HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

KETOASIDOSIS DIABETIK. yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. darah yang tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin atau

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine.

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

ABSTRAK dan khas anak

KETOASIDOSIS DIABETIK

KETOASIDOSIS DIABETIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Komplikasi akut adalah gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi obesitas nasional berdasarkan data Riskesdas 2007 adalah 19,1%.

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

Efek Diabetes Pada Sistem Ekskresi (Pembuangan)

ABSTRAK PERBANDINGAN PROSENTASE FRAGMENTOSIT ANTARA PENDERITA DM TIPE 2 DENGAN ORANG NON-DM DI PUSKESMAS CIMAHI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

PERBEDAAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA ANTARA LAKI-LAKI DEWASA MUDA OBESITAS DAN NON OBESITAS

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut ADA (American Diabetes Association) Tahun 2010, diabetes

BAB I PENDAHULUAN.

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES

BAB 1 PENDAHULUAN. DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. 2 Angka kejadian DM

EPIDEMIOLOGI DIABETES MELLITUS

Definisi Diabetes Melitus

PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS MELALUI PROGRAM PENYULUHAN DAN PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH DI DUKUH CANDRAN DESA SENTONO KLATEN JAWA TENGAH

AFAF NOVEL AININ ( S

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. lama diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

ABSTRAK HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN HbA 1C PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang khas dengan gejala-gejala kadar gula darah tinggi, glukosuria dan setelah

I. PENDAHULUAN. cukup besar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan bergesernya pola penyakit

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya penyakit dibagi menjadi menular dan penyakit

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KETAATAN POLA MAKAN PENDERITA DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI BESAR BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme kronis dengan multi-etiologi (banyak penyebab) yang ditandai

Transkripsi:

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH DENGAN BETA HIDROKSI BUTIRAT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Mardiana, Warida, Siti Rismini Dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III Jl. Arteri JORR Jatiwarna Kec. Pondok Melati_Bekasi Email : analisjkt3@yahoo.com ABSTRACT Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic syndrome caused by deficiency or decreasing of insulin effectiveness that affect metabolism of carbohydrate, protein and fat. This syndrome gives high mortality and morbidity brought about by diabetic ketoacidosis complications as a result of the increasing of fat metabolism. Ketone body in this research means beta hydroxybutyrate (beta-oh butyrate). This research that utilized 778 analysis data of beta-oh butyrate in blood resulted in 449 data (57.71 %) in a normal range (<0.6 mmol/l), while 329 data (42.29 %) in an abnormal range (> 0.6 mmol/l). From statistics test found p value 0,000 with 5 % (0.05 ), that means there is a relation between blood glucose level and beta-oh butyrate level. The Pearson correlation of 0,286 or weak correlation, it means that increasing of blood glucose level is not always followed by increasing of beta-oh butyrate level. Keyword : beta-oh butyrate, diabetic ketoacidosis ABSTRAK Diabetes Mellitus (DM) merupakan sindroma metabolik akibat defisiensi atau penurunan efektifitas insulin yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Sindrom ini memberikan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi karena adanya komplikasi ketoasidosis diabetik (KAD) sebagai akibat dari peningkatan metabolisme lemak. Benda keton yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beta hidroksi butirat (beta-oh butirat). Penelitian ini menggunakan 778 data hasil pemeriksaan beta hidroksi butirat darah. Hasil penelitian didapatkan kadar beta- OH butirat dalam keadaan normal (< 0,6 mmol/l) sebanyak 449 penderita (57,71 %) dan abnormal (> 0,6 mmol/l) sebanyak 329 penderita (42,29 %). Dari uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0.000 dengan nilai 5 % (0.05), artinya ada hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar beta OH butirat. Nilai korelasi Pearson sebesar 0.286 atau berkorelasi lemah, mempunyai makna apabila terjadi kenaikan kadar glukosa darah tidak selalu diikuti dengan kenaikan kadar beta-oh butirat. Keyword : beta-oh butyrate, diabetic ketoacidosis 157

158 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 1, Nomor 2, Maret 2014, hlm : 157-161 PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) menurut American Diabetes Association (ADA) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan defisiensi atau resistensi insulin baik relatif maupun absolut yang ditandai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein1. Kelainan metabolik ini dapat menimbulkan hiperglikemia, hipoglikemia dan secara klinis ditandai dengan poliuria, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan2. Penyakit DM dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak dan mengakibatkan ketosis. Bila pengobatan tidak adekuat akan menjadi lebih berat dan dapat menyebabkan terjadinya ketoasidosis diabetik (KAD). Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut DM yang serius ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Penderita DM dengan komplikasi KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat mengingat angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian tentang angka kematian KAD di Unit Gawat Darurat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada periode Januari - Mei 2002 sebanyak 15 %3. Dalam menegakkan diagnosis terjadinya KAD, selain dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita DM perlu juga melakukan pemeriksaan kadar beta-oh butirat dalam darah untuk melihat tingkat keparahan KAD. Dengan diketahui kadar beta-oh butirat dalam darah maka diagnosis KAD dapat ditegakkan dengan cepat sehingga penderita DM dapat terhindar dari komplikasi KAD. Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dl). Pemeriksaan benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta-oh butirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta-oh butirat darah < 0,6 mmol/l dianggap normal, di atas 1,0 mmol/l disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/l menunjukkan indikasi adanya KAD4. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan data sekunder bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan kadar glukosa darah dengan beta-oh butirat pada penderita DM. Manfaat penelitian ini dapat mengetahui hubungan kadar glukosa darah dengan beta-oh butirat pada penderita DM dan dapat digunakan sebagai acuan oleh tenaga medis dan paramedis dalam pengelolaan pasien DM. Sample dalam penelitian ini sejumlah 778 data hasil pemeriksaan glukosa darah dan beta hidroksi butirat penderita DM periode Januari - Oktober 2013. BAHAN DAN ALAT Pemeriksaan glukosa darah menggunakan : - Bahan pemeriksaan : serum - Reagensia : Glukosa GOD-PAP - Alat : Fotometer - Metode : GOD-PAP Pemeriksaan beta hidroksi butirat (beta OHbutirat) menggunakan : - Bahan pemeriksaan : darah kapiler - Reagensia : keton strip - Alat : Optium Xceed - Metode : biosensor

Mardiana, Hubungan Kadar Glukosa Darah Dengan Beta Hidroksi Butirat Pada Penderita Diabetes Melitus 159 HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 778 data hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dan beta-oh butirat pada penderita DM didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Deskripsi Hasil Pemeriksaan Beta-Oh Butirat Dan Glukosa Darah Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar beta-oh butirat (mmol/dl) 1,13 Kadar glukosa darah (mg/dl) 425,6 Minimum 0 41 Maksimum 8 1572 SD 1,58 185,2 Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Tabel 2 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Beta-OH Butirat Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Beta-OH butirat Normal (<0,6 mmol/l) Beta-OH butirat abnormal ( 0,6 mmol/l) Jumlah Normal (< 200) 28 5 33 (3,60 %) (0,64 %) (4,24 %) Hiperglikemia ( > 200) 421 324 745 (54,11 %) (41,65 %) (95,76%) Jumlah 449 329 778 (57,71 %) (42,29 %) (100 %) Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kadar Beta-OH Butirat Berdasarkan Kriteria PERKENI Kriteria Jumlah Persentase (%) Normal (< 0,6 - < 1,0 mmol/l) 520 66,84 Ketosis (> 1,0 - < 3,0 mmol/l) 150 19,28 Indikasi KAD (> 3,0 mmol/l) 108 13,88 Jumlah 778 100 Tabel 4 Hasil Uji Korelasi Pearson VAR00004 VAR00005 VAR00004 Pearson Correlation 1.286** Sig. (2-tailed).000 N 778 778 VAR00005 Pearson Correlation.286** 1 Sig. (2-tailed).000 N 778 778 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

160 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol. 1, Nomor 2, Maret 2014, hlm : 157-161 Nilai p value sebesar 0.000 dengan nilai 5 % (0.05). Berdasarkan data tersebut didapatkan keputusan uji yaitu nilai (0.05) > p value (0.00). Dari data tersebut Ho ditolak, hal ini berarti adanya hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar beta-oh butirat. PEMBAHASAN Dari 778 penderita DM masih ditemukan glukosa darah sewaktu dalam keadaan normal (< 200 mg/dl) sebanyak 33 penderita (4,24 %). Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian glukosa darah pada penderita DM masih baik. Rendahnya kadar glukosa darah pada penderita DM kemungkinan juga dapat diakibatkan karena faktor pengobatan DM yang tidak tepat, dosis obat yang digunakan terlalu tinggi atau diet yang terlalu ketat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudoyo, dkk 5 yang menyatakan pada penderita DM dapat terjadi komplikasi hipoglikemia, dimana kadar glukosa darah sangat rendah, yang dapat mengakibatkan terjadinya koma (hilang kesadaran) hingga kerusakan otak. Penyebab hipoglikemia timbul karena berkaitan penggunaan dengan obat-obatan, karena puasa, aktivitas fisik berlebih, dan dampak asupan makanan dan minuman. Menurut Nurrahmani, U 6 dikatakan hiperglikemi apabila hasil pemeriksaan glukosa darah diatas 200 mg/dl. Hasil penelitian mendapatkan penderita DM yang mengalami hiperglikemia (> 200 mg/dl) sebanyak 745 penderita (95,76 %). Hal ini kemungkinan disebabkan rendahnya kesadaran penderita DM untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Tinggi kadar glukosa darah menurut Nurrahmani, U 6 dapat juga disebabkan antara lain karena kurangnya dosis insulin. Keadaan hiperglikemi menyebabkan koma pada penderita. Dalam menegakkan diagnosis terjadinya KAD, selain dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita DM perlu juga melakukan pemeriksaan kadar beta-oh butirat dalam darah untuk melihat tingkat keparahan KAD. Dengan diketahui kadar beta-oh butirat dalam darah maka diagnosis KAD dapat ditegakkan dengan cepat sehingga penderita DM dapat terhindar dari komplikasi KAD. Hasil penelitian menunjukkan hasil pemeriksaan beta-oh butirat normal (< 0,6 mmol/l) sebanyak 449 penderita (57,71 %). Hal ini kemungkinan pada penderita DM belum terjadi pemecahan lemak yang berlebihan, sehingga belum terjadi peningkatan benda keton khususnya beta-oh butirat dalam darah. Keadaan ini juga dapat terjadi pada penderita yang baru terdeteksi mengalami DM (DM dini), sehingga sel tubuh masih bekerja dengan baik dan masih mempunyai cadangan glukosa (glikogen di hati). Dengan demikian tubuh tidak perlu memecah lemak untuk menghasilkan energi. Hasil penelitian juga menunjukkan kadar beta- OH butirat dalam keadaan abnormal (> 0,6 mmol/l) sebanyak 329 penderita (42,29 %). Peningkatan kadar beta-oh butirat dapat terjadi karena pada penderita DM terjadi defisiensi hormon insulin yang menyebabkan tubuh tidak mampu mengubah glukosa menjadi energi, sehingga sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi. Pemecahan lemak untuk menghasilkan energi menyebabkan terbentuknya fatty acids atau asam lemak yang membentuk asam beracun yang disebut keton, sehingga terjadi peningkatan benda keton dalam darah (ketosis). Peningkatan benda keton ini dapat menyebabkan penurunan ph darah (asidosis), sehingga kondisi ini mengakibatkan terjadinya ketoasidosis 7. Kadar beta-oh butirat berdasarkan kriteria PERKENI, apabila < 0,6 mmol/l dianggap normal, di atas 1,0 mmol/l disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/l menunjukkan indikasi adanya KAD (Konsesnsus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2, 2006 :26). Berdasarkan kriteria tersebut, dari 778 penderita DM didapatkan 520 penderita (66,84 %) mempunyai kadar beta-oh butirat dalam keadaan normal (< 0,6 - < 1,0 mmol/l). Sebanyak 150 penderita (19,28 %) mempunyai kadar beta-oh butirat antara 1,0-3,0 mmol/l

Mardiana, Hubungan Kadar Glukosa Darah Dengan Beta Hidroksi Butirat Pada Penderita Diabetes Melitus 161 dengan kriteria ketosis dan 108 penderita (13,88%) mempunyai kadar beta-oh butirat > 3,0 mmol/l dengan kriteria adanya indikasi ketoasidosis diabetik (KAD). Keadaan ketosis (19,28%) dan indikasi KAD (13,88%) kemungkinan disebabkan rendahnya kesadaran penderita DM untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewondo, P (2006:1896), bila pengobatan tidak adekuat akan menjadi lebih berat dan dapat menyebabkan terjadinya ketoasidosis diabetik (KAD). Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut DM yang serius ditandai dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Penderita DM dengan komplikasi KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat mengingat angka kematiannya cukup tinggi. Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah > 300 mg/dl). Pemeriksaan benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta-oh butirat dalam darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Dengan diketahui kadar beta-oh butirat dalam darah maka diagnosis KAD dapat ditegakkan dengan cepat sehingga penderita DM dapat terhindar dari komplikasi KAD. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0.000 dengan nilai 5 % (0.05), hal ini berarti adanya hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar beta OH butirat. Hasil uji korelasi Pearson sebesar 0.286, menandakan adanya hubungan yang lemah antara kadar glukosa darah dengan kadar beta OH butirat. Hal ini menandakan bahwa kadar glukosa darah yang tinggi (95,76 %) tidak selalu diikuti oleh peningkatan kadar beta hidroksi butirat (42,29 %). Artinya apabila terjadi kenaikan kadar glukosa darah tidak selalu diikuti dengan kenaikan kadar beta- OH butirat. KESIMPULAN Ada hubungan antara kadar glukosa darah dengan kadar beta OH butirat dengan nilai korelasi Pearson sebesar 0.286 (lemah), artinya apabila terjadi kenaikan kadar glukosa darah tidak selalu diikuti dengan kenaikan kadar beta-oh butirat. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan hubungan kadar glukosa darah dengan kadar beta-oh butirat dengan mengetahui tipe DM, lamanya menderita DM dan pemeriksaan analisa gas darah. DAFTAR PUSTAKA Sarwiji, B, dkk. Nursing The Series for Clinical Excellence, Memahami Berbagai Macam Penyakit, Penerjemah : Paramita, Cetakan I, Indeks, Jakarta, 2011. Kariadi, S,H. Diabetes? Siapa Takut!!: Panduan Lengkap Untuk Diabetesi, Keluarga dan Profesional Medis, Cetakan Kedua, Qanita, Bandung, 2009. Soewondo, P., Ketoasidosis Diabetik, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 3, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2, 2006. Sudoyo, A. W, dkk., Buku Ajar Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Nurrahmani, U., Stop Diabetes, Familia (Group Relasi Inti Media), Yogyakarta, 2012. Manganti, A., Panduan Hidup Sehat Bebas Diabetes, Araska, Yogyakarta, 2012.