BAB I PENDAHULUAN. mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

ANALISIS RETRIBUSI PASAR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan pemberian Otonomi Daerah kepada Daerah atas dasar. desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut dengan UU Pemda) yang selanjutnya mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau memperbaiki keadaan suatu negara. Dengan adanya kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan dalam penyelenggaraan suatu negara hal ini untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. pemerintahan dengan kewenangan otonomi daerah beserta perangkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. rangka pengembangan atau mengadakan perubahan-perubahan ke arah keadaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1649);

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun Kebijkan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana tercantum

1 UNIVERSITAS INDONESIA

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemerintah daerah merupakan bagian yang integral dari sistem pemerintahan nasional di suatu negara kesatuan, khususnya di Indonesia. Dalam pelaksanaan pemerintahan sehari-hari, pemerintah daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang telah diatur secara nasional. Perundangundangan yang berlaku di Indonesia mengalami perubahan terus-menerus mengingat kebutuhan serta kompleksitas permasalahan yang ada saat ini. Dengan adanya perubahan paradigma pemerintahan yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, pemerintah pusat meletakkan kembali arti otonomi daerah pada posisi yang sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun dalam kenyataannya pemerintah daerah menghadapi kendala keuangan khususnya sumber-sumber keuangan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Adapun masalah yang dihadapi pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah :

BAB I Pendahuluan 2 1. Rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah. 2. Jenis pajak dan retribusi daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan belum teridentifikasi dengan baik. Kaho dalam Supramono (2001) menyatakan bahwa pemberian otonomi daerah selain menuntut daerah melakukan reorganisasi, tuntutan agar daerah mempunyai kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kemampuan keuangan yang ditunjukkan melalui PAD yang dimiliki masing-masing daerah merupakan salah satu kriteria penting untuk mengetahui dan mengukur secara nyata kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, semakin tinggi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan cermin keberhasilan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta paling tidak dapat mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat. Sebaliknya PAD yang semakin rendah selain dilatarbelakangi oleh lemahnya perencanaan mengenai penerimaan pada setiap tahun anggaran, juga dikarenakan oleh keterbatasan lingkup kewenangan obyek sumber penerimaan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pajak dan retribusi daerah merupakan dua dari beberapa sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana dua elemen ini yang memiliki kontribusi terbesar bagi sumber penerimaan daerah yang dapat dilihat di dalam Anggaran

BAB I Pendahuluan 3 dan Pendapatan Asli Daerah (APBD) yang merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk suatu periode anggaran (Halim, 2002). Selama ini pajak dan retribusi daerah sering menjadi tumpuan sumber PAD, hal ini terlihat dari beberapa daerah yang menerapkan banyak pajak dan retribusi dengan alasan untuk menambah kas dan APBD daerahnya. Devas dalam Supramono (2001) mengemukakan bahwa seringkali terjadi pengenaan beban pajak yang melebihi kemampuan bayar masyarakat akibatnya banyak investor dalam maupun luar negeri menjadi enggan untuk melakukan investasi di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus selektif menggali sumber pendapatan yang berasal dari pajak dan retribusi daerah dengan melakukan identifikasi potensi masing-masing komponen pajak dan retribusi daerah. Diamastuti, dkk (2001) menyatakan bahwa kontribusi sumber PAD terbesar pada Pemda Tingkat II Kabupaten Cianjur selama kurun waktu 1994 sampai dengan 1999 berasal dari pajak dan retribusi daerah, dimana pajak daerah memberikan kontribusi rata-rata 30,45% terhadap PAD sedangkan retribusi daerah memberikan kontribusi rata-rata 58,62%. Potensi ini dapat ditingkatkan dan diprioritaskan mengingat potensi yang ada dalam Kabupaten Cianjur sangat mendukung terhadap penarikan sumber-sumber PAD, khususnya masyarakat yang tinggal maupun masyarakat pendatang.

BAB I Pendahuluan 4 Dalam kebijakan pembangunan di daerah, pemerintah daerah semakin dituntut untuk mampu membiayai pelaksanaan pembangunan daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejalan dengan kemajuan pembangunan nasional, tetapi dalam kenyataannya bahwa tidak semua daerah mampu membiayai dirinya sendiri, hal ini disebabkan karena disamping pemberian otonomi daerah yang kurang jelas, juga keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di daerah. Akibatnya pemerintah daerah sangat mengandalkan sumber pembiayaan pembangunan yang berasal dari pemerintah pusat, hal ini terlihat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bahwa sekitar dua pertiga dari total pengeluaran pemerintah daerah dibiayai dari bantuan dan sumbangan dari pemerintah pusat (Syah dalam Jaya dkk, 2000:1). Selama tiga puluh tahun pelaksanaan perpanjangan tangan pemerintah pusat sebagai pelaksana pembangunan yang bekerja dengan pemerintahan dan pembangunannya, Pulau Batam (nama Kota Batam sebelum menjadi daerah otonom) diserahkan kepada Badan Otorita Batam. Badan ini merupakan legalitas sebuah Keputusan Presiden (Keppres). Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah pusat melalui Otorita Batam menggandeng Pemerintah Daerah Kota Batam dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah khususnya urusan pemerintahan. Sebelum dimulainya pelaksanaan otonomi daerah pada 1 Januari 2001, ada perubahan yang signifikan di wilayah Pulau Batam, yaitu perubahan status pemerintahan dari kotamadya Administratif menjadi Kota Batam yang otonom

BAB I Pendahuluan 5 pada tahun 1999. Dengan diberikannya status kota otonom kepada Batam, sesuai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, berarti Batam memiliki kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri. Artinya Pemerintah Daerah Kota (Pemdako) Batam memiliki kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengikutsertakan Badan Otorita Batam. Namun, kenyataannya di lapangan tidak mudah merumuskan pembagian hubungan kerja antara Pemdako Batam dan OB akibatnya muncul ketidakjelasan sehingga dikhawatirkan Batam tidak lagi menarik untuk dijadikan sebagai tempat berinvestasi jika penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sepenuhnya diserahkan kepada Pemdako (Nasution, 2001). Secara historis Otorita Batam (OB) telah mampu membangun Pulau Batam menjadi sebuah daerah kawasan industri, wisata, perdagangan dan alih kapal yang terkemuka di Tanah Air. Bukan hanya dari segi keberhasilan dalam pembangunan infrastruktur saja, peletakan dasar pembangunan pemerintahan pun tidak dapat terlepas dari peran Otorita Batam, hal ini dapat dilihat dari kemajuan di bidang ekonomi khususnya. Dari penerimaan devisa, misalnya pada tahun 1990 dapat menghasilkan devisa sebesar 230 juta dollar AS meningkat menjadi 7,183 Miliar dollar AS pada tahun 2000. Penerimaan pajak tahun 1990 mencapai Rp 26,6 Miliar meningkat pada tahun 2000 menjadi Rp 639,68 Miliar. Penerimaan Pemdako Batam dari tahun 1990 sebesar Rp 4,75 Miliar meningkat menjadi Rp 69,99 Miliar pada tahun 2003 (Nasution, 2001: 89).

BAB I Pendahuluan 6 Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dapat dirasakan dampaknya, terutama dari peningkatan penerimaan Kota Batam. Penerimaan Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Kota Batam selama tahun 2003 sebesar Rp 461,50 Miliar berarti meningkat hanya sebesar 7,57% dibanding tahun 2002, sedangkan tahun sebelumnya peningkatan pendapatan instansi ini mencapai 21,60%. Peningkatan yang melambat pada tahun 2003 dibanding sebelumnya terjadi pada kelompok penerimaan PAD maupun dana perimbangan. Oleh karena itu, penulis ingin melihat komponen pajak dan retribusi daerah yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan serta tingkat optimalisasi dari sumber penerimaan daerah tersebut guna melihat kinerja keuangan dari Pemerintah Daerah Kota Batam Tahun Anggaran 2003 sampai dengan 2005 setelah pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999, sehingga penelitian ini diberi judul ANALISIS POTENSI DAN OPTIMALISASI PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BATAM. 1.2 Identifikasi Masalah Kemandirian pemerintah daerah merupakan salah satu hal yang menentukan keberhasilan otonomi daerah. Daerah harus selalu berusaha untuk memperoleh serta meningkatkan potensi sumber-sumber pendapatan guna mendukung laju pertumbuhan ekonomi daerah. Otonomi keuangan daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari otonomi daerah secara

BAB I Pendahuluan 7 keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pengertian otonomi keuangan daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah seperti pajak, retribusi dan lain-lain (Hariadi, 2002:28). Upaya peningkatan penerimaan PAD, antara lain pajak dan retribusi daerah, sangatlah penting bagi pemerintah daerah guna menjalankan pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan pajak dan retribusi daerah Kota Batam Tahun Anggaran 2003 sampai dengan Tahun Anggaran 2005 dilihat dari laju pertumbuhannya per tahun? 2. Bagaimana perkembangan pajak dan retribusi daerah Kota Batam Tahun Anggaran 2003 sampai dengan Tahun Anggaran 2005 dilihat dari kontribusinya terhadap pajak dan retribusi daerah serta penerimaan PAD? 3. Potensi pendapatan daerah manakah yang masuk dalam klasifikasi optimal, cukup optimal, dan kurang optimal? 1.3 Maksud & Tujuan Penelitian Maksud & Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Besarnya pertumbuhan masing-masing pajak dan retribusi daerah Tahun Anggaran 2003 sampai dengan Tahun Anggaran 2005.

BAB I Pendahuluan 8 2. Besarnya kontribusi masing-masing pajak dan retribusi daerah Tahun Anggaran 2003 sampai dengan Tahun Anggaran 2005 terhadap pajak dan retribusi daerah serta penerimaan PAD Kota Batam. 3. Jenis pajak dan retribusi mana saja yang sudah digali secara optimal oleh Pemerintah Daerah Kota Batam. 1.4 Kegunaan Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberi sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kota Batam dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, khususnya dari pajak dan retribusi daerah. 2. Sebagai bahan informasi awal yang dapat dijadikan acuan dalam upaya meningkatkan penerimaan daerah melalui pajak dan retribusi daerah. 1.5 Kerangka Pemikiran Mengingat pentingnya peranan otonomi daerah dalam rangka memberdayakan pemerintahan daerah dan potensi-potensi daerah maka pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang pokok pemerintahan di Daerah yang sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah dan perkembangan yang ada. Dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan

BAB I Pendahuluan 9 Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dan dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Sehingga dalam menghadapi perkembangan yang ada baik di dalam maupun di luar negeri serta tantangan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai dengan sistem keuangan negara, pajak telah merupakan bagian yang cukup urgentif sebagai penerimaan negara dalam anggaran suatu negara. Mengenai seberapa besar peran atau kontribusi pajak dalam anggaran suatu negara, hal ini sangat tergantung dan dipengaruhi oleh sistem anggaran dan keberadaan masing-masing negara, karena yang utama mempengaruhi kontribusi tersebut adalah sumber daya ekonomi yang ada di suatu negara. Dana yang berasal dari pajak adalah untuk kas negara yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dengan demikian maka jelaslah bahwa peranan pajak tidaklah kecil. Pajak merupakan iuran yang wajib dibayar oleh setiap warga kepada negara, namun tidak ada jasa

BAB I Pendahuluan 10 balik dari negara. Sebagai gantinya pemerintah memberikan jasa umum kepada semua warga negara termasuk mereka yang tidak membayar pajak. Bentuk jasa umum tersebut seperti yang telah kita nikmati yaitu berupa sarana jalan, jembatan, gedung sekolah, rumah sakit, dan berbagai pelayanan umum lainnya. Sama halnya dengan kondisi yang terjadi pada pemerintahan tingkat daerah, selain mendapatkan dana dari pemerintah pusat untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan, setiap daerah juga mempunyai sumber-sumber penerimaan daerahnya sendiri. Peranan pajak pada pemerintahan tingkat daerah pun sangatlah menunjang bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan asli daerah, yaitu: 1. hasil pajak daerah 2. hasil retribusi daerah 3. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4. lain-lain pendapatan daerah yang sah b. Dana perimbangan c. Pinjaman daerah d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

BAB I Pendahuluan 11 Dengan demikian setiap daerah memiliki kewenangan untuk menggali potensi-potensi yang ada di daerahnya yang menjadi sumber bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersangkutan. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah agar daerah dapat melaksanakan otonominya. Sumber pendapatan daerah tersebut diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan dicabutnya Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang pokokpokok Pemerintahan di Daerah dan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terdapat perbedaan dalam hal pajak dan retribusi daerah. Perbedaan Sumber Pendapatan Daerah menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dapat dilihat dalam gambar 1.1 sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan 12 Gambar 1.1 Perbedaan UU No. 5 Tahun 1974 & UU No. 22 Tahun 1999 Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Sumber Pendapatan Daerah Sumber Pendapatan Daerah a. Pendapatan asli daerah sendiri, yang terdiri atas: 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan daerah 4. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah b. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah yang terdiri atas: 1. Sumbangan dari pemerintah 2. Sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundangundangan c. Lain-lain pendapatan yang sah a. Pendapatan asli daerah sendiri, yang terdiri atas: 1. Hasil pajak daerah 2. Hasil retribusi daerah 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipusatkan 4. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah b. Dana perimbangan c. Pinjaman daerah d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Penerimaan Pajak Daerah Penerimaan Pajak Daerah

BAB I Pendahuluan 13 Dengan adanya perbedaan peraturan tersebut, maka sudah barang tentu akan terjadi suatu perubahan dalam hal pelaksanaan, pengawasan, pengevaluasian, serta penerimaan dari hasil pemungutan pajak dan retribusi daerah di Kota Batam. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Kota Batam mulai membenahi diri diantaranya dengan mulai menyesuaikan sistem pemerintahannya sesuai dengan undang-undang tersebut serta mulai berusaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerahnya berdasarkan aspirasi masyarakat. Karena sektor perpajakan merupakan salah satu potensi daerah yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pemerintah daerah di Kota Batam ini, maka dengan adanya kendala diatas pemerintah daerah pun melakukan berbagai upaya agar memperoleh penerimaan yang optimal dari jenis-jenis pajak dan retribusi yang memiliki potensi. 1.6 Lokasi Dan Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data pada Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Kota Batam yang berlokasi di Jl. Ir. Sutami, Sekupang-Kota Batam. Waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2006 sampai dengan penulisan skripsi ini selesai.