PENGEMBANGAN MODEL INOVATIF DALAM ANALISIS MAKNA KARYA SASTRA MELALUI KAJIAN STILISTIKA: Studi Kasus Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I BAHASA SASTRA SEBAGAI MEDIA EKSPRESI

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

BAB II STYLE GAYA BAHASA DAN STILISTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra terjelma dari sebuah proses kreasi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, bahasa sebagai mediumnya (Sugono, 2008:129).

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

KAJIAN STILISTIKA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DAN PEMAKNAANNYA 1) Oleh Ali Imron A.M. 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. ketika menyuguhkan suatu karya sastra, dia akan memilih kata-kata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala problema kehidupannya tidak dapat terpisah-pisah. Sastra

STILISTIKA. Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Ali Imron Al-Ma ruf

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penjelas kalimat pada peristiwa itu terjadi. Tidak hanya keterangan waktu

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dilukiskan dalam bentuk tulisan. Sastra bukanlah seni bahasa belaka, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sehingga memberikan efek estetik di dalam karya sastra. berbahasa, demi pencapaian suatu efek estetika.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bermuara pada struktur. Keduanya, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri,

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. estetik dan keindahan di dalamnya. Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kata dan kalimat yang tersusun secara harmonis, sehingga menggugah rasa ingin

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Sebagai hasil imajinatif, sastra juga berfungsi sebagai hiburan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam praktiknya sastra non-imajinatif terdiri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini subjeknya adalah lirik lagu dalam album musik Klakustik karya

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. diistilahkan dengan proses cerita, proses narasi, narasi atau cerita berplot. Prosa

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan berdasarkan gagasan dan pandangan seorang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Seni bahasa tersebut berupa kata-kata yang indah yang terwujud dari

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Lotman (dalam Supriyanto, 2009: 1) menyatakan bahwa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB V PENUTUP. dalam novel-novel yang ditulis oleh para pengarang yang berasal. dari Jawa. Deskripsi warna lokal Jawa dalam novel Indonesia terdiri

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI DENGAN NOVEL JANGIR BALI KARYA NUR ST. ISKANDAR.

BEBERAPA PENDEKATAN PENGKAJIAN SASTRA. Hartono, M. Hum. PBSI FBS UNY

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

PENGGUNAAN GAYA BAHASA SIMILE DALAM NOVEL LARUNG KARYA AYU UTAMI

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. cuarahan hati pengarang. Cara pengarang menghadirkan tokoh merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian FANNY MARINI TIARA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

Transkripsi:

PENGEMBANGAN MODEL INOVATIF DALAM ANALISIS MAKNA KARYA SASTRA MELALUI KAJIAN STILISTIKA: Studi Kasus Trilogi Novel Ronggeng Dukuh Paruk BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungkapan makna karya sastra baik genre puisi, fiksi maupun drama, selama ini lazim dilakukan dengan lebih dahulu mengkaji struktur/unsur-unsurnya kemudian baru pengungkapan maknanya. Bahkan, tidak jarang pengkajian karya sastra hanya dilakukan dengan membongkar struktur/unsur-unsur intrinsiknya saja. Pengungkapan makna karya sastra melalui kajian stilistika masih jarang dilakukan para peneliti. Para linguis selama ini lebih sering melakukan kajian stilistika sampai pada pemerian aspek kebahasaannya saja, tidak sampai pada pemaknaan sastra. Adapun para pakar sastra lazimnya memfokuskan analisis karya sastra pada unsur-unsur dan pemaknaan dengan pendekatan teori sastra tertentu seperti Sosiologi Sastra, Psikologi Sastra, Semiotik, Interteks, Kritik Sastra Feminis, dan sebagainya. Penelitian ini mencoba mengembangkan model inovatif yakni pengungkapan makna karya sastra melalui kajian stilistika. Hal itu tidak terlepas dari realitas bahwa dunia dalam karya sastra dikreasikan dan sekaligus diekspresikan oleh sastrawan lazimnya melalui bahasa yang terwujud dalam gaya bahasa (style). Dengan demikian, apa pun yang dipaparkan pengarang dalam karya sastranya kemudian ditafsirkan oleh pembaca, selalu berkaitan dengan bahasa. Struktur novel dengan segala sesuatu yang dikomunikasikan, menurut Fowler (1977:3), selalu dikontrol langsung oleh manipulasi bahasa pengarang. Demi efektivitas pengungkapan, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi, dan didayagunakan sedemikian rupa. Bahasa sastra memiliki kekhasan tersendiri yang berbeda dengan karya nonsastra. Tingkat intelektualitas bahasa dalam karya sastra berbeda-beda. Ada novel-novel yang menyoroti masalah tertentu seperti moral, kultural, humanitas, sosial, politik, hingga gender, dengan menggunakan bahasa emotif dan simbolis. Tegasnya, bahasa sastra berkaitan lebih mendalam dengan struktur historis bahasa dan menekankan kesadaran akan tanda, serta memiliki segi ekspresif dan pragmatis yang dihindari sejauh mungkin oleh bahasa ilmiah (Wellek dan Warren, 1989:16). Style 'gaya bahasa' dalam karya sastra merupakan sarana sastra yang turut memberikan kontribusi sangat berarti dalam memperoleh efek estetik dan penciptaan makna. Stilistika sering membawa muatan makna. Setiap diksi yang dipakai dalam karya sastra memiliki tautan emotif, moral, dan ideologis di samping maknanya yang netral (Sudjiman, 1995:15-16). Ratna (2007:231) menyatakan bahwa aspek-aspek keindahan sastra justru terkandung dalam pemanfaatan gaya bahasanya. Oleh karena itu, gaya bahasa berperan penting dalam menentukan nilai estetik karya sastra. 9

Menurut Pradopo (2007:8), sesuai dengan konvensi sastra, gaya bahasa merupakan tanda yang menandai sesuatu. Bahan karya sastra adalah bahasa yang merupakan sistem tanda tingkat pertama (first order semiotics). Dalam karya sastra gaya bahasa itu menjadi sistem tanda tingkat kedua (second order semiotics). Gaya, bagi Junus (1989:187-188), adalah tanda yang mempunyai makna. Gaya bahasa itu bukannya kosong tanpa makna. Gaya bahasa itu, demikian Junus (1989:192-195), menandai ideologi pengarang. Hal ini dapat dipahami mengingat gaya bahasa merupakan keistimewaan (idiosyncrasy) pengarang yang merupakan suara-suara pribadinya yang terekam dalam karyanya. Dalam karya sastra, stilistika dipakai pengarang sebagai sarana retorika dengan mengeksploitasi, memanipulasi, memanfaatkan, dan memberdayakan segenap potensi bahasa. Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran (Altenbernd & Lewis, 1970:22). Sarana retorika itu bermacam-macam dan setiap sastrawan memiliki kekhususan dalam menggunakannya pada karyanya. Corak sarana retorika tiap karya sastra sesuai dengan gaya bersastra, aliran, ideologi, dan konsepsi estetik pengarangnya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sarana retorika Tohari yang konsepsi estetiknya agraris berbeda dengan Kuntowijoyo yang sufistik, tidak sama pula dengan Mangunwijaya yang pluralis, jauh berbeda dengan Ayu Utami yang metropolis, dan seterusnya. Makna karya sastra tidak dapat terlepas dari pemakaian gaya bahasa di dalamnya (Pradopo, 1994:46). Oleh karena itu, stilistika, studi tentang gaya yang meliputi pemakaian gaya bahasa dalam karya sastra (Junus, 1989:xvii; Endraswara, 2003:75), merupakan bagian penting bagi ilmu sastra sekaligus bagi studi linguistik. Dalam analisis sastra, stilistika dapat membantu memahami aspek-aspek estetik dan pemaknaan sastra. Kajian stilistika sebagai linguistik terapan terhadap karya sastra ikut memberikan kontribusi bagi analisis sastra untuk membantu memahami ekspresi karya sastra yang berupa pemanfaatan dan pengolahan potensi bahasa itu yang tidak terlepas dari pengolahan gagasan (Aminuddin, 1995:6). Tugas peneliti sastralah untuk menguasai kode suatu pernyataan bahasa dan menjelaskan maksud karya sastra dengan bahasa yang lazim. Ia harus memahami seluk-beluk bahasa medium karya sastra dengan sasaran utama untuk mengungkapkan makna yang dikodekan itu (Widdowson, 1979:5). Penelitian stilistika karya sastra dengan mengaitkan latar sosiohistoris, kondisi sosial budaya masyarakat ketika karya itu diciptakan, dan ideologi pengarang serta fungsinya bagi pemaknaan sastra secara memadai, sepanjang pengamatan peneliti belum ditemukan. Selama ini penelitian stilistika karya sastra lazimnya atau mayoritas memfokuskan kajiannya pada analisis linguistik. Adapun penelitian karya sastra pada umumnya memfokuskan pada pendeskripsian struktur dan maknanya. Peneliti sastra yang memfokuskan kajiannya pada stilistika masih terbatas (Endraswara, 2003:72). Berdasarkan pemikiran di atas, penelitian stilistika karya sastra dengan mengaitkan fungsinya bagi pemaknaan karya sastra perlu dikembangkan. Selain bermanfaat bagi kritik sastra, hasil penelitian 10

stilistika tersebut dapat memberikan sumbangan bermakna bagi kajian linguistik khususnya pada karya sastra. Kajian stilistika tidak hanya berhenti pada pemerian fenomena kebahasaan saja melainkan sampai pada pemaknaan sastra. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengembangkan model analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Dipilihnya stilistika trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk (PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, 395 + ix halaman) karya Ahmad Tohari (selanjutnya disebut Tohari) sebagai objek penelitian dalam studi kasus ini dilandasi oleh beberapa alasan. Berdasarkan pembacaan awal, RDP diduga merupakan salah satu novel Indonesia mutakhir yang memiliki keunikan dan kekhasan (uniqueness and specialty) baik segi ekspresi (surface structure) maupun segi kekayaan maknanya (deep structure). Artinya, RDP memenuhi dua kriteria utama sebagai karya literer seperti dinyatakan oleh Hugh (dalam Aminuddin, 1987:45), yakni (1) relevansi nilai-nilai eksistensi manusia yang terdeskripsikan melalui jalan seni, melalui imajinasi dan rekaan yang keseluruhannya memiliki kesatuan yang utuh, selaras serta memiliki kepaduan dalam pencapaian tujuan tertentu (integrity, harmony dan unity) dan (2) daya ungkap, keluasan, dan daya pukau yang disajikan lewat bentuk (texture) serta penataan unsur-unsur kebahasaan dan struktur verbalnya (adanya consonantia dan klaritas). Pada kriteria pertama, RDP melukiskan latar, peristiwa, dan tokoh-tokoh yang terdiri atas orang-orang desa yang sederhana dengan menarik, bahkan tidak jarang sangat menarik (Damono dalam Tohari, 2003:ii). RDP mengungkapkan budaya lokal Banyumas Jawa Tengah yang khas dengan karakteristik, keunikan, dan permasalahannya dengan cara khas sastra. RDP disajikan dengan cara yang menggugah perasaan ingin tahu, suatu masalah yang bagi kita sebenarnya sangat lazim. Novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk: Catatan Buat Emak (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jantera Bianglala (1986), sejak kehadirannya dalam dunia sastra Indonesia telah mendorong banyak pengamat sastra mengkajinya. Novel RDP dinilai banyak kritikus sastra memiliki nilai lebih karena keberhasilannya mengungkapkan fenomena sosial budaya yang khas dalam sistem kehidupan politik di Indonesia pada paroh dekade 1960-an. Budaya lokal yang ditampilkan melalui dunia ronggeng sebagai kesenian tradisional yang marjinal, di tangan Tohari tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan yang menarik berbagai kalangan baik komunitas sastra maupun pengamat sosial budaya. RDP memaparkan fenomena yang belum pernah terjadi di dunia sastra Indonesia, yakni kehidupan dunia ronggeng yang khas dengan latar sejarah malapetaka politik G30S/PKI dengan segala eksesnya. Kultur desa yang longgar dalam tata susila perkawinan, penuh dengan kata-kata cabul, orang leluasa meniduri istri tetangganya tanpa perlu berkelahi dan untuk membalasnya cukup gantian meniduri istri laki-laki yang meniduri istrinya tersebut, terlukis dalam RDP (Sumardjo, 1991:85). Dari segi daya ungkapnya, RDP memiliki pembaruan bentuk ekspresinya yang segar, orisinal, dan khas Tohari sehingga memiliki daya tarik tersendiri. Menarik dan lancar teknik pengisahannya. Dibanding 11

Kubah, novelnya terdahulu, RDP menunjukkan bahwa Tohari sangat lancar mendongeng (Damono dalam Tohari, 2003:ii). Berdasarkan pembacaan awal, RDP memiliki bentuk ekspresi bahasa yang variatif dan pencitraan yang orisinal. Sesuai dengan latar cerita RDP dan latar kehidupan Tohari yang akrab dengan dunia pedesaan, banyak ungkapan bahasa dan gaya bahasa yang segar dan khas bernuansa alam pedesaan. Profesi Tohari sebagai wartawan turut mewarnai pemakaian bahasa yang variatif dalam RDP. Selain itu, idiom bahasa Jawa yang kaya nuansa memperkaya bahasa RDP sekaligus mencerminkan latar pengarang yang dibesarkan di lingkungan masyarakat Banyumas Jawa Tengah. Latar belakang Tohari yang pernah kuliah di Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Ilmu Sosial Politik (kesemuanya tidak diselesaikannya karena alasan non-akademik/ekonomi), diduga turut berperan dalam memberikan pengayaan dalam eksplorasi bahasa dalam RDP. Banyaknya ungkapan dan gaya bahasa orisinal, segar dan khas dalam RDP mengindikasikan hal itu. Gaya bahasa yang kaya informasi tentang istilah dalam ilmu pengetahuan terutama bidang sosial, politik, kedokteran, dan biologi, terlihat sebagai 'pelangi' yang turut memperindah RDP. Semua itu menarik untuk diteliti. Di pihak lain, karena daya pukaunya yang tinggi., RDP telah diterjemahkan dalam bahasa Jepang, Belanda, Cina, Inggris dan Jerman serta bahasa Jawa. Bahkan, RDP menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa jurusan Asia Timur di Universitas Bonn Jerman (Bertold Damhauser dalam Tohari, 2003:ii). Dapat dikatakan, bahwa RDP adalah karya yang bernilai tinggi dan merupakan karya masterpiece Tohari. Dari segi pengarangnya, Tohari adalah sosok sastrawan Indonesia yang layak diperhitungkan. Tohari, --bersama Putu Wijaya, Kuntowijoyo, Taufik Ismail, Goenawan Mohamad, dan Umar Kayam--, adalah sekelompok sastrawan yang dikategorikan sebagai generasi sastrawan Horison yang lahir melalui karya-karyanya di majalah sastra tersebut sejak dekade 1970-an (Sumardjo, 1991:iv). Dengan karya-karya dan penghargaan tingkat nasional dan/atau internasional yang diperolehnya, tidak mengherankan jika Tohari disejajarkan dengan "raksasa sastra" Indonesia yang beberapa kali dinominasikan sebagai penerima hadiah nobel sastra, Pramudya Ananta Tour (Pengantar Penerbit dalam Tohari, 2003:v). Sebagai sastrawan Indonesia terkemuka, karya-karyanya khas dan berbobot literer, terbukti dengan beberapa penghargaan yang diperolehnya dalam berbagai kegiatan. Misalnya, dalam sayembara penulisan sastra di antaranya Kincir Emas dari Radio Nederland Wereldomroep (1975), penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta (1979), dan Yayasan Buku Utama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980). Penghargaan dari luar negeri misalnya The Fellow Writer of the University of Iowa (1990) dan SEA Write Award dari Kerajaan Thailand di Bangkok (1995). Karena itu, karya-karyanya layak dijadikan objek penelitian (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:58; Tohari, 2003:396-397; www.ceritanet.com, diakses tanggal 5 November 2006). 12

Mengingat gaya bahasa adalah 'tanda' yang bermakna, yang menyiratkan ideologi pengarang, maka selayaknya penelitian stilistika RDP dikaitkan dengan pemaknaan. Artinya, selain dikaji dari segi aspek linguistiknya, stilistika RDP akan dikaji maknanya di balik ekspresi, eksplorasi, dan manipulasi kebahasaan yang khas Tohari tersebut. Dalam hal ini, untuk mengungkapkan makna stilistika RDP, akan digunakan pendekatan model Abrams (1979:3-29) yang mengaitkan RDP sebagai karya (faktor objektif) dengan latar sosiohistoris Tohari sebagai pengarang dan lingkungan sosial budaya pengarang (faktor ekspresif), serta tanggapan pembaca (faktor pragmatik/reseptif). Oleh karena itu, penelitian stilistika RDP ini diharapkan mampu mengungkapkan gagasan pengarang, kondisi sosial budaya, peristiwa dan suasana tertentu yang terekam dalam keunikan stilistikanya. Dengan demikian, hasil penelitian stilistika RDP ini akan memberikan informasi ilmiah baru bagi pemerhati linguistik dan sastra sekaligus. Dikatakan baru karena selama ini kajian RDP difokuskan pada kajian stilistika dari segi kebahasaan saja oleh linguis di satu pihak dan di pihak lain RDP dikaji dari segi maknanya saja oleh para kritikus atau akademisi sastra. Hasil penelitian ini akan mengungkapkan makna RDP melalui kajian stilistikanya yang merupakan terobosan baru atau model inovatif dalam pemaknaan karya sastra. Dari uraian di atas, dapatlah dikemukakan secara rinci beberapa alasan dilakukannya penelitian stilistika RDP sebagai model inovatif dalam pemaknaan karya sastra sebagai berikut. (1) Dari segi ekspresifnya, berdasarkan pengamatan awal RDP mengesankan adanya orisinalitas ekspresi yang khas Tohari yang kaya pemanfaatan potensi bahasa dan gaya bahasa yang segar dalam mengungkapkan gagasan sehingga stilistikanya menarik untuk dikaji. (2) Berdasarkan pengamatan awal, RDP mengungkapkan permasalahan yang multidimensi, baik aspek sosial, politik, kultural, moral, religiositas, gender, maupun kemanusiaan yang menarik untuk dikaji maknanya. (3) RDP mengesankan adanya daya ekspresi dan gagasan yang memiliki daya tarik tersendiri terbukti RDP telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing yakni bahasa Jepang, Belanda, Jerman, Cina, dan Inggris serta bahasa daerah Jawa. (4) RDP dapat dipandang sebagai masterpiece karya-karya Tohari yang melambungkan namanya sehingga representatif dan layak untuk dikaji. (5) Dari segi pengarangnya, Tohari adalah sastrawan Indonesia terkemuka yang karyakaryanya khas dan berbobot literer, terbukti dengan beberapa penghargaan yang diperolehnya baik dari dalam maupun luar negeri. (6) Penelitian stilistika karya sastra khususnya RDP sekaligus pemaknaannya jarang dilakukan oleh para kritikus atau akademisi sastra dan jarang pula dilakukan oleh linguis. Selama ini yang ada adalah kajian stilistika karya sastra oleh linguis yang memfokuskan kajiannya 13

pada aspek linguistik saja atau kajian makna RDP oleh akademisi sastra dengan pendekatan teori sastra. (7) Penelitian stilistika RDP dan pemaknaannya dengan pendekatan model Abrams merupakan terobosan baru dalam pengkajian karya sastra. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi berharga bagi pengembangan keilmuan di bidang linguistik dan studi sastra sekaligus. Berdasarkan latar belakang dan alasan-alasan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian stilistika genetis RDP dengan judul "Pengembangan Model Inovatif dalam Analisis Makna Karya Sastra Melalui Kajian Stilistika: Studi Kasus Novel Ronggeng Dukuh Paruk. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, serta sesuai dengan pendekatan model Abrams, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1.2.1 Rumusan Masalah Tahun Pertama: Bagaimana keunikan dan kekhasan stilistika RDP yang meliputi: diksi (pilihan dan bentuk kata), wacana (paragraf), bahasa figuratif (mencakup majas, idiom, dan peribahasa), dan citraan (faktor objektif). 1.2.2 Rumusan Masalah Tahun Kedua: Bagaimana kontribusi stilistika RDP sebagai sarana sastra (faktor objektif) dalam interpretasi makna RDP secara holistik, yakni dalam hubungannya dengan latar sosiohistoris pengarang sebagai kreator stilistika novel RDP (faktor ekspresif) beserta kondisi sosial masyarakat lingkungannya pada dekade 1960-an ketika novel RDP diciptakan (faktor mimetik) berdasarkan tanggapan pembaca (faktor pragmatik/reseptif). 1.2.3 Rumusan Masalah Tahun Ketiga: (1) Bagaimana model inovatif dalam analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika dengan studi kasus trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk. (2) Bagaimana mengimplementasikan model analisis makna karya sastra baik puisi, fiksi, maupun drama melalui kajian stilistika. (3) Bagaimana melaksanakan diseminasi model analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika kepada pemerhati dan kritikus sastra. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model inovatif dalam analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Secara khusus, tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut. 14

1.3.1 Tujuan Penelitian Tahun Pertama adalah mendeskripsikan stilistika trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang yang meliputi gaya kata (diksi), gaya wacana, bahasa figuratif --terdiri atas majas, idiom, dan peribahasa--, dan citraan (faktor objektif). 1.3.1.1 Melakukan pembacaan dan pencatatan data penelitian berupa pemanfaatan stilistika baik gaya kata, kalimat, wacana, bahasa figuratif, maupun citraan dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk melalui teknik pustaka atau analiis isi (content analysis) 1.3.1.2 Menganalisis gaya kata atau diksi dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang meliputi kata konotatif, kata konkret, kata serapan dari bahasa asing, kosakata bahasa Jawa, kata seru khas Jawa, kata vulgar, kata dengan objek realitas alam, serta kata sapaan khas dan nama diri. 1.3.1.3 Memerikan gaya wacana dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang meliputi gaya wacana dengan kombinasi sarana retorika dan gaya wacana alih kode. 1.3.1.4 Memaparkan bahasa figuratif (figurative language) dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk yang meliputi pemajasan, tuturan idiomatik, dan peribahasa. 1.3.1.5 Menganalisis citraan (imagery) dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk meliputi citraan visual, gerak, pendengaran, perabaan, intelektual, penciuman, dan pencecapan. 1.3.1.6 Menyajikan data penelitian berupa pemanfaatan stilistika baik gaya kata, kalimat, wacana, bahasa figuratif, maupun citraan dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk. 1.3.1.7 Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk penyempurnaan penyajian data penelitian. 1.3.1.8 Menyempurnakan sajian data penelitian berupa pemanfaatan stilistika baik gaya kata, kalimat, wacana, bahasa figuratif, maupun citraan dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tahun Kedua adalah mendeskripsikan kontribusi stilistika RDP sebagai sarana sastra dalam interpretasi makna RDP secara komprehensif, yakni dalam hubungannya dengan latar sosiohistoris pengarang sebagai kreator stilistika novel RDP (faktor ekspresif) beserta kondisi sosial masyarakat lingkungannya pada dekade 1960-an ketika novel RDP diciptakan (faktor mimetik) berdasarkan tanggapan pembaca (faktor pragmatik/reseptif). 1.3.2.1 Memaparkan latar belakang sosiohistoris pengarang sebagai kreator stilistika RDP beserta kondisi sosial masyarakat lingkungannya (faktor ekspresif). 1.3.2.2 Mengungkapkan kondisi lingkungan sosial budaya pengarang dan masyarakatnya pada dekade 1960-an ketika novel RDP diciptakan (faktor mimetik). 1.3.2.3 Melakukan pemaknaan novel Ronggeng Dukuh Paruk dalam hubungannya dengan latar sosiohistoris pengarang beserta kondisi sosial masyarakat lingkungannya berdasarkan tanggapan pembaca (faktor pragmatik/reseptif). 1.3.2.4 Membuat laporan tentang deksripsi kontribusi stilistika RDP sebagai sarana interpretasi makna RDP secara holistik, yakni dalam hubungannya dengan latar sosiohistoris pengarang beserta kondisi sosial masyarakat lingkungannya 15

berdasarkan tanggapan pembaca (faktor pragmatik/reseptif). 1.3.2.5 Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk penyempurnaan deskripsi tentang kontribusi kajian Stilistika sebagai sarana sastra dalam interpretasi makna RDP secara holistik. 1.3.2.6 Menyempurnakan laporan tentang kontribusi stilistika RDP sebagai sarana interpretasi makna RDP secara holistik, yakni dalam hubungannya dengan latar sosiohistoris pengarang beserta kondisi sosial masyarakat lingkungannya berdasarkan tanggapan pembaca (faktor pragmatik/reseptif). 1.3.3 Tujuan Penelitian Tahun Ketiga adalah menyusun model inovatif dalam analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika dengan studi kasus novel Ronggeng Dukuh Paruk dan mengimplementasikannya dalam analisis makna karya sastra baik puisi, fiksi, maupun drama. 1.3.3.1 Menyusun model inovatif analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika. 1.3.3.2 Uji-coba penerapan model inovatif dalam analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika. 1.3.3.3 Melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk mengevaluasi dan menyempurnakan model inovatif dalam analisis makna sastra tersebut melalui kajian stilistika. 1.3.2.4 Melakukan implementasi model inovatif dalam analisis karya sastra baik puisi, fiksi, maupun drama melalui kajian stilistika. 1.3.3.5 Melakukan desiminasi model inovatif dalam analisis makna karya sastra melalui kajian stilistika kepada pemerhati/kritikus sastra. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stilistika dan Bidang Kajiannya 2.1.1 Style Gaya Bahasa dan Stilistika Stilistika berasal dari bahasa Inggris: stylistics, yang berarti studi mengenai style 'gaya bahasa' atau 'bahasa bergaya'. Kata style (bahasa Inggris) berasal dari kata Latin stilus yang berarti alat (berujung tajam) yang dipakai untuk menulis di atas lempengan lilin (Shipley, 1979:314; Leech & Short, 1984:13). Kata stilus kemudian dieja menjadi stylus oleh penulis-penulis selanjutnya karena ada kesamaan makna dengan bahasa Yunani stulos (a pilar, bahasa Inggris) yang berarti alat tulis yang terbuat dari logam, kecil, dan berbentuk batang memiliki ujung yang tajam. Alat tersebut digunakan juga untuk menulis di atas kertas berlapis lilin (Scott, 1980:280). Pada perkembangan dalam bahasa Latin kemudian, stylus memiliki arti khusus yang mendeskripsikan tentang penulisan; kritik terhadap kualitas sebuah tulisan. Style 'gaya bahasa' adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams, 1981:190-191). Menurut Leech 16