LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI PT TELKOM R&D CENTER BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

BAB II LANDASAN TEORI

Pengenalan Teknologi 4G

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

BAB IV. PAPR pada Discrete Fourier Transform Spread-Orthogonal. Division Multiplexing

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DISCRETE FOURIER TRANSFORM-SPREAD ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA JARINGAN GENERASI KEEMPAT (4G)

ANALISIS REDUKSI PAPR MENGGUNAKAN ALGORITMA DISTORTION REDUCTION

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

oleh Ivan Farrell Setiono NIM :

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

Analisis Kinerja Jenis Modulasi pada Sistem SC-FDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Kinerja Sistem Komunikasi SC-FDMA Pada Kanal Mobile To Mobile

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

IEEE g Sarah Setya Andini, TE Teguh Budi Rahardjo TE Eko Nugraha TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

PERSYARATAN TEKNIS ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASI SUBSCRIBER STATION BERBASIS STANDAR TEKNOLOGI LONG-TERM EVOLUTION

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

ALGORITMA PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK BERBASIS QOS GUARANTEED MENGGUNAKAN ANTENA MIMO 2X2 PADA SISTEM LTE UNTUK MENINGKATKAN SPECTRAL EFFICIENCY

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

PERHITUNGAN BIT ERROR RATE PADA SISTEM MC-CDMA MENGGUNAKAN GABUNGAN METODE MONTE CARLO DAN MOMENT GENERATING FUNCTION.

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Teknologi Frequency Division Multiplexing (OFDM) pada Komunikasi Wireless. Oleh : YB. Praharto. Abstrak

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

Kinerja Sinyal Referensi Long Block dan Short Block pada Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) Uplink Long Term Evolution (LTE)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi nirkabel mulai dari generasi 1 yaitu AMPS (Advance Mobile Phone

Universal Mobile Telecommunication System

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

PERFORMANSI SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULIPLE ACCESS PADA TEKNOLOGI RADIO OVER FIBER

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

EVALUASI KINERJA TEKNIK ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA MOBILE WiMAX MIMO-OFDM

Analisis Unjuk Kerja Decision Feedback Equalizer Pada Sistem SCFDMA

Alfi Zuhriya Khoirunnisaa 1, Endah Budi Purnomowati 2, Ali Mustofa 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

JUDUL SKRIPSI : Pengaruh Fading Lintasan Jamak Terhadap Performansi High Speed Downlink Packet Access (HSDPA)

MULTIPLEXING. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Throughput Pada Sistem MIMO dan SISO ABSTRAK

UNIVERSITAS INDONESIA REDUKSI PAPR MENGGUNAKAN HUFFMAN CODING YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN CLIPPING DAN FILTERING UNTUK TRANSMITTER OFDM TESIS

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

Transkripsi:

Makalah Seminar Kerja Praktek LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI PT TELKOM R&D CENTER BANDUNG Oleh : Yusup Rudyanto (L2F007082) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak Standard teknologi wireless dituntut harus terus mengalami evolusi menjadi semakin baik, baik dalam hal penyediaan layanan mobile broadband, kecepatan data dan area akses yang semakin luas. Hal itu dilihat dari sisi pelanggan, sedangkan dari sisi penyedia jaringan juga perlu desain jaringan yang lebih sederhana namun dapat bekerja dengan seoptimum mungkin. Teknologi Long Term Evolution atau sering disebut LTE menjawab persoalan tersebut. Sejauh ini teknologi yang banyak dikenal orang 3G atau 3,5G (HSDPA). LTE ini dianggap yang paling siap menuju 4G, meskipun standarnya belum memenuhi standar 4G, sehingga sering disebut 3,9G. LTE dengan arsitektur jaringan yang lebih sederhana serta radio akses yang digunakan adalah OFDM pada arah downlink dan Single Carrier FDMA (SC-FDMA) pada arah uplink, memunginkan laju data sebesar 100Mbps (downlink) dan 50Mbps (uplink) dengan spectrum bandwidth 20 MHz. dalam laporan ini akan lebih focus membahas mengenai layer fisik pada LTE dimana didalamnya menjelaskan skema multiple access yang digunakan baik untuk downlink maupun uplink. Kata Kunci : LTE, OFDM, SC-FDMA, Lapisan fisik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Standard teknologi wireless dituntut harus terus mengalami evolusi menjadi semakin baik, baik dalam hal penyediaan layanan mobile broadband, kecepatan data dan area akses yang semakin luas. Hal itu dilihat dari sisi pelanggan, sedangkan dari sisi penyedia jaringan juga perlu desain jaringan yang lebih sederhana namun dapat bekerja dengan seoptimum mungkin. Teknologi Long Term Evolution atau sering disebut LTE menjawab persoalan tersebut. Sejauh ini teknologi yang banyak dikenal orang 3G atau 3,5G (HSDPA). LTE ini dianggap yang paling siap menuju 4G dibanding kedua kandidat lainnya yaitu UMB (CDMA) dan Wimax II (Wimax). LTE bukan merupakan standard, tetapi sebuah proyek yang ditargetkan untuk menghasilkan perkembangan baru dari spesifikasi 3rd Generation Partnership Project (3GPP) Release 8 (Rel-8). Dinamakan Long Term Evolution karena LTE merupakan evolusi dari spesifikasi teknologi wireless sebelum-sebelumnya (GSM/EDGE, WCDMA, dan HSPA). Evolusi yang terdapat pada LTE dibandingkan standard - standard sebelumnya meliputi 3 hal utama, yaitu air interface, jaringan radio serta jaringan core. Layanan LTE pertama di dunia dibuka oleh TeliaSonera di dua kota Skandinavia yaitu Stockholm dan Oslo pada 14 Desember 2009 lalu. Salah satu perubahan pada LTE dibanding teknologi sebelumnya adalah pada lapisan fisiknya, khususnya dalam teknik modulasi dan skema akses jamak. LTE menerapkan teknik Orthogonal Frequency- Division Multiple Access (OFDMA) untuk downlink sedangkan untuk uplink menggunakan Single-Carrier Frequency- Division Multiple Access (SC-FDMA). Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai prinsip kerja kedua skema multiple acces tersebut, 1.2 Tujuan Hal-hal yang menjadi tujuan penulisan laporan kerja praktek ini adalah : 1. Mempelajari sistem telekomunikasi LTE. 2. Mempelajari skema multipe acces yang digunakan dalam LTE 3. Mengetahui trial LTE yang dilakukan di Telkom R&D Center Bandung. 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang diambil oleh penulis pada penulisan laporan kerja praktek ini hanya mengenai skema multiple access untuk downlink dan uplink yang digunakan pada LTE. Tidak membahas mengenai arsitektur jaringan LTE ataupun spesifikasi LTE secara keseluruhan secara rinci.

II. DASAR TEORI LTE adalah satu set perangkat tambahan Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) yang diperkenalkan oleh 3rd Generation Partnership Project (3GPP) Release 8. LTE yang sering disebut juga SAE (System Architecture Evolution) ini merupakan langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan sistem komunikasi bergerak. Evolusi dari GSM hingga menuju 4G yang telah dirancang oleh 3GPP dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2.1 Evolusi GSM Terdapat 3 kandidat teknologi yang mengarah ke 4G yaitu LTE, WIMAX dan UMB. Tetapi dari ketiga kandidat tersebut LTE yang dianggap paling siap menuju 4G. 2.1 Arsitektur Jaringan LTE Arsitektur jaringan LTE secara umum lebih sederhana disbanding dengan teknologi sebelumnya ( GSM/ UMTS). LTE memiliki Radio Access Network sendiri yang bernama E-UTRAN. Jaringan intinya disebut Evolved Packet Core (EPC). EPC bersifat all-ip dan mudah berinterkoneksi dengan jaringan IP lainnya, termasuk WiFi, WiMAX, dan XDSL. Untuk menghubungkan UE (pengguna) dengan E- UTRAN digunakan enb (e-nodeb). Pada GSM enb ini analogi dengan NodeB atau BTS, namun pada enb terdapat penambahan fungsi dimana beberapa fungsi BSC juga dilakukan oleh enb tersebut. Jaringan LTE mampu mentransformasi pengalaman pengguna telekomunikasi, memperbarui layanan mobile broadband ke tingkatan baru sehingga kegiatan mobile seperti browsing internet, mengirim email, video sharing, download musik, serta aplikasi-aplikasi lain akan sangat mudah diakses tanpa ada intervensi atau keterlambatan. 2.2 Persyaratan LTE Dalam rangka memenuhi persyaratan dari IMT Advanced tentang 4G, maka LTE mempunyai beberapa persyaratan sebagai berikut : Bandwidth yang terskala E-UTRA dapat beroperasi pada alokasi bandwidth yang berbeda-beda, yaitu 1.25 MHz, 2.5 MHz, 5 MHz, 10 MHz, 15 MHz, dan 20 MHz baik pada uplink maupun downlink. Puncak laju data sebesar 100 Mbps untuk downlink, dan 50 Mbps untuk uplink dengan alokasi spektrum bandwidth 20. Mencapai 200 pengguna aktif dalam 1 sel (5 MHz) User-plane latency kurang dari 5 ms Pilihan spektrum frekuensi yang dapat disesuaikan dengan jaringan saat ini yaitu band GSM, CDMA, UMTS (450,700, 850, 900, 1700, 1800, 1900, 2100, 2500MHz) Mendukung baik untuk operasi FDD (Frequency Division Duplex) maupun TDD (Time Division Duplex) Antena MIMO sudah terstandardisasi sehingga secara umum dapat meningkatkan pesat data sektoral. 2.3 Motivasi dikembangkannya LTE Perlu untuk menjamin kesinambungan daya saing dari sistem 3G di masa depan. Permintaan pengguna untuk kecepatan data dan QoS yang lebih tinggi. Sistem packet switch dioptimalkan. Mengurangi biaya CAPEX (Capital expenditure) dan OPEX (Operating expenditure ). Rendah kompleksitas. Menghindari fragmentasi teknologi yang tidak seharusnya dilakukan baik untuk operasi band berpasangan (FDD) maupun tidak berpasangan (TDD).

III. SKEMA MULTIPLE ACCESS 3.1 Definisi Multiple Access Multiple access adalah suatu teknik yang memungkinkan suatu titik (Base Station) untuk dapat diakses oleh beberapa titik yang saling berjauhan (Subscriber Station) dengan tidak saling mengganggu. Di dalam enb terdapat beberapa lapisan, dimana lapisan terbawahnya disebut lapisan fisik. Lapisan ini mengatur multiple access yang digunakan baik untuk downlink (mengirim data dari jaringan ke UE) maupun uplink (mengirim data dari UE ke jaringan). LTE menerapkan teknik Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) untuk downlink sedangkan untuk uplink menggunakan Single-Carrier Frequency-Division Multiple Access (SC- FDMA). 3.2 OFDM OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah sebuah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Masing-masing subcarrier tersebut dimodulasikan dengan teknik modulasi konvensional pada rasio simbol yang rendah. Prinsip kerja dari OFDM dapat dijelaskan melalui gambar blok diagram berikut : Dari gambar 3.2 dapat dilihat diagram blok pengirim OFDM terdiri dari blok-blok serial to paralel, modulator, IFFT dan paralel to serial. Deretan data yang akan ditransmisikan (data in) yaitu deretan bit-bit serial dikonversikan ke dalam bentuk paralel oleh Serial to Paralel Converter, sehingga bila bit rate semula adalah R maka bit rate ditiap jalur paralel adalah R/N dimana N adalah jumlah jalur paralel atau jumlah subcarrier. Prinsip konversi bit serial ke paralel ditunjukkan pada Gambar 3.3 Gambar 3.3Konversi Bit Serial ke Paralel Kemudian ke-n bit paralel ini (X[0], X[1],..., X[N-1]) dimodulasikan pada tiap-tiap subcarrier yang berbeda dimana setiap subcarrier dipisahkan sejauh Δf. Modulasi ini bisa berupa BPSK, QPSK, QAM atau yang lain secara adaptif. Blok diagram Modulator dapat dilihat pada Gambar 3.4 di bawah ini : MODULATOR Gambar 3.1 Blok diagram OFDM Dari gambar 3.1 di atas dapat dijelaskan secara rinci proses dari OFDM baik pada pengirim maupun penerima. Pengirim OFDM Diagram blok pengirim OFDM dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 3.4 Proses modulasi Sinyal hasil modulasi tersebut secara matematika dapat ditulis sebagai: Gambar 3.2 Diagram Blok Transmitter OFDM Sinyal OFDM hasil modulasi kemudian dialirkan ke dalam Inverse Fast Fourier Transform (IFFT) untuk mengubah sinyal dari domain frekuensi ke dalam sinyal

domain waktu dengan cara mencuplik sinyal x(t) dengan laju Tss/N. Penggunaan IFFT ini memungkinkan pengalokasian frekuensi yang saling tegak lurus (orthogonal). Proses IFFT ditunjukkan pada Gambar 3.5 Gambar 3.5 Proses IFFT Sinyal keluaran IFFT disebut symbol OFDM dan dapat dinyatakan sebagai: Sinyal OFDM yang telah diaplikasikan ke dalam IFFT ini kemudian dikonversikan lagi ke dalam bentuk serial. Setelah disisipi cyclic prefix dengan cara menyalin bagian akhir simbol sepanjang periode CP yang digunakan dan menempatkannya pada awal simbol, baru data dikirim. Penerima OFDM Setelah melalui kanal maka sinyal informasi tadi diterima oleh penerima. Berikut gambar blok diagram penerima OFDM : informasi. Dengan sistem OFDM ini throughput dari kanal yang diberikan dapat ditingkatkan tanpa harus meningkatkan bandwidth. 3.2.1 Kelebihan OFDM Beberapa kelebihan OFDM diantaranya: Efisien dalam pemakaian bandwidth OFDM adalah salah satu jenis dari multicarrier (FDM), tetapi memiliki efisensi pemakaian frekuensi yang jauh lebih baik. Pada OFDM overlap antar frekuensi yang bersebelahan diperbolehkan, karena masing-masing sudah saling orthogonal, sedangkan pada sistem multicarrier konvensional untuk mencegah interferensi antar frekuensi yang bersebelahan perlu diselipkan frekuensi penghalang (guard band), dimana hal ini memiliki efek samping berupa menurunnya kecepatan transmisi bila dibandingkan dengan sistem single carrier dengan lebar spektrum yang sama. Selain itu pada multicarrier konvensional juga diperlukan band pass filter sebanyak frekuensi yang digunakan, sedangkan pada OFDM cukup menggunakan FFT saja. Perbandingan transmisi single carrier, multicarrier konvensional dan OFDM dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 3.6 Diagram Blok Receiver OFDM Gambar 3.6 menunjukkan blok diagram penerima yang terdiri dari blokblok serial to paralel, FFT, demodulasi, dan Paralel to Serial. Di penerima terjadi proses kebalikan dari proses yang ada di pengirim. Sinyal yang telah dialirkan ke dalam FFT kemudian didemodulasikan dan dikonversi lagi ke dalam bentuk serial oleh Paralel to Serial Converter dan akhirnya kembali menjadi bentuk data Gambar 3.7 Perbandingan single carrier, multicarrier dan OFDM Kuat menghadapi frequency selective fading Dengan menggunakan teknologi OFDM, meskipun jalur komunikasi yang digunakan memiliki karakteristik frequency selective fading (dimana bandwidth channel lebih sempit daripada

bandwidth transmisi sehingga mengakibatkan pelemahan daya terima secara tidak seragam pada beberapa frekuensi tertentu), tetapi tiap subcarrier dari sistem OFDM hanya mengalami flat fading (pelemahan daya terima secara seragam). Pelemahan yang disebabkan oleh flat fading ini lebih mudah dikendalikan, sehingga performansi dari sistem mudah untuk ditingkatkan. Teknologi OFDM bisa mengubah frequency selective fading menjadi flat fading, karena transmisi menggunakan subcarrier dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga kecepatan transmisi di tiap subcarrier sangat rendah dan bandwidth dari tiap subcarrier sangat sempit, lebih sempit daripada coherence bandwidth (lebar daripada bandwidth yang memiliki karakteristik yang relatif sama). Dengan demikian masing-masing subcarrier hanya terkena flat fading. Perubahan dari frequency selective fading menjadi flat fading bisa diilustrasikan seperti gambar berikut : haruslah terjaga orthogonalitasnya. Tetapi akibat respon kanal yang buruk, akan terjadi distorsi linear yang menyebabkan energi pada tiap-tiap subkanal menyebar ke subkanal di sekitarnya. Delay spread menyebabkan waktu kedatangan sinyal bervariasi. Halhal ini lah yang menyebabkan terjadinya inter symbol interference (ISI). ISI pada sistem OFDM dapat dihilangkan dengan menyisipkan guard interval atau yang sering dikenal dengan cyclic prefic (CP). Caranya dengan menyalin bagian akhir simbol sepanjang periode CP yang digunakan dan menempatkannya pada awal simbol. Dengan memberikan CP, maka interferensi simbol hanya terjadi pada sisi cyclic prefix-nya saja. Efek tersebut dapat dihilangkan saat dilakukan sinkronisasi waktu pada windowing fft, dengan cara membuang bagian CP yang mengalami interferensi. Mudah beradaptasi dengan kondisi kanal yang buruk (tanpa complex equalization). Implementasi menggunakan FFT lebih efisien. Rendah sensitivitas terhadap noise DC. Efisien dalam pengolahan MIMO. 3.2.2 Kekurangan OFDM Gambar 3.8 Frequency selective fading Tidak sensitif terhadap sinyal tunda Dengan rendahnya kecepatan transmisi di tiap subcarrier berarti periode simbolnya menjadi lebih panjang sehingga kesensitifan sistem terhadap delay spread (penyebaran sinyal-sinyal yang datang terlambat) menjadi relatif berkurang. Tahan terhadap ISI dan fading yang disebabkan oleh perambatan jalur jamak. Untuk memudahkan proses demodulasi pada bagian FFT di receiver, tiap-tiap subkanal OFDM Sensitif terhadap masalah efek Doppler dan sinkronisasi frekuensi. Diantara kelebihan diatas sistem OFDM memiliki sensitivitas pada error frekuensi yang diakibatkan oleh perbedaan frekuensi yang diterima dengan osilator lokal pada penerima. Perbedaan ini diakibatkan oleh adanya pergeseran pada frekuensi akibat efek pergerakan atau efek Doppler dan pengaruh intercarrier interferency (ICI) antar subcarrier. Fenomena ini disebut dengan frequency offset. Rentan terkontaminasi distorsi nonlinear Teknologi OFDM adalah sebuah sistem modulasi yang menggunakan multi-frekuensi dan multi-amplitudo, sehingga sistem ini mudah terkontaminasi oleh distorsi nonlinear yang terjadi pada amplifier dari daya transmisi.

Kerugian laju data dan kerugian daya akibat CP (Cyclic Prefix). Memiliki PAPR yang tinggi, sehingga membutuhkan power amplifier dengan linearitas yang tinggi pula. 3.2.3 PAPR (Peak to Average Ratio) PAPR adalah perbandingan antara daya puncak sinyal dengan daya rataratanya. PAPR dapat terjadi sebagai hasil superposisi dari dua atau lebih subcarrier sehingga menghasilkan nilai puncak sinyal yang sangat besar. Hal ini biasanya disebabkan oleh modulasi masing-masing subcarrier yang dilakukan dengan frekuensi yang berbeda sehingga menyebabkan beberapa subcarrier mempunyai fasa koheren yang pada akhirnya akan muncul amplitudo dengan level yang jauh lebih besar dari daya sinyalnya. Hal itu dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3.9 Keluaran IFFT pada OFDM Nilai PAPR yang besar akan menyebabkan sistem membutuhkan komponen sistem yang memiliki daerah linear yang besar untuk mengakomodasi amplitudo sinyal. Sedangkan Power amplifier (PA) merupakan salah satu komponen sistem yang tidak linear. PA yang tidak linear akan menyebabkan distorsi yang sifatnya nonlinear sehingga akan muncul intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada sinyal yang akan ditansmisikan. Intermodulasi menyebabkan terjadinya interferensi diantara subcarrier dan menyebabkan terjadinya pelebaran spektal dari sinyal keseluruhan. Gejala intermodulasi dapat dikenali dengan munculnya inter carrier interferences (ICI) dan adjacent channel interference (ACI). Secara matematis nilai PAPR dapat dirumuskan : PAPR = atau = N PAPR(dB) = 10log (N). dimana N : jumlah subcarrier. Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai PAPR pada sistem OFDM bersifat linear dengan jumlah subcarrier-nya. Saat N sinyal ditambahkan dengan fasa yang sama, sinyal tersebut akan menghasilkan nilai puncak yang besarnya N kali dari daya rata-ratanya, sehingga nilai PAPR akan bertambah besar jika jumlah N diperbesar. 3.3 OFDMA Orthogonal Frequency-Division Multiple Access (OFDMA) adalah sistem komunikasi wireless yang menggabungkan teknik OFDM dan teknik multiakses untuk menyedikan layanan banyak pengguna. OFDMA merupakan kombinasi antara OFDM dan FDMA (Frequency Divison Multiple Access) yang melayani beberapa pengguna dengan mengalokasikannya pada subcarrier. Pada dasarnya, ide di balik OFDMA adalah dengan memisahkan satu pesat data yang tinggi ke dalam beberapa pesat data rendah dan mentransmisikannya secara paralel. OFDMA memungkinkan beberapa UE (User Equipment) untuk berbagi bandwidth yang sama. Ini dapat dilakukan dengan menentukan beberapa subcarrier untuk diberikan kepada beberapa UE sehingga memungkinkan beberapa pesat aliran data yang rendah untuk UE yang berbeda pada saat yang sama. Perbedaan antara OFDM dengan OFDMA adalah OFDM bukanlah sebuah teknik askes jamak melainkan suatu teknik modulasi yang menciptakan banyak aliran data supaya dapat digunakan oleh pengguna yang berbeda, sedangkan OFDMA merupakan skema akses jamak yang memungkinkan banyak pengguna berbagi dalam bandwidth yang sama. Selain itu, OFDM mengalokasikan pengguna hanya pada ranah waktu sedangkan OFDMA mengalokasikan pengguna pada ranah waktu dan frekuensi. Ilustrasi mengenai perbedaan keduanya dapat dilihat pada gambar berikut :

lain adalah 7,5 KHz yang akan diimplementasikan pada rilis berikutnya untuk aplikasi broadcast seperti mobile TV. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut : Gamabar 3.10 Perbedaan OFDM dan OFDMA Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa OFDM pada periode waktu tertentu hanya dapat melayani 1 pengguna. Data yang dikirim tetap dibagi ke dalam banyak subcarrier seperti halnya prinsip OFDM. Berbeda dengan OFDMA, pada periode waktu tertentu kanal dapat melayani beberapa pengguna, sebab pengguna dialokasikan ke dalam beberapa slot dan data yang dikirim dibagi ke dalam banyak subcarrier secara terdistribusi atau acak. 3.4 Downlink Resource Block Sinyal yang ditransmisikan dalam setiap slot digambarkan oleh sebuah resource grid yang terdiri dari N subcarrier dan symb Nsc N simbol OFDM. Jumlah N bergantung pada bandwidth transmisi downlink yang digunakan dimana harus memenuhi : Gambar 3.11 Tipe cyclic prefix Setiap elemen dalam resource grid disebut resource element dan khas dengan diberi indeks (k,l) dalam suatu slot, dimana k 0,..., N N 1 dan l 0,..., 1. sc N symb Resource block digunakan untuk mendeskripsikan pemetaan dari kanal fisik tertentu ke resource element. Gambar berikut menjelaskan struktur frame pada transmisi downlink : One downlink slot Tslot Nsymb OFDM symbols k N N sc 1 N min, N N max, Resource block resource N symb Nsc elements min, max, dimana N 6 dan N 110 yang terdukung oleh spesifikasi versi ini. Jumlah simbol OFDM tergantung pada panjang cyclic prefic dan jarak subcarrier yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.1 Parameter resource block untuk downlink Normal cyclic prefix Extended cyclic prefix Configuration f 15kHz N sc 12 N symb f 15 khz 6 f 7.5 khz 24 3 Untuk LTE, jarak frekuensi antar subcarrier standar adalah 15 KHz. Alternatif 7 subcarrier s sc N N subcarrier s N sc l 0 l N symb 1 k 0 Resource element Gambar 3.12 Downlink resource grid Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa setiap resource block () terdiri dari 12 subcarrier (dalam domain frekuensi) dan 7 simbol OFDM (dalam domain waktu) jika menggunakan cyclic prefix normal. Bandwidth subcarrier dalam domain frekuensi adalah 15 ( k, l)

KHz, sehingga bandwidth satu physical resource block (P) adalah 180 KHz. Struktur frame di atas menggunakan struktur frame tipe 1 yaitu untuk operasi band berpasangan (FDD), dimana transmisi downlink dan uplink beroperasi pada frekuensi yang berbeda. Gambar di atas mengasumsikan semua subframe digunakan untuk downlink. Jika spektrum bandwidth yang digunakan misalnya 1,25 MHz, maka dalam 1 resource block terdapat 72 subcarrier. LTE juga mendukung untuk operasi TDD. Untuk TDD, struktur dasar Resource block dan Resource element tetap sama, tetapi dalam satu P sebagian subframe digunakan untuk downlink dan sisanya digunakan untuk uplink atau sebagai special frame (untuk beralih antara transmisi uplink dan downlink). 3.5 SC-FDMA Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) adalah suatu teknik multiple access baru yang akan digunakan untuk uplink pada LTE. SC- FDMA merupakan versi pengguna jamak dari modulasi Single Carrier dengan Frequency Domain Equalization (SC/FDE). Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai pengembangan dari OFDMA yang telah ada sebelumnya. SC-FDMA mempunyai struktur dan performa yang mirip dengan OFDM, hanya saja pada teknik ini terdapat penambahan proses DFT (Discrete Fourier Transform) pada transmitter. Berbeda dengan OFDM, pada SC-FDMA ini setiap simbol data disebar di beberapa subcarrier, sehingga disebut juga DFT-spread OFDM. Secara rinci proses transmisi SC- FDMA dapat dilihat sebagai berikut: Dari diagram blok di atas dapat dijelaskan proses dari tiap blok sebagai berikut : Pengirim Constellation Mapper : mengubah aliran input bit menjadi simbol single carrier (modulasi BPSK, QPSK, atau 16-QAM berdasarkan keadaan kanal). S/P Convert : mengelompokan simbolsimbol single carrier (time domain) ke dalam sebuah blok berisi M simbol untuk dijadikan input FFT, biasanya 4 simbol. M-point DFT : mengubah blok simbol single carrier (time domain) menjadi tone diskrit (domain frekuensi). Sub-carrier Mapping : memetakan output tone ke dalam N-subcarrier, dimana N>M (ada 2 skema mapping). N-Point IDFT : mengubah kembali ke domain waktu. Cyclic Prefix & Pulse Shaping : penyisipan cyclic prefix melindungi terhadap multipath fading, Pulse Shaping mencegah pertambahan spectrum. RFE (Receiver Front-End.) / DAC : mengubah sinyal digital menjadi sinyal analog untuk ditransmisikan. Penerima Menghilangkan CP, mengubah kembali ke domain frekuensi dengan N-point DFT. Dilakukan equalization untuk mengatasi ISI maupun error. Sinyal tone diskrit ditransformasi menjadi blok simbol single carrier dalam domain waktu menggunakan M- point IDFT. Gambar 3.13 Diagram blok SC-FDMA Dilakukan deteksi dan decoding hingga menjadi aliran bit informasi kembali.

3.5.1 Jenis Mapping pada SC-FDMA Pada sisi pengirim, setelah dilakukan proses DFT dihasilkan sinyal tone diskrit dalam domain frekuensi. Setelah itu sinyal tersebut dipetakan dengan teknik tertentu. Ada 2 tipe pemetaan subcarrier yaitu Localized SC-FDMA and Distributed SC-FDMA (Interleaved). 4.2.1.1 Localized SC-FDMA Pada jenis mapping ini, sinyal sample dalam domain frekuensi dipetakan kedalam beberapa subcarrier secara mengelompok atau terlokalisasi. 4.2.1.2 Distributed SC-FDMA / Interleaved SC-FDMA Pada jenis mapping ini, sinyal sample dalam domain frekuensi dipetakan kedalam beberapa subcarrier secara terdistribusi atau menyebar. Jenis ini menawarkan peningkatan frequency diversity seperti halnya OFDM, sehingga jenis ini memiliki keunggulan tahan terhadap frequency selective fading. Selain itu, distributed SC-FDMA juga mengurangi PAPR lebih besar dibanding tipe localized. Namun demikian, dalam teknologi LTE ini lebih disukai menggunakan tipe localized SC-FDMA karena lebih sederhana dan terhindar dari ISI maupun frekuensi offset. Untuk lebih mudah mengetahui perbedaan Localized dan Distributed SC- FDMA kita lihat contoh gambar di bawah ini : Gambar 3.14 Perbedaan Localized dan Distributed SC-FDMA Gambar di atas menunjukan proses mapping subcarrier SC-FDMA dimana misal terdapat 3 pengguna berbagi dalam 12 subcarrier dengan masing-masing memiliki 4 blok data simbol yang akan ditransmisikan pada saat bersamaan. Gambar mapping di atas adalah untuk pengguna1, sedangkan untuk pengguna 2 dan 3 polanya sama seperti pengguna 1. Keluaran dari proses DFT dari data blok adalah 4 sample dalam domain frekuensi yang akan dipetakan ke dalam 12 subcarrier. Jika menggunakan localized SC- FDMA, keempat sample tersebut dipetakan mengelompok pada f 1, f 2, f 3 dan f 4. Sedangkan pada pemetaan distributed SC- FDMA, sampel-sampel tersebut disebar ke ke-12 subcarrier tersebut, yaitu pada f 1, f 4, f 7 dan f 10. Jadi gambaran mapping untuk ketiga pengguna dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 3.15 Mapping SC-FDMA 3.5.2 Kelebihan SC-FDMA Dengan metode SC-FDMA ini masalah tingginya PAPR yang dialami oleh OFDMA dapat diatasi. Dengan adanya proses DFT pada transmitter SC-FDMA maka data symbol yang akan dikirm disebar di beberapa subcarrier, sehingga dapat kita pandang sebagai single carrier. Rasio perbandingan jumlah subcarrier OFDMA dan SC-FDMA umumnya adalah 4:1. PAPR berbanding lurus dengan banyaknya subcarrier. Itulah sebabnya dengan SC- FDMA ini nilai PAPR dapat direduksi. Alasan mengapa pada transmisi uplink sangat disyaratkan PAPR yang rendah, karena jika pada transmisi uplink sinyal yang ditransmisikan PAPR-nya tinggi akan mengakibatkan borosnya baterai pada pengguna (UE). Hal itu perlu dihindari supaya tidak merugikan pengguna. Konsumsi daya besar pada transmitter untuk downlink, yaitu jaringan LTE sendiri tidak terlalu dipermasalahkan, sebab jaringan mendapat catu daya dari PLN dan sifatnya tetap atau tidak mobile. Sedangkan pengguna umumnya mobile atau bergerak sehingga konsumsi daya yang besar akan merugikan. 3.5.3 Perbandingan SC-FDMA dengan OFDM Pada OFDM, setiap data simbol dibawa oleh 1 subcarrier, sedangkan pada SC- FDMA beberapa subcarrier membawa tiap data simbol.

resource element, dimana 1 slot sepanjang 10 ms dalam domain waktu dan 180 KHz dalam domain frekuensi. Konfigurasi resource block berdasarkan panjang cyclic prefix dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Gambar 3.16 Perbedaan OFDM dan SC-FDMA Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada SC-FDMA setiap data simbol disebar ke banyak subcarrier dan ditransmisikan secara berurutan. Selain itu perbedaan mendasar antara OFDM dan SC- FDMA adalah adanya proses DFT pada transmitter SC-FDMA. oleh karena itu, SC- FDMA sering disebut juga DFT-spread- OFDM. Tabel 3.2 Parameter resource block uplink Configuration N sc UL N symb Normal cyclic prefix 12 7 Extended cyclic prefix 12 6 Dalam satu P terdapat 12 subcarrier dalam domain frekuensi dan 7 simbol SC-FDMA dalam domain waktu untuk cyclic prefix normal. Struktur frame yang digunakan untuk konfigurasi di atas adalah tipe 1 yaitu untuk FDD. Sehingga parameter dalam lapisan fisik LTE dapat dilihat pada table berikut : Tabel 3.3 Parameter lapisan fisik LTE Transmissi on Bw Sub-frame duration Subcarrier spacing 1.25 2.5 5 0.5 ms 15 Khz 10 15 20 Gambar 3.17 Ilustrasi perbedaan OFDMA dan SC-FDMA Dari gambar 4.23 dapat dilihat, dengan modulasi QPSK maka setiap data simbol diwakili 2 bit (00, 01, 10, 11). Pada OFDMA terlihat bahwa aliran data dibagi ke dalam empat buah subcarrier dengan menempati bandwidth selebar 15 KHz untuk satu periode simbol, kemudian ditransmisikan secara paralel dalam satu waktu. Sedangkan pada SC-FDMA data dikirimkan dalam empat buah subcarrier juga, hanya saja ditransmisikan secara sekuensial, dengan menempati bandwidth 60 KHz untuk N periode simbol SC-FDMA, dimana N di sini adalah 4. Sampling frequency 1.92 3.84 7.68 15.36 23.04 30.72 FFT size 128 256 512 1024 1536 2048 Number of occupied subcarriers Number of OFDM symbol per sub-frame (short/long CP) Resource blocks () (1= 180Khz) Modulatio n schemes Multiple access 72 180 300 600 900 1200 7 / 6 6 15 25 50 75 100 : QPSK, 16QAM, 64QAM UL : QPSK, 16QAM, 64QAM (optional for UE) : OFDMA UL : SC-FDMA 3.6 Uplink Resource Block Secara umum struktur frame physical resource block untuk uplink sama seperti pada downlink. Dimana dalam satu UL slot pada resource grid terdiri dari N subcarrier dan Jadi suatu P terdiri dari Nsc UL N symb simbol SC-FDMA. N UL symb N sc

IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Salah satu perubahan yang terjadi pada LTE dibanding teknologi sebelumnya adalah pada lapisan fisik, terutama teknik modulasi dan skema multiple access. 2. LTE menggunakan OFDMA sebagai multiple access downlink dengan laju data 100 Mbps (20 MHz) dan SC- FDMA sebagai multiple access pada uplink dengan laju data 50 Mbps (20 MHz). 3. Kelemahan utama OFDMA adalah tingginya PAPR yang disebabkan karena menggunakan multi-carrier. 4. PAPR berbanding lurus dengan banyaknya jumlah subcarrier, semakin besar jumlah subcarrier maka semakin besar pula PAPR. 5. Untuk uplink digunakan SC-FDMA yang memiliki PAPR rendah supaya konsumsi baterai UE dan desain power amplifier lebih hemat. 4.2 Saran 1. Sebaiknya jika dapat direalisasikan dengan lebih sederhana, mapping pada SC-FDMA lebih baik menggunakan Interleaved SC-FDMA, sebab dapat mengurangi PAPR lebih banyak dan lebih tahan terhadap fading. 2. Selain SC-FDMA, terdapat alternatif lain yaitu MC-CDMA (Multi Carrier- Code Division Multiple Access) yang dapat digunakan sebagai akses jamak pada uplink. Sumatera Utara : Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara. [3] Sesia, S.,dkk. 2009. The UMTS Long Term Evolution. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd. [4] Dahlman, E.,dkk. 2008. 3G Evolution : HSPA AND LTE FOR MOBILE BROADBAND 2 nd edition. Oxford : Elsevier Ltd. [5] 3GPP TS 36.211 v1.0.0, Physical Channels and Modulation. http://www.3gpp.org/ftp/specs/archive/3 6%5Fseries/36.211/ [6] OFDMA_Tutorial_IEEE802-22_Jan_05, http://www.ieee802.org/22/meeting_doc uments/2005_jan/, (diakses tanggal 8 Desember 2010) [7] http://www.cs.tau.ac.il/~amir1/ps/scfdm a_article1.pdf, (diakses tanggal 5 Agustus 2010) Biodata Penulis Yusup Rudyanto (L2F007082) lahir di Pekalongan, 17 Mei 1989. Menempuh pendidikan dari SDN Doro 1, SMP N 2 Pekalongan, SMA N 1 Pekalongan dan saat ini melanjutkan studi di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Konsentrasi Elektronika Telekomunikasi. DAFTAR PUSTAKA [1] Zyren, J. Overview of the 3GPP Long Term Evolution Physical Layer. http://www.freescale.com/files/wireles s_comm/doc/white_paper/3gppevol UTIONWP.pdf [2] Johan.2008. PEANDINGAN BIT RATE ANTARA OFDM-TDMA DENGAN OFDMA PADA TEKNOLOGI WIMAX, Tugas Akhir. Menyetujui, Dosen Pembimbing Ajub Ajulian Zahra, S.T., M.T. NIP. 197107191998022001