Kepada: PROGRAM FAKULTAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan devisa. PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) adalah satu Badan

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENGUNGKAPAN, DAN PENYAJIAN ASET BIOLOGIS BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang sangat penting bagi perusahaan komersial. Dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang dapat diperoleh serta seberapa relevan dan andal informasi

ARTIKEL PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII KEBUN BANTARAN BLITAR

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS BERDASARKAN INTERNATIONAL ACCOUNTING STANDARD 41 PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA), Accounting is the

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

DEPLESI ASET BIOLOGIS PADA PETERNAKAN SAPI PERAH KUD KOTA BOYOLALI

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS (TANAMAN KOPI) PADA PT. WAHANA GRAHA MAKMUR - SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET BIOLOGIS PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) Disusun Oleh: Fitri Annisa

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Bab ini akan menguraikan tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

BAB I PENDAHULUAN. Banyak kekayaan Indonesia akan sumber daya alam yang dapat dijadikan

PRAKTIK PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PADA PERUSAHAAN PERKEBUNAN (PERSERO) DI INDONESIA. Rani Dame Simanjorang

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. pelaksanaan penelitian. Aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara VII Unit

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

MAKALAH PSAK 34: KONTRAK KONSTRUKSI

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

AKUNTANSI AGRIKULTUR PSAK 69 DAN PSAK 68 BY: ERSA TRI WAHYUNI

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGAKUAN, PENGUKURAN DAN PENYAJIAN ASET BIOLOJIK PADA PT ASTRA AGRO LESTARI TBK MENURUT PSAK 16 (REVISI 2011) DAN IAS 41

BAB I PENDAHULUAN. daya alam yang bisa dimanfaatkan dan dijadikan usaha. Di negara kita ini, apapun

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dimanfaatkan untuk usaha. Indonesia menghasilkan berbagai macam

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS CV MILKINDO BERKA ABADI SKRIPSI

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

BAB III METODE PENELITIAN

IMPLEMENTASI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NOMER 1 DAN 2 (REVISI 2009) UNTUK PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2010 DAN 2011 PADA PT RA

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan suatu buku

AKUNTANSI ASET BIOLOGIS: PERLUKAH ADOPSI INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARD (IPSAS) 27 DALAM STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP)?

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. menemukan masih terdapat beberapa perusahaan yang belum melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama tanaman teh. Varietas berdaun kecil, dikenal sebagai Camellia sinensis, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PSAK 25 Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

ANALISIS DAMPAK PENERAPAN IAS 41 DI INDONESIA (STUDI KASUS: PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII DAN UNITED PLANTATIONS BERHAD)

22/02/2018. Oleh: Ersa Tri Wahyuni, PhD, CA, CPMA, CPSAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERPAJAKAN II. Konvergensi IFRS dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS BUDIDAYA TANAMAN KAKAO PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XII (Persero) SURABAYA SKRIPSI

DAFTAR ACUAN. Diakses pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lister Budi Agus Rianto. Dosen Pembimbing: Stefanus Ariyanto, SE., Ak., M.Ak. Binus University, 1 ABSTRACT

AGRIKULTUR PSAK. Juli ED PSAK 69 (07 Sept 2015).indd 1 07/09/ :02:45

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

UJIAN TENGAH SEMESTER MAKALAH PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS DALAM PERSPEKTIF STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DAN IFRS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai jumlah aset tetap yang cukup signifikan dalam laporan keuangannya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang digunakan sebagai kantor atau pabrik, peralatan, kendaraan dan lainlain.

PERBANDINGAN BIAYA PENYUSUTAN ASET BIOLOGIS KELAPA SAWIT DENGAN METODE GARIS LURUS DAN SALDO MENURUN (Studi Kasus Pada PT XYZ)

KONTRAK PERKULIAHAN Akuntansi Keuangan Menengah 1 (AKK 201)

ANALISIS IMPLEMENTASI PSAK 13 REVISI 2011 PADA PERUSAHAAN PROPERTI (STUDI KASUS PADA PT IPM) KURNIA IRWANSYAH RAIS University of Indonesia

EVALUASI PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DALAM PELAPORAN ASET BIOLOGIS (Studi Kasus Pada Koperasi M )

Analisis Perlakuan Akuntansi Atas Aset Tetap Berdasarkan SAK ETAP Pada CV. Sekonjing Ogan Ilir

AKUNTANSI AKTIVA TETAP GUNA MENDUKUNG KEWAJARAN LAPORAN KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X PG. NGADIREDJO KEDIRI)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS FORMULIR KONTRAK PERKULIAHAN PROGRAM STUDI DIII PERPAJAKAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI) UIN AR RANIRY

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GARIS BESAR RENCANA PENGAJARAN (GBRP)

BAB V PENUTUP. bidangnya. Aset biologis yang dimiliki oleh Koperasi Peternakan Sapi Perah

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Tidak Berwujud

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Peta Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan yang dikenal memiliki kekayaan alam

FE-UNILA/FOM/ FEBRUARI Mata Kuliah : Akuntansi Keuangan Menengah 1 SKS : 3 Semester : 3 Kode MK : EBA512031

Sulistyorini Rafika Putri Universitas Negeri Surabaya Abstract

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii. KATA PENGANTAR... iv. ABSTRAK...

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Abstrak ABSTRAK Kata Kunci: Aktiva Biologi, Metode Pengukuran, Perbedaan Hasil Pengukuran Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kesempatan perusahaan untuk berkembang sangat dipengaruhi oleh

01FEB AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH I. STANDAR AKUNTANSI DAN AKUNTANSI KEUANGAN Sumber : Kieso, Weygandt, & Warfield Dwi Martani

Oleh :Rr Indah Mustikawati PSAK 14 PERSEDIAAN IAS 2 - INVENTORIES

BAB I PENDAHULUAN. penyajian dan pengungkapan instrumen keuangan harus sesuai dengan standarstandar

BAB I PENDAHULUAN. Adopsi IFRS diberbagai negara memiliki beberapa manfaat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN IFRS MENGENAI INVESTMENT PROPERTY

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan konstruksi adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembangunan

PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, ESTIMASI DAN KOREKSI KESALAHAN

PENDAHULUAN CRITICAL REVIEW JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan yang mengelola faktor-faktor produksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS TANAMAN APEL PADA PERKEBUNAN PT. KUSUMASATRIA AGROBIO TANI PERKASA (KUSUMA AGROWISATA) SESUAI IAS 41 AGRICULTURE

PENERAPAN PSAK NOMOR 16 TENTANG KAPITALISASI BIAYA REPARASI AKTIVA TETAP (KENDARAAN JENIS FUSO DAN PS) PADA PT. STAR CARGO SAMARINDA SYAHMI AISYAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODELOGI PENELITIAN. bergerak di bidang agrikultur yaitu PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Way

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Yudhistiro Ardy Institut Bisnis Nusantara Jl. D.I. Panjaitan Kav. 24 Jakarta (021)

Mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan Bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan mendatang:

Transkripsi:

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET A BIOLOGIS (Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara VII) I) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2 S Program Magister Akuntansi Diajukan oleh: Wahyu Astri Kurniasari 14/ /371272/PEK/19306 Kepada: PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DANN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

INTISARI ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS (Studi Kasus di PT Perkebunan Nusantara VII) Wahyu Astri Kurniasari Pembimbing: Prof. Dr. Indra Wijaya Kusuma M.B.A. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian perlakuan akuntansi untuk aset biologis pada PT Perkebunan Nusantara VII dengan standar yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK. Penelitian ini dilakukan atas dasar belum adanya standar mengenai aset biologis yang diatur secara rinci dalam PSAK. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan IAS 41 tentang Agriculture sebagai referensi tambahan. Tujuan lain dari penelitian ini yaitu membandingkan perbedaan di antara kedua standar untuk mengetahui apa dampak dari aplikasi IAS 41 terhadap PT Perkebunan Nusantara VII. Pada penelitian ini, tolok ukur yang digunakan adalah PSAK 14 tentang Persediaan, PSAK 16 tentang Aset Tetap, PSAK 23 tentang Pendapatan dan IAS 41 tentang Agriculture. Penelitian ini berfokus pada perlakuan akuntansi dari awal siklus yaitu pembibitan tanaman sampai dengan tanaman tersebut menghasilkan produk untuk dijual. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa perlakuan akuntansi untuk aset biologis di PT Perkebunan Nusantara VII telah sesuai dengan PSAK. Perbedaan antara PSAK dan IAS 41 tentang Agriculture yaitu berupa pengakuan, pengukuran, dan penyajian. Kata kunci: perlakuan akuntansi, aset biologis, IAS 41 3

LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia dikenal sebagai negara dengan hasil perkebunan seperti kelapa sawit, kopi, kakao, karet, nilam, lada, dan juga kelapa. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mendefinisikan perkebunan sebagai kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut. Industri perkebunan di Indonesia berkembang sejak awal abad ke-19 pada saat penjajah membuka perkebunan lengkap dengan fasilitas pengolahannya di Pulau Jawa dan Sumatera. Perusahaan perkebunan asing tersebut kemudian mengalami nasionalisasi dan berkembang menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan Pusat Informasi BUMN Perkebunan, BUMN Perkebunan telah mengalami beberapa kali reorganisasi serta perubahan nama, mulai dari Perusahaan Nasional Perkebunan, PT Perkebunan, hingga PT Perkebunan Nusantara dan PT Rajawali Nusantara Indonesia. Pada tahun 2014, PT Perkebunan Nusantara VII yang semula merupakan BUMN Perkebunan dari berberapa gabungan perusahaan perkebunan beralih menjadi PT Perkebunan Nusantara VII yang sepenuhnya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang tersebut mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Undangundang ini juga mengatur mengenai laporan keuangan yang harus disusun oleh sebuah perseroan terbatas. Laporan keuangan perseroan terbatas harus disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan serta neraca dan laba rugi wajib diaudit. Standar akuntansi keuangan yang dimaksud adalah standar yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. PT Perkebunan Nusantara VII sebagai entitas bisnis di bidang perkebunan memiliki karakteristik khusus dalam penyajian laporan keuangannya. Karakteristik industri perkebunan ditunjukkan dengan adanya pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Surat Edaran Ketua Badan Pengawas 4

Pasar Modal Tahun 2002 berupa Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik untuk Industri Perkebunan (SE-02/PM/2002) mewajibkan manajemen perusahaan untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang memenuhi ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dan peraturan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pemilihan acuan yang digunakan dalam menyusun pedoman untuk industri perkebunan didasarkan pada peraturan Bapepam; Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), dan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (ISAK); International Accounting Standard (IAS); peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan keuangan; serta praktik akuntansi yang berlaku umum. Berbagai acuan tersebut saling melengkapi satu sama lain. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik untuk Industri Perkebunan (SE-02/PM/2002) mengatur klasifikasi tanaman perkebunan sebagai bagian dari pos aktiva tidak lancar. Pos ini membagi kategori tanaman perkebunan sebagai tanaman telah menghasilkan dan tanaman belum menghasilkan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) kemudian mengatur lebih lanjut mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan. PSAK yang dijadikan acuan dalam penelitian ini terkait aset biologis antara lain yaitu PSAK 14 tentang Persediaan, PSAK 16 tentang Aset Tetap, dan PSAK 23 tentang Pendapatan. PSAK sebagai standar akuntansi yang berlaku di Indonesia belum mengatur secara spesifik tentang aset biologis pada suatu industri. Oleh karena itu penelitian ini melengkapi perbandingan perlakuan akuntansi yang ada pada PT Perkebunan Nusantara VII dengan International Accounting Standard (IAS). IAS yang mengatur aset biologis yaitu IAS 41 mengenai Agriculture. Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan dari penelitian ini adalah (1) apakah perlakuan akuntansi untuk aset biologis pada PT Perkebunan Nusantara VII telah sesuai dengan PSAK?; dan (2) apa perbedaan 5

perlakuan akuntansi untuk aset biologis antara PSAK dan IAS serta bagaimana dampak aplikasi IAS 41 terhadap PT Perkebunan Nusantara VII? TINJAUAN PUSTAKA Industri Perkebunan Definisi perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yaitu, Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan. Usaha perkebunan merupakan usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. Hasil perkebunan yang dimaksud berupa produk tanaman perkebunan dan pengolahannya. Pengolahan hasil perkebunan ditujukan agar hasil tanaman perkebunan yang diperoleh dapat memenuhi standar mutu produk, memperpanjang daya simpan, mengurangi kehilangan dan/atau kerusakan, serta untuk memperoleh hasil optimal agar mencapai nilai tambah yang lebih tinggi. Industri perkebunan berbeda dengan industri pada sektor lain. Perbedaaan itu ditunjukkan dengan adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman. Berdasarkan Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal SE-02/PM/2002, kegiatan pada industri perkebunan dapat digolongkan menjadi empat, yaitu pembibitan dan penanaman; pemeliharaan; pemungutan hasil; serta pengemasan dan pemasaran. Aset Biologis Definisi biological asset atau aset biologis dalam International Accounting Standards 41 tentang Agriculture yaitu, Aset biologis adalah sebuah agregasi dari hewan hidup atau tanaman yang serupa Aset biologis mencakup hewan antara lain domba, babi, sapi potong, unggas, ikan, dan sapi perah serta tanaman antara lain pohon di hutan, tanaman panen, dan tanaman pertanian yang produknya dipanen. Produk atau 6

hasil panen dari aset biologis seperti susu, daun teh, dan kayu tidak termasuk ke dalam aset biologis tetapi digolongkan sebagai persediaan (PWC: 2009). Karakteristik yang membedakan antara aset biologis dengana aset lainnya yaitu transformasi biologis. Transformasi biologis merupakan perubahan yang wajar pada aset biologis mencakup pertumbuhan pada hewan atau tumbuhan, penurunan output karena usia atau penyakit dan produksi hidup aset biologis baru melalui program reproduksi yang dikelola (PWC, 2009). Indonesia sebagai negara yang belum mengadopsi IAS 41 memiliki beberapa standar akuntansi mengenai aset biologis yang saling melengkapi satu sama lain. Standar akuntansi tersebut antara lain Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik untuk Industri Perkebunan (P3LKEP), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), International Accounting Standard (IAS), dan Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS. Istilah dalam bidang perkebunan diatur dalam Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik untuk Industri Perkebunan dan klasifikasi mengenai aset biologis diatur dalam Pedoman Akuntansi BUMN Perkebunan Berbasis IFRS. PSAK dan IAS digunakan sebagai standar yang mengatur mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan aset biologis tersebut. Penelitian ini berfokus pada pos yang berhubungan dengan aset biologis yaitu Aset Tetap (PSAK 16), Persediaan (PSAK 23), dan Pendapatan (PSAK 14). LATAR BELAKANG KONTEKSTUAL STUDI KASUS Konteks riset dalam penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi apakah perlakuan akuntansi untuk aset biologis pada PT Perkebunan Nusantara VII telah sesuai dengan standar yang berlaku. Standar yang digunakan sebagai acuan adalah PSAK dan IAS. PT Perkebunan Nusantara VII dipilih sebagai subjek penelitian dengan dasar bahwa sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupa perseroan terbatas harus menyusun laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi keuangan. PSAK sebagai standar yang berlaku di Indonesia dijadikan sebagai acuan dalam menguji kesesuaian perlakuan 7

akuntansi. IAS sebagai standar internasional yang dikeluarkan oleh International Financial Reporting Standard (IFRS) dijadikan sebagai pelengkap pembanding karena PSAK belum mengatur secara spesifik tentang aset biologis. IAS juga digunakan sebagai pembanding untuk melihat kendala apa yang dihadapi PT Perkebunan Nusantara VII dalam implementasinya karena saat ini PSAK dalam masih dalam proses adopsi IFRS. RANCANGAN PENELITIAN STUDI KASUS Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian deskriptif berisi upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi (Mardalis, 1999). Pada penelitian ini, perlakuan akuntansi untuk aset biologis di PT Perkebunan Nusantara VII merupakan kondisi yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada bagian tanaman dan bagian akuntansi dari PT Perkebunan Nusantara VII. Jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan wawancara terstruktur. Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain jurnal terkait aset biologis, proses pencatatan, dan laporan keuangan tahunan publikasi dari PT Perkebunan Nusantara VII. Rancangan analisis data pada penelitian ini diawali dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait yaitu bagian tanaman PT Perkebunan Nusantara VII utuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai perkembangan aset biologis, serta bagian akuntansi PT Perkebunan Nusantara VII untuk memperoleh data mengenai pencatatan aset biologis di PT Perkebunan Nusantara VII. Langkah selanjutnya yaitu mengumpulkan data yang telah diperoleh berupa hasil wawancara, laporan keuangan, dan data lain yang relevan. Data 8

yang terkumpul tidak seluruhnya berhubungan dengan penelitian ini, sehingga perlu disaring agar tidak bias. Data yang terpilih kemudian dianalisis dan digunakan untuk menyusun laporan. Analisis data dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh berupa perlakuan akuntansi aset biologis di PT Perkebunan Nusantara VII dengan PSAK sebagai standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dan IAS sebagai standar akuntansi internasional. Perbandingan dilakukan dari segi pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan. PSAK dan IAS terkait juga dibandingkan untuk mengetahui apa perbedaan di antara keduanya. Selanjutnya, hasil analisis akan digunakan untuk menarik kesimpulan. PEMAPARAN TEMUAN DAN PEMBAHASAN PT Perkebunan Nusantara VII mengelola 4 segmen usaha yaitu karet, kelapa sawit, gula, dan teh. Pada tahun 2014, segmen karet memberikan kontribusi sebesar 35,03% terhadap nilai penjualan total, segmen kelapa sawit berkontribusi 40,89%, segmen gula berkontribusi sebesar 22,48%, dan segmen teh berkontribusi sebesar 1,29%. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis di PT Perkebunan Nusantara VII Perlakuan akuntansi untuk keempat tanaman yang ada di PT Perkebunan Nusantara VII dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tanaman semusim (annual crops) dan tanaman keras (perennial crops). Tanaman semusim adalah tanaman yang dapat ditanam dan habis dipanen dalam satu siklus tanam (SE-02/PM/2002). Tanaman semusim yang terdapat di PT Perkebunan Nusantara VII yaitu tanaman tebu. Tanaman keras adalah tanaman yang memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun sebelum dapat dipanen secara komersial pertama kali (SE-02/PM/2002). Tanaman keras yang terdapat di PT Perkebunan Nusantara VII mencakup tanaman karet, kelapa sawit, dan teh. 9

1. Tanaman Semusim Tebu sebagai tanaman semusim digolongkan menjadi persediaan karena masa manfaatnya tidak melebihi satu tahun. Tanaman tebu diakui saat perolehan sebesar biaya perolehan persediaan. Tebu diukur berdasarkan biaya perolehannya yang terdiri dari biaya-biaya yang timbul selama proses penanaman. Tebu memiliki siklus hidup kurang dari satu tahun, oleh karena itu tanaman tebu tidak dikelompokkan menjadi aset tetap dan tidak perlu disusutkan. Hasil panen tebu diangkut pada hari yang sama untuk langsung diolah di pabrik agar terjaga kualitasnya. Perusahaan mengakui hasil panen yang sudah diolah dan siap untuk dijual sebagai persediaan. Persediaan diukur berdasarkan biaya perolehan atau harga pokok produksi. Penilaian persediaan PT Perkebunan Nusantara VII menggunakan metode lower cost or net realizable value. Harga pokok produksi yang terdiri dari biayabiaya pengolahan hasil panen tersebut menjadi produk jadi dibandingkan dengan nilai pasar untuk menentukan nilai mana yang lebih rendah dan dijadikan dasar pencatatan. Produk olahan tebu berupa gula, gula sisan, dan tetes. Penjualan produk jadi PT Perkebunan Nusantara VII dilakukan atas dasar kontrak atau kerja sama dengan beberapa pihak. Pendapatan dari penjualan barang jadi diakui pada saat risiko dan hak kepemilikan barang berpindah ke pelanggan berdasarkan syarat penjualan dalam kontrak. Tanaman tebu disajikan pada kelompok persediaan dalam kategori tanaman semusim. Akun tanaman semusim merupakan akumulasi bebanbeban yang berhubungan dengan pengadaan lahan, pemupukan, dan bibit hingga panen. Pos yang disajikan berupa beban pembibitan tebu, beban pemupukan dan pemeliharaan, serta beban penggarapan tanah. Bebanbeban yang berhubungan dengan pengadaan dan perawatan bibit tanaman semusim yang belum siap untuk berproduksi dicatat sebagai aset lain-lain. Perusahaan mengungkapkan metode akuntansi yang digunakan untuk menentukan nilai persediaan. Pada catatan atas laporan keuangan 10

disebutkan bahwa persediaan dinyatakan sebesar nilai yang lebih rendah antara harga perolehan dan nilai realisasi bersih (the lower cost or net realizable value). Nilai realisasi bersih yang dimaksud yaitu taksiran harga jual yang wajar setelah dikurangi dengan taksiran biaya untuk menyelesaikan dan menjual persediaan barang jadi yang dihasilkan. 2. Tanaman Keras Tanaman keras atau disebut juga tanaman produksi, di dalam laporan keuangan dikelompokkan menjadi aset tidak lancar atau aktiva tetap. Tanaman produksi dibedakan menjadi dua yaitu tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan digunakan sebagai sebutan akun untuk menampung biayabiaya yang terjadi sejak saat penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk dipanen. Sedangkan tanaman menghasilkan digunakan sebagai sebutan akun untuk biaya-biaya yang sudah harus dikapitalisasi sebagai bagaian dari aktiva tetap. Tanaman belum menghasilkan tidak disusutkan dan dinyatakan sebesar harga perolehannya yang meliputi biaya langsung, biaya tenaga kerja, dan kapitalisasi beban keuangan atas pinjaman yang digunakan untuk mengembangkan tanaman selama tanaman tersebut belum menghasilkan. Biaya perolehan tanaman belum menghasilkan direklasifikasi ke akun tanaman telah menghasilkan pada saat tanaman tersebut mulai menghasilkan untuk penghapusan akun tanaman belum menghasilkan. Pada kasus di mana tanaman sudah dapat dipanen sebelum habis jangka waktunya, maka tanaman tersebut akan direklasifikasi sebagai tanaman menghasilkan pada periode berjalan. Tanaman menghasilkan diukur sebesar nilai perolehan, yang terdiri dari harga perolehan dan biaya-biaya terkait. Biaya yang timbul tidak jauh berbeda dengan tanaman belum menghasilkan, seperti biaya tenaga kerja dan biaya pemeliharaan tanaman ditambah adanya biaya panen dan biaya angkut. Ketiga jenis aset tanaman telah menghasilkan tersebut disusutkan dengan metode garis lurus. Tanaman karet disusutkan sebesar 4% per 11

tahun, tanaman kelapa sawit disusutkan sebesar 4% per tahun, dan tanaman teh disusutkan sebesar 2% per tahun. Beban penyusutan diperoleh dari perhitungan persentase dikalikan dengan harga perolehan dan dibagi dengan umur ekonomis aset selama tahun berjalan. Hasil panen karet, kelapa sawit, dan teh diangkut pada hari yang sama untuk langsung diolah di pabrik agar kualitas tetap terjaga. Kantor unit yang berada di kawasan kebun mencatat jumlah panen pada hari itu sebagai kontrol untuk mencocokkan jumlah yang diterima di pabrik. Pada kasus di kawasan tertentu, terjadi pencurian pada saat hasil panen dalam perjalanan menuju ke pabrik. Kerugian yang terjadi akibat pencurian pada saat perjalanan menuju ke pabrik tidak dicatat sebagai kerugian oleh perusahaan. Perusahaan mengakui hasil panen yang sudah diolah dan siap untuk dijual sebagai persediaan. Persediaan diukur berdasarkan biaya perolehan atau harga pokok produksi. Penilaian persediaan PT Perkebunan Nusantara VII menggunakan metode lower cost or net realizable value. Harga pokok produksi yang terdiri dari biaya-biaya pengolahan hasil panen tersebut menjadi produk jadi dibandingkan dengan nilai pasar untuk menentukan nilai mana yang lebih rendah dan dijadikan dasar pencatatan. Produk jadi yang dihasilkan bermacam-macam. Pengolahan karet menghasilkan getah karet dengan berbagai jenis seperti misalnya RSS (Ribbed Smoked Sheet), off grade, lateks, dan lain sebagainya. Produk olahan kelapa sawit meliputi minyak sawit, minyak inti sawit, inti sawit, dan bungkil inti sawit. Produk olahan teh berupa daun teh dengan berbagai kualitas sesuai tahap penyortirannya. Penjualan produk jadi PT Perkebunan Nusantara VII dilakukan atas dasar kontrak atau kerja sama dengan beberapa pihak. Pendapatan dari penjualan barang jadi diakui pada saat risiko dan hak kepemilikan barang berpindah ke pelanggan berdasarkan syarat penjualan dalam kontrak. Pada tanaman tertentu seperti karet, dapat dijual batang pohonnya ketika masa manfaatnya sudah habis dan sudah tidak dapat dipanen lagi. Penjualan kayu dari pohon karet 12

merupakan penjualan produk sampingan yang diakui pada penghasilan lain-lain sebagai penjualan non-komoditi. Tanaman keras, baik untuk tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan, disajikan sebagai aset tidak lancar. Akun tanaman belum menghasilkan merupakan harga perolehan yang meliputi biaya langsung, biaya tenaga kerja, dan kapitalisasi beban keuangan yang digunakan untuk mengembangkan tanaman selama tanaman tersebut belum menghasilkan. Akun tanaman menghasilkan meliputi reklasifikasi dari tanaman belum menghasilkan serta biaya langsung dan biaya tenaga kerja untuk pemeliharaan tanaman menghasilkan. Perusahaan mengungkapkan kebijakan akuntansi berupa metode penyusutan untuk tanaman menghasilkan. Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus. Perusahaan mengungkapkan besaran tarif penyusutan tanaman yang dihitug atas dasar umur ekonomis tanaman. Perusahaan juga mengungkapkan kriteria tanaman yang sudah dapat digolongkan menjadi tanaman menghasilkan. Perbandingan Perlakuan Akuntansi Aset Biologis pada PT Perkebunan Nusantara VII dengan IAS Jika PT Perkebunan Nusantara VII menggunakan IAS 41 sebagai pedoman penyusunan laporan keuangannya, maka akan terjadi beberapa perbedaan. Pertama yaitu pengakuan dan pengukuran aset biologis. IAS 41 mengharuskan pengukuran menggunakan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, kecuali dalam keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksud yaitu pada saat tahap pertama kehidupan aset biologis dan ketika nilai wajar tidak dapat diukur secara handal pada pengakuan awal. Pengukuran dengan nilai wajar akan berdampak signifikan. Pada tanaman tebu yang hanya kurang dari satu tahun, pengukuran dengan nilai wajar akan tidak relevan. Pada tanaman kelapa sawit, aset dapat dinilai terlalu tinggi dengan ekspektasi mendapatkan pendapatan yang tinggi pula. Hal tersebut dapat berdampak pada langkah yang harus diambil manajemen perusahaan dalam menetapkan 13

target laba perusahaan. Pengukuran dengan menggunakan nilai wajar akan berdampak pada tidak adanya perhitungan akumulasi depresiasi terhadap aset biologis tersebut. Akumulasi depresiasi menurut IAS 41 hanya diperkenankan pada saat nilai wajar tidak dapat dinilai secara andal. Perbedaan kedua yaitu penyajian. PT Perkebunan Nusantara VII menyajikan aset biologis berupa tanaman perkebunan di dalam laporan keuangannya hanya dikelompokkan berdasarkan tanaman belum menghasilkan dan tanaman telah menghasilkan. Menurut IAS 41, penyajian aset biologis harus dibedakan berdasarkan kelompok umur aset biologisnya termasuk di dalamnya pengelompokan berdasarkan produktivitas tanaman. Pengelompokan tersebut akan memudahkan penilaian dengan menggunakan nilai wajar. Produk agrikultur yang dihasilkan tidak termasuk di dalam ruang lingkup IAS 41. Produk agrikultur diatur ke dalam IAS 2 tentang Persediaan. Persediaan diukur berdasarkan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi, serta analisis data yang telah dilakukan, peneliti memperoleh gambaran secara jelas mengenai proses bisnis perkebunan dan dapat menarik kesimpulan bahwa: 1. Perlakuan akuntansi untuk aset biologis di PT Perkebunan Nusantara VII telah sesuai dengan PSAK 14, PSAK 16, dan PSAK 23 dari segi pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan. 2. PSAK sebagai standar akuntansi di Indonesia memiliki perbedaan dengan IAS sebagai standar akuntansi internasional. Terdapat perbedaan dalam hal perlakuan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian. Perbedaan dari segi pengakuan dan pengukuran yaitu pada metodenya. PT Perkebunan Nusantara VII, dengan PSAK sebagai pedoman dalam menyusun laporan keuangannya, menggunakan metode biaya atau sebesar biaya perolehannya untuk mengukur aset 14

biologisnya sedangkan pengukuran aset biologis menurut IAS 41 yaitu menggunakan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Penggunaan nilai wajar dalam mengukur aset biologis dapat berdampak tidak relevan pada beberapa aset biologis seperti misalnya tanaman tebu. Aset biologis seperti tanaman kelapa sawit jika diukur menggunakan nilai wajar juga dapat dinilai terlalu tinggi. Hal tersebut akan berdampak pada manajemen perusahaan dalam menetapkan target laba perusahaan berdasarkan aset yang dimiliki. Penyajian aset biologis pada laporan keuangan PT Perkebunan Nusantara VII juga berbeda jika dibandingkan dengan IAS 41 dalam hal pengelompokan tanaman. PT Perkebunan Nusantara VII hanya mengelompokkan tanaman berdasarkan Tanaman Belum Menghasilkan dan Tanaman Menghasilkan, sedangkan IAS 41 mengatur penyajian secara lebih spesifik berdasarkan kelompok umurnya. Rekomendasi Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perusahaan, pembuat standar, dan penelitian selanjutnya. Rekomendasi dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut: 1. Perusahaan sebaiknya bersiap untuk membuat laporan keuangan menggunakan IAS 41 yang akan diadopsi ke dalam PSAK. Bagian Akuntansi PT Perkebunan Nusantara VII harus memahami betul mengenai IAS 41 sehingga dapat membuat laporan keuangan yang dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Penerapan IAS 41 akan mempengaruhi perubahan metode yang digunakan perusahaan dari yang sebelumnya menggunakan biaya perolehan menjadi nilai wajar. Dengan adanya perubahan tersebut, perusahaan akan membutuhkan tim penilai untuk melakukan peninjauan kembali terhadap aset biologis. Perusahaan sebaiknya mengadakan pelatihan 15

bagi pihak terkait mengenai pengetahuan IFRS untuk menunjang kinerja karyawan dan perusahaan. Penyusunan laporan keuangan sebaiknya mengikuti kondisi di lapangan. Penyajian aset biologis berdasarkan kelompok produktivitas tanaman dapat dijelaskan lebih rinci dalam catatan atas laporan keuangan agar tidak terjadi bias informasi. Implementasi IAS 41 juga akan memberikan dampak, terutama pada manajemen perusahaan untuk mengambil keputusan strategisnya seperti penetapan target laba perusahaan. 2. Pembuat standar diharapkan dapat membuat standar yang relevan dengan kejadian yang ada di Indonesia sehingga dapat menciptakan laporan keuangan yang andal. Bagi pengguna laporan keuangan, khususnya penyusun laporan keuangan perusahaan, diharapkan mampu mengikuti dan mengimplementasikan dengan baik standar akuntansi yang berlaku serta mampu menghadapi kendala yang mungkin timbul. 3. Penelitian selanjutnya yang akan membahas mengenai aset biologis diharapkan dapat mengkaji lebih jauh tentang aset biologis lainnya untuk menambah pengetahuan tentang perlakuan akuntansi untuk aset biologis di Indonesia. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hanya dilakukan pada industri perkebunan dengan aset berupa karet, kelapa sawit, tebu dan teh. Perlakuan akuntansi mungkin akan berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya atau bahkan dengan jenis aset biologis lainnya seperti misalnya hewan berupa ternak, penggemukan sapi, dan lain sebagainya. 16

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Badan Pengawas Pasar Modal. 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri Perkebunan. Surat Edaran Bapepam. BUMN Perkebunan dan Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN Berbasis IFRS. Jakarta. Financial Accounting Standard Board. 1991. Statements of Accounting Concepts. Homewood, IL: Irwin. Financial Ikatan Akuntan Indonesia. 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia. International Accounting Standard Committee. 2008. International Accounting Standard 41: Agriculture. Kieso, Donald E, Jerry J Weygandt, Terry D Warfield. 2011. Intermediate Accounting, Thirteenth Edition, International Student Version. New York: John Willey & Sons Inc. Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara. Miles, M.B,. & Huberman, A.M. 1994. Qualitative Data Analysis : A Sourcebook of New Methods. Thousand Oaks, CA. Sage. Pusat Informasi BUMN Perkebunan (http://www.lpp.ac.id/ pusinfo.php?id=36 diakses pada 21 Januari 2015) PriceWaterhouseCoopers. 2009. A Practical Guide to Accounting for Agricultural Assets. Riwayat Singkat Perusahaan PT Perkebunan Nusantara VII (http://www.ptpn7.com/displaycontent.aspx?topic=sejarah diakses pada 20 Januari 2015) Saputra, B.W., & Hermawan, A. 2012. Finance & Accounting Journal (FAJ), Vol 01, No. 1, Maret 2012 Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE 17

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Wahyuni, E.T. 2013. Laporan dari London-Malaysia: Revisi IAS 41 Susah Diaplikasikan. Berita IAI Global 18