BAB IV STUDI KASUS DAN HASIL 4.1. UMUM Analisis studi kasus pada tugas akhir ini menggunakan software PLAXIS 7.2. PLAXIS adalah sebuah software yang dikembangkan berdasarkan metoda elemen hingga (finite element) yang digunakan untuk menganalisis deformasi dan stabilitas dari struktur dan bangunan geoteknik. Program ini dapat menganalisis untuk perhitungan kondisi plane-strain maupun axisymmeetric. Plane-strain digunakan untuk menganalisis struktur yang memiliki potongan melintang dengan pembebanan dan kondisi tegangan yang seragam, dan perpindahan/deformasi pada arah ini dianggap nol. Sedangkan axisymmeetric digunakan untuk analisis struktur lingkaran (circular structures) yang memiliki potongan radial dan pembebanan seragam terhadap pusat, dengan deformasi dan tegangan yang dianggap sama pada arah radialnya. Metode elemen hingga yang dimaksud diatas adalah cara pendekatan solusi analisis struktur secara numerik dimana struktur kontinum dengan derajat kebebasan tak hingga disederhanakan dengan diskretasi kontinum dalam elemen-elemen kecil yang umumnya memiliki geometri lebih sederhana dengan derajat kebebasan tertentu (berhingga), sehingga lebih mudah dianalisis. Elemen-elemen difreansial ini memiliki asumsi fungsi perpindahan yang dikontrol pada nodal-nodalnya. Pada nodal tersebut diberlakukan syarat keseimbangan dan kompatibilitas. Dengan menerapkan prinsip energi disusun matriks kekakuan untuk tiap elemen dan kemudian diturunkan persamaan keseimbangannya pada tiap nodal dari elemen diskret sesuai dengan kontribusi elemennya. IV-1
Persamaan keseimbangan yang berbentuk persamaan aljabar simultan ini diselesaikan sehingga perpindahan nodal diperoleh. Regangan nodal dapat dihitung dari derajat kebebasan nodal sehingga tegangannya dapat ditentukan. 4.2. DATA Untuk memperkirakan daya dukung lapisan tanah tersebut dapat dilakukan dengan melakukan percobaan seperti SPT (Standard Penetrasi Test), Sondir, Boring dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan data yang cukup teliti dan lengkap harus dilakukan penyelidikan tanah yang terperinci, yang berarti tidak hanya berdasarkan satu jenis percobaan saja. Sebaiknya penyelidikan tersebut diperoleh dengan membandingkan beberapa percobaan seperti yang tersebut diatas. Disamping untuk mendapatkan data yang teliti tergantung pada ketepatan pemilihan alat yang dipakai misalnya sondir tidak tepat digunakan pada lapisan tanah yang mengandung lapisan kerikil dan batuan. Sedangkan boring tidak dapat dilaksanakan pada lapisan tanah yang lunak dan mudah lepas, yang akan mengalami keruntuhan yang dapat menutupi lubang yang telah ada. Klasifikasi tanah dapat memberikan gambaran sepintas mengenai sifatsifat tanah. Dengan mengetahui sifat-sifat tanah, dapat ditaksir atau ditentukan beberapa parameter yang menentukan dalam perencanaan pondasi seperti daya dukung (bearing capacity), penurunan (besar dan lajunya penurunan), tekanan tanah (vertikal dan lateral) dan tekanan air pori serta kwalitas pengeluaran air. Klasifikasi tanah dapat diperoleh dengan mengadakan penyelidikan tanah.sehingga untuk merencanakan pondasi suatu lokasi harus diadakan penyelidikan tanah. Bilamana sesudah mendapatkan hasil penyelidikan kekuatan tanah berdasarkan penyondiran dan masih dinginkan hasilnya yang lebih teliti, maka penyelidikan tanah harus dilengkapi dengan pengambilan contoh IV-2
tanah dari lapisan bawah. Indikator yang berhubungan dengan karakteristik mekanika tanah pondasi harus dicari dengan melakukan pengujian pengujian di laboraturium yang sesuai dengan latak asli tanah tersebut. Untuk maksud ini biasanya dibuatkan suatu lobang bor kedalam lapisan tanah pondasi dan kemudian dilakukan pengujian. Pemboran beserta pengambilan contoh eksplorasi tanah atau pengujian pada letak asli dapat memberikan informasi yang lebih teliti dan terpercaya mengenai karakteristik fisik dan mekanis tanah pondasi dibandingkan dengan cara lain. Maksud diadakan pemboran ini adalah untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah dibawah yang akan menjadi pondasi, menetapkan kedalaman untuk pengambilan contoh tanah asli dan tidak asli, mengumpulkan data/informasi untuk menggambarkan profil tanah, pengambilan contoh tanah asli dan tidak asli untuk penyelidikan lanjutan di laboraturium. Pemboran ini hanya memberikan informasi kondisi tanah dalam arah vertikal pada titik pemboran sehingga untuk memperkirakan luas dan penyebaran karakteristik dalam arah horizontal, diperlukan suatu rencana survey yang menggabungkan pengujian pemboran dengan metode survei lainnya seperti penyelidikan geofisika. 4.2.1 Penyelidikan Tanah Dalam perencanaan konstruksi dermaga, khusus untuk tinjauan geoteknik, diperlukan data-data yang akurat yang dapat dibagi kedalam beberapa bagian sebagai berikut: 1. Data profil Tanah dasar. 2. Profil muka air tanah. 3. Data topografi. 4. Konfigurasi struktur yang akan dibangun. Kondisi perlapisan tanah pada tinjauan geoteknik ini disusun berdasarkan data hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (Oktober, 2005). Data tanah yang telah kami terima terdiri dari tiga (3) titik bor dan dua (2) IV-3
titik sondir (CPT). Lokasi titik-titik penyelidikan tanah relatif terhadap lokasi Dermaga 115 ditampilkan pada Gambar 4. Mengingat keterbatasan data yang ada, sebelum konstruksi direkomendasikan untuk melaksanakan pengujian tanah tambahan untuk verifikasi data tanah serta parameter disain yang telah dipakai dalam analisis pada laporan ini. LAUT 1 B2 DERMAGA 115 (BARU) DERMAGA EKSISTING KOLAM PELABUHAN SATU 1 DB2 S4 B1,S1 KOLAM PELABUHAN DUA Gambar 4.1 Lokasi Penyelidikan Tanah Yang Telah Dilakukan oleh Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Indonesia 4.2.2 Profil Pelapisan Tanah Tinjauan lapisan tanah pada lokasi pekerjaan dilakukan berdasarkan pada 3 bor log, yaitu B1, B2 dan DB2. Secara umum, kondisi lapisan tanah yang ada cukup homogen sepanjang daerah yang ditinjau. Elevasi permukaan tanah diasumsikan pada elevasi permukaan untuk lokasi bor B1. Gambar 3.2 menampilkan profil tanah di lokasi proyek berdasarkan hasil pemboran dan sondir. Berdasarkan gambar ini, diketahui bahwa pada lapisan permukaan dijumpai lapisan tanah pasir bercampur koral abu-abu (medium stiff sands) sampai kedalaman sekitar 6 meter di bawah permukaan tanah. Diperkirakan bahwa lapisan tersebut merupakan material tanah timbunan. Nilai N-SPT untuk lapisan ini cukup bervariasi IV-4
mulai dari 25 hingga 33. Lapisan tanah berikutnya di bawah lapisan pasir tersebut adalah lapisan tanah lempung dengan konsistensi sangat lunak hingga sedang. Lapisan ini dijumpai hingga kedalaman sekitar 18 meter di bawah permukaan tanah dan memiliki nilai N-SPT dengan rentang mulai dari 0 hingga 5. Lapisan tanah yang ketiga adalah lapisan lempung kelanauan. Lapisan ini memiliki ketebalan lebih kurang 4 m atau dijumpai hingga kedalaman sekitar 22 meter dari permukaan tanah. Lapisan ini memiliki nilai N-SPT sebesar 12. Selanjutnya, lapisan terakhir adalah lapisan cadas bercampur dengan lempung yang relatif keras sampai akhir pengeboran terdalam pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah. Nilai N-SPT lapisan ini lebih besar dari 30. 4.2.3 Kondisi Air Tanah Bor log yang diterima oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II (Laporan Hasil Penyelidikan Tanah, Laboratorium Mekanika Tanah, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Oktober 2005) tidak memberikan informasi elevasi muka air tanah. Mengingat lokasi proyek berada di tepi pantai, maka air tanah diperkirakan berada pada elevasi permukaan air laut. Kondisi pasang surut air laut memungkinkan terjadinya fluktuasi muka air tanah pada lokasi proyek. IV-5
DB2 S4 B-1 S1 Material Timbunan 33 25 4 5??? 3 3 2 3 21 60 Pasir Kelanauan Lempung Kelanauan, Lunak 3 4 5 12 B-2 0 2 3 35 22 60 Lapisan Keras = Lempung, Cadas 62 64 40 64 27 47 62 48 68 34 63 28 17 69 16 46 62 56 Gambar 4.2 Profil Tanah Hasil Kompilasi Data-Data Penyelidikan Tanah IV-6
4.2.4 Penentuan Perameter Tanah Agar didapatkan hasil analisis yang baik untuk desain pondasi diperlukan parameter-parameter yang akurat. Penentuan parameter tersebut dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan tanah sampai kedalaman yang cukup dari ujung pondasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4. a=4b b=6-8 B Le/B > 3-4B Gambar 4.3 Minimal Tebal Data Tanah Di Bawah Dasar Pondasi Untuk Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Ujung (Irsyam,2005) Tabel berikut menunjukkan besarnya faktor koreksi terhadap nilai N-SPT lapangan berdasarkan metoda pelaksanaan yang digunakan. IV-7
Tabel 4.1 Koreksi Nilai N-SPT Countr Hammer Type Hammer Release Estimated Rod Energy (%) Correction Factor fo r 60% Rod Energy Donut Free Fall 78 78/60 = 1.30 Japan Donut Rope an Pulley with 67 67/60 = 1.12 special throw release Safety Rope and Pulley 60 60/60 = 1.00 US Donut Rope and Pulley 45 45/60 = 0.75 Argentina Donut Rope and Pulley 45 45/60 = 0.75 Donut Free Fall 60 60/60 = 1.00 China Donut Rope and Pulley 50 50/60 = 0.83 Jika tidak terdapat hasil penyelidikan tanah yang diperlukan untuk penentuan suatu parameter maka parameter tersebut ditentukan berdasarkan korelasi-korelasi yang telah diterima secara luas di dunia Geoteknik. Beberapa hubungan antara properti tanah dengan penyelidikan tanah lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Hubungan antara N-SPT dengan parameter kuat geser tanah (c and φ) dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4. Tabel 4.2 Klasifikasi Tanah Lempung Berdasarkan N-SPT (After Bowles, 1988) Consistency N 70 Remarks Very soft NC Young clay 0-2 Squishes between fingers when squeezed Soft 3-5 Very easily deformed by squeezing Medium 6-9 Stiff 10-16 Hard to deform by hand squeezing Very stiff 17-30 Very hard to deform by hand increasing OCR Aged/ cemented Hard > 30 Nearly impossible to deform by hand IV-8
Tabel 4.3 Klasifikasi Tanah Pasir Berdasarkan N-SPT(After Bowles, 1988) Description Very Loose Loose Medium Dense Very dense Dr 0 0.15 0.35 0.65 0.85 SPT N 70 Fine 1-2 3-6 7-15 16-30? Medium 2-3 4-7 8-20 21-40 > 40 Coarse 3-6 5-9 10-25 26-45 > 45 Fine 26-28 28-30 30-34 33-38 Medium 27-28 30-32 32-36 36-42 < 50 Coarse 28-30 30-34 33-40 40-50 γ wet (kn/m 3 ) 11-16 14-18 17-20 17-22 20-23 Soil groups refer to 2Unified system Undrained shear strength - kn/m CH CL SC-ML Sowers Terzaghi and Peck SPT N-value - blows/300 mm Gambar 4.4 Hubungan Antara N-SPT Dengan Parameter Kuat Geser Undrained (After Terzaghi & Peck, 1967) IV-9
Gambar 4.5 Hubungan Antara N -SPT Dengan Sudut Geser Dalam(After Terzaghi) Parameter geoteknik yang digunakan dalam analisis ini adalah hasil kompilasi data-data penyelidikan tanah lapangan yang telah dikorelasikan ke dalam parameter-parameter desain seperti telah diuraikan. 4.2.5 Analisis Stabilitas Lereng Global Selain tinjauan terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang dermaga, analisa juga dilakukan terhadap stabilitas lereng permukaan tanah dibawah dermaga. Hal ini perlu dilakukan efek pendalaman kolam dermaga menjadi -14 LWS terhadap stabilitas lereng, untuk menjamin keamanan stabilitas lereng terhadap keruntuhan global dan mempelajari pengaruh kemiringan lereng disain terhadap struktur dermaga yang akan dibangun. Analisis dilaksanakan dengan menggunakan bantuan paket program PLAXIS (Brinkgreve and Vermeer, 1998) 2 Dimensi dan 3 Dimensi untuk kasus beban statik serta PLAXIS 2 Dimensi untuk kasus beban gempa. IV-10
4.2.6 Beban Statik dan Gempa Beban statik pada struktur dermaga 115 didasarkan pada informasi beban yang disampaikan oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II seperti yang telah diuraikan dimana beban yang bekerja pada lantai dermaga adalah sebesar 5 ton/m 2. Dengan demikian maka beban yang dimodelkan dalam analisa kondisi statik adalah sebesar 5 ton/m 2. Peraturan Gempa Indonesia (SNI-1726-2002), mensyaratkan struktur dermaga untuk didisain berdasarkan masa layan 50 tahun dengan nilai kemungkinan 10% (Probability of Exceedance) terjadinya beban gempa disain (disain durasi 475 tahun). Dari peta gempa tersebut terlihat bahwa lokasi proyek terletak pada wilayah kegempaan 3 dengan percepatan akibat gempa di batuan dasar sebesar 0.15g sehingga berada dalam wilayah kegempaan sedang. Peta gempa Indonesia pada SNI-1726-2002 (Gambar 4.6) memperlihatkan bahwa percepatan gempa puncak (peak ground acceleration) pada batuan dasar (bedrock) di lokasi proyek adalah sebesar 0.15g. Dengan menggunakan data tanah pada lokasi proyek, dimana termasuk pada kategori SE, maka percepatan gempa pada permukaan tanah akan menjadi sebesar 0.30g (faktor amplifikasi = 2.0). Sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Abramson (1996), maka besarnya percepatan gempa di permukaan tersebut dapat direduksi hingga sebesar 0.65 dari percepatan semula. Dengan demikian maka percepatan gempa yang digunakan dalam analisis ini adalah sebesar 0.195 g. IV-11
Gambar 4.6 Peta Gempa SNI 1726-2002 Dalam design ini, pengaruh gempa terhadap konstruksi Dermaga diperhitungkan sebagai beban gempa statik ekivalen, dan dihitung menggunakan persamaan : V = C.I/R x Wt, dimana V = Base Shear. C = Koefisien gempa I = Importance factor R = Koefisien reduksi gempa Wt = Berat total konstruksi termasuk beban-beban yang bekerja diatasnya. Dari data tanah yang ada, kondisi lapisan tanah dapat dikategorikan sebagai lapisan tanah lunak, sehingga besarnya C adalah 0.75. Besaran I diambil=1 karena merupakan bangunan umum dan struktur dianggap sebagai struktur rangka pemikul momen biasa (SRPMB) yang terbuat dari beton bertulang sehingga Rm = 3.5 Jadi, besarnya V adalah V= 0.214 Wt. IV-12
4.2.7 Hasil Analisis Stabilitas Lereng Global Hasil analisis stabilitas global dermaga diringkaskan dalam tabel berikut. Berdasarkan hasil analisis ini, bisa disimpulkan pada saat terjadi gempa dengan percepatan gempa disain, kemungkinan dermaga akan mengalami kerusakan minor: slope akan mengalami sedikit kelongsoran, tetapi dermaga masih akan bisa bertahan. Tabel 4.4 Ringkasan Faktor Keamanan No. Kondisi Pembebanan SF Remark 1 Statik 1.9 Ok! 2 Gempa 1.4 Ok! Hasil tabel diatas didapat dari perhitungan dengan menggunakan program Plaxis 3 dimensi untuk kondisi dermaga dengan pembebanan statik dan Plaxis 2 dimensi untuk kondisi Gempa. Adapun tahapan pengerjaan dengan menggunakan program Plaxis ini yang berupa perhitungan,parameter tanah,tahap pengerjaan serta hasil dapat dilihat pada halaman selanjutnya dalam Bab IV ini. IV-13
4.2.8 Perubahan Elevasi (menjadi + 3.00) dan Draft Dermaga (menjadi -14.00) Perubahan ini mengakibatkan adanya daerah yang memiliki kemiringan dari elevasi +2.00 menuju +3.00 atau sebaliknya. Sesuai dengan kemampuan kendaraan peralatan pengangkut, umumnya kemiringan tidak boleh lebih dari 5%, jadi harus ada daerah sekitar 20 m untuk kemiringan. + 2.00 LWS Minimum 20m 5 % 1 m + 3.00 LWS Gambar 4.7 Perubahan Elevasi Dermaga Draft sebuah dermaga akan sangat mempengaruhi kinerja operasional dan juga pemilihan sistim struktur dermaga. Khusus untuk pekerjaan desain ini, ada dua alternatif posisi face line dermaga yang dapat dipilih, yaitu tetap mempertahankan face line dermaga eksisting atau memajukan face line dermaga. Sesuai dengan yang terlah diuraikan dalam Laporan Pendahuluan, dengan tetap mempertahankan posisi face line dermaga akan sangat membahayakan pelaksanaan pekerjaan dermaga yang baru akibat adanya kemungkinan kelongsoran tanah dibawah dermaga pada saat dredging. IV-14
4.2.9 Pembebanan Dermaga Beban yang bekerja pada Dermaga adalah beban merata 5 ton/m2, beban terpusat akibat kendaraan pengangkut, beban dari Gantry Crane dan beban akibat Gempa. Ukuran Crane diasumsikan seperti terlihat pada gambar, reaksi roda pada saat operasional adalah disisi laut 40 ton/m dan disisi darat 30 ton/m. 51m 22m 16m 21.8 32m 16m Gambar 4.8 Beban Dermaga IV-15
Beban Truk yang diperhitungkan bekerja pada lantai Dermaga diperhitungkan sesuai dengan peraturan Jalan dan Jembatan sesuai dengan BMS-1992 dengan asumsi bahwa kendaraan-kendaraan ini nantinya juga akan beroperasi keluar pelabuhan. Gambar 4.9 Beban Kendaraan Beban Gempa yang bekerja pada struktur dermaga diperhitungkan berdasarkan Peta Gempa SNI 03-1726-2002 dengan perioda ulang 500 tahun, sehingga dengan dengan resiko dilampaui sebesar 10%, umur rencana konstruksi Dermaga diperhitungkan sebesar 50 tahun. IV-16
4.2.10 Sistem Struktur Dermaga. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan struktur dermaga antara lain pemilihan jenis fondasi, sistim portal dermaga, jarak antar portal dermaga dan beberapa hal lainnya. Pemilihan material tiang pancang Konstruksi Dermaga 115 yang baru akan berada pada dua daerah yang berbeda, sebagian berada didaerah Dermaga 115 yang lama dan sebagian lagi berada didaerah yang baru. Beberapa pertimbangan yang diambil untuk memutuskan jenis tiang yang digunakan adalah : 1. Pada daerah Dermaga dilokasi dermaga yang lama, tiang-tiang pancang harus dapat menembus lapisan batu pelindung lereng yang berada dibawah dermaga. 2. Pada daerah Dermaga disisi timur, panjang bagian tiang yang berada diatas tanah adalah sekitar 17 m sehingga panjang tekuk tiang terhadap jepitan tiang dapat mencapai 20 meter. 3. Dari data tanah yang kami peroleh, bagian tanah dari elevasi sea-bed rencana yaitu -14.00 LWS ke lapisan keras yang diperkirakan berada pada elevasi -19.00 LWS merupakan tanah yang kurang baik dengan nilai N-SPT sekitar 5-13, maka tiang harus dipaksa untuk menembus lapisan tanah keras untuk mendapatkan stabilitas dalam arah lateral. Berdasar alasan-alasan yang diuraikan diatas maka kami meromendasikan menggunakan tiang pancang pipa baja sebagai fondasi tiang pancang dermaga. Penggunaan tiang pancang beton akan mengandung resiko rusaknya tiang pada saat pemancangan dan bahaya patahnya tiang akibat tekuk karena panjang terkuk yang cukup besar. IV-17
Panjang Tekuk sekitar 20m Lapisan Batu Pelindung Tembus sekitar 1-2 m Sea-bed Tanah keras -14.0-19.0 Gambar 4.10 Tiang pancang pipa baja Sistim portal dan Jarak antar portal Dermaga Sistim portal dan jarak antar portal dermaga merupakan faktor utama dalam design sebuah dermaga karena akan menyangkut stabilitas dermaga, baik akibat beban statik maupun akibat beban gempa. Selain itu, juga akan menentukan besarnya dimensi dari elemen-elemen dermaga, yang berupa balok, lantai dan tiang-tiang Dermaga. Walaupun demikian, sistim portal dan jarak antar portal untuk pekerjaan perluasan/perkuatan dan pendalaman Dermaga 115 ini tidak bebas untuk dipilih karena dibatasi oleh sistim struktur Dermaga 115 eksisting. Dari denah posisi balok dan tiang pancang Dermaga 115 eksisting dibawah jelas terlihat bahwa jarak antar portal melintang Dermaga 115 yang baru haruslah 3m atau 6m dan jarak antar tiang dalam arah melintang adalah sekitar 4.5m. Dengan jarak seperti diatas, maka pemancangan tiang yang baru dapat dilakukan hanya dengan membobok pelat lantai tanpa harus memutus balok-baloknya sehingga stabilitas Dermaga 115 yang lama masih dalam kondisi stabil. IV-18
25.75 6 m 6 m 6 m 6 m 4.55 4.55 4.55 4.55 4.25 3.3 Gambar 4.11 Denah Dermaga Eksisting 20 Oprit 5% 2.0 21.8 3.0 2.0 4.36 4.36 4.36 4.36 4.36 3.0 +3.0 +2.0 1:6 1:6 1:6 1:6-9.0-700 -700-700 -14.0-19.0 Gambar 4.12 Alternatif model Dermaga. IV-19
6.0 6.0 6.0 Gambar 4.13 Didaerah dermaga 115 eksisting Dari denah posisi balok dan tiang pancang Dermaga 115 eksisting diatas jelas terlihat bahwa jarak antar portal melintang Dermaga 115 yang baru haruslah 3m atau 6m dan jarak antar tiang dalam arah melintang adalah sekitar 4.5m. Dengan jarak seperti diatas, maka pemancangan tiang yang baru dapat dilakukan hanya dengan membobok pelat lantai tanpa harus memutus balok-baloknya sehingga stabilitas Dermaga 115 yang lama masih dalam kondisi stabil. IV-20
4.3. HASIL Tugas Akhir 4.3.1 Hasil Plaxis 2 Dimensi dan 3 Dimensi Design di berikut merupakan pembanding yang paling mendekati dengan kenyataan dilapangan, yaitu beban merata sebesar 5 ton/m 2 dari timbunan sampai lantai dermaga di tambah dengan beban strip oleh crane sebaesar 40 ton/m 2. Adapun tahapan yang di lakukan sebagai berikut : 1. Proses kalkulasi oleh Plaxis 2 Dimensi dilakukan untuk meninjau kekuatan dermaga terhadap beban gempa. Gambar 4.14 Pengaktifan beban gempa. IV-21
Gambar 4.15 Output Plaxis 2 Dimensi 33.00 36.00 39.00 42.00 45.00 48.00 51.00 54.00 57.00 60.00 63.00 66.00 69.00 72.00 3.00 0.00-3.00-6.00-9.00-12.00-15.00-18.00 Axial forces Extreme axial force -297.19 Kn/m Gambar 4.16 Aksial Force IV-22
25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 55.00 60.00 65.00 70.00 75.00 10.00 5.00 0.00-5.00-10.00-15.00 Bending moment Extreme bending moment -271.06 Knm/m Gambar 4.17 Bending Moment Hasil dari perhitungan menggunakan plaxis 2 Dimensi adalah Total displacement sebesar 284.85 x 10-3 m,gaya Aksial maksimum sebesar - 297.19 KN/m dan Bending Moment sebesar 271.06 KNm/m. Dibawah ini adalah gambar input untuk mendapatkan nilai SF (Safety Factor) lereng dermaga. IV-23
A A A A y 6 x 20 15 11 5 10 22 13 16 14 4 21 12 23 2 9 18 24 3 8 1 7 0 Gambar 4.18 Input untuk perhitungan Safety Factor Gambar 4.19 Kalkulasi untuk mencari nilai Safety Factor IV-24
Tugas Akhir -20.000 0.000 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 m 28.000 20.000 26.000 24.000 22.000 A A 20.000 0.000 18.000 16.000 14.000 12.000-20.000 10.000 8.000 6.000 4.000-40.000 2.000 0.000-2.000-60.000 Total displacements Extreme total displacement 26.71 m Gambar 4.20 Output untuk SF Proses perhitungan yang dilakukan oleh Plaxis dalam mencari gaya dalam tidak bisa disamakan dengan mencari nilai safety factor (SF),hal ini dikarenakan nilai gaya dalam yang didapat pada proses tersebut berkali lipat besarnya.nilai Safety Factor pada kondisi gempa yang didapat adalah 1.4. IV-25