ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SETELAH DIBERLAKUKANYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUKOHARJO

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTODA DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB IV METODA PENELITIAN

ANALISIS PERBANDINGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN KERINCI DAN KOTA SUNGAI PENUH

EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kediri)

KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KANTOR SEKRETARIAT KABUPATEN KUTAI BARAT. Supina Sino,Titin Ruliana,Imam Nazarudin Latif

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA GORONTALO (Studi Kasus Pada DPPKAD Kota Gorontalo) Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KEMANDIRIAN DAERAH SUBOSUKAWONOSRATEN DALAM PELAKSANAAN SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH ( TINJAUAN KEUANGAN DAERAH )*

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KOTA SAMARINDA

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA BOGOR TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Accounting Principles Board (1970), akuntansi adalah suatu kegiatan jasa dimana

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Aceh Timur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah perusahaan tentunya mempunyai masalah dalam menyusun

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

Transkripsi:

Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 31 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. I., No. 1, Juni 2010, 31-42 ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra ABSTRAK Penelitian ini menganalisis dampak diberlakukannya Otonomi Daerah terhadap kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo. Data yang dianalisis adalah data keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tahun anggaran 1996 sampai dengan 2008, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Alat analisis data menggunakan Deskriptif dan time series. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah, rasio efisiensi belanja cenderung menurun, artinya Belanja Daerah cenderung efisien sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan meskipun dalam angka yang relatif kecil.. Kata kunci: kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi, Otonomi Daerah PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa pra reformasi / orde baru didasarkan pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-Undang tersebut selain mengatur pemerintahan daerah, juga menjelaskan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang didasari UU No. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No 25 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah membawa konsekuensi pada daerah yang bersangkutan untuk melakukan penataan di berbagai segi. Pemerintah bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga legislatif, terlebih dahulu menentukan Arah Kebijakan Umum (AKU) dan prioritas anggaran dalam pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. AKU dan prioritas anggaran merupakan sintesa dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat sehingga diperoleh kebijakan jangka pendek (tahunan) dan kebijakan jangka menengah (lima tahunan) yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan daerah. Untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan Otonomi Daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Usaha pemerintah daerah dalam menggali sumber dana yang berasal dari potensi daerah yang dimiliki serta kemampuan mengelola dan memanfaatkan sumber dana yang ada tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan

32 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Menurut Widodo (Halim, 2004:283) dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Berdasarkan uraian tersebut, penulis termotivasi untuk meneliti kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah mengambil judul Analisis Kinerja Keuangan Dan Pertumbuhan Ekonomi Sebelum Dan Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. 2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat efisiensi belanja, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan bagaimana prediksi tahun 2015. 2. Bagaimana perbandingan kinerja keuangan antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. 3. Bagaimana pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan prediksi tahun 2015. 4. Bagaimana perbandingan pertumbuhan ekonomi antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. 3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi belanja, efektifitas PAD dan kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan bagaimana prediksi tahun 2015. 2. Untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. 3. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum dan sesudah Otonomi Daerah dan prediksi tahun 2015. 4. Untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan ekonomi antara sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah TINJAUAN TEORI 1. Otonomi Daerah Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Daerah otonom yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Keuangan Daerah Menurut Mamesah (Halim, 2004: 18-19) keuangan daerah dapat diartikan hak dan kewajiban yang dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 33 Untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsinya, pemerintah daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut pasal 55, sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar yaitu: 1) Pendapatan asli daerah, 2) Pendapatan yang berasal dari pusat, 3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan yang berasal dan besarnya dana dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dengan demikian, ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD). Lahirnya Otonomi Daerah tersebut memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur dan mengurus sumber-sumber penerimaan daerah yang berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan sumbersumber penerimaan lainnya, secara terarah dan sistematis melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. 3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, maupun melayani kebutuhan sosial masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Menurut Mardiasmo (2005: 122) manfaat pengukuran kinerja adalah: a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran untuk menilai kinerja manajemen, b) Memberikan arah mencapai target kinerja c) Untuk mengevaluasi pencapaian kinerja, membandingkan, dan mengkoreksi untuk memperbaiki kinerja, d) dasar memberikan penghargaan dan hukuman, e) alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam memperbaiki kinerja organisasi, f) mengidentifikasi kepuasan pelanggan, g) memahami proses kegiatan instansi pemerintah, h) Memastikan bahwa pengambilan keputusan obyektif. Seiring dengan makin majunya penerapan prinsip akuntabilitas dan transparansi, yang ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka setiap pengelola keuangan daerah harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangannya dalam bentuk neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan daerah. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan analisis rasio terhadap APBD. Ada beberapa jenis rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD antara lain: 1. Rasio efisiensi belanja Menurut Mahmudi (2007: 152) rasio efisiensi belanja merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan antara realisasi pengeluaran/belanja daerah dengan anggaran belanja daerah. Semakin kecil rasio belanja maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Anggaran pemerintah efisien jika rasionya kurang dari 100, dan sebaliknya. Formulanya adalah sebagai berikut: Realisasi Belanja Rasio efektifitas belanja = X 100% Anggaran Belanja 2. Rasio efektifitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Widodo (Halim, 2004:285) Rasio efektifitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. PAD efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 100. Namun demikian, semakin besar rasio efektifitas menggambarkan kinerja pemerintah yang semakin baik. Formulanya adalah sebagai berikut:

34 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni 3. Rasio kemandirian keuangan daerah Menurut Widodo (Halim, 2004:284) kemandirian keuangan daerah atau otonomi fiskal menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah.tingkat kemandirian menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Bentuk partisipasi masyarakat : membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah. Ada empat macam pola hubungan (Paul Hersey dan Kenneth Blanchard) yang memperkenalkan hubungan situasional yang dapat digunakan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, antara lain: 1) Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat dominan. 2) Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat semakin berkurang, daerah sedikit mampu melaksanakan otonomi. 3) Pola hubungan partisipatif, peranan pusat semakin berkurang, kemandiriannya daerah mendekati mampu melaksanakan urusan Otonomi Daerah. 4) Pola hubungan delegatif, daerah telah mandiri, campur tangan pusat sudah tidak ada. Pedoman dalam pola hubungan daerah dengan kemampuan daerah dapat dikemukakan pada tabel sebagai berikut: Tabel 1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah Kemampuan Kemandirian % Pola Keuangan Hubungan Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif Rendah 25% - 50% Konsultatif Sedang 50% - 75% Parsitipasif Tinggi 75% - 100% Delegatif Formula yang digunakan untuk mengukur kemandirian keuangan daerah adalah sebagai berikut: Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Penerimaan Asli Daerah = X 100% Total Penerimaan Daerah Agar formula tersebut dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan maka unsur penerimaan daerah selain pendapatan asli daerah (dana ekstern) harus dihitung konstan. 4. Pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya, oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2000: 144). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau pun dari adanya perubahan struktur ekonomi (Arsyad: 13). Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dan daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Akan tetapi, perubahan PDB/PDRB dari tahun ke tahun tidak hanya disebabkan oleh perubahan tingkat kegiatan ekonomi tetapi juga oleh adanya kenaikan harga-harga. Oleh karena itu perlu ditentukan perubahan yang sebenamya terjadi dalam kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun dengan cara menghilangkan pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai PDB/PDRB pada berbagai tahun sehingga PDB/PDRB yang digunakan dalam menghitung pertumbuhan ekonomi adalah PDB/PDRB menurut harga konstan. Sumber: Nataluddin (Halim, 2004: 189)

Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 35 5. Analisis Trend Terhadap Kinerja Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi Analisis trend dilakukan untuk mengetahui perkiraan kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahuntahun yang akan datang. Dengan menggunakan dasar data-data masa sebelumnya yang dikumpulkan, kemudian dianalisa untuk meramalkan waktu yang akan datang. Data-data yang dikumpulkan dengan rangkaian waktu disebut dengan rangkaian waktu (time series). METODA PENELITIAN 1. Obyek Penelitian Penelitian akan dilaksanakan terhadap Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. 2. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi: a)data keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tahun anggaran 1996 sampai dengan 2008 meliputi target pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan asli daerah, total penerimaan daerah, anggaran belanja dan relisasi belanja daerah. b) Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). 3. Variabel Kinerja keuangan Kinerja keuangan merupakan keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang dicapai sesuai dengan anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio efisiensi belanja, rasio efektifitas PAD dan rasio kemandirian keuangan daerah. Adapun formulanya adalah sebagai berikut: Rasioefisiensibelanja= Realisasi belanja Anggaran belanja Χ100% Rasio efektifitas PAD Rasio Kemandirian Keuangan Daerah RealisasiPenerimaan PAD = Χ100% Target Penerimaan PAD Pertumbuhan Ekonomi Definisi pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2000:144). Menurut pendapat lain, pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk ataupun dari adanya perubahan struktur ekonomi (Arsyad, 2004: 13). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/daerah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan. 4. Metode analisis data Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan untuk mengetahui deskripsi data dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Analisis Trend Analisis trend dilakukan untuk memprediksi kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun-tahun yang akan datang. Dalam perhitungan ini menggunakan analisis time series dengan persamaan trend: = Y = a + bx, Penerimaan Asli Daerah Total Penerimaan Daerah Χ100%

36 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni di mana : Y = Perkembangan Efisiensi Belanja atau Efektivitas PAD atau Kemandirian Keuangan Daerah atau Pertumbuhan Ekonomi a = Besarnya Y, saat X=0. B = Besarnya Y, jika X mengalami perubahan X = Waktu. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Visi Misi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Visi pemerintah Kabupaten Kulon Progo seperti yang tertera dalam RPJM Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2011 adalah Membangun Kulon Progo Dalam Kebersamaan Menuju Penguatan Ekonomi Lokal Berbasis Ekonomi Kerakyatan Demi Mewujudkan Masyarakat Kulon Progo Yang Mandiri, Aman, Sejahtera, Dinamis Berlandaskan Iman Dan Taqwa. Dengan Visi Kabupaten Kulon Progo Tahun 2006-2011 ini diharapkan akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil menuju Kabupaten Kulon Progo yang mandiri dan aman. Berdasarkan visi tersebut yang di dukung dengan keberhasilan etos kerja pada periode pembangunan lima tahun sebelumnya dan dengan semangat etos kerja yang baru membangun desa menumbuhkan kota maka misi pembangunan jangka menengah Kabupaten Kulon Progo adalah : 1)Meningkatkan kapasitas dan keberpihakan kelembagaan pemerintah kepada rakyat/ masyarakat untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. 2) Meningkatkan profesionalisme dan jiwa enterpreneur aparatur. 3)Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan desa. 4) Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.5)mengembangkan perekonomian rakyat terutama agribisnis dan pariwisata. 6) Memfasilitasi pengembangan dunia usaha dan investasi daerah.7) Meningkatkan ketentraman, ketertiban, keimanan dan ketaqwaan. 8) Melestarikan budaya dan melestarikan fungsi lingkungan hidup. 2. Pemerintahan Umum Kelembagaan di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Peraturan Daerah No. 2, 3,4, 5 dan 6 Tahun 2008 meliputi: 1) Sekretariat daerah terdiri dari 9 (sembilan) bagian dan sekretariat DPRD terdiri dari 3 (tiga) bagian. 2) Dinas daerah terdiri dari 12 (dua belas) dinas. 3) Lembaga teknis daerah terdiri dari 10 (sepuluh). 4) UPTD terdiri 20 (dua puluh) UPTD. 5) Kecamatan terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan. Secara administratif Kabupaten Kulon Progo terbagi 88 desa dan 12 kecamatan. Untuk membantu pelaksanaan pemerintah desa di Kabupaten Kulon Progo terdapat 930 dusun, 1.884 RW dan 4.469 RT. Dari 88 desa yang ada 74 desa dikategorikan sebagai desa pedesaan dan 14 desa merupakan desa perkotaan. 3. Perekonomian Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kondisi perekonomian daerah dapat digambarkan dengan nilai pertambahan barang dan jasa di suatu daerah yang ditunjukkan dari perhitungan PDRB. Sementara itu pertumbuhan ekonomi dapat dihitung menggunakan pertumbuhan nilai PDRB atas dasar harga konstan. Adapun perkembangan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun adalah sebagai berikut: Tabel 2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kab. Kulon Progo (Dihitung Menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan) No. Tahun Pertumbuhan ( % ) 1. 2003 4,19 2. 2004 4,49 3. 2005 4,77 4. 2006 4,05 5. 2007 4,12 6. 2008 4,71 Sumber Data: BPS Kabupaten Kulon Progo (diolah)

Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 37 Keuangan daerah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah urusan yang harus dikelola Kabupaten Kulon Progo sebagai konsekuensi pelaksanaan Otonomi Daerah maka kebutuhan dana semakin meningkat. Realisasi belanja selama 5 tahun adalah sebagai berikut: Tabel 3 Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2004-2008 No Tahun APBD (Rp) 1. 2004 311.299.867.330,10 2. 2005 286.529.399.140,21 3. 2006 458.909.842.111,94 4. 2007 492.840.107.093,71 5. 2008 598.059.933.717,75 SumberData: DPPKA Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 Peningkatan realisasi belanja Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun juga diikuti dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai gambaran kondisi Pendapatan Asli Daerah selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 4 Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kulon Progo No Tahun Realisasi PAD (Rp) 1. 2004 19.834.963.142,21 2. 2005 24.332.483.446,02 3. 2006 35.203.275.122,35 4. 2007 38.637.833.503,34 5. 2008 42.289.208.476,81 SumberData: DPPKA Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 Pembahasan 1. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah daerah, digunakan analisis rasio yang terdiri dari rasio efisiensi belanja, rasio efektifitas PAD dan rasio kemandirian keuangan daerah. 1.1. Analisis Kinerja Keuangan pemerintah Kabupaten Kulon Progo Menggunakan Rasio Efisiensi Belanja. Formula rasio efisiensi belanja: Rasio Efisien Belanja Realisasi Anggaran Belanja = X 100% Anggaran Belanja Pengukuran kinerja Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menggunakan rasio efisiensi belanja, sebelum dan sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah tersedia dalam tabel berikut:

38 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni Tabel 5 Perhitungan Rasio Efisiensi Belanja Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 1996 sampai dengan 2008 Tahun Realisasi Belanja Anggaran Belanja Rasio Efisiensi Belanja ( % ) Keterangan 1 2 3 4 = 2/3 5 1996 17.486.109.134,80 17.952.803.331,80 94,40 1997 21.643.384.353,94 21.931.805.013,94 98,68 1998 31.448.138.382,85 34.060.008.484,56 92,33 Sebelum Otonomi Daerah 1999 54.196.173.883,14 57.891.805.770,49 93,62 2000 64.764.434.720,96 71.537.537.201,00 90,53 2001 189.645.232.379,24 234.251.297.556,01 80,96 2002 248.670.968.622,07 275.702.583.105,40 90,20 2003 282.170.746.713,20 289.159.189.404,65 97,58 2004 311.299.867.330,10 322.333.090.561,31 96,48 2005 286.529.399.140,21 307.526.546.189,49 93,17 2006 458.909.842.111,94 476.712.196.279,69 96,27 Masa-masa peralihan Sesudah diberlakukan Otonomi Daerah 2007 492.840.107.093,71 537.649.945.398,00 91,67 2008 598.059.933.717,75 626.369.590.535,65 95,48 Dari table.5 dapat diketahui bahwa rasio efisiensi belanja Kabupaten Kulon Progo tahun 1996 sampai dengan 2008 berkisar antara 80,96% sampai 98,68%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan efisiensi anggaran. Efisiensi belanja tertinggi terjadi pada.ahun 2001 yaitu sebesar 80,96% dan terendah terjadi pada tahun 1997 yaitu 98,68 %. 1.2. Analisis Kinerja Keuangan pemerintah Kabupaten Kulon Progo menggunakan Rasio Efektifitas PAD Kemampuan daerah dalam menjalankan tugasnya dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 100%. Namun demikian, semakin besar rasio efektifitas menggambarkan kinerja pemerintah yang semakin baik. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: Realisasi Penerimaan PAD Rasio efektifitas PAD = X 100% Target Penerimaan PAD

Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 39 Tabel 6 Perhitungan Rasio Efektifitas PAD Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 1996 sampai dengan 2008 Tahun Realiasi PAD Target Penerimaan PAD Rasio Efektifitas PAD (%) Keterangan 1 2 3 4=2/3 5 1996 2.144.440.805,67 1.986.661.111,29 107,92 1997 3.060.074.921,05 2.698.195.919,96 113,41 1998 4.220.839.097,81 3.634.164.369,35 116,14 Sebelum otono daerah 1999 5.635.413.893,56 4.811.981.940,34 117,11 2000 6.726.479.335,45 6.393.136.211,00 105,21 2001 10.132.945.695,54 8.573.860.083,00 118,18 2002 16.225.501.698,51 13.168.930.591,00 123,21 Masa Peralihan 2003 18.250.897.191,88 16.639.670.938,00 109,68 2004 19.834.963.145,21 19.210.285.827,00 103,25 2005 24.332.483.446,02 23.450.286.823,51 103,76 2006 35.203.275.122,35 30.074.914.284,76 117,05 Sesudah diberlakuka Otonomi Daer 2007 38.637.833.503,34 35.344.379.551,00 109,32 2008 42.289.208.476,81 39.736.227.720,00 106,42 Dari tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa rasio efektifitas PAD Kabupaten Kulon Progo Tahun 1996 sampai dengan 2008 berkisar antara 103,25% sampai 123,21%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan pemungutan PAD secara efektif. Rasio efektifitas PAD tertinggi pada tahun 2002 yaitu sebesar 123,21% dan terendah terjadi tahun 2004 sebesar 103,25%. 1.3. Analisis Kerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Menggunakan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan penerimaan daerah. Formula yang digunakan untuk mengukur kemandirian keuangan daerah adalah sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah Rasio KKD = x 100% Total Penerimaan Daerah Agar formula tersebut dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan maka unsur penerimaan daerah selain pendapatan asli daerah (dana ekstern) harus dihitung konstan.

40 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni Tabel 7 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Kulon Progo Tahun Anggaran 1996 sampai dengan 2008 Tahun Pendapatan Asli Daerah (RP) Total Penerimaan Daerah (Rp) Total Penerimaan Daerah yang faktor ekstem PAD dihitung konstan (Rp) Rasio KKD Riil (%) Rasio K konstan 1 2 3 4 5=2/3 6=2 1996 2.144.440.805.67 18.251.904.606,98 18.251.904.606,98 11,75 11,75 Dari tabel 7 di atas terlihat bahwa secara riil kemandirian keuangan daerah Kabupaten Kulon Progo dalam mencukupi kebutuhan pembiayaan untuk melakukan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat masih rendah. Rasio kemandirian keuangan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo hanya berkisar antara 4,58 sampai 13,70, artinya pola hubungan yang instruktif, dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah, hal ini disebabkan betapa dominanya transfer dari pemerintah pusat dalam APBD. Rasio kemandirian keuangan yang digunakan untuk pengukuran kinerja penerimaan yang 1997 3.060.074.921,05 22.338.228.964,16 19.035.483.924,20 13,70 16,08 berasal dari dana ekstern dihitung konstan. Dari 1998 4.220.839.097,81 32.507.983.260,00 20.125.297.239,02 tabel 7 tersebut dapat diketahui rasio kemandirian 1999 keuangan 5.635.413.893,56 daerah selama 57.049.027.812,50 lima tahun sebelum 21.904.872.301,71 2000 diberlakukannya 6.726.479.335,45 otonomi 68.909.630.478,05 selalu mengalami 23.687.503.746,58 peningkatan yaitu 11,75 menjadi 28,40 dan 2001 10.132.945.695,54 221.037.330.913,64 221.055.330.913,64 sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah (tahun 200200316.225.501.698,51 sampai dengan 2008) 251.631.711.572,63 tetap mengalami 223.002.691.159,52 kenaikan yaitu 6,37 menjadi 13,61. Hal ini 2003 18.250.897.191,88 286.643.223.482,64 286.643.223.482,64 menunjukkan perkembangan kinerja keuangan 2004 Pemerintah 19.834.963.145,21 Kabupaten 296.569.118.854,58 Kulon Progo baik 288.227.289.435,97 sebelum maupun sesudah diberlakukannya 2005 24.332.483.446,02 307.791.005.156,51 292.724.809.736,78 Otonomi Daerah menunjukkan peningkatan. 12,98 9,88 9.76 4,58 6,45 6,37 6,69 7,91 20,97 25,73 28.40 4,58 7,28 6,37 6,88 8,31 2006 35.203.275.122,35 448.371.802.782,26 303.595.601.413,11 7,85 11,60 2007 1.4. Analisis 8.637.833.503,34 Pertumbuhan 522.937.813.610,66 Ekonomi Kabupaten 307.030.159.794,10 Kulon Progo 7,39 12,58 2008 2.289.208.476,81 581.934.155.009,44 310.681.534.767,57 7,27 13,61

Juni Andreas Ronald dan Dwi Sarmiyatiningsih 41 Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dapat digunakan untuk memperoleh keterangan tentang laju pertumbuhan ekonomi daerah serta dapat digunakan pula untuk menganalisa perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas dasar harga konstan pada suatu wilayah. Tabel 8 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo Sebelum Otonomi Daerah (Dihitung Menggunakan Indikator PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993) No Tahun PDRB ADHK Pertumbuhan (%) 1. 1995 415.042-2. 1996 436.330 5,13 3. 1997 447.571 2,58 4. 1998 384.783-15,08 5. 1999 346.062-10,06 6. 2000 352.854 1,96 Krisis ekonomi tahun 1997 berdampak pada turunnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo. Pada tahun 1997 pertumbuhan ekonomi sebesar 2,76% turun drastis menjadi - 15,08% (perekonomian melemah) pada tahun 1998. Pada tahun 1999 masih mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar -10.06%. selanjutnya tahun 2000 pertumbuhan ekonomi mulai membaik dengan pertumbuhan sebesar 1,96%. Tabel 9 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kulon Progo Sesudah Diberlakukannya Otonomi Daerah (Dihitung Menggunakan Indikator PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000) No Tahun PDRB ADHK Pertumbuhan (%) 1. 2002 1.284.808-2. 2003 1.338.700 4,19 3. 2004 1.398.744 4,49 4. 2005 1.465.477 4,77 5. 2006 1.524.848 4,05 6. 2007 1.587.630 4,12 7. 2008 1.662.370 4,71 Dengan melihat tabel 8 dan tabel 9 dapat dibandingkan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kulon Progo sebelum Otonomi Daerah cenderung tidak stabil. Sedangkan pertumbuhan ekonomi sesudah adanya kebijakan Otonomi Daerah relatif stabil. SIMPULAN DAN SARAN Sebelum Otonomi Daerah, rasio efisiensi belanja cenderung menurun akan tetapi perekonomian tidak tumbuh. Hal ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini tidak mengindentifikasi penyebab terjadinya varians dalam analisis efisiensi belanja sehingga ada kemungkinan memang terjadi efisiensi yang tinggi. Akan tetapi dapat juga karena ada sebagian kegiatan yang tidak dilaksanakan atau dikarenakan penyusunan anggaran yang masih menggunakan sistem tradisional sehingga terdapat kemungkinan penentuan anggaran yang kurang tepat yang berakibat pada hasil pengukuran kinerja menggunakan ukuran efisiensi belanja menjadi tinggi.

42 EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Juni DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta: STIE YKPN. Badan Pusat Statistik. Kulon Progo Dalam Angka. Berbagai edisi. Yogyakarta. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. Halim, Abdul. 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Mahmudi. 2007. Analisa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIMYKPN. Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah Tahun 2003-2013. Purwanto, Suharyadi.2003. Statistika Untuk Ekonomi & Keuangan Modem. Jakarta: Salemba Empat. Republik Indonesia. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29/2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah.. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Publik.. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Todaro, P Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Eriangga.