KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA APARATUR NEGARA UNTUK MENDUKUNG MASYARAKAT MADANI PROF. DR. SOFIAN EFFENDI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK BIROKRASI YANG BERDAYA. Sri Praptono *)

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

B. Maksud dan Tujuan Maksud

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Re-REFORMASI KEPEGAWAIAN?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki posisi yang strategis dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal I. Pasal 1. Pasal 2. Ketentuan mengenai anggota Tentara Nasional Indonesia, diatur dengan undangundang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Sektor Publik dan Pusat Kesehatan Masyarakat. Dwi Handono Sulistyo PKMK FKKMK UGM

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

REFORMASI ADMINISTRASI

Ragenda prioritas pembangunan

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

profesional, bersih dan berwibawa.

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RINGKASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

Pembangunan aparatur Negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan. dari keseluruhan proses pembangunan nasional yang diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SDM APARATUR MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

ISU ADMINISTRASI PERKANTORAN. Oleh : MAYA MUTIA, SE, MM Analis Kepegawaian Pertama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM APARATUR KEMENTERIAN PAN DAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PROGRAM PENATAAN SDM APARATUR. Oleh : DEPUTI SDM APARATUR Dalam Sosialisasi Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah Tanggal, 24 April

RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

RANCANGAN UNDANG UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

I. PENDAHULUAN. organisasi (Hasibuan, 2011:10). Walaupun suatu organisasi telah memiliki visi,

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Dasar Hukum Terbentuknya Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Latihan Kabupaten Lampung Selatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDO... NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

M A N A J E M E N A S N


APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN. agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA

PERBAIKAN SISTEM REMUNERASI PEGAWAI NEGERI KEDEPUTIAN SDM APARATUR KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAHAN PANITIA KERJA (PANJA) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA NO RUU APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN PASAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG UTUSAN KHUSUS PRESIDEN, STAF KHUSUS PRESIDEN, DAN STAF KHUSUS WAKIL PRESIDEN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PRAKTIK KERJA LAPANGAN. 3.1 Gambaran Singkat dan Perkembangan Badan Kepegawaian Daerah

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR : 43/KEP/2001 TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN STRUKTURAL PEGAWAI NEGERI SIPIL

Menimbang Kembali Gagasan Revisi UU Aparatur Sipil Negara

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PROFIL BAGIAN PEMERINTAHAN SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BLITAR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2001 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU,

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG STAF KHUSUS PRESIDEN DAN STAF KHUSUS WAKIL PRESIDEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum sebagai mana disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Secara teoritis, netralitas PNS dengan cara tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Peraturan. yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) maupun Keputusan Presiden

JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN DAN REFORMASI BIROKRASI. Oleh Opong Sumiati. Dasar Hukum

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

Draf RUU 17 Juli 2013

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 017 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2005

Transkripsi:

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA APARATUR NEGARA UNTUK MENDUKUNG MASYARAKAT MADANI PROF. DR. SOFIAN EFFENDI BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Bahan presentasi didepan Peserta Kursus Adum Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) 29 Agustus 1999

Daftar Isi KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA APARATUR NEGARA UNTUK MENDUKUNG MASYARAKAT MADANI Prof. Dr. Sofian Effendi BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA I. Pendahuluan II. Perubahan Strategik dalam Proses menuju Pemerintahan yang Bersih, Bebas KKN dan Bertanggungjawab III. Dasar-dasar Kebijakan Kepegawaian Negara IV. Usulan Penyempurnaan RUU No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dan peraturan pelaksanaannya. I. Pendahuluan Tulisan ini secara ringkas menguraikan dasar-dasar kebijakan kepegawaian negara yang akan menjadi landasan fikiran dalam penyempurnaan UU Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Penyempurnaan Undang Undang tersebut diperlukan guna mempersiapkan suatu kepegawaian negara yang mampu melaksanakan Tap MPR-RI Nomor X/MPR/1998 dan Tap No. XI/MPR/1998. Karena perubahan-perubahan strategik yang akan terjadi setelah Pemilu 1999, UU Nomor 8 tahun 1974 dipandang tidak cukup memadai untuk mendukung kebutuhan pembangunan nasional dan karena itu harus disempurnakan dengan menggunakan pendekatan pengembangan sumber daya manusia sebagai landasan fikir. Pendekatan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) memandang keseluruhan siklus pengembangan kepegawaian -- perencanaan kepegawaian, pendidikan dan pelatihan, pemanfaatan dan pembinaan kepegawaian dan penetapan imbalan -- sebagai suatu proses yang integral yang tak terpisahkan. Setelah Pemilu 1999, Indonesia diperkirakan akan mengalami beberapa perubahan strategik yang membawa implikasi terhadap sistem kepegawaiannya. Perubahan strategik tersebut adalah, perubahan dalam sistem pemerintahan, hubungan antara pusat dan daerah serta dalam penyelengaraan pelayanan publik. Guna menghadapi perubahan-perubahan strategik tersebut, perlu dikembangkan pemerintahan negara yang bersih, bebas KKN dan 2

bertanggunjawab. Untuk mendukung terciptanya pemerintahan seperti itu diperlukan sistem kepegawaian negara baru yang dilandasi oleh kebijakan PSDM yang lebih holistik dan terintegrasi. Pendekatan tata usaha kepegawaian terlalu sempit yang mendasari UU Nomor 8 tahun 1974 perlu ditinjau kembali karena sudah tidak sesuai dengan tuntutan dinamika dan perkembangan masyrakat dan pemerintahan II. Perubahan strategik dalam proses menuju Good Governance, Desentralisasi Kewenangan Pemerintahan dan Peran Serta Masyarakat Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara dan Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Korupsi. Pemerintahan Yang Bersih, Bertanggungjawab dan Bebas KKN (Good Governance) adalah bentuk dan cara pemerintahan yang paling sesuai dan paling mampu menyelenggarakan sistem ekonomi yang berwawasan kerakyatan, sistem multi partai yang memerlukan pemerintahan koalisi, serta untuk mendorong ketaatan hukum serta ketertiban umum yang menjadi ciri dari suatu masyarakat madani. Dalam upaya untuk mengembangkan aparatur negara yang mampu melayani masyarakat madani tesebut, pengembangan kepegawaian negara akan menjadi bagian penting dalam penciptaan good governance capability. Proses menuju Masyarakat Madani (civil society) akan ditandai oleh beberapa perubahan strategik pada sistem politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial. Perubahan strategik tersebut memerlukan readjustment pada kebijakan aparatur negara, khususnya pada UU Nomor 8 tahun 1974 yang mengatur tentang pokok-pokok kepegawaian. Perubahan strategik yang akan terjadi sebagai hasil dari Pemilu 1999 antra lain adalah: a. Sistem pemerintahan koalisi Setelah Pemilu 1999 akan terjadi dua perubahan strategik yang amat mendasar dalam lingkungan politik nasional kita; Pertama, sistem multi-partai. Dalam Pemilu mendatang, 48 partai yang sudah terdaftar secara resmi pada Komisi Pemilihan Umum dan diperkirakan 9-10 partai 3

yang akan memperoleh cukup dukungan untuk membentuk pemerintahan koalisi. Dalam pemerintahan koalisi tersebut dipastikan para anggota koalisi pasti akan menuntut porsi yang cukup dalam Pemerintahan yang terbentuk. Untuk menjaga agar prinsip keahliian tetap terjaga, perlu diadakan adjustment dalam format kepegawaian negara dengan memisahkan secara tegas antara pengangkatan politik (political appointments) pada pelbagai jabatan negara di pemerintahan dengan jabatan profesional yang harus netral dari kegiatan politik, serta jabatan lainnya. Sistem keahlian (merit system) yang dianut dalam administrasi kepegawaian RI mengharuskan para pemegang jabatan profesional pada ketiga cabang pemerintahan (Jabatan Eselon I ke bawah serta jabatan fungsional yang setara) harus bebas dari representasi partai politik. Karena itu PNS dilarang untuk menjadi pengurus mau pun anggota partai politik. Ketetapan netralitas tersebut Salah satu ciri masyarakat madani adalah lingkungan politik yang mengakui bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Karena itu setiap pejabat negara pada cabang legislatif, eksekutif dan judikatif, baik di Pusat mau pun di daerah, harus dapat mempertanggunjawabkan pelaksanaan tugas mereka kepada rakyat. Dalam pelaksanaan asas akuntabilitas tersebut, pembagian kewenangan yang jelas antara ketiga cabang pemerintah perlu diadakan agar terjadi suatu check-and-balance yang baik. b. Desentralisasi Kewenangan Pemerintahan Pada lingkungan pemerintahan perubahan yang paling mendasar pada lingkungan adalah: (a) pergeseran fungsi pemerintahan dan pembangunan dari pusat ke daerah, dan (b) tuntutan netralitas birokrasi dari kegiatan politik. Salah satu perubahan mendasar yang terjadi selama Pemerintah Reformasi yang baru berusia 9 bulan lebih 2 hari adalah semakin kuatnya semangat keterbukaan dan kebebasan. Terdorong oleh semangat tersebut, daerah akan menuntut adanya kewenangan yang lebih besar dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Sebagai respons terhadap tuntutan tersebut, dan dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan secara cepat antara pusat dan daerah, dan antar daerah, Pemerintah Pusat akan memberikan otonomi semakin luas kepada daerah. 4

Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang baru, misalnya UU Pemerintahan Daerah serta peraturan pelaksanaanya sudah menerapkan asas desentralisasi sehingga dapat mempercepat upaya penciptakan kemakmuran secara adil dan merata antara daerah dan pusat. Desentralisasi tugas dan kewenangan tersebut membawa implikasi langsung terhadap kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan PNS agar aparatur negara di pusat dan di daerah secara keseluruhan memiliki kemampuan dan kapabilitas yang sama untuk melaksanakan tugas-tugas yang semakin berat tersebut. c. Potensi Masyarakat Selama Pemerintahan Orde Baru peranan masyarakat kurang dapat berkembang secara maksimal karena peranan pemerintah yang terlalu dominan selama 30 tahun secara tidak sengaja telah menumpulkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan berbagai pelayanan publik yang pokok di bidang pendidikan, kesehatan, pelatihan, penelitian dan pengembangan. Biaya yang terlalu berat yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut sedikit demi sedikit sudah harus dialihkan kepada masyarakat. Selain dapat memanfaatkan potensi masyarakat yang semakin besar, penyertaan masyarakat dalam pembiayaan penyediaan pelayanan publik diperkirakan akan mampu meningkatkan kapasitas dari pelayanan tersebut, dan akan dapat mengurangi tekanan yang besar pada anggaran pemerintah. Sejalan dengan itu, berbagai unit swadana yang mampu membiayai sendiri belanja pegawai tanpa harus membebani anggaran pemerintah perlu diberikan keleluasaan untuk mengembangkan sistem kepangkatan dan penggajian yang lebih longgar walaupun tetap dalam kerangka kepegawaian negara. Dalam rangka mempersiapkan diri untuk meningkatkan daya saing perusahaan milik negara (BUMN dan BUMD) untuk menghadapi persaingan global, terdapat kecenderungan yang amat kuat di kalangan Pemerintah untuk melakukan privatisasi dan melaksanakan Konvensi ILO tentang Kebebasan Pekerja untuk Berorganisasi. Kalau kebijakan tersebut dilaksanakan, implikasi politiknya amat mendasar. Pemerintah sebagai pemilik perusahaan tidak memiliki kekuatan hukum untuk melarang partai politik untuk membuka organisasi pekekrja di 5

perusahaan milik negara tersebut. Bila ini terjadi dapat diperkirakan betapa labilnya kondisi perusahaan milik negara di masa depan. d. Ancaman Disintegrasi Salah satu ciri penting dari masyarakat madani adalah kemampuan untuk mempertahan integrasi nasional yang tinggi pada suatu lingkungan sosial yang pluralistis. Berbagai konflik sosial yang terjadi di tanah air, sejak peristiwa Sanggau Ledo, Singkawang, pada tahun 1997, kerusuhan massal di Jakarta pada 14-20 Mei 1998, Peristiwa Banyuwangi, Peristiwa Ketapang, Peristiwa Kupang, Peristiwa Ambon pada 20 Januari, 1999, dan yang terahir Peristiwa Idi Cut, di Aceh Timur, menunjukkan bahwa integrasi nasional kita sekarang ini sedang menghadapi goncangan-goncangan yang perlu ditangani secara arif dan bijaksana. Bila tidak, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan tidak mungkin akan mengalami disintegrasi menuju suatu federasi negaranegara kecil yang semakin lemah. Menghadapi kecenderungan disintegerasi yang semakin kuat tersebut, PNS sebagai unsur aparatur negara memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai penyangga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. III. Dasar-dasar Kebijakan Pengembangan SDM Aparatur Negara Pasca Pemilu 1999 Kebijakan kepegawaian negara atau kebijakan pengembangan SDM aparatur negara yang diperlukan untuk menghadapi perubahanperubahan strategik tersebut pada dasarnya adalah pembangunan SDM Aparatur Negara yang profesional, netral dari kegiatan politik, berwawasan global, bermoral tinggi serta berkemampuan sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. Mungkin diperlukan waktu 15-20 tahun untuk mentransformasi aparatur negara Indonesia untuk menjadi aparatur negara baru yang memiliki clean governance capacity seperti tersebut. Untuk menghadapi perubahan-perubahan strategik tersebut dengan efektif, kebijakan pembinaan kepegawaaian negara pada pemerintahan pasca Pemilu 1999 harus mampu mencapai tujuan berikut: 1. Dapat memenuhi kebutuhan pemerintahan koalisi; 6

2. Dapat memenuhi tuntutan desentralisasi kewenangan kepegawaian; 3. Berkemampuan mengakomodasi berkembangnya lembaga swadana untuk menggali potensi masyarakat; 4. Mempertahankan asas keahlian (merit system) dan netralitas. 5. Mendorong fungsi PNS sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; 6. Mengembangkan persaingan dengan pegawai swasta. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengembangan kepegawaian negara pada Pemerintahan Pasca Pemilu 1999 diarahkan untuk mengatur aspek-aspek kepegawaian negara berikut: a) Penataan struktur Kepegawaian Negara; b) Profesionalitas dan netralitas Aparatur Negara; c) Desentralisasi kewenangan kepegawaian dengan tetap mempertahankan mobilitas PNS; dan d) Meningkatkan Kesejahteraan PNS. a. Penataan Struktur Kepegawaian Negara Untuk mengakomodasi aspirasi pemerintahan koalisi, mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan untuk mendorong potensi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayananan publik, diperlukan pembaharuan dalam struktur kepegawaian negara dengan menetapkan adanya tiga jenis jabatan pada kepegawaian negara yakni: jabatan negara, jabatan negeri dan jabatan pada lembaga swadana dan perusahaan milik negara. Sesuai dengan perkembangan keadaan, UU Nomor 8 tahun 1984 hanya mengenal dua jenis jabatan yakni jabatan negara dan jabatan negeri. Untuk menghadapi dinamika perkembangan politik dan pemerintahan pasca Pemilu, perlu adanya perluasan jabatan negara serta tambahan jabatan pada lembaga swadana dan perushaan milik negara (lembaga pendidikan tinggi, lembaga pelayanan kesehatan, lembaga litbang, lembaga diklat, badan otorita, serta badan usaha milik negara). Pada jabatan negara perlu diperbesar formasi untuk pengangkatan politik pada berbagai tingkat pemerintahan., misalnya pada kantor pimpinan negara, kantor pimpinan kementerian, kantor pimpinan daerah. Termasuk dalam kategori ini adalah jabatan-jabatan pada lembaga tertinggi dan tinggi negara. 7

Sebagai contoh, pada Sekretariat Negara, misalnya, jabatan Sekretaris Negara (Kepala Staf Presiden), Wakil Seskab dan para asisten Presiden adalah jabatan politik yang personilnya akan berganti bila terpilih Presiden baru. Tetapi, untuk menjaga agar profesionalitas dukungan pada Presiden tetap tinggi, semua jabatan lainnya -- dibawah koordinasi Waseneg -- adalah jabatan profesional yang pmenerapkan asas merit. Prinsip yang sama juga digunakan pada semua kementerian, jabatan menteri dan mungkin wakil menteri adalah jabatan politik, sedangkan birokrasi kementerian, dari Eselon I ke bawah adalah jabatan profesional. Di daerah pola jabatan ditetapkan dengan pola yang sama. Untuk memberi keleluasaan yang semakin besar kepada lembaga pendidikan, lembaga pelayanan kesehatan, lembaga litbang, lembaga diklat dan perusahaan milik negara dalam pelaksanaan misi dan fungsinya, pada struktur kepegawaian negara yang baru perlu diperkenalkan jenis ketiga: jabatan pada lembaga khusus. Karena dibayar dengan anggaran negara, secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang menduduki jabatan tersebut adalah pegawai negara. Tetapi, untuk memberikan keleluasaan untuk mengembangkan jenjang jabatan dan skala penggajian yang lebih mampu memotivasi produktivitas yang tinggi, dibuka kemungkinan bagi lembaga khusus tersebut untuk mengembangkan peraturan kepegawaian khusus. b. Netralitas dan Profesionalitas PNS Untuk menjaga agar netralitas aparatur negara dalam suatu kehidupan politik yang lebih dinamis, sistem kepegawaian harus mampu mempertahankan prinsip netralitas dengan cara memisahkan secara tegas antara jabatan negara dengan jabatan negeri dan jabatan pada lembaga khusus yang dibentuk dengan peraturan perundangan. Jabatan negeri dan jabatan pada lembaga khusus tersebut adalah jabatan karier untuk para pegawai negara profesional. Guna menghadapi tantangan globalisasi ekonomi secara sistematis dan cepat dengan tingkat, Pemerintah harus merespons dengan cepat melalui kebijakan-kebijakan ekonomi makro dan mikro yang tepat, sehingga kita dapat segera keluar dari krisis ekonomi yang parah ini, serta dapat segera menata dan mengembangkan suatu struktur ekonomi yang lebih kuat guna menghadapi persaingan yang semakin ketat pada tingkat regional dan global. 8

Untuk mempercepat dan menjamin pembangunan profesionalitas pada aparatur negara, netralitas aparatur negara dari kegiatan poltik harus dijaga. Dengan adanya netralitas tersebut, aparatur negara tidak terlalu perlu mengalami goncangan yang berarti bila terjadi pergantian.pemerintahan koalisi. Bagi perusahaan milik negara, peraturan kepegawaian negara juga berfungsi ganda sebagai pelindung hukum dari keharusan untuk melaksanakan Konvensi ILO tentang Kebebasan Hak Bersyarikat. Sebagai unsur pegawai negara, pegawai perusahaan milik negara, harus tetap netral dari kegiatan politik. Dengan demikian netralitas dalam mengembangkan misi perusahaan akan tercapai bila perusahaan milik negara tetap berada dalam lingkungan pegawai negara tanpa kehilangan daya kompetisi dengan swasta. Untuk meningkatkan profesionalitas PNS, perlu diadakan penataaan dalam sistem pengadaan, sistem pelatihan, sistem pengembangan karier, serta penggajian dan penghargaan bagi PNS. Perencanaan formasi PNS perlu lebih didasarkan pada kualifikasi keahlian yang diperlukan oleh instansi pemerintah. Perencanaan pelatihan perlu lebih dikaitkan dengan rencana penempatan sehingga tercapai efisiensi serta efektivitas yang lebih tinggi. c. Desentralisasi kewenangan kepegawaian dan mobilitas PNS Salah satu unsur otonomi daerah yang ditetapkan oleh UU Pemerintahan Daerah baru adalah kewenangan dalam pengadaan, pembinaan, penggajian dan pemberhentian PNS. Sesuai dengan ketentuan perundangan baru tersebut, kepada daerah perlu diberikan kewenangan yang cukup memadai dalam bidang kepegawaian. Prinsip umum dalam kebijaksanaan kepegawaian adalah sebagai berikut: pengangkatan PNS tetap (Gol. II/b ke atas) ada pada Pemerintah Pusat dan dilaksanakan oleh BKN. Pengangkatan tenaga pelaksana (Gol. I/a s/d II/a) akan diserahkan kepada daerah. Sejalan dengan itu, kewenangan pengangkatan pejabat struktural dan fungsional akan ditetapkan sebagai berikut: Pejabat Eselon I dan II serta jabatan fungsional yang setara akan berada pada Pusat, pejabat Eselon III dan jabatan fungsional setara diserahkan kepada Propinsi, dan pengangkatan pejabat Eselon IV dan V serta pejabat fungsional setara diserahkan kepada Kabupaten dan Kota. Kewenangan pelatihan juga 9

akan didesentralisasikan sesuai dengan kewenangan pengangkatan jabatan. Penetapan kewenangan pengadaan, pelatihan, pembinaan dan pemberhentian PNS tersebut dirumuskan dengan tetap berpegang pada prinsip bahwa PNS harus menjadi penyangga kesatuan dan persatuan bangsa. Untuk itu mobilitas PNS secara nasional dan regional harus tetap dijaga. Kewenangan pengangkatan PNS gol II/b ke atas harus tetap berada pada pemerintah pusat agar kualitas serta standar kepegawaian negara tetap terpelihara dengan baik. Demikian juga pengangkatan pada jabatan struktural dan fungsional setara Eselon I dan II berada ditangan Pusat agar mobilitas PNS pada 2 jenjang jabatan tinggi tersebut terjadi mobilitas secara nasional. Pada jenjang jabatan eselon II terdapat mobilitas regional dan pada jenjang jabatan eselon IV dan V terjadi mobilitas secara lokal. Dengan demikian diharapkan PNS akan dapat berfungsi sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. d. Meningkatkan Kesejahteraan PNS Isu terahir adalah isu klasik, karena sejak RI didirikan PNS belum pernah menikmati kesejahteraan yang cukup memadai. Krisis ekonomi yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berahir telah menyebabkan nilai riil gaji PNS menjadi amat rendah. Nilai gaji PNS pada saat ini hanyalah sepertiga dari nilai yang diterimanya pada bulan Oktober 1997. Dengan nilai riil yang sudah amat merosot tersebut, gaji PNS hanya dapat mendukung hidup keluarga PNS tidak lebih dari 10 hari. Untuk menutupi kebutuhan hidup sebulan, para PNS ini harus melakukan berbagai upaya supaya tetap survive. Keadaan ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemerintah perlu merumuskan kebijaksanaan penggajian yang manusiawi dan adil agar PNS dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih, bebas dari KKN dan bertanggunjawab. Sejalan dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari pajak, perlu diupayakan peningkatan gaji PNS secara bertahap sampai tercapai sistem penggajian dan penghargaan yang lebih kompetitif dengan sektor swasta. 10

IV. Usulan Penyempurnaan Peraturan Perundangan tentang Kepegawaian Negara Sejalan dengan dasar-dasar kebijakan kepegawaian seperti yang diuraikan, saat ini BAKN sedang mempersiapkan penyempurnaan peraturan tentang kepegawaian negara berikut: 1. Penyempurnaan UU Nomor 8 tahun 1984 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian: 2. RPP tentang Perubahan Atas PP Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS; 3. RPP tentang Perubahan Atas PP Nomor 6 tahun 1976 tentang Pengadaan PNS; 4. RPP tentang Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil; 5. RPP tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nonor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 6. RPP tentang Perubahan PP Nomor 32 tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS; 7. RPP tentang Pengangkatan dalam pangkat Pegawai Negeri Sipil; 8. RPP tentang Perubahan PP Nomor 20 tahun 1975 jo PP Nomor 19 tahun 1991 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS. RPUU dan RPP-RPP tersebut sudah selesai disusun oleh BAKN dan telah disampaikan kepada Bapak Menko Wasbangpan untuk diteruskan kepada Bapak Presiden. Bersamaan dengan penyusunan RPP tersebut, bersama Depkes, Depdikbud, serta Kantor Meneg Pendayagunaan BUMN perlu disusun: 1. RPerpu tentang Lembaga Swadana; 2. RPP tentang Kepegawaian Lembaga Pendidikan; 3. RPP tentang Kepegawaian Lembaga Penelitian dan Pengembangan; 4. RPP tentang Kepegawaian lembaga Pendidikan dan Pelatihan; 5. RPP tentang Kepegawaian Lembaga Pelayanan Kesehatan; 6. RPP tentang Kepegawaian Badan Usaha Milik Pemerintah. 11

Jakarta, 12 April 1999 12