintahan atau organisasi yang memiliki keterkaitan dengan keuangan daerah. Pemerintah sebagai sektor publik bertanggungjawab melayani masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjunjung tinggi keinginan rakyat, melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan sosial, menjalankan aspek-aspek fungsional secara efisien dan efektif dengan memperhatikan asas-asas transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, tidak diskriminatif serta keseimbangan hak dan kewajiban (Anggraini dan Puranto, 2010). Prinsip Penganggaran Daerah Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah akan optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber dana yang cukup bagi daerah, yang besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.pendapatan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah sendiri, dana perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan lain-lain yang sah merupakan sumber pendapatan daerah yang nantinya digunakan untuk membiayai jalannya pemerintahan. Pendapatan asli daerah diperoleh dari pajak dan retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pemerintah diatasnya yang diserahkan kepada daerah baik dari bagi hasil pajak maupun bukan pajak. Pinjaman hanya merupakan pelengkap atau pendapatan alternatif dari pendapatan-pendatan yang lainnya (Suparmoko, 2003). Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewengangan daerah.menurut jenisnya, belanja daerah mempunyai dua jenis yaitu belanja langsung dan belanja tak langsung. Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan program dan kegiatan. Misalnya belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Sementara belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan progam dan kegiatan (Suparmoko, 2013). Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan anggaran daerah yaitu (Darise,2007): (a) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (b) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan 35

tidak dibenarkan melaksanakaan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD; (c) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan dalam APBD dilakukan melalui rekening kas daerah. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Menurut teori agency, salah satu siklus terpenting dalam manajemen adalah bagaimana pertanggungjawaban dibuat oleh penerima mandat kepada sang pemberi mandat. Dalam pengelolaan APBD, aspek pertanggungjawaban pengelolaan APBD memiliki makna strategis baik dari segi ekonomi, pengukuran kinerja, dan perencanaan strategis. Melalui proses pertanggungjawaban yang berbentuk laporan keuangan, akan diketahui permasalahan yang diketahui oleh pemerintah daerah dalam menjalankan otonominya. Sebagaimana amanat undang-undang no.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan harus disusun berdasarkan hasil yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemerintah daerah dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern yang sehat dan selaras dengan standar akuntansi pemerintahan. Tujuan laporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan keuangan dalam menilai akuntabilitas. Oleh karena itu untuk dapat menilai keberhasilan pemerintah daerah maka pemerintah daerah harus melaporkan atau mnyediakan informasi tentang pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban dan ekuitas dana serta dana arus kas pemerintah daerah yang diwujudkan dalam beberapa juknis laporan (Anggraini dan Puranto, 2010). Penelitian Terdahulu Paidi Hidayat dkk (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten atau Kota Pemerkaran Di Sumatera Utara dengan menggunaka alat analisis pertumbuhan PAD (share), peranan PAD (growth) dan peta kemampuan berdasarkan metode kuadran, Univesity Research Colloquium 2015 memberikan kesimpulan bahwa dilihat dari sisi pertumbuhan penerimaan dan pengeluaran anggaran, kabupaten Mandailing Natal, Toba Samosir, Humbang Hasundatan, dan Pakpak Bharat secara nyata mengalami pertumbuhan pengeluaran yang lebih besar dari pertumbuhan penerimaannya. Sedangkan dari sisi indikator kinerja PAD, kabupaten atau kota pemekaran di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan (growt) PAD yang positif tetapi relatif masih kecil perananya (Share) dalam struktur APBD. Peta kemampuan keuangan mengindikasikan ketidaksiapan masing-masing kabupaten atau kota pemekaran di Sumatera Utara dan masing kurangnya kemandirian dalam berotonomi. I Dewa Gde Bisma dan Hery Susanto (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2003-2007, dengan alat analisis rasio kinerja keuangan diperoleh hasil bahwa kinerja keunagan daerah tidak optimal dalam melaksanakan otonomi daerah. Sumbangan pendapatan asli daerah (Share) terhadap total pendapatan masih rendah dan pertumbuhan pendaptan asli daerah (growth) tinggi akan tetapi jika dibanding dengan proporsi belanja pertumbuhan proporsi PAD sangat kecil. Mohammad Rofiuddin (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan Daerah di Pulau Madura Provinsi Jawa Timur Dalam Era Otonomi Daerah Tahun 2005-2009, dengan menggunakan pendekatan analisis rasio keuangan, memberikan kesimpulan bahwa deserntralisasi di seluruh kota/kabupaten di Pulau madura masih dikategorikan rendah sekali, disertai ketergantungan yang tinggi dan tingkat kemandirian yang rendah. Fitria Luspitasari (2010), dalam penelitannya yang berjudul Maping Kinerja PAD, Efektivitas Penerimaan Daerah Sendiri dan Kemampuan Keuangan Serta Hubungannya Dengan Pertumbuhan Daerah objek penelitiannya di Kabupaten atau kota se-sumatera Barat, dengan menggunakan analisis kuadran hasilnya menunjukan bahwa 36

University Research Colloquium 2015 peta kinerja pendapatan asli daerah pada tahun 2006, hanya ada dua daerah saja yang masuk dalam kuadran I yaitu kota Bukittinggi dan kota Solok, tiga daerah di kuadran III dan empat daerah di kuadran IV. Sementara di tahun 2007 tidak ada satupun daerah yang berada di kuadran I. Kondisi ini menunujukan bahwa terjadi penurunan kemampuan keuangan daerah jika dilihat dari sisi PAD. Kedua, secara empiris menunjukan bahwa tingkat efektifitas PDS dengan pertumbuhan ekonomi berkorelasi negative. Artinya sekalipun daerah mampu mencapai realisasi targetnya hingga tahap yang sangat efektif tidak akan memberikan dampak sama sekali pada pertunbuhan ekonomi daerah di Sumatera. 3. METODE PENELITIAN Objek Penelitian Penelitian ini menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan daerah se- Karesidenan Pekalongan tahun 2007-2011.Daerah yang dijadikan objek penelitian adalah daerah se-karesidenan Pekalongan yang terbagi menjadi tujuh kabupaten dan kota yaitu kota Pekalongan, kota Tegal, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes. Ketujuh daerah tersebut dilewati jalur pantura yang diharapkan secara langsung berdampak positif terhadap kegiatan ekonominya. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time serries: tahun 2007-2011) yang meliputi data Pendapatan Asli Daerah (PAD), Total Pendapatan Daerah (TPD), Pendapatan transfer, biaya perolehan pendapatan, target pendapatan, dan PDRB tahun 2007-2011 di daerah se- Karesidenan Pekalongan. Data ini diperoleh melalui studi pustaka dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS), dan instasnsi terkait lainnya di masing-masing daerah yang bersangkutan. Definisi Operasional Variabel Beberapa variabel yang perlu diketahui definisinya di sini adalah : a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD merupakan pendapatan asli daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. b. Total Pendapatan Daerah (TPD) Pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan keuangan antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, pinjaman daerah, dan pendapatan daerah lainnya yang sah. c. Pendapatan Transfer Pendapatan transfer atau dana perimbangan merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari pemerintah diatasnya untuk pelaksanaan desentralisasi. Pendaptan transfer terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. d. Biaya Perolehan Pendapatan Biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah guna mendapatkan pendapatan asli daerah sendiri. Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif. Analisis kinerja keuangan daerah diukur dengan menggunakan tiga indikator, yaitu: a. Derajat Desentralisasi Fiskal Derajat desentralisasi fiskal adalah ukuran untuk menunjukan tingkat kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan.semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah sendiri terhadap total pendapatan daerah maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Derajat desentralisasi fiskal dirumuskan sebagai berikut : DD = x 100% Keterangan : DD = derajat desentralisasi PAD = pendapatan asli daerah TPD = total pendapatan daerah 37

Tabel 1. Kriteria Derajat Desentralisasi Interval Tingkat Derajat Desentralisasi 0,00-10,00 Sangat Kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber : Wulandari, 2001:2 b. Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Tingkat ketergantungan menggambarkan seberapa besar ketergantungan daerah terhadap dana ekstern atau dana transfer dari pemerintah pusat maupun provinsi dalam membiayai jalannya pemerintahan, dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh daerah dengan total pendapatan. Tingkat Ketergantungan = x 100% Tabel 2. Kriteria Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Interval Ketergantungan Keuangan Daerah 0,00-10,00 Sangat Rendah 10,01-20,00 Rendah 20,01-30,00 Sedang 30,01-40,00 Cukup 40,01-50,00 Tinggi >50,00 Sangat tinggi Sumber : Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM, 2001 a. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Tingkat kemandirian keuangan daerah adalah ukuran yang menunjukan kemampuan keuangan pemerintah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang diukur dengan rasio pendapatan asli daerah (PAD) terhadap jumlah bantuan pemerintah pusat dan pinjaman. Tingkat kemandirian dapat dirumsukan sebagai berikut : TingkatKemandirian= Univesity Research Colloquium 2015 Tabel 3. Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah Interval Kemandirian Keuangan Daerah 0,00-10,00 Sangat kurang 10,01-20,00 Kurang 20,01-30,00 Cukup 30,01-40,00 Sedang 40,01-50,00 Baik >50,00 Sangat Baik Sumber : Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM, 2001 Pemetaan kemampuan keuangan daerah dapat diukur dengan menggunakan indeks kemampuan keuangan (IKK) dan metode kuadran. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) merupakan rata-rata dari rata-rata indeks growth, share, dan elastisitas. Oleh karena itu, menentukan indeks IKK dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Bappenas, 2003): a. Menghitung rata-rata indeks growth Growth merupakan ukuran yang menunjukan seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya dalam mendapatkan PAD dari periode ke periode. Rumus dalam mencari growth sebagai berikut : Growth = x 100% Keterangan : PAD = Pendapatan asli daerah sendiri tahun i PADi-1 = Pendapatan asli daerah sendiri tahun i-1 Setelah nilai growth diperoleh maka dicari nilai growth terendah (minimum) dan nilai growth tertinggi (maksimum). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai indeks growth. Selanjutnya dihitung nilai rata-rata indeks growth yang ada. a. Menghitung rata-rata indeks Share Share merupakan ukuran untuk mengukur seberapa jauh kemampuan daerah membiayai kegiatan rutin dan belanja pembangunan daerah. Ukuran ini dihitung dari rasio PAD terhadap belanja rutin dan belanja pembangunan daerah. 38

University Research Colloquium 2015 Share = x 100% Keterangan : PAD = Pendapatan asli daerah Setelah nilai share diperoleh maka dicari nilai share terendah (minimum) dan nilai share tertinggi (maksimum). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai indeks share. Selanjutnya dihitung nilai rata-rata indeks share yang ada. a. Menghitung rata-rata indeks Elastisitas Elastisitas adalah ukuran yang menggambarkan sensitivitas atau elastisitas PAD terhadap perkembangan ekonomi. Rumus dalam mencari elastisitas sebagai berikut : Elastisitas = x 100% Setelah nilai elastisitas diperoleh maka dicari nilai elastisitas terendah (minimum) dan nilai elastisitas tertinggi (maksimum). Hal ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan nilai indeks elastisitas. Selanjutnya dihitung nilai rata-rata indeks elastisitas yang ada. b. Hitung rata-rata dari rata-rata indeks growth, indeks share dan indeks elastisitas sehingga diperole nilai IKK. Tabel 4. Kriteria Indeks Kemampuan Keuangan Interval Klasifikasi Kemampuan Keuangan 0,00-0,33 Rendah 0,34-0,43 Sedang 0,44-1,00 Tinggi Sumber : Bappenas, 2003 Alat analisis lainnya yang digunakan untuk pemetaan keuangan daerah dalam penelitian ini adalah metode kuadran. Metode kuadran merupakan salah satu cara menampilkan peta kemampuan keuangan daerah berdasarkan kuadran dimana sumbu horizontal merupakan besarnya nilai rata-rata growth dan sumbu vertikal merupakan nilai rata-rata share. Dengan demikian dalam metode kuadran ini terbagi menjadi empat wilayah, dimana wilayah satu merupakan wilayah yang nilai rata-rata growth dan nilai rata-rata share nya tinggi, wilayah dua nilai rata-rata growth tinggi namun nilai rata-rata share nya rendah, wilayah tiga nilai rata-rata growth rendah tetapi nilai rata-rata share nya tinggi, dan yang terakhir wilayah empat yaitu wilayah yang nilai rata-rata growth maupun rata-rata share rendah (lihat gambar-2). Gambar 2. Peta Kemaampuan Keuangan Berdasarkan Kuadran Rata-rata Share (%) Kuadran II Share : Rendah Growth : Tinggi Kuadran IV Share : Rendah Growth : Rendah Rata-rata growth (%) Sumber : Bappenas, 2003. Kuadran I Share : Tinggi Growth : Tinggi Kuadran III Share : Tinggi Growth : Rendah Secara detail, peta kemampuan keuangan daerah dapat dijelaskan seperti pada table 5. 39

Univesity Research Colloquium 2015 KUADRAN I II III Tabel 5. Klasifikasi status kemampuan keuangan daerah KONDISI Kondisi ini paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam APBD dan daerah punya kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukan dengan besarnya nilai share dan nilai growth yang tinggi. Kondisi ini belum ideal. Akan tetapi daerah punya kemampuan lokal sehingga PAD berpeluang memiliki peran besar dalam APBD. Sumbangan PAD terhadap APBD (nilai share) rendah namun pertumbuhan PAD (nilai growth) tinggi Kondisi ini juga belum ideal. Peran PAD yang besar punya peluang mengecil karena pertumbuhan PAD (growth) rendah. Sumbangan PAD terhadap APBD (share) tinggi namun pertumbuhannya (growth) rendah. Kondisi ini paling buruk. PAD belum mengambil peran besar terhadap APBD dan daerah belum mempunyai kemampuan IV mengembangan potensi lokal. Sumbangan PAD terhadap APBD rendah dan pertumbuhan PAD nya pun rendah. Sumber : Bappenas, 2003. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kinerja keuangan Daerah Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes memiliki tingkat desentralisasi sangat kurang, kota Tegal memiliki tingkat derajat desentralisasi fiskal kurang. Tingkat ketergantungan keuangan ke tujuh daerah se- Karesidenan Pekalongan terhadap pemerintah masih tergolong sangat tinggi. Tingkat kemandirian keuangan kota Tegal lebih baik dari daerah lainnya dengan kategori cukup, kemudian kota Pekalongan, kabupaten Pekalongan dan kabupaten Pemalang dengan kategori kurang, sementara kabupaten Batang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes masuk dalam kategori sangat kurang. Untuk mempermudah melihat pergerakan derajat desentralisasi fiskal, tingkat ketergantungan dan tingkat kemandirian di daerah se-karesidenan Pekalongan dapat dilihat dalam Gambar 1. Gambar 1. Pergerakan Derajat Desentralisai Fiskal, Tingkat Ketergantungan, dan Tingkat Kemandirian Daerah Se-Karesidenan Pekalongan 40

University Research Colloquium 2015 41

Rata-rata Share (%) Univesity Research Colloquium 2015 Hasil Analisis Pemetaan Keuangan dengan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) dan Metode Kuadran. a. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Indeks kinerja keuangan daerah se- Karesidenan Pekalongan tertinggi adalah kabupaten Pemalang sebesar 0.5668, kabupaten Tegal sebesar 0.540463, kota Tegal sebesar 0.528581, kabupaten Batang sebesar 0.519676, kota Pekalongan sebesar 0.448629, kabupaten Brebes sebesar 0.434229, dan kabupaten Pekalongan sebesar 0.398192. Berdasarkan kriteria indeks kemampuan keuangan, daerah se- Karesidenan Pekalongan yang memiliki kemampuan keuangan daerah yang tinggi ada lima daerah yaitu kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, kota Tegal, kabupaten Batang, dam kota Pekalongan, sedangkan daerah lainnya yaitu kabupaten Brebes dan kabupaten Pekalongan memiliki kemampuan keuangan daerah sedang b. Pemetaan Keuangan Metode Kuadran Berdasarkan hasil dari analisis indeks share dan indeks growth tahun 2007-2011, diketahui bahwa nilai persentase ratarata indeks share dan growth daerah se- Karesidenan Pekalongan dan juga daerah se-provinsi Jawa Tengah dapat dilihat dalam tabel-6. Tabel-6. Rata-rata persentasegrowth, dan share Se-Karesidenan Pekalongan Tahun 2007-2011 Daerah Rata-rata Rata-rata Growth Share Kota Pekalongan 131.60% 10.02% Kota Tegal 113.45% 19.79% Kabupaten Batang 114.85% 6.89% Kabupaten Pekalongan 121.92% 8.52% Kabupaten Pemalang 106.94% 8.20% Kabupaten Tegal 111.66% 7.97% Kabupaten Brebes 111.29% 7.22% Rata-rata Se-Provinsi Jateng 114.50% 10.26% Sumber : data sekunder yang diolah Dari tabel-6 diketetahui posisi dari masing-masing daerah menggunakan metode kuadran dengan titik tengah rata-rata daerah se provinsi.kuadran dapat dilihat dalam gambar-2. Gambar 2. Peta Kemaampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Kuadran (Titik Tengah Rata-Rata Se-Propinsi) Kuadran II Kuadran I Share : Rendah Share : Tinggi Growth : Tinggi Growth : Tinggi (Kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan) Kuadran IV Share : Rendah Growth : Rendah (kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, dan kabupaten Brebes) Kuadran III Share : Tinggi Growth : Rendah (Kota Tegal) Rata-rata growth (%) Sumber : Bappenas, 2003. 42

University Research Colloquium 2015 43

Keterangan gambar : Kuadran I : kemampuan sharetinggi atau peran PAD berperan besar dalam APBD dan daerah punya kemampuan mengembangkan potensi lokal karena growth nya tinggi. Kuadran II : kemampuan share rendah namun growthnyatinggi artinya PAD di daerah tersebut belum mempunyai peran besar dalam APBD, sumbangan PAD masih rendah namun daerah ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan potensi lokal sehingga PAD kedepannya berpeluang memiliki peran besar dalam APBD karena pertumbuhan PAD cukup tinggi. Kuadran III : nilai share nya tinggi namun growth nya rendah artinya daerah memiliki PAD yang berperan besar dalam APBD, namun peran besar PAD tersebut memiliki peluang semakin mengecil karena pertumbuhan PAD kecil. kuadraniv : nilai share dan growth nya rendah artinya PAD belum mempunyai peran yang besar dalam APBD dan daerah juga belum mempunyai kemampuan untuk mengembangkan potensi lokal. Diantara ketujuh daerah se-karesidenan Pekalongan tidak ada yang masuk dalam kuadran I, sedangkan di kuadran II adalah kota Pekalongan, kabupaten Batang, kabupaten Pekalongan, yang masuk dalam di kuadran III adalah kota Tegal, dan yang masuk dalam kuadran IV adalah kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, dan kabupaten Brebes. 5. SIMPULAN Berdasarkan analisis indeks kinerja keuangan (IKK) dan metode kuadran menyimpulkan bahwa: 1. Nilai Indeks kinerja keuangan daerah Se-Karesidenan Pekalongan menyimpulkan bahwa dari ketujuh daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah yang tinggi ada lima daerah yaitu kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal, kota Tegal, kabupaten Batang, dan kota Pekalongan, sedangkan daerah lainnya yaitu kabupaten Brebes dan kabupaten Pekalongan memiliki kemampuan sedang 2. Analisis metode kuadran menyimpulkan bahwa daerah se-karesidenan Univesity Research Colloquium 2015 Pekalongan tidak ada yang masuk dalam kuadran I. Ada tiga daerah (kota Pekalongan, kabupaten Batang dan kabupaten Pekalongan) masuk dalam kuadran II. Satu daerah (kota Tegal) masuk dalam kuadran III dan tiga daerah (kabupaten Pemalang, kabupaten Tegal dan kabupaten Brebes) masuk dalam kuadran IV. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba menyampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Daerah Se- Karesidenan Pekalongan a. Guna meningkatkan derajat desenrtralisasi daerah maka perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat menaikan PAD dengan cara pengoptimalan pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain sesuai dengan potensi masing-masing, serta mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat. b. Peningkakan PAD juga dapat dilakukan melalui efisiensi pengeluaran atau belanja daerah agar tidak terjadi defisit. 2. Bagi Akademisi Bagi akademis semoga dengan penelitian ini dapat lebih meningkatkan ketertarikan mengenai analisa kinerja keuangan daerah karena keuangan daerah merupakan ujung tombak untuk menjalankan otonomi daerah. REFERENSI Anggraini, Y. dan Puranta, B. H. 2001. Anggaran Berbasis Kinerja: Penyusunan APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. BAPPENAS.2003.Peta Kemampuan Propinsi Dalam Era Otonomi Daerah:Tinjauan atas Kinerja PAD dan Upaya yang Dilakukan Daerah.Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah. Bisma I Dewa Gde.Susanto Hery.2010.Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah pemerintah provinsi nusa tenggara barat tahun anggaran 2003-2007.Jurnal Ekonomi Ganec Swara.Volume 4,Nomer 3 (Desember 2010) hal.75-86. 44

University Research Colloquium 2015 Darise, Nurlan.2006.Pengelolaan Keuangan Daerah.Gorontalo:Indeks. Halim, A.2001.Bunga Rampai Manajemen Keungan Daerah.Bunga Rampai Manajemen Keungan Daerah.Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hidayat Paidi dkk.2007.analisis Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota Pemerkasan Di Sumatera Utara.Jurnal Ekonomi Pembangungan.Volume 12 No.13 (Desember 2007) hal.213-222. Mahmudi.2011.Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta:UII Press. Rinaldi Udin.2012.Kemandirian Keuangan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah.Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik.Volume 8 Nomor 2 (Juni 2012) hal.105-113. Suparmoko.2001.Ekonomi Publik Untuk Keuangan Daerah Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta:Andi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Wulandari, A.2001.Kemampuan Keuangan Daerah: Studi Kasus Kota Jambi dalam Pelaksanaan otonomi Daerah.Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik.Volume 5, Nomor 2 (November 2001) hal.17-33. Yuwono, Sony dkk.2008.memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah).Malang:Bayumedia Publishing. 45