BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I-1

ANALISIS KINERJA PACKET SCHEDULING MAX THROUGHPUT DAN PROPORTIONAL FAIR PADA JARINGAN LTE ARAH DOWNLINK DENGAN SKENARIO MULTICELL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

Pengenalan Teknologi 4G

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERFORMANSI ALGORITMA PENJADWALAN LOG RULE DAN FRAME LEVEL SCHEDULE SKENARIO MULTICELL PADA LAYER MAC LTE

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI ALGORITMA ROUND ROBIN DAN BEST CQI PADA PENJADWALAN DOWNLINK LTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Analisis Performansi Algoritma Proportional Fairness, Exponential Proportional Fairness, Exponential Rule pada LTE

sebagian syarat Nama NIM : Industri Industri Disusun Oleh:

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB 2 TEKNOLOGI DAN TREN PERTUMBUHAN WCDMA/HSPA

Analisa Performansi Algoritma Penjadwalan Proportional Fairness Dan Log Rule Dengan Skenario Multicell Pada Sistem 3GPP LTE

BAB 4 ANALISA DATA. Gambar 4.1 Tampilan pada Wireshark ketika user melakukan register. 34 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISA PERFORMANSI LIVE STREAMING DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN HSDPA

Analisis Perbandingan Kinerja Algoritma Penjadwalan EXP/PF, PF dan FLS Kasus Single Cell pada jaringan LTE

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

ANALISA PERFORMANSI LIVE STREAMING DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN HSDPA. Oleh : NRP

Universal Mobile Telecommunication System

ANALISA KINERJA MPEG-4 VIDEO STREAMING PADA JARINGAN HSDPA

ANALISIS KINERJA TCP WESTWOOD UNTUK PENCEGAHAN KONGESTI PADA JARINGAN LTE DENGAN MENGGUNAKAN NETWORK SIMULATOR 2.33 (NS2.33)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Abstrak

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

STUDI KUALITAS VIDEO STREAMING MENGGUNAKAN PERANGKAT NSN FLEXYPACKET RADIO

SIMULASI DAN ANALISIS DATA TRAFIK SCHEDULING DAN PERFORMANSI PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

BAB II DASAR TEORI. Awal penggunaan dari sistem komunikasi bergerak dimulai pada awal tahun 1970-an.

Bab 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUALITAS LAYANAN. Budhi Irawan, S.Si, M.T

BAB 3 ANALISA DAN RANCANGAN MODEL TESTBED QOS WIMAX DENGAN OPNET. menjanjikan akses internet yang cepat, bandwidth besar, dan harga yang murah.

Transport Channel Processing berfungsi mengubah transport blok yang dikirim dari. Processing dari MAC Layer hingga physicalchannel.

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

BAB I PENDAHULUAN. gunung berapi, memantau kondisi rumah, dan event penting lainnya (Harmoko,

2

BAB I PENDAHULUAN. suara, melainkan juga sudah merambah kepada komunikasi multimedia seperti

BAB IV. Kinerja Varian TCP Dalam Jaringan UMTS

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi dan Analisis Performansi Algoritma Pengalokasian Resource Block dengan Batasan. Daya dan QualityofService pada Sistem LTE Arah Downlink

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Henning Titi C

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 File Trace Input

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN MODEL QOS WIMAX DENGAN OPNET. Pada bab 3 ini penulis ingin memfokuskan pada system evaluasi kinerja

Jaringan Komputer I. Materi 9 Protokol WAN

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI SOFTSWITCH. suatu pemodelan softswitch ini dilakukan agar mampu memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Analisis Pengaruh RSVP Untuk Layanan VoIP Berbasis SIP

Evolusi Teknologi Wireless Seluler menuju HSDPA

Integrasi Aplikasi Voice Over Internet Protocol (VOIP) Dengan Learning Management System (LMS) Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

BAB II TEORI DASAR WCDMA DAN HSDPA. 2.1 Umum Perkembangan teknologi komunikasi bergerak ternyata berkembang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7.1 Karakterisasi Trafik IP

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Kinerja Protocol SCTP untuk Layanan Streaming Media pada Mobile WiMAX 3

ANALISIS KINERJA TRAFIK VIDEO CHATTING PADA SISTEM CLIENT-CLIENT DENGAN APLIKASI WIRESHARK

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

PERANCANGAN NGN BERBASIS OPEN IMS CORE PADA JARINGAN MPLS VPN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 REBALANCING GPRS TIME SLOT (GTS) TRAFFIC DATA GSM 900 MHZ

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

ANALISIS KINERJA TCP WESTWOOD PLUS UNTUK PENCEGAHAN KONGESTI PADA JARINGAN LTE MENGGUNAKAN NETWORK SIMULATOR 3 (NS 3)

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

Perancangan Mekanisme Buffering untuk Multi-QoS pada MAC Layer WiMAX

ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

PERENCANAAN DAN ANALISA KAPASITAS SKEMA OFFLOAD TRAFIK DATA PADA JARINGAN LTE DAN AH

BAB I PENDAHULUAN. multimedia memasuki dunia internet. Telepon IP, video conference dan game

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DAN ANALISA. BANDWIDTH VoIP O L E H WISAN JAYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SIMULASI PERBANDINGAN KUALITAS LAYANAN PADA HSDPA DAN HSUPA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Content Delivery Network adalah sebuah sistem yang berfungsi sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II. LANDASAN TEORI

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN CODEC TERHADAP QUALITY OF SERVICE VOIP PADA JARINGAN UMTS

Rancang Bangun RTP Packet-Chunk De-encapsulator Data AV Stream Format RTP Sebagai Terminal Access Multi-Source Streaming Server

Pendahuluan. Gambar I.1 Standar-standar yang dipakai didunia untuk komunikasi wireless

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. LTE LTE (Long Term Evolution) adalah teknologi jaringan telekomunikasi berkecepatan tinggi dengan standar yang telah diterapkan oleh 3GPP (Third Generation Partnership Project) sebagai penerus teknologi jaringan seluler 3G. Menurut Rumney (2008), meskipun belum memenuhi seluruh standar teknologi 4G (Fourth Generation), namun LTE dipasarkan dengan nama 4G LTE. LTE merupakan penerus dari teknologi jaringan telekomunikasi 3G, seperti WCDMA (Wide Band CDMA) dan HSPA (High Speed Packet Access). Sumber: UMTS Long Term Evollution LTE Tahun 2012 Gambar 2.1. Evolusi Teknologi Jaringan Telekomunikasi Menurut 3GPP (2013), LTE bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan pengiriman data, menggunakan spektrum yang tidak pernah digunakan sebelumnya, mengurangi biaya pengiriman data, dan menyederhanakan arsitektur jaringan seluler. Arsitektur jaringan yang lebih sederhana menyebabkan perangkat node-node yang terhubung pada jaringan LTE menjadi lebih sedikit dibandingkan jaringan 3G. LTE memiliki keunggulan sebagai berikut : II-1

1. Kecepatan transfer data hingga 100 Mbps Downlink & 50 Mbps Uplink. 2. Latensi transfer data yang lebih rendah ~10 ms. 3. Ukuran bandwidth yang lebih besar dan fleksibel, mulai dari 1.4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10 MHzm, 15 MHz dan 20 MHz. 4. Dapat melayani user yang bergerak dengan kecepatan hingga 500 km/h. 5. Jangkauan cell yang lebih jauh hingga 100 km. 6. Menggunakan protokol IP (Internet Protocol) dalam pengiriman data. 7. Arsitektur jaringan yang lebih sederhana. 2.1.1. Arsitektur Jaringan LTE Jaringan LTE yang disebut sebagai SAE (System Architecture Evolution) hanya terdiri atas dua bagian, yaitu EPC (Evolved Packet Core) & E-UTRAN (Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network). Sumber: An Introduction to LTE Tahun 2012 Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE Gambar diatas merupakan gambar arsitektur jaringan LTE secara sederhana. EPC terdiri dari 3 komponen berikut: II-2

1. Serving Gateway (S-GW) 2. Packet Data Network Gateway (P-GW) 3. Mobility Management Entity (MME). Bagian E-UTRAN hanya terdiri dari komponen Evolved Node B (enb). User Equipment (UE) merupakan perangkat yang digunakan user untuk berkomunikasi dengan jaringan LTE melalui komponen enb. UE dapat berupa handphone/smartphone, tablet, laptop, atau perangkat lain yang dilengkapi dengan network adapter LTE. Alur kerja hubungan downlink LTE dimulai dari P-GW hingga ke UE. Pada tahap awal, paket data yang berasal dari jaringan di luar jaringan LTE masuk ke jaringan LTE melalui P-GW. Menurut Poikselk ä et al. (2012: 16), P-GW berfungsi menangani paket-paket data, menetapkan peraturan/izin paket data, penyaringan paket data, pemotongan aliran paket data, dan menghubungkan UE kepada jaringan yang berada di luar jaringan LTE yang biasa disebut sebagai IMS (IP Multimedia Subsystem), IMS dapat berupa jaringan operator seluler ataupun jaringan internet. P-GW juga merupakan pintu masuk dan pintu keluar bagi setiap paket data yang akan dikirimkan dari UE, ataupun paket data yang akan diterima UE. S-GW berfungsi sebagai meneruskan paket data antara enb dan P-GW, setiap UE hanya boleh terhubung kepada satu S-GW. MME adalah komponen yang berfungsi menangani pensinyalan radio seperti mendeteksi status aktivitas UE, melacak keberadaan UE, menangani proses pendaftaran UE sebagai pelanggan dari sebuah operator jaringan seluler, yaitu dengan berkomunikasi dengan HSS, menangani autentikasi UE sebagai pelanggan. HSS (Home Subscriber Server) adalah server yang berfungsi sebagai pusat penyimpanan informasi data pelanggan dari operator jaringan seluler, seperti informasi langganan data yang dimiliki user, nomor pelanggan, dlsb. enb adalah komponen yang menangani pengelolaan radio resource dan transmisi data langsung kepada UE, proses transmisi data dilakukan dengan menggunakan gelombang radio. Penggunaan gelombang radio sebagai media II-3

transmisi data menyebabkan dibutuhkannya pengelolaan radio resource yang tepat agar semua UE dapat terlayani dengan maksimal (Poikselk ä et al., 2012). Komponen UE enb MME HSS S-GW P-GW Keterangan Berfungsi sebagai end device yang digunakan user untuk mengirim dan menerima data, dapat berupa handphone/smartphone, tablet, laptop, dlsb. Berfungsi menangani transmisi data dari dan kepada UE. enb juga berfungsi mengelola radio resource atau bandwidth yang digunakan dalam proses transmisi data ke UE. Berfungsi mengatur pensinyalan radio, ketika UE berpindah posisi atau melakukan perpindahan enb, mengidentifikasi status aktivitas UE, melacak keberadaan UE, melakukan proses pendaftaran UE, dlsb. Berfungsi menyimpan informasi yang berkaitan dengan UE sebagai pelanggan operator seluler, seperti nomor pelanggan dan langganan data, melakukan otorisasi dan autentikasi terhadap UE yang akan mengakses jaringan LTE, dlsb. Berfungsi sebagai router yang meneruskan paket data ke UE, sebagai jembatan antara enb & P-GW. Berfungsi mengatur keluar masuknya paket data dari dan ke jaringan yang berada di luar LTE (IMS), menetapkan peraturan/izin paket data, melakukan penyaringan paket data, pemotongan aliran paket data, dlsb. Tabel 2.1.Keterangan Komponen SAE 2.1.2. Hubungan Downlink enb dan UE Menurut Cox et al. (2012: 2), Hubungan downlink antara enb dan UE adalah hubungan komunikasi satu arah yang dimana enb berperan sebagai pengirim paket data dan UE sebagai penerima paket data. Transmisi data dilakukan melalui proses layering pada lapisan protokol LTE. II-4

Sumber: Downlink Packet Scheduling in LTE CellularNetworks: Key Design Issues and a Survey Tahun 2012 Gambar 2.3. Lapisan Protokol Downlink LTE 2.2. Lapisan Protokol LTE Menurut Sesia et al. (2011), Proses transmisi data pada jaringan LTE dilakukan melalui pensinyalan radio dan pengiriman/penerusan paket data yang dibagi ke dalam 3 lapisan, yaitu lapisan L3, L2 dan L1. Lapisan L3 berfungsi menangani proses pensinyalan radio dari awal hingga akhir proses transmisi data. Lapisan L2 berfungsi mengolah data, agar data yang ditransmisikan dapat sampai ke tujuan. Lapisan L1 berfungsi mentransmisikan data kepada UE. II-5

2.2.1. Lapisan L3 Lapisan L3 adalah lapisan yang berfungsi menangani pensinyalan radio selama proses transmisi data dilakukan. Lapisan L3 terdiri dari 1 sub-layer RRC (Radio Resource Control). RRC berfungsi mendukung terjadinya proses transmisi data, termasuk dalam menyediakan hubungan antara enb dan UE, dan menangani proses perpindahan cell atau enb (Sesia et al., 2011: 58). Sebelum enb dapat mentransmisikan data, terlebih dahulu dilakukan pembangunan koneksi antara enb dan UE, RRC membangun koneksi tersebut menggunakan radio bearer. Radio bearer adalah gelombang radio yang digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen jaringan LTE dan juga berfungsi sebagai media transmisi data (Cox et al., 2012). Radio bearer sebagai media transmisi data juga berfungsi memisahkan paket-paket data berdasarkan tujuan dan QoS (Quality of Service) masing-masing paket data. Bearer mengklasifikasikan paket data berdasarkan prioritas, delay maksimum, packet loss rate dengan menggunakan QCI (QoS Class Identifier). Paket-paket data yang dipisahkan ke dalam radio bearer selanjutnya diteruskan ke lapisan L2. QCI Prioritas Delay Packet Loss Rate Layanan 1 2 100 10 2 Conversational VoLTE 2 4 150 10 3 Conversational Video (live streaming) 3 5 300 10 6 Non-Conversational Video (buffered streaming) 4 3 50 10 3 Real Time Gaming 5 1 100 10 6 IMS Signalling 6 7 100 10 3 Voice, Video (live streaming), interactive gaming 7 6 300 10 6 Video (buffered streaming) 8 8 300 10 6 TCP based (e.g., WWW, e- mail), chat, FTP 9 9 300 10 6 P2P file Sharing Tabel 2.2. Bearer berdasarkan Class Paket Data II-6

2.2.2. Lapisan L2 Lapisan L2 adalah lapisan yang berfungsi mengolah paket-paket data yang diterima dari lapisan aplikasi dan melakukan pendistribusian resource radio kepada UE. Lapisan L2 terdiri dari 3 sub-layer PDCP, RLC, MAC yang memiliki fungsi sebagai berikut : Gambar 2.4. Kompresi paket data pada lapisan L2 & L1 protokol LTE 2.2.2.1. PDCP Sub-layer PDCP (Packet Data Convergence Protocol) berfungsi melakukan kompresi/dekompresi header paket data, melakukan pemecahan paket data ciphering/de-ciphering untuk memberikan keamanan pada setiap paket data yang akan ditransmisikan. Pada enb, PDCP juga berfungsi melakukan penghapusan paket data yang melewati batas delay maksimum dalam daftar antrian pada lapisan MAC (MAC queue). Paket data hasil kompresi PDCP PDU (Packet Data Unit) selanjutnya diteruskan ke lapisan RLC (Sesia et al., 2011: 87). 2.2.2.2. RLC Sub-layer RLC (Radio Link Control) berfungsi melakukan segmentasi/penggabungan paket data PDCP PDU ke dalam bentuk RLC PDU agar dapat dibaca oleh sub-layer MAC/PDCP. Pada enb, RLC juga berfungsi melakukan proses deteksi data duplikat dan proses penyusunan ulang paket data, paket data duplikat dan daftar pengiriman yang tidak berurutan disebabkan oleh II-7

proses re-transmisi data yang dilakukan oleh modul HARQ pada sub-layer MAC (Sesia et al., 2011). Setelah data sampai ke UE, apabila ditemukan data duplikat, maka RRC akan megecek data berdasarkan nomor urut dan menghapus data tersebut. Fungsi deteksi dan penyusunan tersebut dijalankan pada RLC Entity. 2.2.2.3. MAC Sub-layer MAC (Medium Access Control) berfungsi melakukan kompresi data ke dalam bentuk Transport Block agar data dapat dibaca oleh sub-layer Physical. MAC juga berfungsi dalam proses pendistribusian radio resource ke semua paket data. Sub-layer MAC terdiri dari beberapa modul, yaitu AMC, Packet Scheduler, HARQ (Sesia et al., 2011). 1. AMC (Adaptive Modulation and Coding) adalah modul yang berfungsi memetakan nilai CQI yang diterima UE ke dalam nilai MCS (Modulation Coding Scheme) yang akan digunakan dalam proses transmisi data. Pemetaan nilai CQI terhadap MCS dapat dilihat pada tabel 2.3. 2. Packet Scheduler adalah modul yang berfungsi dalam proses pendistribusian radio resource dengan menentukan proses pengiriman data berdasarkan radio resource yang tersedia, penjelasan lebih lanjut dilakukan pada poin 2.4.1 Pengalokasian Resource Block. 3. HARQ (Hybrid Automatic Repeat request) adalah modul yang berfungsi dalam proses transmisi & re-transmisi data, menerima dan memproses pesan ACK/NACK. 2.2.3. Lapisan L1 Menurut Capozzi et al. (2012), lapisan L1 terdiri dari sub-layer Physical, yang berfungsi melakukan pengiriman data dengan menggunakan frekuensi radio channel. Sebelum data ditransmisikan, data di-modulasi/de-modulasi ke dalam gelombang radio berdasarkan paket data dan informasi yang diterima dari PDSCH dan PDCCH. Setelah data dimodulasikan ke gelombang radio, data dikirimkan melalui frekuensi radio channel yang berasal dari radio resource/bandwidth. Pada LTE, II-8

pengiriman data melalui frekuensi radio channel dilakukan dengan menggunakan teknik OFDM. OFDM membagi-bagi bandwidth dalam bentuk frekuensi dan waktu (Capozzi et al., 2012). 2.3. OFDM OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah teknik pengiriman data menggunakan gelombang radio, OFDM bekerja dengan membagi bandwidth ke dalam bentuk frekuensi dan waktu sub-channel dan frame. OFDM memungkinkan data dengan jumlah yang besar dapat dikirimkan dalam waktu yang singkat, namun OFDM hanya dapat melayani 1 UE dalam satu waktu. Pada hubungan downlink, LTE menggunakan teknik OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) dalam pengiriman data (Capozzi et al., 2012). OFDMA merupakan teknik pengiriman data OFDM yang memungkinkan pengiriman data dapat dilakukan kepada banyak UE dalam waktu yang bersamaan. Teknik OFDM menghasilkan kumpulan sub-channel dan frame yang disebut sebagai resource grid (Capozzi et al., 2012). Satuan frekuensi dalam resource grid disebut sebagai sub-channel yang bernilai 180 khz dan satuan waktu disebut sebagai frame yang bernilai 10 ms. Sumber: Downlink Packet Scheduling in LTE CellularNetworks: Key Design Issues and a Survey Tahun 2012 Gambar 2.5. Arsitektur Resource Grid II-9

Resource grid terdiri dari kumpulan beberapa resource block. Resource block merupakan blok radio resource yang memiliki satuan frekuensi bernilai 15 khz yang disebut sebagai sub-carrier dan satuan waktu bernilai 71.4 microsecond yang disebut sebagai OFDM symbol. Satu resource block terdiri dari 12 subcarrier dan 7 OFDM symbol. Setiap 1 sub-carrier dan 1 OFDM symbol membentuk 1 resource element. Gambar 2.6. Arsitektur Resource Block Pengiriman paket data flow membutuhkan pengalokasian sejumlah resource block. Jumlah resource block yang dibutuhkan dalam pengiriman satu flow tergantung dari ukuran data flow tersebut dan nilai CQI dari UE yang akan menerima flow tersebut (Capozzi et al., 2012). Jumlah data yang dapat ditransmisikan satu resource element bergantung pada teknik modulasi MCS (Modulation Code Scheme) yang digunakan. MCS terdiri dari 3 jenis, yaitu : 1. QPSK (2 bit) 2. 16QAM (4 bit) 3. 64QAM (6 bit) Proses penentuan teknik modulasi MCS dilakukan berdasarkan penghitungan nilai CQI yang dilakukan oleh modul AMC (Adaptive Modulation and Coding) pada sub-layer MAC (Ahson et al., 2009). II-10

CQI Modulation Maximum Number of Bits Efficiency 0 - - - 1 QPSK 2 0.1523 2 QPSK 2 0.2344 3 QPSK 2 0.377 4 QPSK 2 0.6016 5 QPSK 2 0.877 6 QPSK 2 1.1758 7 16QAM 4 1.4766 8 17QAM 4 1.9141 9 18QAM 4 2.4063 10 19QAM 4 2.7305 11 64QAM 6 3.3223 12 65QAM 6 3.9023 13 66QAM 6 4.5234 14 67QAM 6 5.1152 15 68QAM 6 5.5547 Tabel 2.3. Penghitungan Nilai MCS Jumlah resource block yang dapat digunakan bergantung pada jumlah bandwidth yang tersedia, pemetaan bandwidth terhadap resource block ditunjukkan pada tabel berikut : Total Bandwidth Resource Block Sub-carriers 1.4 MHz 6 72 3 MHz 15 180 5 MHz 25 300 10 MHz 50 600 15 MHz 75 900 20 MHz 100 1200 Tabel 2.4. Pemetaan Bandwidth terhadap Resource Block 2.4. Pengalokasian Resource Block Fungsi enb sebagai pengelola radio resource adalah melakukan pendistribusian radio resource ke dalam setiap flow paket data yang akan dikirimkan ke UE (Sesia et al., 2011). Setiap pengiriman data flow membutuhkan pengalokasian resource block. Terbatasnya jumlah resource block yang dapat dialokasikan kepada setiap flow menyebabkan diperlukannya strategi algoritma pengalokasian yang tepat, agar resource block dapat digunakan dengan optimal dan UE mendapatkan II-11

kualitas layanan yang maksimal. Algoritma pengalokasian resource block disebut sebagai packet scheduler. 2.4.1. Packet Scheduler Menurut Fu et al. (2013), packet scheduler adalah algoritma yang digunakan untuk mengalokasikan resource block ke semua UE, packet scheduler bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bandwidth, dan memberikan layanan data kepada UE dengan standar QoS dan tingkat keadilan fairness yang dibutuhkan. Sumber: Downlink Packet Scheduling in LTE CellularNetworks: Key Design Issues and a Survey Tahun 2012 Gambar 2.7. Proses Pendistribusian Resource Block Proses pendistribusian resource block terhadap flow dapat dijelaskan, sebagai berikut (Capozzi et al., 2012): 1. enb menerima paket-paket data yang akan dikirimkan ke UE, setiap paket data dipisahkan oleh bearer berdasarkan QCI dan diteruskan ke sub-layer PDCP hingga ke sub-layer MAC. 2. Sub-layer MAC menerima daftar paket-paket data flow yang akan dikirimkan ke UE, dan daftar resource block yang dapat dialokasikan. Setiap flow memiliki keterangan tentang QoS paket data, nomor antrian dan nilai CQI yang diperoleh UE yang dituju. II-12

3. Nilai CQI selanjutnya diproses modul AMC sehingga menghasilkan tipe MCS yang akan digunakan dalam pengiriman data. 4. Packet scheduler melakukan penghitungan nilai metric terhadap setiap flow dan resource block yang akan dialokasikan. 5. Resource block dialokasikan kepada flow yang memiliki nilai metric tertinggi, selanjutnya informasi tentang flow & resource block dan jenis MCS yang akan digunakan dalam pengiriman data diteruskan ke PDCCH (Physical Downlink Control Channel). 6. PDCCH menjalankan fungsinya, yaitu memberi informasi kepada UE tentang flow yang akan diterima, MCS yang akan digunakan dalam pengiriman data, dan resource block/frekuensi yang akan digunakan dalam transmisi data. 2.4.1.1. Maximum Throughput Maximum Throughput (MT) adalah packet scheduler yang bertujuan memaksimalkan throughput dalam cell, dengan cara mengalokasikan resource block kepada UE yang dapat menerima througput tertinggi atau dengan kata lain, UE yang memiliki nilai data rate terbaik (Capozzi et al., 2012). Penghitungan nilai data rate dapat diperoleh dari pemetaan CQI ke nilai efficiency, lihat tabel 2.3. Dimana : m = nilai metric i = flow ke-i k = resource block ke-k d = data rate yang dapat diterima t = waktu penghitungan metric II-13

Flows Resource Block Metric Max Datarate? Schedule Gambar 2.8. Flowchart Packet Scheduler MT 2.4.1.2. Proportional Fair Proportional Fair (PF) adalah packet scheduler yang bertujuan memaksimalkan throughput cell sekaligus meningkatkan nilai keadilan fairness. PF menghitung nilai metric berdasarkan penghitungan nilai data rate dan nilai throughput rata-rata yang diperoleh dari penghitungan metric terakhir pada flow yang sama (Capozzi et al., 2012). Dimana : m = nilai metric i = flow ke-i k = resource block ke-k d = data rate yang dapat diterima R = throughput rata-rata t = waktu penghitungan metric r = data rate yang telah diterima II-14

Flows Resource Block Metric : Data rate, Past Average TP Metric Priority Highest Priority? Schedule Gambar 2.9. Flowchart Packet Scheduler PF Apabila perhitungan metric dilakukan untuk yang pertama kalinya, maka nilai rata-rata throughput yang diperoleh dari penghitungan metric terakhir bernilai 1 (Capozzi et al., 2012). 2.5. VoLTE VoLTE (Voice over LTE) adalah layanan suara bersifat real-time yang berjalan menggunakan paket data berbasis IP (Internet Protocol) pada jaringan LTE. VoIP adalah layanan suara bersifat real-time yang berjalan pada jaringan paket data berbasis IP. Menurut Spirent (2012), meskipun VoIP dan VoLTE memiliki perbedaan dari segi teknologi, namun secara konseptual layanan suara VoIP yang berjalan pada jaringan LTE dapat disebut sebagai VoLTE. II-15

Teknologi VoIP VoLTE Jaringan 2G/3G 4G Dibuat 1990s 2000s Pengguna Web, VoIP phone Modern smartphone Kualitas PLR tinggi ketika jaringan dipenuhi trafik data Bandwidth dan kecepatan transfer data yang lebih tinggi Jangkauan Luas (2G/3G) 4G, masih dikembangkan Tabel 2.5. Perbedaan VoIP dan VoLTE Layanan suara dan layanan paket data pada jaringan sebelumnya 3G dikelola oleh dua sistem yang berbeda, yaitu Circuit Switch Domain, dan Packet Switch Domain. Penyederhanaan arsitektur pada jaringan LTE menyebabkan layanan suara dan layanan paket data dikelola oleh satu sistem yang disebut EPC. Perbedaan sistem yang digunakan memungkinkan kualitas layanan suara yang dihasilkan menjadi berbeda. Menurut Anehill et al. (2012), layanan suara yang dihasilkan oleh teknologi LTE dituntut harus menghasilkan nilai kualitas rata-rata MOS yang lebih baik atau sama dengan kualitas suara yang dihasilkan 3G, yaitu sebesar 3.5. 2.5.1. MOS dengan E-Model (ITU-T. G107) Menurut Olariu et al. (2012), MOS (Mean Opinion Score) adalah metode numerik bersifat subjektif digunakan untuk mengidentifikasi kualitas performansi layanan suara. Nilai kualitas MOS ditunjukkan dari angka 1 hingga 5: 1. 1 Sangat Buruk, tidak dapat berkomunikasi sama sekali. 2. 2 Buruk, suara yang dihasilkan tidak jelas hampir tidak dapat berkomunikasi. 3. 3 OK, suara dapat didengar, namun sedikit tidak jelas dan delay 4. 4 Baik, suara jelas, namun ada sedikit delay 5. 5 Sangat Baik, percakapan dilakukan seperti tatap muka Penghitungan MOS dengan metode E-Model dipengaruhi oleh nilai faktor performansi jaringan atau disebut sebagai R-Faktor (R). Nilai R-Faktor dipengaruhi oleh delay, packet loss ratio yang dihasilkan jaringan dalam proses II-16

pengiriman data dan codec yang digunakan dalam kompresi paket data. Penjelasan lebih lanjut dilkukan pada bab 4. 2.5.2. Codec Menurut Cisco (2006), Codec (Compressor/de-compressor) adalah algoritma yang digunakan dalam proses kompresi suara analog ke dalam bentuk paket-paket data. Setiap codec membutuhkan kecepatan transfer data bitrate tertentu dalam proses pengiriman data, sebagai contoh codec G.729 bekerja dengan bitrate 8.4 kbps, sedangkan codec G.107 bekerja dengan bitrate 64 kbps. 2.6. LTE-Sim LTE-Sim merupakan software simulasi jaringan downlink LTE yang bersifat open source. LTE-Sim pertama kali dipublikasikan oleh Giuseppe Piro dan Francesco Capozzi et al. sebagai LTE network simulator pada tahun 2010 melalui paper yang dituliskan pada IEEE (Piro et al., 2010). Berikut ini beberapa keuntungan penggunaan LTE-Sim sebagai simulator jaringan downlink LTE: 1. Mudah digunakan 2. Didukung bahasa pemrograman C++ yang mudah dipahami pengguna 3. Didukung dengan jenis-jenis paket data & packet scheduler yang bervariasi 4. Representasi dukungan grafik. 2.6.1. Arsitektur Dasar LTE-Sim LTE-Sim berjalan pada bahasa pemrograman C++. File simulasi dan skenario di-compile secara bersamaan, file simulasi menghasilkan objek simulasi, namun file skenario tidak menghasilkan fille objek skenario, sehingga diperlukan script simulasi untuk menjalankan LTE-Sim dengan menggunakan skenario. II-17

Gambar 2.10. Arsitektur Dasar LTE-Sim Setelah simulasi dijalankan, setiap kejadian yang terjadi selama proses simulasi terekam pada file sim. Dari file sim tersebut dapat diperoleh grafik hasil analisis dan gambar dari topologi simulasi yang telah dijalankan. Beberapa tool yang membantu kinerja LTE-Sim adalah Matlab dan Gnuplot, matlab digunakan untuk menghasilkan gambar topologi simulasi, Gnuplot untuk menghasilkan graf dari hasil analisis simulasi yang telah dilakukan. LTE-Sim telah banyak digunakan dalam penelitian sejak pertama kali dipublikasika, namun LTE-Sim masih memiliki beberapa keterbatasan & kekurangan, seperti: 1. Menggunakan rekaman kejadian selama simulasi dijalankan untuk pengumpulan data. 2. Hanya mendukung simulasi antara komponen enb dan UE. 3. Waktu simulasi yang cukup lama untuk skenario jaringan yang besar 4. Tidak adanya dukungan animasi untuk mengetahui kerja simulasi secara langsung. II-18

Scenario Parameters Compile C++ File skenario.h Shell Script Simulation LTE-Sim Output MT.o & PF.o Plot Travel Path File.m Trace file.sim Compile C++ Matlab Analyze module (file) Packet Scheduler code.cpp.h Topology graphic Output file.ods Gnuplot Performance Graph Gambar 2.11. Flow Diagram LTE-Sim II-19