ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO

dokumen-dokumen yang mirip
KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN INDRAMAYU. Nurhidayati, Sri Marwanti, Nuning Setyowati

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN PATI. Eka Dewi Nurjayanti Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN DEMAK

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

IDENTIFIKASI POSISI DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG. Hendri Wibowo, Darsono*, Eka Dewi Nurjayanti

Analisis Potensi Dan Daya Saing Sektoral Di Kabupaten Situbondo (Analysis of Potential and Competitiveness Sectoral In Situbondo Regency)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

KAJIAN BASIS DAN PRIORITAS DALAM SEKTOR PERTANIAN BAGI PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR BENGKULU

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN BLITAR TAHUN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Sektor Pertanian Unggulan di Sumatera Selatan

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

Analisis Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa TimurTahun (Pendekatan Shift Share Esteban Marquillas)

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI KOTA BANJAR ABSTRAK

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI

Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency.

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

The Contribution Of Agricultural Sector in the Economy at Bone Bolango Regency By

PERAN SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR PADA SEBELUM DAN SETELAH PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH. Gilang Wirakusuma, Hani Perwitasari, Irham

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR BASIS KABUPATEN PURWOREJO

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

Fakultas Ekonomi Universitas Baturaja Sumatera Selatan ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN DAN STABILITAS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DI KABUPATEN BOJONEGORO

ANALISIS PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN DI KABUPATEN SRAGEN (Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTORAL KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF GROWTH AND SECTORAL COMPETITIVENSES ROKAN HILIR

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MEMPAWAH. Universitas Tanjungpura Pontianak.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN DAN KINERJA TERHADAP PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT. Henita Astuti 1, Sumarlin 2

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Nur Anim Jauhariyah & Nurul Inayah

ANALISIS SEKTOR DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTURAL DILIHAT DARI PENURUNAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH

ANALISIS SEKTOR BASIS DI KABUPATEN LAMONGAN ( ANALISIS LOCATION QUOTIENT) Zamida 1 Fakultas Ekonomi Universitas Dr.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

Economics Development Analysis Journal

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

M. Yamin (Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP. UNSRI) ABSTRAK

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MESUJI PROVINSI LAMPUNG

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

Keywords : GDRP, learning distribution, work opportunity

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN ANGGOTA LEMBAGA REGIONAL BARLINGMASCAKEB

JIIA, VOLUME 1 No. 2, APRIL 2013

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN DAN KLASIFIKASI PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

ANALISIS KESEMPATAN KERJA SEKTORAL DI KABUPATEN BANGLI DENGAN PENDEKATAN PERTUMBUHAN BERBASIS EKSPOR

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN NON MIGAS PEREKONOMIAN KOTA LHOKSEUMAWE. Keywords : Potential sector, Regional Competitive and Location Quotient (LQ)

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN PADA PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI. Wiwin Widianingsih Any Suryantini, Irham

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE )

ANALISIS SEKTOR EKONOMI POTENSIAL DI PROVINSI ACEH PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA MADIUN TAHUN

Determination of the Regional Economy Leading Sectors in Indonesia. Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah di Indonesia

KEUNGGULAN DAN SPESIALISASI EKONOMI WILAYAH DI KABUPATEN WONOSOBO TAHUN (PENDEKATAN MODEL SHIFT-SHARE ESTEBAN MARQUILLAS)

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

ANALISIS POTENSI EKONOMI DI SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Transkripsi:

ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO The Analysis of Location Quotient on Sector and Subsector of Agriculture among the Sub Districts in Purworejo Regency Istiko Agus Wicaksono Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRACT The objectives of this research are to find out about: (1) the identification of the agricultural basis sector and subsector among some sub districts in Purworejo regency; (2) the changes of the specialization/ the sector and subsector of agricultural base among some sub districts in Purworejo regency. This research uses a descriptive analytical method. The data used is some data from Gross Regional Domestic Product (PDRB in Indonesia) in the level of sub districts and also regency in Purworejo around the year 2000 2009 based on the fixed price in the year 2000. The result of this research shows that agriculture is the basic sector of 12 sub districts (75.00%); the crops subsector is the basic subsector in 10 sub districts (62.00%); the plantation crops subsector is the basic subsector in 9 sub districts (56.25%); the livestock sector is the basic subsector in 6 districts ( 37.50%); the forestry sector is the basic subsector in 7 sub districts (43.75%); and fisheries sector is the basic subsector in 5 sub districts (31.25%). Agricultural sector with the LQ trend falls in 6 sub districts (37.50%), the crops subsector with the LQ trend falls in 6 sub districts (37.50%); the plantation crops subsector with the LQ trend falls in 8 sub districts (50.00%); the livestock subsector with the LQ trend falls in 9 sub districts (56.25%); the forestry subsector with the LQ trend falls in 10 sub districts (62.50%); and the fisheries subsector with the LQ trend falls in 7 sub districts (43.75%). Based on the analysis of DLQ, agricultural sector can still be expected to be the basic sector in the future among 10 sub districts (62.50%), the crops subsector is in 8 sub districts (50.00%), the plantation crops and livestock subsectors are in 7 sub districts (43.75%), the forestry subsector is in 3 sub districts (18.75%), and the fisheries subsector is in 5 sub districts (31.25%). A combined analysis of LQ, DLQ and the LQ trend shows that the agriculture is still the basic sector of 10 sub districts in the future (62.50%), the crops subsector is in 8 sub districts (50.00%), the plantation crops subsector is in 7 sub districts (43.75%), the livestock subsector is in 8 sub districts (50.00%), the forestry subsector is in 3 sub districts (18.75%), and the fisheries subsector is in 5 sub districts (31.25%). Keywords: Sector and Subsector of Agriculture, Trend, Specialization Changes MEDIAGRO 11 VOL 7. NO. 2, 2011: HAL 11-18

PENDAHULUAN Industrialisasi tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber daya alam dan sumber daya lainnya. Industri mempunyai peranan sebagai pemimpin (leading sector). Leading sector ini maksudnya adalah dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektorsektor lainnya, seperti sektor pertanian. Pertumbuhan industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi industri (Arsyad, 1999:354). Pertumbuhan sektor pertanian suatu daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi pertanian yang dimiliki oleh daerah tersebut. Adanya potensi pertanian disuatu daerah tidaklah mempunyai arti bagi pertumbuhan pertanian daerah tersebut bila tidak ada upaya memanfaatkan dan mengembangkan potensi pertanian secara optimal. Oleh karena itu pemanfaatan dan pengembangan seluruh potensi pertanian yang potensial harus menjadi prioritas utama untuk digali dan dikembangkan dalam melaksanakan pembangunan pertanian daerah secara utuh. Indonesia telah bergerak dari negara paling sentralistik menjadi negara dengan desentralisasi sejak awal tahun 2001. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Oleh karena itu, suatu daerah harus mampu melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan pada potensi sumberdaya yang ada, sehingga daerah harus dapat menentukan sektor yang menjadi basis (unggulan) baik dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang agar pembangunan daerah dapat diarahkan kepada pengembangan sektor basis tersebut yang pada akhirnya dapat memberikan dampak bagi pengembangan sektor lain. Kabupaten Purworejo memiliki luas wilayah 1.084,74 km 2. Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2006, penduduk Kabupaten Purworejo terdapat 45,68 % bekerja di sektor pertanian, 19,79 % bekerja di sektor perdagangan, 13,23 % bekerja di sektor jasa-jasa, serta 11,38 % bekerja di sektor industri. Struktur perekonomian Kabupaten Purworejo didominasi oleh sektor pertanian dimana dalam hal ini bisa dilihat dari kontribusi sektor pertanian sebesar 34,43 % dalam pembentukan PDRB Kabupaten Purworejo tahun 2009 yang disusul oleh sektor jasa-jasa sebesar 18,74 %, sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan masing-masing sebesar 16,83 % dan 9,96 %. Sektor pertanian dibagi kedalam lima subsektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan (23,04 %), subsektor perkebunan (5,40 %), subsektor peternakan (3,24 %), subsektor kehutanan (1,60 %), dan subsektor perikanan (1,16 %) yang merupakan potensi unggulan daerah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah disamping potensi-potensi lainnya sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. berikut ini : Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 12

Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Kabupaten Purworejo Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 2009 (Dalam Persen) No. Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pertanian 1.1. Tanaman Bahan Makanan 1.2. Tanaman Perkebunan 1.3. Peternakan 1.4. Kehutanan 1.5. Perikanan 36,40 24,85 5,46 3,29 1,61 1,19 35,93 24,42 5,41 3,28 1,62 1,20 35,21 23,67 5,53 3,22 1,60 1,19 34,96 23,47 5,44 3,26 1,60 1,18 34,43 23,04 5,40 3,24 1,60 1,16 2. Pertambangan dan Penggalian 2,26 2,25 2,17 2,13 2,00 3. Industri Pengolahan 9,51 9,56 10,16 10,05 9,96 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,52 0,51 0,51 0,51 0,52 5. Bangunan 5,42 5,53 5,47 5,44 5,51 6. Perdagangan, Hotel dan 16,84 16,76 16,82 16,74 16,83 Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,80 5,98 5,97 6,04 6,13 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 5,21 5,39 5,62 5,75 5,88 Perusahaan 9. Jasa-jasa 18,03 18,07 18,07 18,38 18,74 Sumber : BPS dan Bappeda Kabupaten Purworejo, PDRB Tahun 2009 Berdasarkan hal-hal diatas, maka perlulah dilakukan analisis tentang apakah sektor dan subsektor pertanian merupakan sektor dan subsektor basis pada kecamatan di Kabupaten Purworejo? Bagaimana perubahan tingkat spesialisasi/kebasisan sektor dan subsektor pertanian pada kecamatan di Kabupaten Purworejo? BAHAN DAN METODE Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analitis, yaitu menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Data disajikan, dianalisis dan kemudian diinterpretasi (Narbuko dan Achmadi, 1997:44). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dengan metode studi kepustakaan yaitu pengumpulan informasi dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan penelitian yang mencakup konsep, teori, model, framework dari jurnal, paper atau laporan penelitian dan buku-buku yang membahas masalah yang diteliti.. Data yang dikumpulkan adalah menurut runtun waktu (time series) berupa data tahunan dari tahun 2000-2009 (10 tahun). Adapun data data yang digunakan adalah data menurut harga konstan tahun 2000, meliputi: nilai tambah sektor dan subsektor pertanian yang terdapat dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kecamatan di Kabupaten Purworejo menurut lapangan usaha, nilai tambah sektor dan subsektor pertanian Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 13

yang terdapat dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Purworejo. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Location Quotient (LQ) Tabel 2. Hasil Analisis LQ Sektor dan Pertanian Pada Kecamatankecamatan di Kabupaten Purworejo Periode Tahun 2000-2009. Kecamatan Sektor Pertanian Sub sektor Tabama Sub sektor Tanaman Perkebunan Sub sektor Peternakan Sub sektor Kehutanan Sub sektor Perikanan Jumlah (%) Grabag 1,47 1,58 0,99 1,48 0,48 2,76 60,00 Ngombol 1,53 1,71 1,09 0,68 0,35 3,58 60,00 Purwodadi 1,19 1,24 0,92 0,81 0,35 3,64 40,00 Bagelen 1,16 0,83 2,62 1,82 0,70 0,37 40,00 Kaligesing 1,33 0,44 3,93 2,80 4,14 0,73 60,00 Purworejo 0,31 0,25 0,38 0,78 0,10 0,25 0,00 Banyuurip 0,85 0,97 0,24 1,22 0,28 0,82 20,00 Bayan 1,01 1,13 0,65 0,89 0,56 0,75 20,00 Kutoarjo 0,59 0,63 0,32 0,99 0,37 0,21 0,00 Butuh 1,34 1,60 0,59 1,20 0,69 0,41 40,00 Pituruh 1,50 1,64 1,63 0,55 1,59 0,56 60,00 Kemiri 1,44 1,60 1,20 0,63 1,87 0,66 60,00 Bruno 1,56 1,50 1,64 1,26 3,37 0,71 80,00 Gebang 1,13 1,02 1,16 0,98 3,68 0,53 60,00 Loano 0,99 0,90 1,29 0,77 1,48 1,81 60,00 Bener 1,21 1,13 1,79 0,47 1,50 1,74 80,00 Persen Kec 75,00% 62,50% 56,25% 37,50% 43,75% 31,25% Sumber : Data olahan Keterangan : = sektor/subsektor basis Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan. Berdasarkan hasil analisis Location Quotient yaitu pada Tabel 2. terlihat bahwa subsektor basis yang paling banyak terdapat di kecamatan-kecamatan adalah subsektor tanaman bahan makanan yaitu sebesar 62,50% dari jumlah kecamatan. Sedangkan subsektor basis yang paling sedikit terdapat di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purworejo adalah subsektor perikanan, yaitu sebesar 31,25% dari jumlah kecamatan. Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa tiap kecamatan mempunyai subsektor basis yang berbeda-beda, dengan jumlah subsektor basis yang berbeda-beda pula. Perbedaan ini disebabkan oleh kinerja subsektor pertanian ditiap daerah yang antara lain dipengaruhi kekayaan alam, potensi sumberdaya manusia, bahkan kebijakan pemerintah kecamatan yang bersangkutan. Semakin besar nilai LQ maka semakin tinggi kinerja subsektor tersebut dibandingkan subsektor lain atau subsektor di daerah lain, sehingga nilai LQ menggambarkan keunggulan kompetitif suatu subsektor di suatu daerah. Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 14

2. Analis Perubahan LQ Berdasarkan hasil analisis trend LQ terlihat bahwa subsektor yang paling banyak trend LQ-nya signifikan dan menurun terdapat di kecamatan-kecamatan adalah subsektor kehutanan yaitu sebesar 43,75% dari jumlah kecamatan, diikuti oleh subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor tanaman perkebunan rakyat masing masing sebesar 37,50%. Hal tersebut disebabkan oleh penebangan kayu secara liar dan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi perumahan. Tabel 3. menunjukkan bahwa penurunan LQ tidak terjadi di sebagian besar kecamatan pada seluruh subsektor pertanian, artinya bahwa terdapat variasi perubahan LQ baik naik atau turun disepanjang tahun-tahun yang diteliti. Variasi perubahan LQ yang merupakan penurunan tersebut secara statistik tidak signifikan untuk menyatakan bahwa sektor pertanian dan subsektornya mengalami penurunan spesialisasi pada sebagian besar kecamatan selama periode penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini. Tabel 3. Hasil Analisis Trend LQ Sektor dan Pertanian Pada Kecamatan-Kecamatan di Kabupaten Purworejo Periode Tahun 2000-2009. Kecamatan Sektor Pertanian Tabama Tanaman Perkebunan Peternakan Grabag Y = 1,358 + 0,021X* Y = 1,419 + 0,028X* Y = 1,019 0,004X Y = 1,333 + 0,026X* Ngombol Y = 1,478 + Y = 0,769 Y = 1,660 + 0,009X* Y = 0,897 + 0,035X* 0,009X* 0,016X* ~ Purwodadi Y = 1,184 + 0,002X Y = 1,183 + 0,010X Y = 0,999-0,015X* ~ Y = 0,853-0,009X Bagelen Y = 1,135 + 0,005X Y = 0,757 + 0,013X* Y = 2,843-0,040X* ~ Y = 1,867-0,008X Kaligesing Y = 1,211 + 0,023X* Y = 0,399 + 0,008X* Y = 3,713 + 0,040X* Y = 2,904-0,018X Purworejo Y = 0,334 - Y = 0,261-0,005X* ~ 0,002X* ~ Y = 0,469-0,015X* ~ Y = 0,863-0,015X* ~ Banyuurip Y = 0,818 + 0,006X Y = 0,927 + 0,009X Y = 0,276-0,006X* ~ Y = 1,031 + 0,035X* Bayan Y = 1,067 - Y = 1,196 - Y = 0,984-0,011X* ~ 0,011X* ~ Y = 0,642 + 0,001X 0,017X* ~ Kutoarjo Y = 0,611-0,004X* ~ Y = 0,627 + 0,000X Y = 0,375-0,010X* ~ Y = 1,013-0,005X* ~ Butuh Y = 0,818 + 0,006X Y = 0,927 + 0,009X Y = 0,276-0,006X* ~ Y = 1,031 + 0,055X* Pituruh Y = 1,459 + 0,008X* Y = 1,565 + 0,013X* Y = 1,606 + 0,004X Y = 0,527 + 0,004X Kemiri Y = 1,365 + 0,013X* Y = 1,464 + 0,025X* Y = 1,279-0,014X Y = 0,678-0,008X Bruno Y = 1,588 - Y = 1,671-0,006X* ~ 0,030X* ~ Y = 1,227 + 0,007X Y = 1,227 + 0,007X Gebang Y = 1,137 - Y = 1,045-0,001X* ~ 0,004X* ~ Y = 1,115 + 0,008X Y = 0,942 + 0,007X Loano Y = 0,992 + 0,001X Y = 0,962 - Y = 0,827-0,011X* ~ Y = 1,708 + 0,038X* 0,011X* ~ Bener Y = 1,258 - Y = 1,293-0,010X* ~ 0,030X* ~ Y = 1,597 + 0,036X* Y = 0,423 + 0,009X Persen Kec 37,50% 37,50% 37,50% 31,25% Sumber : Data olahan Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 15

Lanjutan Tabel 3. Kecamatan Kehutanan Perikanan Jumlah (%) Y = 0,497-0,004X Grabag Y = 2,511 + 0,045X* 0,00 Ngombol Y = 0,369-0,004X Y = 3,031 + 0,100X* 20,00 Purwodadi Y = 0,383-0,005X* ~ Y = 3,893-0,046X 40,00 Bagelen Y = 0,378-0,008X* ~ Y = 0,360 + 0,002X 40,00 Kaligesing Y = 4,220-0,015X Y = 0,897-0,030X* ~ 20,00 Purworejo Y = 0,117-0,003X* ~ Y = 0,266-0,003X 80,00 Banyuurip Y = 0,325-0,008X* ~ Y = 0,757 + 0,011X 40,00 Bayan Y = 0,562 + 0,000X Y = 0,750 + 0,000X 40,00 Kutoarjo Y = 0,406-0,007X* ~ Y = 0,256-0,009X* ~ 80,00 Butuh Y = 0,325-0,008X* ~ Y = 0,757 + 0,011X 40,00 Pituruh Y = 1,565 + 0,004X Y = 0,627-0,012X* ~ 20,00 Kemiri Y = 1,863 + 0,002X Y = 0,623 + 0,007X 0,00 Bruno Y = 2,557 + 0,147X* Y = 0,879-0,030X* ~ 40,00 Gebang Y = 4,005-0,059X* ~ Y = 0,761-0,042X* ~ 60,00 Loano Y = 1,330 + 0,028X* Y = 1,515 + 0,054X* 40,00 Bener Y = 1,255 + 0,045X* Y = 1,318 + 0,078X* 20,00 Persen Kec 43,75% 31,25% Sumber : Data olahan Keterangan : * = signifikan pada tingkat kesalahan 5% ~ = trend menurun 3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) Perubahan yang terjadi selama kurun waktu tertentu dalam suatu perekonomian lokal dapat diuji dengan menggunakan Dynamic Location Quotient (DLQ), sehingga dapat diketahui perubahan atau reposisi sektoral. Sektor dan subsektor pertanian masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang, ditunjukkan dengan koefisien DLQ yang lebih besar dari atau sama dengan satu (DLQ 1). Sektor dan subsektor pertanian tidak dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang, apabila koefisien DLQ kurang dari satu (DLQ < 1). Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 16

Tabel 4. Hasil Analisis DLQ Sektor dan Pertanian Pada Kecamatankecamatan di Kabupaten Purworejo Periode Tahun 2000-2009. Kecamatan Sektor Pertanian Tan. Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Jumlah (%) Grabag 36,67 # 69,55 # 2,33 # 31,69 # 0,45 34,26 # 80,00 Ngombol 1,47 # 0,33 346,29 # 0,00 0,27 216,18 # 40,00 Purwodadi 0,61 0,94 0,09 3,99 # 0,09 2,33 # 40,00 Bagelen 2,15 # 10,78 # 0,08 0,96 0,13 0,78 20,00 Kaligesing 13,96 # 60,19 # 3,99 # 0,15 0,76 0,00 40,00 Purworejo 0,02 0,11 0,00 0,04 0,00 0,04 0,00 Banyuurip 3,19 # 4,58 # 0,01 28,58 # 0,00 0,70 40,00 Bayan 2,97 # 1,59 # 0,04 0,00 0,00 0,03 20,00 Kutoarjo 1,03 # 3,64 # 0,00 0,48 0,02 0,00 20,00 Butuh 0,83 0,81 26,11 # 8,18 # 0,42 0,00 40,00 Pituruh 4,85 # 15,83 # 0,59 1,59 # 0,62 0,01 40,00 Kemiri 13,87 # 127,93 # 0,03 0,00 0,30 0,69 20,00 Bruno 0,01 0,00 128,73 # 6,08 # 104,06 # 0,00 60,00 Gebang 0,01 0,01 0,03 0,02 0,00 0,00 0,00 Loano 1,21 # 0,04 104,29 # 0,01 9,26 # 7,72 # 60,00 Bener 0,00 0,14 24,52 # 345,18 # 90,47 # 175,08 # 80,00 Persen Kec 62,50% 50,00% 43,75% 43,75% 18,75% 31,25% Sumber : Data Olahan Keterangan : # : masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor/subsektor basis di masa yang akan datang Berdasarkan hasil analisis Dynamic Location Quotient yaitu pada Tabel 4. terlihat bahwa subsektor yang mempunyai prospek untuk menjadi basis di masa yang akan datang yang paling banyak terdapat di kecamatan-kecamatan adalah subsektor tanaman bahan makanan yaitu sebesar 50,00% dari jumlah kecamatan. Sedangkan subsektor yang mempunyai prospek untuk menjadi basis di masa yang akan datang yang paling sedikit terdapat di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purworejo adalah subsektor kehutanan, yaitu sebesar 18,75% dari jumlah kecamatan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan hal sebagai berikut : 1. Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Purworejo sektor pertanian dan subsektornya merupakan sektor dan subsektor basis. Kecamatan yang paling banyak memiliki subsektor basis adalah Kecamatan Bruno dan Kecamatan Bener. Sedangkan subsektor yang menjadi subsektor basis di sebagian besar kecamatan di Kabupaten Purworejo adalah subsektor tanaman bahan makanan. Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 17

2. Seluruh kecamatan di Kabupaten Purworejo sebagian kecil tingkat spesialisasi sektor pertanian dan subsektornya menurun. Kecamatan yang paling banyak memiliki sektor dan subsektor yang spesialisasinya menurun adalah Kecamatan Purworejo. Sedangkan subsektor yang telah mengalami reposisi terbanyak dan tidak bisa diharapkan untuk menjadi subsektor basis di masa yang akan datang adalah subsektor tanaman bahan makanan. DAFTAR PUSTAKA Algifari, 1997. Statistika Induktif untuk Ekonomi dan Bisnis. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Arsyad, L., 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPFE UGM, Yogyakarta., 2004. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan STIE YKPN. Yogyakarta. Azis, I.J., 1994, Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. LPFE UI, Jakarta. Badan Pusat Statistik, 2000, Tinjauan Ekonomi Regional Indonesia 1996-1998. Badan Pusat Statistik Jakarta., 2009, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Purworejo, Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Purworejo. Blakley, E.J., 1994, Planning Local Economic Development : Theory and Practise, 2 nd edition, Sage Publication, Inc. California. Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta. Narbuko, C., dan A. Achmadi, 1997, Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta. Richardson, H.W., 2001. Regional Economics. University of Illiois Press. Chicago. Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional (Teori dan Aplikasi). Baduose Media. Padang. Tarigan Robinson, 2004. Ekonomi Regional (Teori dan Aplikasi). Bumi Aksara. Jakarta. Todaro, M.P dan S.C. Smith, 2003. Economic Development (Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga alih bahasa Haris Munandar). Erlangga. Jakarta. Jurnal Ilmu ilmu Pertanian 18