BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

BAB III LANDASAN TEORI

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

Bendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

HIDROSFER Berdasarkan proses perjalanannya, siklus dapat dibedakan menjadi 3 jenis sebagai berikut :

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

PELATIHAN PELAKSANA BENDUNGAN

Seisme/ Gempa Bumi. Gempa bumi adalah getaran kulit bumi yang disebabkan kekuatan dari dalam bumi

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

Universitas Gadjah Mada

07. Bentangalam Fluvial

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGOLAHAN AIR HUJAN (AIR TANAH) TERHADAP MUKA AIR TANAH DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERMEABILITAS LAPANGAN (SUMUR UJI)

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Elemen Meteorologi Untuk Irigasi. tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi.

KATA PENGANTAR BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

pendahuluan Arti Pentingnya Air

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

RESUME APLIKASI MEKANIKA TANAH DALAM PERTAMBANGAN

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

TANYA JAWAB SOAL-SOAL MEKANIKA TANAH DAN TEKNIK PONDASI. 1. Soal : sebutkan 3 bagian yang ada dalam tanah.? Jawab : butiran tanah, air, dan udara.

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Potensi Air A I R

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

ABSTRAK Faris Afif.O,

1. DEFINISI BENDUNGAN

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 15. BUMI DAN ALAM SEMESTALatihan soal 15.2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. temuan dan analisis terhadap area rawa yang direklamasi menjadi kawasan

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arti Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahanperubahannya antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi. (Soemarto, 1986) Dalam perencanaan embung, ilmu hidrologi merupakan salah satu ilmu yang mendasari dalam proses pengolahan data curah hujan. 2.2. Siklus Hidrologi Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Siklus hidrologi, digambarkan dalam dua daur, yang pertama adalah daur pendek, yaitu hujan yang jatuh dari langit langsung ke permukaan laut, danau, sungai yang kemudian langsung mengalir kembali ke laut. Siklus yang kedua adalah siklus panjang, ditandai dengan tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Siklus kedua ini memiliki rute perjalanan yang lebih panjang daripada siklus yang pertama. Proses siklus panjang adalah sebagai berikut: evaporasi dari air laut mengalami kondensasi pada lapisan atmosfer tertentu, kemudian tebentuklah awan, awan penyebab hujan 10

11 dapat berpindah oleh karena tiupan angin yang membawanya menuju daerah pegunungan, oleh karena terlalu berat massa air yang dibawa, kemudian awan mencurahkan hujan yang jatuh ke daratan. Perjalanan air dimulai pada saat curahan terjadi, selanjutnya air mencari jalannya untuk kembali ke laut. Secara lebih komplek siklus hidrologi ditunjukkan pada Gambar 2.1. 5 6 4 7 3 9 8 2 1 Gambar 2.1. Siklus Hidrologi Soemarto (1986) menjelaskan siklus hidrologi yang merupakan perjalanan air, terjadi beberapa proses yaitu: 1. evaporasi, adalah proses penguapan air laut oleh karena panas terik matahari, 2. transpirasi, adalah proses pengupan yang terjadi oleh karena pernapasan (respirasi) tumbuhan hijau,

12 3. evapotranspirasi, adalah gabungan dari proses evaporasi dan transpirasi. Misal, curahan yang jatuh di dahan-dahan pohon kemudian menguap bersama dengan penguapan transpirasi, 4. kondensasi, adalah proses perubahan wujud uap air hasil evaporasi, menjadi kembali kebentuk yang lebih padat yaitu butiran-butiran air mikro yang membentuk awan. Proses kondensasi ini dipengaruhi oleh suhu udara, awan dapat terbentuk pada saat suhu udara dingin, 5. moving, pergerakan awan yang disebabkan oleh angin. Dipengaruhi oleh jenis angin, angin pantai, darat, gunung, atau lembah, 6. presipitasi, butiran-butiran air mikro dalam awan menjadi dinamis ketika ditekan oleh angin, sehingga menyebabkan bertabrakan. Tabrakan antar butir ini menyebabkan terjadinya curahan. Jenis curahan dipengaruhi oleh temperatur pada iklim suatu daerah, dapat berwujud air ataupun salju, atau dimungkinkan terjadi hujan es apabila suhu memungkinkan. 7. surface run-off, adalah limpasan permukaan. Air dari proses curahan langsung melimpas pada permukaan tanah, 8. infiltrasi, adalah proses meresapnya air ke dalam tanah 9. perkolasi, adalah proses kelanjutan dari infiltrasi dengan gerakan air yang tegak lurus, bergerak terus kebawah tanah hingga mencapai zona jenuh air (saturated zone),

13 Dalam merencanakan bangunan air, yang harus dipelajari untuk mendapatkan data-data terkait, hanyalah mencakup keempat proses saja. Proses tersebut adalah: presipitasi, evaporasi, infiltrasi, dan surface run-off. 2.2.1. Curahan (presipitasi) Faktor-faktor yang mempengaruhi presipitasi adalah temperatur, tekanan udara, kelembaban nisbi, serta berbagai sebab lain, yang menyebabkan terbentuknya awan, yang selanjutnya, apabila keadaan memungkinkan, akan terjadi hujan. Istilah presipitasi meliputi segala bentuk curahan yang berasal dari awan seperti: air dan salju. Bentuk-bentuk presipitasi antara lain: 1. Hujan, yang merupakan bentuk yang paling penting. 2. Embun, merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah atau tumbuhtumbuhan dan kondensasi dalam tanah. Sejumlah air yang mengembun di malam hari akan diuapkan dipagi harinya. Ini sangat berguna bagi tanaman, tetapi memegang peranan penting dalam siklus hidrologi, karena jumlahnya tidak besar, dan penguapannya di pagi buta. Kondensasi dalam tanah pada umumnya terjadi beberapa sentimeter saja dibawah permukaan tanah. 3. Kondensasi di atas lapisan es terjadi jika ada massa udara panas bergerak di atas lapisan es. 4. Kabut, pada saat ada kabut partikel-partikel air diendapkan di atas permukaan tanah dan tumbuh-tumbuhan. Kabut beku atau rime adalah endapan beku dari kabut.

14 5. Salju dan es, merupakan curahan yang disebabkan suhu di atmosfer sangat rendah, sehingga partikel uap air dalam awan membeku. (Soemarto, 1986) 2.2.2. Penguapan (evaporasi) Evaporasi merupakan faktor penting dalam siklus hidrologi, evaporasi sangat mempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa untuk irigasi, penggunaan konsumtif untuk tanaman. Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman dan pepohonan, permukaan tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air bebas dan air mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan sifat pemantulan permukaan dan hal ini juga akan berbeda untuk permukaan yang langsung tersinari oleh matahari dan terlindungi dari sinar matahari. Beberapa faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya tingkat evaporasi adalah sebagai berikut: 1. Radiasi matahari, evaporasi adalah proses perubahan air dengan wujud cair menjadi wujud gas. Proses ini terjadi di siang hari dan kerap kali juga di malam hari. Perubahan dari wujud cair menjadi gas, memerlukan energi berupa panas. Sumber energi utama proses evaporasi adalah sinar matahari, dan proses tersebut terjadi semakin besar pada saat penyinaraan langsung dari matahari. Awan merupakan penghalang proses evaporasi, yang mengurangi input energi matahari. 2. Angin, ketika air menguap ke atmosfir, maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi jenuh dengan uap air, sehingga proses evaporasi

15 berhenti. Agar proses evaporasi dapat terus berjalan, maka udara tersebut haruslah diganti dengan udara kering. Pergantian tersebut dapat dimungkinkan jika terjadi angin, jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses evaporasi. 3. Kelembaban relatif. Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif ini naik, kemampuannya untuk menyerap uap air akan berkurang sehingga laju evaporasinya akan menurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan menolong untuk memperbesar laju evaporasi. 4. Suhu/ temperatur. Seperti disebutkan di atas suatu input energi sangat diperlukan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat dibandingkan jika suhu udara dan tanah rendah, karena adanya energi panas tersedia. Karena kemampuan udara untuk menyerap uap air akan naik jika suhunya naik, maka suhu udara memiliki efek ganda terhadap besarnya evaporasi, sedangkan suhu tanah dan air mempunyai efek tunggal. (Soemarto, 1986) 2.3. Tanah dan Sifatnya Segala bangunan berdiri kokoh di atas tanah, kekokohan suatu bangunan selain ditentukan oleh konstruksinya sendiri, juga ditentukan oleh daya dukung tanah dasar yang bertujuan memikul beban yang dialirkan bangunan menuju tanah dasar tersebut. Beban bangunan mempunyai massa atau bobot yang dapat

16 membuat bangunan melesak ke dalam tanah, dengan demikian tanah dasar sebagai peletakan bangunan haruslah sesuai dengan rencana pembangunan. Perencanaan yang kurang tepat dapat menyebabkan bangunan mengalami penurunan, sehingga terjadi retakan bahkan bangunan dapat runtuh. Perencanaan tanah dasar haruslah memenuhi aspek sebagai berikut: tanah dasar harus cukup kuat menahan beban bangunan, tanah dasar harus terhindar dari gaya-gaya luar seperti pengikisan oleh arus air. Kekuatan tanah bergantung pada jenis, sifat-sifat tanah, serta prilakunya terhadap pengaruh gaya luar. Dengan demikian dalam merencanakan pembangunan, terlebih lagi dalam membangun bangunan air sangat diperlukan ketelitian. 2.3.1. Jenis tanah Menurut Subarkah (1947), hal yang harus diperhatikan sebelum membuat pondasi untuk suatu banguan adalah harus diselidiki dahulu keadaan dan sifat tanah dasarnya, mengenai jenis, letak dan tebal lapisan tanah kerasnya. Keadaan tanah tersebut pada saat musim kemarau ataupun pada saat musim penghujan, dan juga tinggi-rendahnya air tanah. Tanah merupakan hasil dari proses pelapukan baik biologis ataupun mekanik, terdiri dari bagian yang kecil ataupun bagian yang lebih besar yang tercampur merata, tanah hasil pelapukan biasanya terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan, berdasarkan susunan materialnya maka tanah dibagi atas: 1. Kerikil, adalah atas butir-butir dengan diameter (2-20 mm), oleh sebab itu sangat rembes air dan lepas-lepas. Karena tidak banyak mengandung air dan tidak dapat menjadi lembek oleh karena air, jika digunakan sebagai tanah

17 dasar cukup dengan ketebalan (2-3 m) tebalnya. Kerikil merupakan tanah dasar yang baik, terlebih jika dicampur dengan pasir, dapat dijadikan tanah dasar yang kuat. Sifatnya boleh dikatakan menjadi seperti beton. Kerikil dengan diameter > 20 mm dinamai kerikil kasar. 2. Pasir, terdiri atas butir-butir dengan diamater sebesar 0,02-2 mm dan lepaslepas. Terdapat beberapa istilah, jika butir pasir tajam atau lancip dinamai pasir tajam. Pada umumnya pasir merupakan tanah dasar baik, tidak mengandung air. Karena getaran, susunan butir pasir dapat menjadi lebih padat lagi, sehingga menjadi lebih kuat. Jika jumlah isi pori kurang dari 36% dari isi seluruhnya, pasir dapat dikatakan sebagai tanah dasar baik. Pasir diklasifikasikan seperti Tabel 2.1. Tabel 2.1. Tabel Klasifikasi Jenis Pasir No Ukuran butir (mm) Jenis pasir 1 0,02 0,1 Pasir halus sekali 2 0,1 0,2 Pasir halus 3 0,2 0,5 Pasir agak kasar 4 0,5 1 Pasir kasar 5 1 2 Pasir kasar sekali 6 2 5 Kerikil halus 7 >20mm Kerikil kasar (Sumber: Subarkah, 1974) Selain itu, dibedakan juga antara lain: pasir sungai, pasir gunung, pasir apung yang mempunyai lubang atau pori yang besar, pasir apung tidaklah terlalu baik untuk tanah dasar. 3. Leem, seperti tanah lait hanya mengandung lebih banyak butiran kasar daripada tanah liat, oleh karena itu leem tidak mudah pecah-pecah atau susut, dan juga lebih rapat. Sebagai tanah dasar leem merupakan tanah dasar

18 yang cukup baik, semakin banyak campuran pasir di dalamnya semakin baik tanah tersebut, asal tidak mengandung banyak air di dalamnya. 4. Tanah liat atau lempung, lempung terdiri dari pengendapan dalam air dan terdiri dari bagian-bagian mineral yang halus sekali. Tanah liat memiliki susunan yang rapat, baik digunakan sebagai tanah dasar dalam keadaan basah maupun kering tidak lepas-lepas. Oleh tekanan bangunan, air dapat terdesak dari lubang pori ke luar. Akibatnya adalah pengurangan volume dan memadat, bangunan dapat mengalami hidrodinamis, butiran-butiran akan tertekan lebih merapat lagi dan mengakibatkan turunnya bangunan settlement. 5. Loss, terjadi oleh karena erosi angin. Loss memiliki butiran yang lebih halus dan rata mengandung banyak kapur. Dalam keadaan kering kekuatannya menjadi lebih besar, tetapi jika terkena air mudah menjadi bubur. Sebagai tanah dasar loss cukup baik, akan tetapi harus dilindungi dari air. 6. Mergel, terdiri dari tanah liat, pasir dan kapur. Mergel ini terbentuk dari penguraian jasad binatang. Cukup baik jika digunakan sebagai tanah dasar. 7. Veen, terbentuk akibat sisa tumbuhan yang mengendap di dalam air. tidak baik untuk dijadikan tanah dasar, oleh karena struktrunya yang labil dan tidak kuat. Veen banyak di temui di daerah rawa. 8. Tanah keras, seperti gunung batu, cadas, dan sebagainya adalah tanah dasar yang baik, dengan ketebalan tertentu yaitu 2,5 m. Jika struktur tanah keras ini berlapis dan bersusun miring, dimungkinkan terjadi bahaya penggeseran,

19 terlebih jika terdapat lempung di bawahnya, tingkat penggeseran menjadi lebih tinggi. 2.3.2. Kareakteristik tanah Berdasarkan sifat dan prilaku tanah terhadap pembebanan, tanah dibagi dalam dua kelompok pokok, yaitu tanah-tanah yang berbutir kasar dan berbutir halus, yang berbutir kasar adalah pasir, kerikil dan batu, dan yang berbutir halus adalah Silt, tanah liat atau lempung. Tanah pasir berbutir lepas, tembus air dan tidak banyak memadat. Kohesi, yaitu kekuatan geser yang ditimbulkan oleh tegangan dalam materialnya tidak terdapat pada tanah pasir. Silt dan lempung adalah kebalikannya. Pada tanah liat atau lempung, ruang porinya lebih kecil daripada tanah silta. Tanah berbutir halus disebut: 1. lempung, memiliki sifat mampu di tekan tanpa kehilangan plastisitas-nya. 2. margel, tanah liat yang tercampur dengan kapur. 3. leem, jika terlalu plastis untuk disebut tanah pasir dan kurang dapat ditekan untuk disebut tanah liat. 4. loss, yang menonjol adalah fraksi-fraksi butir 6-100 mikrin (berasal dari erosi angin), bahan pengikatnya adalah pasir, mengandung lubang-lubang vertikal yang menyebabkan tembus air. Silt anorganik tidak mempunyai atau mempunyai sedikit plastisitas atau kohesi. Tanah liat memiliki sifat koloidal dari plastisitas dan juga kohesi. (Subarkah, 1974)

20 2.4. Pengertian Embung Embung merupakan bangunan yang berfungsi untuk menampung air pada musim hujan yang digunakan sebagai persediaan air di saat musim kemarau. Selama musim kemarau, air yang ditampung dapat bermanfaat untuk berbagai keperluan, sesuai dengan tujuan embung tersebut dibangun (untuk keperluan irigasi, air bersih, pembangkit listrik, dan sebagainya). Pada musim hujan embung hanya digunakan untuk tampungan air hujan saja, karena air yang tersedia di luar embung cukup banyak. Oleh karena itu, pada setiap akhir musim hujan sangat diharapkan kolam embung dapat terisi penuh air sesuai dengan perencanaan. 2.4.1.Bendungan urugan Bendungan adalah suatu bangunan air yang bertujuan untuk menahan volume air tertentu dari aliran sungai, atau dikenal dengan sebutan badan waduk/ badan embung/ tanggul. Bendungan tipe urugan adalah suatu bendungan yang bahan materialnya ditimbunkan untuk membentuk tubuh bendungan, bahan material yang digunakan antara lain batu, krakal, kerikil, pasir dan tanah dengan komposisi tertentu yang mempunyai fungsi sebagai penambat atau untuk membendung air yang berada di hulu bendungan agar tidak merembes ke hulunya. Pada umumnya bendungan banyak yang dibangun dengan menggunakan tipe urugan, karena material banyak dilokasi dan bendungan tipe urugan/timbunan ini relatif mudah dan murah untuk dikerjakan. Material timbunan mudah didapat di sekitar lokasi pembangunan bendungan. Untuk memenuhi kriteria keamanan desain bendungan, maka proses

21 desain, konstruksi, dan modifikasi dari urugan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut : 1. Badan bendungan, dan fondasi bendungan harus stabil terhadap berbagai konfigurasi beban statis maupun dinamis; 2. Gaya seepage yang terjadi di bawah pondasi, abutmen, dan timbunan harus dikontrol untuk memastikan keamanan saat operasi bendungan. Tujuan dari pengontrolan ini adalah untuk mencegah gaya angkat yang berlebih, piping, dan erosi terhadap inti bendungan; 3. Tinggi jagaan/ freeboard yang tersedia harus mampu mencegah overtopping air melewati bendungan termasuk settlement dari pondasi dan timbunan; 4. Pelimpah/ spillway dan kapasitas outlet harus mampu mencegah overtopping air yang mungkin terjadi melewati timbunan bendungan. Bendungan urugan, berdasarkan pada ukuran butiran dari bahan timbunannya secara umum dibedakan menjadi dua tipe bendungan urugan, yaitu: 1. Bendungan urugan batu (rock fill dam), sering disebut dengan istilah bendungan batu dengan inti tanah lempung; 2. Bendungan urugan tanah (earth fill dam), sering disebut dengan istilah bendungan tanah. Selain kedua jenis tersebut, terdapat juga bendungan urugan campuran, yaitu terdiri dari timbunan batu di bagian hilirnya yang berfungsi sebagai penyangga, sedangkan bagian hulunya terdiri dari timbunan tanah yang disamping

22 berguna sebagai pembendung tambahan, memiliki fungsi sebagai tirai kedap air. (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) 2.4.2. Klasifikasi bendungan urugan Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977), ditinjau dari penempatan susunan bahan yang membentuk bendungan, untuk memenuhi fungsinya dengan baik, maka bendungan urugan dapat digolongkan dalam tiga tipe utama yaitu: 1. Bendungan urugan homogen, bahan pembentuk tubuh bendung ini terdiri dari tanah yang hampir sejenis dan gradasi (susunan ukuran butirnya) hampir seragam. 2. Bendungan urugan zonal, bahan pembentuk tubuh bendung ini terdiri dari bahan batuan dengan gradasi yang berbeda- beda dengan urutan-urutan pelapisan tertentu. Penyangga utama dibebankan pada urugan yang lolos air, sedangkan penahan rembesan dibebankan pada urugan kedap air. Berdasarkan letak dan kedudukan dari zone kedap airnya, maka bendungan urugan tipe zonal dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. bendungan urugan zonal dengan tirai kedap air (front core fill type dam), adalah bendungan zonal dengan zone kedap air yang membentuk lereng hulu bendungan, b. bendungan urugan zonal dengan inti kedap air miring (inclined-core fill type dam), adalah bendungan zonal yang mempunyai zona kedap air pada bagian tubuh bendungannya, dengan kedudukan miring ke arah hilir,

23 c. bendungan urugan zonal dengan inti kedap air tegak (central core fill type dam), adalah bendungan zonal dengan zona kedap airnya terletak di dalam tubuh bendungan dengan kedudukan vertikal. Letak inti di bidang tengah dari tubuh bendungan. 3. bendungan urugan bersekat. Bendungan urugan digolongkan dalam tipe bersekat (facing) apabila di lereng hulu tubuh bendungan dilapisi dengan sekat tidak lolos air (dengan kekedapan yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat, beton aspal, lembaran beton bertulang, hamparan plastik, susunan beton blok. Tabel 2.2. Klasifikasi Umum Bendungan Urugan (Sumber: Sosrodarsono dan Takeda, 1977)

24 2.4.3. Karakteristik bendungan urugan Dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya, maka bendungan urugan mempunyai keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut: 1. pembangunannya dapat dilaksanakan hampir semua kondisi geologi dan geografi yang dijumpai, 2. bahan untuk tubuh bendungan dapat menggunakan material setempat di sekitar calon bendungan. berikut: Beberapa karakteristik utama dari bendungan urugan, adalah sebagai 1. Bendungan urugan mempunyai alas yang luas, sehingga beban yang harus didukung oleh pondasi bendungan per satuan unit luas biasanya kecil. Beban utama yang harus didukung oleh pondasi terdiri dari berat tubuh bendungan dan tekanan hidrostatis dari air. Karena hal tersebut, bendungan urugan dapat dibangun di atas batuan yang sudah lapuk atau di atas alur sungai yang tersusun dari batuan sedimen dengan kemampuan daya dukung yang rendah asalkan kekedapannya dapat diperbaiki pada tingkat yang dikehendaki. 2. Bendungan urugan dapat dibangun dengan menggunakan bahan batuan yang terdapat di sekitar calon bendungan. 3. Dalam pembangunanya bendungan urugan dapat dilaksanakan secara mekanis dengan intensitas yang tinggi (full mechanized) dan karena banyak tipe-tipe peralatan yang sudah diproduksi, maka dapat dipilih peralatan yang paling cocok, sesuai dengan sifat-sifat bahan yang akan digunakan serta kondisi lapangan pelaksanaannya.

25 4. Akan tetapi karena tubuh bendungan terdiri dari timbunan tanah atau timbunan batu yang berkomposisi lepas, maka bahaya runtuhnya bendungan umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut: a. longsoran yang terjadi baik pada lereng hulu, maupun lereng hilir tubuh bendungan, b. terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping) oleh gaya-gaya yang timbul dalam aliran filtrasi yang terjadi di dalam tubuh bendungan, c. suatu konstruksi yang kaku tidak diinginkan di dalam tubuh bendungan, karena konstruksi kaku tersebut tidak dapat mengikuti gerakan konsolidasi dari tubuh bendungan, d. Proses pelaksanaan pembangunannya biasanya sangat peka terhadap pengaruh iklim, terlebih pada bendungan tanah. Kelembaban optimum tertentu perlu dipertahankan terutama pada saat pelaksanaan penimbunan dan pemadatannya. (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) 2.4.4. Perencanaan bendungan urugan Perencanaan dalam pembuatan bendungan urugan tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada bangunan-bangunan teknik pada umumnya, yaitu: kegiatan survei, perancangan, perencanaan teknis, pembangunan, operasional dan pemeliharaan sampai akhir dari umur efektif bendungan. Analisa yang dilakukan berhubungan dalam proses kegiatan perencanaan bendungan meliputi tiga hal, yaitu lokasi bendungan yang paling baik, tipe bendungan yang cocok, dan metode pelaksanaan yang paling efektif.

26 Beberapa aspek penting yang perlu dipelajari untuk dapat merealisasikan gagasan pembangunan suatu bendungan adalah topografi, geologi teknik, pondasi, hidrologi, dan bahan bendungan.