PEMETAAN ZONASI RUANG SEBAGIAN KABUPATEN SLEMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

ANALISIS KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

BAB IV METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

ANALISIS HUBUNGAN KUALITAS PERMUKIMAN DENGAN KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

PEMETAAN DAN PENYUSUNAN BASISDATA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS DI KOTA SURABAYA)

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN GIS UNTUK PENENTUAN LOKASI TPA SAMPAH DI KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LP3A SEKOLAH TINGGI TEKNIK ARSITEKTUR DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB III METODE PENILITIAN. Lokasi penelitian mengambil daerah studi di Kota Gorontalo. Secara

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lely Glediswandi Barandi Sapta Widartono

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai merupakan tempat atau habitat suatu ekosistem keairan terbuka yang berupa alur jaringan pengaliran dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

A.G. Ahmad. Departemen Sains Informasi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospatial Untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2. 1 Pembagian Profil Melintang Sungai Gambar 2. 2 Diagram Kerangka Pemikiran BAB III

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Bandung Utara (KBU) merupakan bagian dari dataran tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi

PENGGUNAAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KESEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN (Kasus di Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi)

Transkripsi:

PEMETAAN ZONASI RUANG SEBAGIAN KABUPATEN SLEMAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Dwi Santy Ratnasari* ), Puspa Kusumawardani* ) * ) Kartografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta e-mail: dwisanty15@yahoo.com Abstract Spatial zonation is the important step in regional arrangement and spatial arrangement planning. This step is the process to devide space based on geographic feature. Spatial zonation has the main function as instrument of development control, directive of operational planning arrangement, detail planning of spatial arrangement compliment, to be basic of spatial utilizing control, and as technical directive of land development. Data of remote sensing (Quickbird Image) in this spatial zonation can be used as first prediction of the space that will be zoned before field survey to data validation. The data that got from remote sensing and field surveying will be proceed by Geographic Information System (GIS). Based on field checklist and image interpretation, and consider with some aspect in spatial zonation, then can be produced Map of Spatial Pattern of Sleman. Key Words: Spatial zonation, Regional arrangement and spatial arrangement planning, Remote Sensing, GIS Abstrak Pembuatan zonasi ruang merupakan proses yang penting dalam perencanaan tata ruang dan tata wilayah. Tahap ini merupakan proses pembagian batas pada suatu ruang berdasarkan kenampakan geografisnya. Adapun fungsi utama dari zonasi ruang ini adalah sebagai instrumen pengendalian pembangunan, pedoman penyusunan rencana operasional, pelengkap rencana rinci tata ruang kabupaten/kota, menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang, dan sebagai panduan teknis pengembangan / pemanfaatan lahan. Data penginderaan jauh citra Quickbird pada zonasi ruang ini digunakan sebagai gambaran awal wilayah yang akan dizonasi sebelum turun ke lapangan untuk validasi data. Data yang diperoleh dari citra penginderaan jauh dan survey lapangan ini diolah menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Berdasarkan hasil checklist lapangan dan interpretasi citra penginderaan jauh dengan mempertimbangkan berbagai aspek dalam penentuan zonasi ruang, maka dihasilkan Peta Pola Ruang Sebagian Kabupaten Sleman. Kata Kunci: Zonasi ruang, Perencanaan tata ruang dan tata wilayah, Penginderaan Jauh, SIG 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan daerah istimewa yang berada di pulau Jawa. Adapun hal-hal yang membuatnya istimewa adalah fenomena geografis yang ada, sebagai kota pendidikan dan kebudayaan yang tidak terlepas dari perubahan penggunaan lahan dan juga karena pariwisata yang ada di daerah tersebut. Karena banyaknya lokasi pariwisata, maka Yogyakarta sangat membutuhkan perencanaan tata ruang untuk mengatur tata letak penggunaan lahan yang ada agar tidak mengganggu kelangsungan penduduk yang tinggal di sekitarnya. Namun, sebelum dibuat perencanaan tata ruang, harus terlebih dahulu dibuat zonasi ruang. Salah satu wilayah yang dekat dengan pusat DIY adalah Kabupaten Sleman yang terletak di utara Kota Yogyakarta. Perkembangan pembangunan yang terjadi di DIY mengarah ke utara sehingga setelah Kota Yogyakarta berkembang, maka kabupaten yang berada di sebelah utara Yogyakarta lah yang selanjut nya dikembangkan, yaitu Kabupaten Sleman. Di dalam kabupaten Sleman, terdapat Kecamatan Sleman yang merupakan kecamatan paling berkembang di Kabupaten tersebut. Hal ini terjadi karena letaknya yang bersebelahan dengan Kota Yogyakarta sehingga mendorong banyak orang untuk Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 693

mendirikan usaha, contohnya saja usaha rumah makan dan penginapan. Selain karena kestrategisannya, keadaan geografis Sleman pun ikut mempengaruhi. Iklimnya yang sejuk mendorong penduduk DIY untuk membangun tempat tinggal di wilayah tersebut. Persoalan penataan ruang di Indonesia berasal dari pelaksanaan pembangunan yang dilakukan. Pengembangan kawasan sering kali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang telah disusun. Rencana tata ruang yang telah disusun akan tetap menjadi suatu dokumen sedangkan pelaksanaan pembangunan tetap berjalan berdasarkan permintaan pasar. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam UU No 26 Tahun 2007 (Gambar 1-1). Peraturan zonasi merupakan salah satu alat untuk pengendalian pemanfaatan ruang yang kedudukannya setara dengan perizinan, insentif, disinsentif, dan sangsi. Gambar 1-1. Pengendalian Pemanfaatan dam Pelaksanaan Penyelenggaraan Penataan Ruang Sumber : BIPR-Dirjen PU, 2013 Penginderaan Jauh atau Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut. Citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu obyek yang sedang diamati, sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau/sensor, baik optik, elektrooptik, optik-mekanik maupun elektromekanik. Citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran terlebih dahulu dalam pemanfaatannya. Pengkajian zonasi ruang dalam praktiknya memerlukan tingkat kerincian yang tinggi agar dapat mengidentifikasi objek terkecil dalam suatu wilayah. Adapun citra yang digunakan adalah citra Quickbird yang memiliki resolusi spasial 2.44 m seluas 16.5 km x 16.5 km. Penginderaan jauh tidak dapat berperan langsung terhadap zonasi ruang, tapi harus dibantu oleh Sistem Informasi Geografi (SIG). Menurut Murai (1999), SIG adalah suatu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung pengambilan keputusan Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 694

dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya. Adapun peranan SIG dalam penyusunan tata ruang adalah penyusunan data dasar, penyiapan data tematik, editing dan Modifikasi data, penyiapan basis data atribut yang terkait, dan manipulasi dan analisis data spasial. 1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana peran penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi dalam penyusunan zonasi ruang sebagian Kabupaten Sleman 2. Apakah pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Sleman sejalan dengan rencana penataan ruang yang ada 1.3. Tujuan 3. Mempermudah pengambilan keputusan dalam perencanaan penataan ruang yang sesuai dengan peraturan yang ada 4. Mencegah konflik penataan ruang antara pemerintah dengan masyarakat 5. Meminimalkan dampak pembangunan yang merugikan banyak pihak 6. Mencegah kesemrawutan pembangunan di sebagian Kabupaten Sleman 2. Metodologi a) Data - Peraturan Pemerintah tentang perencanaan tata ruang Kabupaten Sleman - Citra Quickbird yang sudah terkoreksi radiometrik dan geometrik - Peta RBI Kabupaten Sleman b) Alat - GPS - Software ArcGIS 10.1 c) Lokasi Wilayah kajian penelitian ini adalah Desa Pandowoharjo yang terletak Kecamatan Sleman, DIY dengan letak astronomis: 107 15' 03" dan 107 29' 30" BT, 7 34' 51" dan 7 47' 30" LS. Kabupaten Sleman adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibukota kabupaten ini adalah Sleman. Sleman dikenal sebagai asal buah salak pondoh. Berbagai perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta sebenarnya secara administratif terletak di wilayah kabupaten ini, di antaranya Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat. Pusat pemerintahan di Kecamatan Sleman, yang berada di jalur utama antara Yogyakarta - Semarang. Bagian utara kabupaten ini merupakan Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 695

pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi di perbatasan dengan Jawa Tengah, salah satu gunung berapi aktif yang paling berbahaya di Pulau Jawa. Sedangkan di bagian selatan merupakan dataran rendah yang subur. Di antara sungai-sungai besar yang melintasi kabupaten ini adalah Kali Progo (membatasi kabupaten Sleman dengan Kabupaten Kulon Progo), Kali Code, dan Kali Tapus. d) Metode Proses penyusunan zonasi ruang sebagian Kabupaten Sleman terdiri dari: 1. Pra-lapangan Tahap ini meliputi pengumpulan data seperti citra, peta RBI, dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perencanaan tata ruang. Selain itu juga dilakukan studi pustaka menganai yang dimaksudkan untuk mendapatkan arahan dan wawasan mengenai zonasi ruang sehingga mempermudah dalam pengumpulan data dan analisis data sehingga mempermudah dalam penyusunan hasil penelitian. Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah melakukan digitasi onscreen pada peta RBI. Namun, karena peta RBI terbaru adalah buatan tahun 2001, maka diperlukan data terbaru untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan. Kemudian, berdasarkan perubahan penggunaan lahan tersebut, dapat ditentukan titik-titik sample yang akan dikaji saat survey lapangan. 2. Lapangan Tahap merupakan validasi hasil pengumpulan informasi melalui citra penginderaan jauh dan untuk mengambil data yang tidak bisa di ekstraksi dari citra Quikcbird.. Selain itu, dilakukan juga wawancara pada warga sekitar dan identifikasi karakteristik penggunaan lahan yang ada. Hal ini berfungsi sebagai pertimbangan dalam pemetaan zonasi ruang. Adapun informasi yang dikumpulkan di antaranya ialah lebar drainase, keberadaan trotoar, sempadan pagar, sempadan bangunan, tinggi bangunan, jarak antar-bangunan, sempadan sungai, keberadaan jaringan air bersih, keberadaan jaringan listrik, keberadaan jaringan telepon, keberadaan tempat parkir, ruang terbuka hijau, ruang terbuka publik, kawasan rawan bencana, kawasan konservasi, dan permasalahan yang dialami warga sekitar. 3. Pasca-lapangan Tahap ini meliputi proses pengolahan dan analisa data yang didapat ketika pra-lapangan dan survey lapangan. Diagram Alir Penelitian seperti pada Gambar 2-1. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 696

Gambar 2-1. Diagram alir penelitian 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Tabel Checklist Survey Lapangan Pandowo Harjo merupakan salah satu desa di sebelah timur Kecamatan Sleman, sehingga desa ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Ngaglik di sebelah timur dan Kecamatan Mlati di sebelah selatannya. Berdasarkan penggunaan lahannya, desa ini didominasi oleh pertanian, perumahan, dan industry kecil. Penggunaan lahan pertanian ini meliputi sawah, kebun, ataupun ruang terbuka hijau (RTH). Penggunaan lahan pertanian ini dominan dikarenakan letak desa Pandowo Harjo yang dekat dengan gunung merapi sehingga keadaan tanahnya subur dan cocok dijadikan lahan pertanian. Penggunaan lahan perumahan pun diklasifikasikan lagi berdasarkan tingkat kepadatannya, adapun klasifikasinya meliputi rumah kepadatan sangat rendah, rumah kepadatan rendah, rumah kepadatan sedang, rumah kepadatan tinggi, dan rumah kepadatan sangat tinggi. Sementara penggunaan lahan Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 697

industry kecil meliputi industry yang menimbulkan gannguan lingkungan (limbah) dan yang tidak menimbulkan gangguan lingkungan (limbah). Perencanaan desa Pandowo Harjo ini diawali dengan pemberian zonasi berdasarkan batas-batas geografis. Adapun batas geografis yang digunakan bisa menggunakan aliran sungai atau batas jalan. Kemudian setiap blok tersebut di detailkan kembali menjadi subblok berdasarkan penggunaan lahannya. Proses zonasi ini dilakukan untuk mempermudah dalam penyusunan perencanaan tata ruang. Jika zonasi subblok sudah dilakukan, maka perencaan desa Pandowo Harjo tersebut tidak secara general, tapi berdasarkan keadaan subblok tersebut. Dengan demikian hasil perencaan yang didapat akan sesuai dengan kenyataan yang dibutuhkan di lapangan. Kegiatan lapangan ini, memberikan gambaran untuk mengidentifiksi perubahan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah tersebut. seperti citra yang digunakan merupakan citra tahun 2010, Berdasarkan citra tersebut penggunaan lahan yang dominan adalah ruang terbuka hijau, terutama pertanian. Namun, setelah dilakukan survey lapangan, ternyata banyak terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Ini semua dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk yang menuntut peningkatan kebutuhan ruang untuk permukiman. Perubahan ini juga disebabkan oleh letak sleman Pendowo Harjo yang tidak jauh dari wilayah kota Yogyakarta. Perkotaan tentu saja berkaitan erat dengan penduduk yang banyak. Banyaknya penduduk tentu saja mengakibatkan banyak pula permukiman, karena permukiman merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari penduduk. Meskipun ada banyak lahan pertanian yang berubah menjadi perumahan, tapi penggunaan lahan pertanian (PL-1), RTH, dan hutan lindung (HL) tetap merupakan penggunaan lahan yang paling dominan di Desa Pandowo Harjo. Adapun sub-blok yang termasuk pertanian adalah sub-blok E15-2, E7-1, E7-4, E1-4, E21-1, E27-21, E34-6, E34-1, E31-5, E10-3, E30-6, E22-12, E29-2, dan E12-3. Namun, sub-blok pertanian yang paling sempit adalah sub-blok E15-2 dengan luas 0,001 km 2 dan yang paling luas adalah sub-blok E34-1 dengan luas 0,477 km 2. Perumahan, perdagangan, dan perkantoran merupakan penggunaan lahan yang tidak terlalu banyak di Desa Pandowo Harjo ini. Namun, letak penggunaan lahan ini menyebar dari bagian utara, tengah dan selatan Desa Pandowo Harjo. Adapun sub-blok yang termasuk penggunaan lahan ini adalah E22-17, E22-23, E26-9, E10-2, E26-8, dan E26-7. Berdasarkan kepadatannya, jenis rumah yang ada di Desa Pandowo Harjo ini lebih banyak rumah kepadatan sangat rendah dari pada rumah kepadatan tinggi dan sedang. Rumah dengan kepadatan sangat rendah hingga kepadatan rendah ini biasanya berjenis rumah tunggal karena jarak antar-rumah berjauhan. Hal ini sangat wajar karena desa ini terletak di dekat Gunung Merapi sehingga ada sebagian wilayah dengan relief tidak datar. Karena reliefnya tidak datar, maka pola permukiman yang ada pun menyebar dan kepadatannya rendah. Selain itu, kualitas rumah dengan kepadatan sangat rendah ini biasanya memiliki kualitas yang tidak terlalu bagus. Walaupun demikian, rumah-rumah teersebut sudah memiliki jaringan air, listrik, dan telepon. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 698

Berbeda halnya dengan rumah kepadatan sedang dan tinggi, jenis rumah ini letaknya lebih banyak di bagian selatan Desa Pandowo Harjo dari pada di bagian utara dan tengah. Berdasarkan peta fungsi subblok, dapat diketahui juga bahwa lahan terbangun (seperti permukiman) secara keseluruhan lebih banyak terdapat di bagian selatan desa. Hal ini terjadi karena Kota Yogyakarta yang merupakan pusat DIY berada di selatan Kabupaten Sleman. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembangunan Desa Pandowo Harjo ini arahnya dari selatan ke utara. Yang menjadi permasalahan di permukiman ini adalah tidak adanya trotoar dan sangat sedikitnya lahan parkir. Selain itu, masalah lingkungan juga kerap terjadi, khususnya di rumah-rumah yang jauh dari jalan aspal. Adapun masalah lingkungan yang terjadi adalah masalah kurangnya tempat sampah sehingga ada banyak warga yang membuang sampah ke sungai atau membakarnya hingga menimbulkan polusi udara. 3.2. Peta Pola Ruang Sebagian Kabupaten Sleman Penentuan blok zonasi perencanaan tata ruang ini diperngaruhi oleh hasil intrepetasi sebelum ke lapangan dan hasil survey ke lapangan, dimana peran seorang interpreter sangat dominan dalam menentukan zonasi ini. Selain itu pengetahuan interpreter tentang wilayah yang akan di survey ini juga sangat penting. Seperti pada obyek kandang hewan. Sebelum turun ke lapangan di nyatakan sebagai industry kecil karena kenampakan dari citra memiliki rona yang sangat cerah (putih) yang biasanya menandakan atap pabrik. Namun, setelah dilakukan survey lapangan ternyata obyek yang di nyatakan sebagai industry kecil tersebut merupakan kandang hewan yang atapnya benar berwarna putih. Dengan demikian dapat disimpulkan survey lapangan sangat berperan dalam perencaan tata ruang suatu wilayah. 4. Kesimpulan 1. Penggunaaan lahan Pandowo Harjo di dominasi oleh pertanian. 2. Proses Zonasi perencaan tata ruang menggunakan batas geografis seperti aliran sungai dan jalan. 3. Perubahan penggunaan lahan di desa Pandowo Harjo sebagian besar menjadi permukiman. 4. Penggunaan Lahan Rumah Kepadatan sangat rendah di desa pandowo Harjo ini lebih tinggi di banding rumah kepadatan sedang dan tinggi karena desa ini dekat dengan gunung merapi sehingga ada sebagian wilayah yang berelief tidak datar dan mengakibatkan pola permukiman menyebar. 5. Arah pertumbuhan desa Pandowo Harjo ini dari selatan ke utara karena di kota Yogyakarta terletak di selatan desa Pandowo Harjo walaupun tidak berbatasan langsung. 6. Dalam menentukan zonasi perencanaan, pengetahuan tentang wilayah yang akan direncanakan sangat diperlukan. 5. Saran Rencana tata ruang yang sudah dibuat oleh pemerintah merupakan hasil dari analisis aspek fisik dan sosial sehingga semua efek negatifnya sudah diminimalisir agar tidak merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, pembangunan seharusnya mematuhi rencana tata ruang tersebut tidak dilakukan pelanggaran atau melakukan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, karena ouput dari penyusunan zonasi ruang adalah perencanaan tata ruang. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 699

6. Daftar Rujukan Baja, Sumbangan. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah.Yogyakarta : Andi Offset. Muta ali, Luthfi. 2013. Penataan Ruang Wilayah dan Kota (Tinjauan Normatif Teknis).Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Penataan Ruang. Peraturan Zonasi. http://www.penataanruang.com/peraturan-zonasi.html (diakses pada tanggal 12 Maret 2014 pukul 18.30 WIB). BIPR-Dirjen PU. 2013. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014 700