BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Tabel Kapasitas Rill kemampuan keuangan daerah untuk mendanai Pembangunan Daerah

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Rancangan Akhir RPJMD Tahun Hal.III. 12

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN 2013

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUNGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 26 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2007

RANPERDA PERUBAHAN APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2017

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 WALIKOTA DEPOK,

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR. TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 WALIKOTA DEPOK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2008

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

-1- KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN

WALIKOTA MAGELANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANPERDA APBD TA SOSIALISASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG APBD PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN ANGGARAN 2018

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 3 - GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 3. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAANKEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI KUDUS,

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 1 TAHUN 2013 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BAB IIIGAMBARAN GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam

PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Sesuai dengan peraturan perundang-undangan bahwa pendanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah diatur sesuai kewenangan yang diserahkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah tumpang tindih ataupun ketidaktersedianya pendanaan pada suatu urusan pemerintahan. Sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah (meliputi pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Untuk gambaran kinerja pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Sumbawa sebelumnya, diuraikan sebagai berikut. 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Kinerja pelaksanaan APBD tahun sebelumnya dilihat dari aspek tingkat realisasi APBD, pertumbuhan realisasi pendapatan, permasalahan yang muncul serta potensi tantangan kedepan. Secara umum gambaran tersebut disajikan pada tabel berikut. No Tabel 3.1. Target dan Realisasi Pendapatan Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2008-2010 (Rp Milyar) 2008 2009 2010 Rata- Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % Rata (%) 1. PENDAPATAN DAERAH 560,60 570,23 101,72 571,25 585,46 102,49 663,27 660,43 99,57 101,26 1.1 PENDAPATAN ASLI 22,50 25,90 115,18 25,90 28,50 110,02 42,11 35,81 85,03 103,45 DAERAH (PAD) 1.1.1 Pajak Daerah 5,42 5,57 102,62 6,12 5,89 96,21 7,24 5,88 81,19 93,34 1.1.2 Retribusi Daerah 9,21 8,76 95,04 9,27 9,36 101,03 12,41 10,33 83,00 93,11 1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 3,10 3,23 104,16 3,26 4,98 152,93 15,50 13,44 86,70 114,60 1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 4,76 8,36 175,67 7,26 8,27 113,91 6,96 6,16 88,48 126,20 1.2 DANA PERIMBANGAN 512,47 516,51 100,79 520,69 523,18 100,48 534,56 542,31 101,45 100,91 1.2.1 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil 30,84 34,74 112,64 32,12 34,60 107,75 41,65 49,40 118,60 113,00 Bukan Pajak 1.2.2 Dana Alokasi Umum 416,38 416,38 100,00 424,70 424,70 100,00 436,35 436,35 100,00 100,00 1.2.3 Dana Alokasi Khusus 65,25 65,39 100,22 63,87 63,87 100,00 56,56 56,56 100,00 100,07 1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN 25,63 27,81 108,50 24,65 33,78 137,02 86,60 82,31 95,05 113,52 DAERAH 1.3.1 Dana Darurat 2,50 2,50 100,00 - - - - - - - 1.3.2 Dana Bagi Hasil Pajak dari 10,73 12,91 120,28 18,27 18,27 100,00 22,23 19,86 89,34 103,21 Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 1.3.3 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 11,91 11,91 100,00-10,60-61,01 59,94 98,23 66,08 1.3.4 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 0,48 0,48 100,00 6,39 4,91 76,89 3,36 2,52 75,00 83,96 2. BELANJA DAERAH 621,44 539,03 86,74 656,85 604,68 92,06 722,79 666,84 92,26 90,35 2.1 BELANJA TIDAK 343,67 291,27 84,75 408,44 379,45 92,90 453,74 445,39 98,16 91,94 LANGSUNG III - 1

2008 2009 2010 Rata- No Rata Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % (%) 2.1.1 Belanja Pegawai 297,43 257,92 86,72 326,87 303,57 92,87 384,14 377,75 98,34 92,64 2.1.2 Belanja Subsidi - - - 0,35 0,35 100,00 0,30 0,30 100,00 66,67 2.1.3 Belanja Hibah 0,85 0,85 100,00 34,59 33,93 98,07 29,94 29,57 98,76 98,94 2.2.4 Belanja Bantuan Sosial 13,14 12,47 94,92 17,90 16,74 93,51 8,32 7,75 93,05 93,83 2.2.5 Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa 0,31 0,29 91,72 0,33 0,31 95,48 0,33 0,32 96,18 94,46 2.2.6 Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Pemerintahan Desa 19,90 19,74 99,19 24,60 24,56 99,83 30,10 29,71 98,71 99,24 2.2.7 Belanja Tidak Terduga 12,03 - - 3,80 - - 0,61 - - - 2.2 BELANJA LANGSUNG 277,77 247,76 89,20 248,41 225,22 90,66 269,05 221,45 82,31 87,39 2.2.1 Belanja Pegawai 47,78 40,07 83,86 39,60 35,45 89,50 30,83 27,44 88,99 87,45 2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 92,95 79,68 85,72 95,37 82,99 87,03 108,11 97,10 89,82 87,52 2.2.3 Belanja Modal 137,04 128,02 93,41 113,44 106,78 94,13 130,11 96,92 74,49 87,34 3. SURPLUS / DEFISIT (60,84) 31,23 (51,33) (85,61) (19,22) 22,45 (59,52) (6,41) 10,77 (6,04) 4. PEMBIAYAAN NETTO 60,84 59,86 98,39 85,61 85,69 100,09 59,52 59,60 100,13 99,54 4.1 PENERIMAAN 65,87 64,90 98,52 92,53 92,61 100,09 66,47 66,53 100,10 99,57 PEMBIAYAAN DAERAH 4.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 4.1.2 Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 4.2 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 4.2.1 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 4.2.2 Pengembalian Kelebihan Penerimaan dari APBN 65,78 64,73 98,42 92,49 92,22 99,71 66,08 66,47 100,59 99,57 0,10 0,16 166,92 0,04 0,39 969,01 0,39 0,07 17,28 384,40 5,04 5,04 100,00 6,93 6,93 100,00 6,95 6,94 99,84 99,95 4,45 4,45 100,00 6,90 6,90 100,00 6,50 6,50 100,00 100,00 0,59 0,59 100,00 0,03 0,03 100,00 0,45 0,44 97,48 99,16 5. SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN TAHUN BERKENAAN - 91,09 - (0,00) 66,47 - - 53,19 - - Sumber: Diolah dari LPJ APBD 2008-2010 3.1.1.1. Pendapatan Daerah Berdasarkan data pendapatan daerah sebagaimana disajikan tabel 3.1, maka pertumbuhan pendapatan daerah digambarkan pada tabel 3.2 sebagai berikut. Tabel 3.2. Realisasi dan Rata-Rata Pertumbuhan Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2006-2010 (Rp Milyar) Tahun Anggaran Rata-Rata No. Pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 2010 (%) 1. PENDAPATAN 359,00 500,34 570,23 584,46 654,02 16,93 1.1 Pendapatan Asli Daerah 15,95 20,43 25,91 28,50 29,41 17,03 1.1.1 Pajak Daerah 3,28* 4,66 5,57 5,89 5,88 16,80 1.1.2 Retribusi Daerah 6,01 6,83 8,76 9,36 10,30 14,68 1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 1,84 2,48 3,22 4,98 7,04** 40,07 1.1.4 Lain-lain PAD yang Sah 4,82 6,46 8,36 8,27 6,19 9,34 1.2 Dana Perimbangan 332,86 453,03 516,51 523,18 542,31 13,77 1.2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 27,89 33,01 34,74 34,60 49,40 16,48 1.2.2 Dana Alokasi Umum 272,56 365,09 416,38 424,70 436,35 13,18 1.2.3 Dana Alokasi Khusus 32,41 54,93 65,44 63,87 56,56 18,69 1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yg Sah 10,19 26,87 27,81 33,78 82,31 83,11 1.3.1 Hibah - - - - - - 1.3.2 Dana Darurat - 7,00 2,50 - - (32,14) III - 2

Tahun Anggaran Rata-Rata No. Pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 2010 (%) 1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Prov. Dan Pemerintah Daerah Lainnya 10,19 8,06 12,91 18,26 19,86 22,38 1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - 10,00 11,91 10,60 59,94 157,81 1.3.5 Bantuan Keuangan dari Prov. Atau Pemerintah Daerah Lainnya - 1,81 0,48 4,91 2,52 265,31 Sumber: Diolah dari LPJ APBD 2006-2010 Keterangan : *) Pajak pengiriman barang ke luar daerah sebesar Rp.3,3 Miliyard dikeluarkan dari perhitungan untuk keperluan analisis. **) Penerimaan dari PT. DMB sebesar Rp.6,4 Miliyard dikeluarkan dari perhitungan untuk keperluan analisis. Memperhatikan tabel 3.2, diperoleh gambaran bahwa realisasi pendapatan daerah terus meningkat dari Rp.570,23 Milyar (2008) hingga mencapai Rp.660,43 Milyar (2010) dengan ratarata tingkat realisasi pendapatan 101,26%. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkisar dari Rp.25,91 Milyar (2008) menjadi Rp.35,81 Milyar (2010) dengan rata-rata tingkat realisasi PAD 103,41%. Dari keempat komponen PAD, secara persentase kontribusi masing-masing kompenen pembentuk PAD berbeda-beda yakni pada tahun 2008 dan 2009, komponen Retribusi Daerah memberikan kontribusi tertinggi (33,81% dan 32,84%) sedangkan pada tahun 2010 komponen Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan memberikan kontribusi tertinggi Rp.13,44 Milyar (37,54%). Rata-rata tingkat realisasi tertinggi dalam berasal dari komponen Lain-Lain PAD yang Sah yang berkisar 126,20% dan terendah Retribusi Daerah 93,02%. Realisasi Dana Perimbangan (DP) berkisar dari Rp.516,51 Milyar (2008) hingga Rp.542,31 Milyar (2010) dengan tingkat realisasi 100,91%. Secara persentase Dana Alokasi Umum (DAU) memberikan kontribusi terbesar yakni berkisar dari Rp.416,38 Milyar (81%) pada tahun 2008, Rp.424,70 Milyar (81%) tahun 2009, dan Rp.436,35 Milyar (80%). Secara rata-rata tingkat realisasi tertinggi dari komponen pembentuk Dana Perimbangan adalah Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 113,00%, sedangkan tingkat realisasi DAU mencapai 100%. Demikian pula dengan tingkat realisasi Lain-Lain Pendapatan Daerah berkisar antara Rp.27,81 Milyar (2008) hingga Rp.82,31 Milyar (2010) dengan rata-rata ralisasi 113,52%. Dari komponen PAD, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan rata-rata tingkat realisasi masing-masing 93,34% dan 93,02% merupakan tingkat realisasi terendah dibandingkan dua komponen PAD lainnya. Rata-rata peningkatan realisasi pendapatan daerah kurun waktu 2006-2010 adalah 16,89%per tahun dengan peningkatan PAD 17,14%, Dana Perimbangan 13,772% per tahun dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah mencapai 83,08%. Rata-rata realisasi peningkatan komponen PAD: Pajak Daerah tumbuh negatif Pajak Daerah Tumbuh Negatif -1,02%, Retribusi Daerah naik 14,70%, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 72,29% dan Lain-Lain PAD yang Sah 9,30,%. Rata-rata realisasi peningkatan komponen Dana Perimbangan: Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 16,49%, DAU 13,18% dan DAK 18,69%. Sedangkan realisasi peningkatan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah dari sejak tahun 2006 Rp.10,19 Milyar menjadi 82,31 Milyar dengan tingkat pertumbuhan 83,08%. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pendapatan daerah adalah belum diketahui secara pasti besar potensi PAD sehingga target yang ditetapkan tidak didasarkan atas asesmen potensi yang dimiliki. Setelah berlakunya close list system dalam ketentuan jenis pajak dan retribusi sesuai UU 28/2009, perlu dilakukan penyesuaian dari perangakt regulasi, kelembagaan pendapatan daerah serta personil agar tidak berimplikasi pada penurunan pendapatan daerah. Adapun penerimaan Dana Perimbangan relatif tanpa masalah berarti kecuali DAK yang memerlukan dana pendamping dari daerah minimal 10% dari jumlah DAK mengurangi porsi pemanfaatan DAU sesuai dengan kebutuhan daerah. Adapun lain-lain daerah yang sah tidak diketahui secara persis potensi penerimaannya karena bersifat penerimaan insidental. III - 3

Potensi yang diharapkan kedepan adalah semakin meningkatnya penerimaan daerah sesuai dengan semakin berkembangnya basis penerimaan daerah yang dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang baru misalnya dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28/2009 dan PP Nomor 69/2010 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Disamping itu kedepan potensi penerimaan daerah dari penerimaan deviden Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan juga menjadi harapan sumber penerimaan daerah yang potensial. 3.1.1.2. Belanja Daerah Gambaran tentang belanja daerah yang disajikan secara series menginformasikan mengenai tingkat realisasi belanja Kabupaten Sumbawa serta perkembangannya dari tahun ke tahun. Berdasarkan data pada tabel 3.1 bahwa realisasi belanja daerah terus meningkat dari Rp.539,03 Milyar (2008) hingga mencapai Rp.666,84 Milyar (2010), dengan rata-rata tingkat realisasi belanja daerah mencapai 90,35%. Belanja Tidak Langsung yang merupakan komponen terbesar dari belanja daerah, dari Rp.291,27 Milyar (2008) hingga Rp.445,39 Milyar (2010), dengan rata-rata realisasi Belanja Tidak langsung mencapai 91,94%. Dari komponen tujuh Belanja Tidak langsung, realisasi Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintahan Desa mencapai 99,24%. Adapun Belanja Pegawai sebagai salah satu jenis Belanja Tidak langsung yang merupakan komponen terbesar dengan tingkat realisasi mencapai 92,64%, sedangkan belanja tidak terduga memiliki tingkat realisasi terendah. Sedangkan Belanja Langsung yang teralisasi berkisar antara Rp. 247,76 Milyar (2008) mengalami penurunan pada tahun 2010 pada angka Rp. 221,45 Milyar. Penurunan ini disebabkan meningkatnya alokasi belanja hibah untuk keperluan terkait Pemilukada yang menelan anggaran hingga mencapai lebih dari Rp. 20 Milyar. Tingkat realisasi Belanja Langsung dalam kurun waktu 2008-2010 mencapai 87,39% yang dialokasikan untuk Belanja Pegawai dengan tingkat realisasi 87,45%, Belanja Barang dan Jasa 87,52% dan Belanja Modal 87,34%. Permasalahan terkait realisasi belanja adalah 1) penetapan APBD belum tepat waktu; 2) realisasi belanja sesuai dengan kas budget masih belum dapat dipenuhi sesuai target; 3) realisasi DAK yang sering kali terkendali juklak/juknis pusat yang berubah-ubah; 4) proses pengadaan barang/jasa pemerintah; 5) kualitas pekerjaan fisik masih banyak dikeluhkan. Untuk perbaikan kedepan terkait dengan realisasi belanja adalah 1) penyempurnaan mekanisme pembahasan APBD; 2) peningkatan kedisplinan dalam realisasi anggaran; 3) pemantapan regulasi DAK; 4) pemantapan kelembagaan pengadaan barang/jasa pemerintah; 5) peningkatan kualitas perencanaan dan pengawasan pengadaan barang/jasa. 3.1.1.3. Surplus/Defisit Dengan memperhatikan pendapatan dan belanja daerah dalam beberapa tahun terakhir, maka gambaran surplus/defisit dalam anggaran daerah dapat diketahui. Tingkat realisasi surplus/defisit menunjukkan pola pada saat penetapan APBD dalam posisi defisit sedangkan pada laporan realisasi justru terjadi surplus anggaran. Penetapan Defisit berkisar tertinggi Rp.60,84 Milyar pada tahun 2008 hingga terendah tahun 2010 yang mencapai Rp.6,41 Milyar. Sedangkan realisasi surplus berkisar dari Rp.10,77 Milyar (2010) hingga Rp.31,23 Milyar (2008). 3.1.1.4. Penerimaan dan Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan dalam penganggaran daerah adalah penerimaan ataupun pengeluaran yang dialokasikan untuk mewujudkan keseimbangan neraca daerah. Dalam pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sumbawa sepanjang tahun 2008-2010 diperoleh gambaran bahwa tingkat realisasi III - 4

Penerimaan Pembiayaan Daerah berkisar antara Rp. 64,90 Milyar (2008) hingga Rp. 66,53 Milyar (2010) dengan tingkat realisasi rata-rata 99,57%. Komponen Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA) merupakan pembentuk terbesar dari nominal realiasi penerimaan pembiayaan. Selanjutnya tingkat realisasi pengeluaran pembiayaan berkisar antara Rp. 5,04 Milyar (2008) hingga Rp, 6,90 Milyar (2009) dengan rata-rata realisasi mencapai 99,95%. Dengan demikian, maka pembiayaan netto ratarata terealisasi mencapai 99,54%. 3.1.2. Neraca Keuangan Daerah Analisis neraca daerah bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Daerah melalui perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas dan rasio aktivitas serta kemampuan aset daerah untuk penyediaan dana pembangunan daerah. Selanjutnya mengenai gambaran neraca Kabupaten Sumbawa dalam kurun waktu tahun 2006-2010 disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.3. Neraca Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2006-2010 (Rp Milyar) Tahun Anggaran Rata-Rata NO Pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 2010 (%) 1. 2 3 4 5 6 7 8 1 ASET 1.1. ASET LANCAR 35,26 76,22 98,18 70,29 62,30 0,26 1.1.1. Kas 30,62 65,51 91,94 66,02 53,19 0,27 1.1.2. Piutang 0,64 7,62 0,16 0,42 4,47 5,29 1.1.3. Persediaan 4,00 3,09 6,08 3,84 4,64 0,15 2. INVESTASI JK PANJANG 23,17 32,80 47,87 57,80 57,63 0,27 2.1. Investasi Non Permanen 0 5,83 11,89 11,30 12,17 0,27 2.2. Investasi Permanen 23,17 26,97 35,98 46,50 45,46 0,19 1.2. ASET TETAP 732,24 1.117,35 1.254,70 1.407,60 1.517,46 0,21 1.2.1. Tanah 223,57 310,55 318,51 324,80 326,44 0,11 1.2.2. Peralatan dan Mesin 68,30 78,44 102,64 131,65 158,48 0,24 1.2.3. Gedung dan Bangunan 171,58 261,13 313,64 357,77 379,36 0,23 1.2.4. Jalan, Instalasi, Jaringan dan Jembatan 260,57 464,20 508,57 585,21 637,92 0,28 1.2.5. Aktiva Tetap Lainnya 6,84 2,83 3,28 8,17 8,64 0,28 1.2.6. Pekerjaan dalam Pelaksanaan 1,37 0,20 8,05-6,62 9,42 1.3. ASET LAINNYA 8,24 1,93-19,23 19,23 (0,44) 1.3.1. Dana Bergulir 7,65 1,93 - - - - 1.3.2. Dana Penyangga 0,59 - - - - - 1.3.3. Tagihan Penjualan Angsuran - - - - - - 1.3.4. Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah - - - - - - 1.3.5. Aset yang Telah Rusak - - - 19,23 19,23 (0,00) A JUMLAH ASET DAERAH 798,91 1.228,30 1.400,76 1.554,91 1.656,62 0,21 2. KEWAJIBAN - 0,59 0,79 0,44 0,02 (0,26) 2.1. KEWAJIBAN JANGKA PENDEK - 0,59 0,79 0,44 0,02 (0,26) 2.1.1. Hutang Perhitungan Fihak Ke Tiga (PFK) - 0,59 0,07 - - (0,47) 2.1.2. Utang Jangka Pendek Lainnya - - 0,72 0,44 0,02 (0,34) 2.2. KEWAJIBAN JANGKA PANJANG - - - - - - 3. EKUITAS DANA 798,91 1.227,71 1.412,73 1.565,61 1.656,60 0,21 3.1. EKUITAS DANA LANCAR 35,26 75,64 110,16 80,98 62,28 0,28 3.1.1. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 30,62 65,51 92,49 66,47 53,19 0,27 3.1.2. Cadangan Piutang 0,64 7,62 11,61 11,11 4,47 2,69 3.1.3. Cadangan Persediaan 4,00 3,09 6,08 3,84 4,64 0,15 3.1.4. Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran - - (0,03) (0,44) (0,02) 3,78 3.1.5. Utang Jangka Pendek - (0,59) - - - (0,25) 3.2. EKUITAS DANA INVESTASI 763,65 1.152,08 1.302,58 1.484,63 1.594,32 0,21 3.2.1. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang 23,17 32,80 47,87 57,80 57,64 0,27 III - 5

Tahun Anggaran Rata-Rata NO Pertumbuhan 2006 2007 2008 2009 2010 (%) 3.2.2. Diinvestasikan dalam Aset Tetap 732,24 1.117,35 1.254,70 1.407,60 1.517,45 0,21 3.2.3. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 8,24 1,93-19,23 19,23 (0,44) 3.2.4. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran - - - - - - 3.2.5. Utang Jangka Panjang - - - - - - 3.3. EKUITAS DANA CADANGAN - - - - - - 3.3.1. Diinvestasikan Dalam Dana Cadangan - - - - - - B JML KEWAJIBAN DAN EKUITAS 798,91 1.228,30 1.413,53 1.566,05 1.656,62 0,21 Sumber : Diolah dari LPJ APBD 2006-2010 Analisis terhadap neraca keuangan daerah pada tiga tahun terakhir yang mencakup rasio likuiditas, rasio solvabilitas, dan rasio aktivitas disajikan sebagai berikut. Tabel 3.4. Analisa Neraca Keuangan Daerah Kabupaten Sumbawa No 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 A Rasio Likuiditas 1. Rasio lancar (current ratio) 123,98 161,16 3115,00 2. Rasio quick (quick ratio) 116,30 152,35 2883,00 B Rasio Solvabilitas 1 Rasio total hutang terhadap total asset 0,00057 0,00028 0,00001 2 Rasio hutang terhadap modal 0,00056 0,00028 0,00001 C Rasio Aktivitas 1 Rata-rata umur piutang 15,45 1,60 16,78 2 Rata-rata umur persediaan 4,07 3,64 2,87 Sumber : Diolah dari Tabel 3.3. Keterangan : Metode Perhitungan (Lampiran III Permendagri 54/2010) Berdasarkan data neraca Kabupaten Sumbawa sebagaimana tersaji pada tabel 3.3 dan hasil perhitungan rasio keuangan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3.4 menunjukkan bahwa kemampuan keuangan Pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam kondisi sehat sebagaimana ditunjukkan oleh rasio likuiditas, solvabilitas dan rasio aktivitas yang positif. Hal ini diperlihatkan secara rinci hasil analisis neraca keuangan sebagai berikut. Tabel 3.5. Hasil Analisa Neraca Keuangan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Tahun 2008-2010 NO INDIKATOR NILAI KETERANGAN 1 2 3 4 A Rasio Likuiditas 1. Rasio lancar (current ratio) >1 Sangat mampu memenuhi kewajiban jangka pendek 2. Rasio quick (quick ratio) >1 Sangat mampu memenuhi kewajiban jangka pendek secara cepat B Rasio Solvabilitas 1 Rasio total hutang terhadap total asset >1 Mampu melunasi hutang dengan aset yang tersedia 2 Rasio hutang terhadap modal >1 Mampu melunasi hutang dengan modal yang tersedia C Rasio Aktivitas 1 Rata-rata umur piutang 11,28* Dibutuhkan waktu 11,28 hari untuk merubah piutang menjadi kas 2 Rata-rata umur persediaan 3,53* Dibutuhkan waktu sekitar 3,53 hari dalam penggunaan persediaan untuk pelayanan public Sumber : Diolah dari tabel 3.4. Keterangan : *) nilai rata-rata 3 tahun III - 6

3.2. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu 3.2.1. Kebijakan Umum Pendapatan Daerah Berdasarkan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Sumbawa dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumbawa yang disepakati setiap tahunnya, maka secara umum kebijakan umum pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa adalah sebagai berikut. 1) Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar sebagai hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. 2) Seluruh penerimaan daerah dianggarkan dalam APBD secara bruto mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil. 3) Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sebagai komitmen taat azas dalam pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah Kabupaten Sumbawa menetapkan kebijakan terkait pendapatan daerah sebagai berikut: (1) Pendapatan Asli Daerah a) Dalam upaya merencanakan target pendapatan asli daerah dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan tahun lalu, potensi dan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dapat mempengaruhi penerimaan pemerintah daerah serta optimalisasi pencapaiannya. b) Dalam upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah tidak memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya peningkatan pendapatan asli daerah ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, law enforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah serta peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya murah. c) Dalam rangka pemungutan pajak daerah, dapat diberikan biaya pemungutan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan pajak daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. d) Melakukan upaya peningkatan penerimaan bagian laba/deviden atas penyertaan nodal atau investasi daerah lainnya yang dapat ditempuh melalui inventarisasi dan menata serta mengevaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan baik dalam bentuk uang maupun barang sebagal penyertaan modal (investasi daerah). Jumlah rencana penerimaan yang dianggarkan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hendaknya mencerminkan rasionalitas dibandingkan dengan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan kembali ditetapkan sebagai penyertaan modal (telah diinvestasikan). Dalam upaya peningkatan PAD, pemerintah daerah mendayagunakan kekayaan daerah yang belum dipisahkan dan belum dimanfaatkan untuk dikelola atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga sehingga menghasilkan pendapatan. Penyertaan modal pada pihak ketiga ditetapkan dengan peraturan daerah. III - 7

e) Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat dari penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagal akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil penggunaan kekayaaan daerah merupakan pendapatan daerah. (2) Dana Perimbangan. Dana Perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten Sumbawa berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, serta diupayakan untuk memperoleh Dana Penyesuaian Bidang Infrastruktur yang termasuk dalam Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Secara keseluruhan, terus diupayaan peningkatan Dana Permbangan terutama melalui DAK dan dana bagi hasil. (3) Dana darurat yang diterima dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana. (4) Hibah yang diterima baik berupa uang harus dianggarkan dalam APBD dan didasarkan atas naskah perjanjian hibah antara pemerintah daerah dan pemberi hibah. Sumbangan yang diterima dari organisasl/lembaga tertentu/perorangan atau pihak ketiga, yang tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran maupun pengurangan kewajiban pihak ketiga/pemberi sumbangan diatur dalam peraturan daerah. (5) lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah termasuk dana penyesuaian dan dana otonomi khusus dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah. (6) Dana bagi hasil pajak dari provinsi yang diterima pemerintah kabupaten merupakan lain-lain penerimaan yang sah. 3.2.2. Kebijakan Umum Keuangan Daerah Secara umum, kebijakan umum keuangan daerah menyangkut tentang belanja daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 2005-2010 adalah sebagai berikut: 1) Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 2) Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. 3) Belanja daerah disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran serta memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. 4) Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Peningkatan alokasi anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah harus terukur yang diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. 5) Penggunaan dana perimbangan diprioritaskan untuk kebutuhan sebagai berikut : a) Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman diperkotaan dan diperdesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan: III - 8

b) Penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundangundangan; c) Dana alokasi umum diprioritaskan penggunaannya untuk mendanai gaji dan tunjangan pegawai, kesejahteraan pegawai, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta pembangunan fisik sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan umum yang dibutuhkan masyarakat; d) Dana alokasi khusus digunakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah; 6) Belanja Pegawai. a) Besarnya penyediaan gaji pokok/tunjangan Pegawai Negeri Sipil Daerah mempedomani ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil; b) Penganggaran gaji dan tunjangan ketiga belas PNS dan tunjangan jabatan struktural/fungsional dan tunjangan lainnya dibayarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c) Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan produktivitas Pegawai Negeri Sipil Daerah, khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah yang tidak menerima tunjangan jabatan struktural, tunjangan jabatan fungsional atau yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan, diberikan Tunjangan Umum setiap bulan. Besarnya Tunjangan Umum dimaksud berpedoman pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Tunjangan Umum Bagi Pegawai Negeri Sipil; d) Penyediaan dana penyelenggaraan asuransi kesehatan yang dibebankan pada APBD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2003 tentang Subsidi dan Iuran Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Asuransi Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun serta Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 616.A/MENKES/SKB/VI/2004 Nomor 155 A Tahun 2004 tentang Tarip Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT. Askes (Persero) dan Anggota Keluarganya di Puskesmas dan di Rumah Sakit Daerah; e) Belanja pegawai sambil menunggu penetapan pagu anggaran indikatif dana perimbangan, maka pengalokasian angaran masih menggunakan pagu anggaran belanja pegawai tahun sebelumnya. Setelah dana perimbangan telah ditetapkan pemerintah, maka belanja pegawai dianggarkan dengan memperhitungkan kebijakan pemerintah menaikan gaji pokok sebesar 20% dan "accres" gaji sebesar 2,5% untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga, dan penambahan jumlah pegawai terutama akibat adanya penerimaan pegawai baru; f) Berdasarkan ketentuan pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, kepada Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja; g) Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan pada BUMD, atau unit usaha lainnya, pembayaran gaji dan penghasilan lainnya menjadi beban BUMD, atau unit usaha yang bersangkutan; III - 9

h) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengangkat pegawai honorer/pegawai harian lepas/pegawai tidak tetap. Pemberian penghasilan bagi pegawai honorer/pegawai harian lepas/pegawai tidak tetap yang sudah ada dianggarkan menyatu dengan program kegiatan yang melibatkan pegawai dimaksud yang besarnya ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan asas kepatutan dan kewajaran; i) Pemberian honorarium bagi PNS supaya dibatasi dengan mempertimbangkan asas efisiensi, kepatutan dan kewajaran serta pemerataan penerimaan penghasilan, yang besarannya ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. 7) Belanja Barang dan Jasa a) Penyediaan anggaran untuk belanja barang pakai habis agar disesuaikan dengan kebutuhan nyata dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah, dengan mempertimbangkan jumlah pegawai dan volume pekerjaan. Oleh karena itu, perencanaan pengadaan barang agar didahului dengan evaluasi persediaan barang serta barang dalam pemakaian; b) Penganggaran pengadaan software untuk sistem informasi manajemen keuangan daerah dicantumkan dalam belanja barang dan jasa. Jika software tersebut dapat dioperasikan sesuai dengan fungsinya, harus dikapitalisasi menjadi aset daerah; c) Dalam upaya meningkatkan dan memberdayakan kegiatan perekonomian daerah, perencanaan pengadaan barang dan jasa agar mengutamakan hasil produksi dalam negeri dan melibatkan pengusaha kecil, menengah dan koperasi; d) Dalam merencanakan kebutuhan barang, pemerintah daerah supaya menggunakan daftar inventarisasi barang milik pemerintah daerah dan standar penggunaan barang sebagai dasar perencanaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah; e) Penganggaran belanja untuk penggunaan energi agar mempedomani Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi; f) Penyusunan rencana kebutuhan pengadaan barang dan jasa agar mempedomani ketentuan tentang standar satuan harga barang dan jasa yang ditetapkan dalam keputusan kepala daerah; g) Belanja perjalanan dinas baik dalam daerah maupun luar daerah untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelayanan masyarakat dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa; h) Penyediaan belanja perjalanan dinas dalam rangka studi banding agar dibatasi baik jumlah orang. jumlah hari maupun frekuensinya dan dilakukan secara selektif agar tidak terlalu lama meninggalkan tugas dan tanggung jawab yang diamanatkan dalam ketentuan perundangundangan. Pelaksanaan studi banding dapat dilakukan sepanjang memiliki nilai manfaat guna kemajuan daerah yang hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat; i) Penugasan untuk mengikuti undangan dalam rangka workshop, seminar, dan lokakarya atas undangan atau tawaran dari organisasi/lembaga tertentu diluar instansi pemerintah dilakukan secara selektif agar tidak membebani belanja perjalanan dinas; j) Standar biaya perjalanan dinas yang ditetapkan dalam peraturan kepala daerah mempedomani Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap. III - 10

8) Belanja Modal Belanja modal merupakan pengeluaran yang dianggarkan untuk pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan yang memiliki criteria; a) masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan; b) merupakan objek pemeliharaan; c) jumlah nilai rupiahnya material sesuai dengan kebijakan akuntansi, dan d) pengadaan software dalam rangka pengembangan sistem lnformasi manajemen dianggarkan pada belanja modal. 9) Belanja DPRD a) Penganggaran belanja DPRD mempedomani ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan pada tahun 2008 mengunakan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai perubahan terakhir atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004. Disamping itu mempedomani pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penanggaran dan Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD serta Tata Cara Pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Operasional; b) Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD yang meliputi uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan beras, uang paket, tunjangan jabatan, tunjangan panitia musyawarah, tunjangan komisi, tunjangan panitia anggaran, tunjangan badan kehormatan, tunjangan alat kelengkapan lainnya, tunjangan khusus PPh Pasal 21, tunjangan perumahan, uang duka tewas dan wafat serta pengurusan jenazah dan uang jasa pengabdian serta tunjangan komunikasi intensif bagi Pimpinan dan Anggota DPRD dianggarkan dalam Belanja DPRD. Sedangkan belanja tunjangan kesejahteraan dan belanja penunjang kegiatan DPRD dianggarkan dalam Belanja Sekretariat DPRD; c) Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 636/KMK.04/ 1994 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah. Pajak penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD yang dibebankan pada APBD dianggarkan pada objek belanja tunjangan khusus PPh Pasal 21; d) Untuk penganggaran belanja penunjang operasional pimpinan DPRD dan tunjangan komunikasi intensif bagi pimpinan dan anggota DPRD dapat dianggarkan pada kode rincian objek belanja berkenaan dalam pos DPRD. Belanja dimaksud dapat dilaksanakan sepanjang ketentuan yang mengaturnya telah ditetapkan oleh pemerintah. 10) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah a) Penganggaran belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berpedoman pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; b) Gaji dan tunjangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dianggarkan pada belanja tidak langsung Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah; c) Biaya penunjang operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 yang semula ditertulis "Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota" sekarang tertulis "Biaya Penunjang Operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota"; III - 11

d) Belanja rumah tangga, beserta pembelian inventaris/perlengkapan rumah jabatan dan kendaraan dinas serta biaya pemeliharaannya, biaya pemeliharaan kesehatan, belanja perjalanan dinas dan belanja pakaian dinas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dianggarkan pada belanja langsung Sekretariat Daerah; e) Penganggaran belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan satu kesatuan dalam belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau tidak dianggarkan secara terpisah dan pengaturannya lebih lanjut ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. 11) Penyediaan dana untuk penanggulangan bencana alam/bencana sosial dan/atau memberikan bantuan kepada daerah lain dalam penanggulangan bencana alam/bencana sosial dapat memanfaatkan saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Anggaran sebelumnya dan/atau dengan melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga atau dengan melakukan penjadwalan ulang atas program dan kegiatan yang dapat ditunda dengan ketentuan sebagai berikut : a) Penyediaan kredit anggaran untuk memobilisasi tenaga medis dan obat-obatan, logistik/sandang dan pangan supaya diformulasikan kedalam RKA-SKPD yang secara fungsional terkait dengan pelaksanaan kegiatan dimaksud; b) Penyediaan kredit anggaran untuk bantuan keuangan yang akan disalurkan kepada provinsi/kabupaten/kota yang dilanda bencana alam/bencana sosial dianggarkan pada Belanja Bantuan Keuangan; c) Sambil menunggu perubahan APBD Tahun Anggaran berkenaan, kegiatan atau pemberian bantuan keuangan tersebut di atas dapat dilaksanakan dengan cara melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD untuk selanjutnya ditampung dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran berkenaan. Apabila penyediaan kredit anggaran untuk kegiatan atau bantuan keuangan dilakukan setelah perubahan APBD agar dicantumkan dalam Laporan Realisasi Anggaran; d) Pemanfaatan saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Anggaran sebelumnya dan/atau dengan melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga untuk bantuan penanggulangan bencana alam/bencana sosial dilaporkan kepada DPRD; e) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan apabila keadaan darurat terjadi setelah ditetapkannya perubahan APBD, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, dan pengeluaran tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran; f) Penentuan kriteria keperluan mendesak sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD, yang antara lain mencakup : (1) program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan; dan (2) keperluan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat. 12) Belanja Subsidi a) Belanja Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan agar harga jual produk/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat. b) Belanja Subsidi ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD yang dasar pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. III - 12

13) Bantuan Sosial a) Bantuan sosial untuk organisasi kemasyarakatan harus selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya. Pemberian bantuan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran pada organisasi kemasyarakatan yang sama. b) Untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen keadilan dan pemerataan dalam upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, bantuan dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna terpenuhinya standar pelayanan minimal yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. c) Untuk optimalisasi fungsi APBD sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 16 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pengalokasian bantuan sosial tahun demi tahun harus menunjukkan jumlah yang semakin berkurang agar APBD berfungsi sebagai instrumen pemerataan dan keadilan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pengurangan jumlah bantuan sosial bertujuan agar dana APBD dapat dialokasikan mendanai program-program dan kegiatan pemerintahan daerah yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian. Dengan demikian dapat dihindari adanya diskriminasi pengalokasian dana APBD yang hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu saja. d) Penyediaan anggaran untuk bantuan kepada partai politik mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik serta dianggarkan dalam bantuan sosial. e) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 99 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, organisasi kemasyarakatan dan partai politik yang menerima bantuan dana APBD berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana bantuan tersebut kepada kepala daerah. 14). Belanja Bagi Hasil a) Belanja Bagi Hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan kabupaten /kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 15). Belanja Bantuan Keuangan a) Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. b) Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Sedangkan bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan. Untuk pemberi bantuan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan; c) Penganggaran untuk Alokasi Dana Desa agar mempedomani ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa; III - 13

d) Bantuan keuangan sebagaimana tersebut pada angka 1 disalurkan ke kas daerah/desa yang bersangkutan. 16). Belanja Tidak Terduga Belanja Tidak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa/tanggap darurat dalam rangka pencegahan dan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan dan ketertiban di daerah dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup harus didukung dengan bukti-bukti yang sah. 3.2.3. Proporsi Penggunaan Anggaran Proporsi belanja pemenuhan kebutuhan aparatur dan proporsi realisasi belanja di Kabupaten Sumbawa dalam tiga tahun terakhir disajikan sebagai berikut. No Tabel 3.6. Analisis Proporsi Belanja Pemenuhan Kebutuhan Aparatur Kab. Sumbawa Tahun Anggaran Total Belanja Untuk Pemenuhan Kebutuhan Aparatur (Rp Milyar) Total Pengeluaran Belanja + Pengeluaran Pembiayaan (Rp Milyar) Prosentase (a) (b) (a)/(b)*100% 1 2 3 4 5 1 2008 314.92 543.48 57.95 2 2009 366.66 611.60 59.95 3 2010 431.79 673.78 64.08 Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kab. Sumbawa (Beberapa tahun terbitan) Berdasarkan uraian dan penyajian tabel tersebut, maka diperoleh gambaran bahwa proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur dalam APBD Kabupaten Sumbawa masih diatas 50%, sementara arah yang diinginkan secara nasional mengenai proporsi belanja untuk lebih didominasi oleh pemenuhan kebutuhan di luar belanja untuk aparatur. Dalam analisis ini, kebutuhan belanja untuk aparatur dipandang ekivalen dengan kebutuhan belanja tak langsung, yaitu belanja yang tersedia tidak berhubungan langsung dengan ada atau tidaknya program ataupun kegiatan yang dilaksanakan. Selanjutnya mengenai pengeluaran wajib dan mengikat serta prioritas utama telah dialokasi anggaran sebagai berikut. Tabel 3.7. Pengeluaran Wajib dan Mengikat serta Prioritas Utama Kabupaten Sumbawa No Tahun Anggaran (Rp MILYAR) 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 A Belanja Tidak Langsung 260,24 307,89 366,26 18,63 1 Belanja Gaji dan Tunjangan 238,02 280,77 333,81 18,43 Rata-Rata Pertumbuhan 2 Belanja Penerimaan Anggota dan Pimpinan DPRD serta Operasional 2,20 2,25 2,42 5,12 KDH/WKDH 3 Belanja Bunga 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Belanja Bagi Hasil 0,29 0,31 0,32 5,02 5 Belanja Bantuan Keuangan 19,74 24,56 29,71 22,69 6 Belanja Bantuan Keuangan kepada pemerintah Desa 4,74 5,76 6,86 20,26 B Belanja Langsung 4,74 5,76 6,86 20,26 1 Belanja Beasiswa Pendidikan PNS 1,31 2,15 2,49 40,26 III - 14

No Tahun Anggaran Rata-Rata (Rp MILYAR) Pertumbuhan 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 2 Belanja Jasa Kantor (khusus tagihan bulanan kantor seperti listrik, air, 3,39 3,55 4,31 13,08 telepon dan sejenisnya) 3 Belanja sewa gedung kantor (yang telah ada kontrak jangka 0,05 0,06 0,06 10,68 panjangnya) 4 Belanja sewa perlgpan dan perltan kantor yg tlh ada kontrak jangka 0,00 0,00 0,00 0,00 panjangnya) C Pembiayaan Pengeluaran 4,45 6,90 6,50 24,63 1 Pembentukan Dana cadangan 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Pembayaran pokok utang 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Penyertaan Modal pada BUMD 4,45 6,90 6,50 24,63 Total (A+B+C) 269,43 320,55 379,62 18,70 Sumber : Diolah dari LPJ APBD 2008-2010 3.2.4. Analisis Pembiayaan Analisis pembiayaan Kabupaten Sumbawa dalam kurun waktu tahun 2008-2010 dapat dijelaskan bahwa realisasi pendapatan daerah, realisasi belanja dan pengeluaran pembiayaan terbesar terjadi pada tahun 2010. Secara rinci ditunjukkan secara berturut-turut pada table berikut. Tabel 3.8. Defisit Riil Anggaran Kabupaten Sumbawa No. 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 1 Realisasi Pendapatan Daerah 570,233,473,983.44 585,456,688,403.82 660,428,377,995.30 2 Realisasi Belanja Daerah 539,031,492,298.00 604,675,522,360.00 666,841,053,313.88 3 Pengeluaran Pembiayaan Daerah 4,449,985,000.00 6,925,564,600.00 6,936,110,695.00 Defisit Riil = ((1) ((2) + (3)) 26,751,996,685.44 (26,144,398,556.18) (13,348,786,013.58) Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kab. Sumbawa (Beberapa tahun terbitan) No Tabel 3.9. Komposisi Penutup Defisit Riil Anggaran Kabupaten Sumbawa Proporsi dari total defisit riil 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 1 SiLPA 99.75% 99.58% 99.90% 2 Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman 0.25% 0.42% 0.10% 3 Penerimaan Pembiayaan 100.00% 100.00% 100.00% Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Kab. Sumbawa (Beberapa tahun terbitan) Tabel 3.10. Realisasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran(SiLPA) Riil Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran (2008-2010) NO Tahun Anggaran (Rp MILYAR) 2008 2009 2010 1 2 3 4 5 6 1 Pelampauan Penerimaan PAD 3,42 2,60 - -61,99 2 Pelampauan Penerimaan Dana Perimbangan 6,22 2,49 - -80 Rata-Rata Pertumbuhan 3 Pelampauan Penerimaan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah - 9,20 - - 4 Sisa Penghematan Belanja atau Akibat Lainnya 82,81 51,74 53,16 (17,38) 5 Kewajiban kepada Pihak Ketiga sampai dgn Akhir Tahun belum terselesaikan 0,03 0,44 0,02 755,49 6 Jumlah SiLPA Riil 92,47 66,47 53,19 (24,05) Sumber : Diolah dari LPJ APBD 2008-2010 III - 15

Berdasarkan uraian dan penyajian tabel diatas selanjutnya diuraikan kesimpulan analisis kebijakan penggunaan anggaran belanja antara lain: a. Proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur (belanja tak langsung) dalam APBD Kabupaten Sumbawa setiap tahunnnya rata-rata masih diatas 50% dari total belanja daerah, sementara arah yang diinginkan secara nasional mengenai proporsi belanja untuk lebih didominasi oleh pemenuhan kebutuhan di luar belanja untuk aparatur. b. Faktor penyebab yang melatarbelakangi masih dominannya proporsi belanja untuk pemenuhan kebutuhan aparatur (belanja tak langsung) antara lain karena di dalam belanja tak langsung teralokasi belanja bantuan sosial, belanja hibah, serta belum diterapkannya system penganggaran dengan menggunakan Standar Analisa Belanja (SAB), belum efektifnya pola pengintegrasian antara target capaian pada Standard Pelayanan Minimum dengan penganggarannya. Selain itu, masih belum optimalnya pemanfaatan potensi serta rendahnya realisasi PAD menyebabkan masih sebagian besar alokasi DAU diserap untuk memenuhi kebutuhan belanja tak langsung khususnya pada belanja wajib, sehingga alokasi belanja langsung menjadi sangat terbatas; c. Tingginya potensi PAD yang bila dimanfaatkan baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi PAD, serta semakin terbukanya sistem perekonomian nasional untuk pengembangan perekonomian lokal di masa datang mejadi tantangan dalam penyelenggaran pemerintahan daerah yang masih berpeluang diwujudkan. 3.3. Kerangka Pendanaan Analisis kerangka pendanaan bertujuan untuk menghitung kapasitas riil keuangan daerah, yang akan dialokasikan untuk pendanaan program pembangunan jangka menengah daerah selama 5 (lima) tahun ke depan. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh penerimaan daerah sebagaimana telah dihitung pada bagian di atas dan ke pos-pos mana sumber penerimaan tersebut akan dialokasikan. Suatu kapasitas riil keuangan daerah adalah total penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan berbagai pos atau belanja dan pengeluaran pembiayaan yang wajib dan mengikat serta prioritas utama. 3.3.1. Proyeksi Pendapatan Daerah Proyeksi pendapatan daerah menggunakan rata-rata pertumbuhan realisasi pendapatan kurun waktu 2006-2010, yakni 16,93% per tahun. Dengan menggunakan tahun dasar 2010, maka dapat dikalkulasikan proyeksi pendapatan daerah sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini. NO Tabel 3.11. Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Sumbawa Tahun 2011-2015 Tahun Dasar (2010) Tahun Proyeksi (Rp. MILYAR) 2011 2012 2013 2014 2015 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Pendapatan 654,02 764,77 894,28 1.045,72 1.222,80 1.429,87 Sumber : Data diolah, 2011. 3.3.2. Proyeksi SiLPA Proyeksi SiLPA Riil tahun 2011-2015 menggunakan data SiLPA Riil kurun waktu ditunjukkan melalui tabel 3.12. dimana diketahui tingkat pertumbuhan SiLPA Riil negatif 24,05% sehingga diperoleh proyeksi SiLPA Riil berikut ini : III - 16