Karakteristik Tanah / Lahan Kritis dalam Perspektif Penataan Ruang

dokumen-dokumen yang mirip
Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Pertimbangan dalam Pengambilan Sampel Tanah untuk Produksi Biomassa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

commit to user BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 KEBIJAKAN DAN LANDASAN TEORI

Prosiding. Seminar Nasional Sains III. Sains Sebagai Landasan Inovasi Teknologi dalam Pertanian dan Industri. 13 november 2010 ISBN:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Panduan konservasi tanah dan air untuk penanggulangan degradasi lahan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Degradasi tanah merupakan isu penting dalam AGENDA 21, hal ini

BAB 5 RTRW KABUPATEN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

Pengembangan Kawasan Perdesaan dalam RTRW berbasis Karakter lokal dan Lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

KOORDINASI PERENCANAAN RUANG DAN IZIN PEMANFAATAN LAHAN DALAM UPAYA MENGATASI TUMPANG-TINDIH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

pertambangan. Seperti contohnya perubahan lahan menjadi lahan pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian Hermansyah (1999), tanah bekas tambang emas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

SEBARAN KEBUN KELAPA SAWIT AKTUAL DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA DI LAHAN BERGAMBUT DI PULAU SUMATERA

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

19 Oktober Ema Umilia

Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

PENANGANAN KAWASAN BENCANA LONGSOR DAS WAI RUHU. Steanly R.R. Pattiselanno, M.Ruslin Anwar, A.Wahid Hasyim

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

ANALISIS LAHAN KRITIS DI KECAMATAN KLEGO KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

Karakteristik Tanah / Lahan Kritis dalam Perspektif Penataan Ruang Oleh: Dr Baba Barus Ketua PS S2 Mitigasi Bencana Kerusakan Lahan, IPB Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, LPPM, IPB Email : bbarus@ipb.ac.id atau bababarus@yahoo.com Disampaikan pada acara Bimbingan Teknis Pengendalian Kerusakan Lahan Kritis Diselenggarakan oleh BLHD Pemprov Banten, 20-21 November 2012, Hotel Resort Tri Puri Meru Cipanas Puncak - Jawa Barat

Cakupan Materi 1. Pendahuluan 2. Definisi lahan kritis 3. Kapan lahan menjadi kritis?? 4. Lahan kritis dalam kaitan peruntukan 5. Perencanaan, pengendalian ruang dan Rehabilitasi lahan kritis 6. Penutup

1. Pendahuluan Dalam Dasawarsa terakhir (INDONESIA) Menghadapi Kenyataan bahwa Lingkungan Hidup Terindikasi mengalami Kerusakan yang semakin pa Intensitas Bencana (Gempa bumi, Banjir, Kekeringan, Longsor dll) semakin tinggi indikasi lahan kritis?? Sumber : bpbn.org.id

Lahan-lahan Kritis di Indonesia cenderung makin luas Statistik Kehutanan (2006) Lahan Kritis ± 77,8 juta Ha UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang mempertimbangkan aspek Daya Dukung Lingkungan sesuai Kondisi Ekologis, Sosial, Ekonomi suatu Wilayah (diamanatkan) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Referensi Simposium Lahan Kritis (1975) Blaikie dan Brookfield (1987) Barrow (1991) 2. Definisi Lahan Kritis Definisi Tanah yang karena tidak sesuainya Penggunaan Tanah dengan Kemampuannya, telah mengalami Proses Kerusakan Fisik,Kimia,ataupun Biologi yang akhirnya membahayakan Fungsi Hidrologi, Orologi, Produksi Pertanian, Permukiman, dan Kehidupan Sosial Ekonomi dari Daerah Lingkungan pengaruhnya Penurunan Daya dukung lahan untuk menghasilkan manfaat dari penggunaan lahan tertentu dengan bentuk pengelolaan tertentu Hilangnya Kegunaan atau Potensinya atau Penurunan, Kehilangan, Perubahan Organisme yang tidak dapat digantikan. (Sumber : Barus et al 2011)

Referensi Sitanala Arsyad (1989) Kemenhut (Kepmenhut 52/Kpts-II/2001) Puslittanak, Kementan (2004) Definisi Lahan Kritis Definisi Kondisi Lahan yang terjadi karena Tidak Sesuainya Kemampuan Lahan dengan Penggunaan Lahannya, sehingga mengakibatkan Kerusakan Lahan secara Fisik, Kimia, maupun Biologis Lahan yang keadaan Fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air Lahan yang mengalami Kerusakan Fisik Tanah karena berkurangnya Penutupan Vegetasi dan adanya Gejala Erosi (ditandai dengan banyaknya alur-alur drainase/torehan) akhirnya Fungsi Hidrologi dan Daerah Lingkungannya (Sumber : Barus et al 2011)

3. Kapan terjadinya Lahan Kritis?? Degradasi lahan: Degradasi lahan adalah kerusakan tanah sehingga kehilangan satu atau lebih fungsinya yang mengakibatkan daya dukung tanah tersebut bagi kehidupan di atasnya berkurang atau bahkan hilang. Tanah yang sudah kritis berarti sudah terganggunya fungsi tanah secara nyata dalam kaitan peruntukan Penyebab : 1. Erosi 2.Kehilangan unsur hara dan bahan organik. 3.Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi) 4.Terkumpulnya atau terungkapnya senyawa yang bersifat racun/limbah industri. 5.Aktivitas penambangan.

3.1.Kenampakan tanah kritis secara detil a. Permukaan (horizontal) berubahnya kenampakan fisik permukaan munculnya batuan di permukaan lahan berubahnya kenampakan tanaman /tumbuhan b. Vertikal hilangnya lapisan tertentu solum makin dangkal sifat kimia, fisik dan biologi berubah (Sumber : diitsl, 2010) (Sumber : diitsl, 2010)

3.2 Kenampakan tanah kritis secara ruang (1-5) Tanah tererosi tinggi melampaui proses pemulihan Tapi aktual masih baik (lokal ruang besar berbeda) beberapa karakter secara alami memang kualitas rendah Perambahan hutan salah satu wilayah di Lembang (Foto: Ahmad D. Junaedi) http://kriyamedia.blogspot.com/2008/04/kritisnya-rehabilitasi-lahan-kritis.html (Sumber: Barus, 2009)

Kenampakan tanah kritis secara ruang (2-5) Gunung Guntur di Cipanas, Garut (2012) Permukaan lahan berupa tanah terbuka dan tanah berpasir Terjadi karena proses letusan gunung Tanaman gelagah, rumput Apakah kritis lahannya? Alasan? Hutan Tanaman Industri (pohon jati), Wonogiri (2009) Daerah berlereng yang terbuka Solum tanah dangkal Produktivitas kayu rendah sudah diterapkan pola konservasi Apakah kritis lahannya? Alasan? (Sumber : Tarigan 2010)

Kenampakan tanah kritis secara ruang (3-5) Kenampakan daerah perkebunan teh di Cikajang, Garut (2011) adanya tanaman hortikultura pola penggunaan lahan tidak teratur tanah masih subur erosi tinggi apakah lahan kritis? apa alasan? Sumber : Barus et al, 2011) (Sumber : Rustiadi, et al 2010) Kenampakan permukaan lahan di Junto, Aceh Besar (2010) tumbuhan alang-alang di kaw hutan daerah perburuan rusa masyarakat daerah mata air di bagian bawah solum tanah sudah dangkal direncanakan menjadi daerah budidaya apakah lahan kritis? apa alasan?

Kenampakan tanah kritis secara ruang (4-5) Kenampakan daerah gambut di kalteng, Sejuta ha (2008) tanaman pangan gagal tanaman hortikultura berkembang tanah spodosol dan gambut apakah lahan kritis? apa alasan? (Sumber : Gandasasmita et al 2008)

Kenampakan lahan kritis secara ruang (5-5) Kenampakan daerah pertambangan timah di Bangka (2006) bekas lahan dan kolam tanah terbuka pada daerah tanah bersolum dangkal direncanakan menjadi daerah budidaya apakah lahan kritis? apa alasan? (Sumber : Elfida, 2006)

Sifat lingkungan : Fisik, Kimia, biologis dalam ruang Tergantung aktor dan karakter lingkungan kecepatan dan penyebaran berbeda Berbeda faktor fisik yang berperan lahan kering Lahan basah / Lahan gambut Untuk pemanfaatan : lebih besar pengeluaran dari pendapatan Perhitungan ekonomi (dominan) perhitungan ke aspek lain Pemanfaatan untuk apa?? Sesuai peruntukan : statis atau dinamik Dalam penataan ruang Penentuan melampaui kemampuan : dikalkulasi dalam level berbeda atau skala berbeda Dalam penatagunaan tanah / perencanaan penggunaan

4. Lahan Kritis sesuai Peruntukan Ruang Tinjauan Tingkat Kekritisan 3 aspek : 1. Fungsi Tanah 2. Fungsi Air Tidak dilakukan perhitungan secara khusus ttg daya dukung air (unit ruangnya berbeda), tetapi secara tdk langsung sdh diperhitungkan pada saat perencanaan kawasan lindung 3. Fungsi Biodiversitas Tidak dilakukan perhitungan secara khusus ttg biodiversitas(unit ruangnya berbeda), tetapi secara tdk langsung sdh diperhitungkan pada saat perencanaan kawasan lindung Rasionalisasi Pemilihan Parameter Terpilih yang digunakan harus bermakna kuat terhadap PERUNTUKAN Sumber : Barus et al, 2011)

LANDASAN : RASIONALITAS (Sistem Hierarki) Disesuaikan dengan Ruang Lingkup Pola Ruang Provinsi, Kabupaten dan Kota Level Provinsi Indikasi Kekritisan Level Kabupaten Riil Kekritisan Tingkat Kedetilan Informasi sesuai dengan Pola Ruang Tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota (UU No 26/2007; Permen PU No.16/PRT/M/2009) Level Provinsi Skala 1 : 250.000 Level Kabupaten Skala 1 : 50.000 Sumber : Barus et al, 2011)

FAKTOR PENENTU KRITERIA Faktor Penentu : 1. Tutupan/Penggunaan Lahan 2. Kemampuan Lahan 3. Kelerengan 4. Curah Hujan Daya Dukung Lingkungan Sumber : Barus et al, 2011) Sesuai Peruntukan Pola Ruang Kekritisan dapat dihitung secara kuantitatif atau kualitatif : Misalnya a. untuk erosi dengan rumus tertentu detil (rumus USLE dan variasi) b. Untuk bahaya erosi dengan logika (Kemenhut); model skor) c. Untuk landslide beda d. Untuk pencemaran beda parameter e. Untuk banjir Indikator spesifik

Pola Ruang RTRW Provinsi 1. Kawasan Lindung Contoh Proses Penentuan Lahan Kritis Hutan Sekunder Kemampuan Lahan I II III IV V VI VII VIII 1.1 Hutan Lindung TK TK TK TK TK TK TK TK 1.2 Perlindungan Setempat (Sempadan sungai, danau, pantai) TK TK TK TK TK TK TK TK 1.3 Kawasan Konservasi TK TK TK TK TK TK TK TK 1.4 Perlindungan Geologi: Perlindungan Bencana TK TK TK TK TK TK TK TK Karst TK TK TK TK TK TK TK TK 1.5. Kawasan Resapan Air TK TK TK TK TK TK TK TK 2. Kawasan Budidaya 2.1 Hutan Produksi TK TK TK TK TK K K K 2.2 Pertanian Lahan Kering TK TK TK TK PK PK K K Sawah TK TK PK PK K K K K 2.3 Perikanan TK TK TK TK TK TK K K 2.4 Permukiman TK TK TK TK K K K K 2.5 Industri TK TK TK TK K K K K K : Kritis ; TK : Tidak Kritis ; PK : Potensi Kritis Mutlak Tidak Kritis Mutlak Kritis Akan didetailkan dgn parameter lain Sumber : Barus et al, 2011)

Peta Indikasi Lahan Kritis, Provinsi Jawa Tengah, 2011 Sumber : Barus et al, 2011)

5. Perencanaan, Pengendalian Ruang dan Rehabilitasi Lahan Kritis 5.1. Perencanaan ruang - terletak dalam komponen daya dukung lahan - menentukan status kemampuan lahan - menentukan arahan status kawasan lindung atau budidaya 5.2. Pengendalian - pemanfaatan dapat atau perlu dikendalikan - kegiatan bersifat intensif atau ekstensif - aspek perijinan hingga pengolahan - status kekritisan bisa berubah dengan perubahan peruntukan atau penerapan teknologi dan manajemen 5.3. Rehabilitasi - kalau sudah tidak sesuai dengan daya dukung maka harus diperbaiki - perbaikan lahan atau lainnya - perbaikan tidak selalu bersifat site tetapi off site

6. Penutup Lahan / tanah kritis terjadi karena pemanfaatan tidak sesuai dengan daya dukung (sesuai peruntukan) Proses terbentuknya lahan kritis dapat karena peristiwa alami dan non alami dan kecenderungan karena proses non alami Kriteria tanah kritis perlu dilihat dalam skala detil dan atau non detil sesuai keperluan dan diakitkan dengan peruntukan Lahan kritis dapat dinilai dengan model kuantitatif dan atau kualitatif, dan dipakai untuk keperluan perencanaan ruang dan atau rehabilitasi

Referensi 1. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB press 2. B. Barus, K. Gandasasmita, S. Tarigan, O. Rusdiana, D. Shiddiq, B.H Trisasongko, LS. Iman. 2011. Penyusunan Kriteria Lahan Kritis. Kerjasama antara P4W, LPPM IPB dengan KLH (Laporan akhir, tidak dipublikasi) 3. Barus, B, Laode S, D. Panuju, B. Trisasongko. 2011. Pengukuran dan Pemetaan lahan sawah di Kabupaten Garut. Kerjasama P4W, LPPM IPB dengan Pemda Garut 4. BNPB. 2012. Data statistik kebencanaaan sd 2012. (akses web site 20 Nov 2012). 5. Elfida, 2006. Perrencanaan Ruang daerah lahan tambang di Bangka (tesis S2 PS PWL) 6. Rustiadi, E. Prastowo, B. Barus dan L. Iman, 2010. Kajian Daya dukung lingkungan di Aceh. Kerjasama P4W, LPPM dengan KLH - UNDP 7. Tarigan, S. 2010. Geoindikator erosi. Seminar Pengembangan Geoindikator untuk mendukung Penataan Ruang. Kerjasama Kemenristek dan IPB. 8. Gandasasmita, K., B Sumawinata, dan B. Barus, 2008. Pengelolaan ruang Kawasan Gambut Sejuta Hektar, di Provinsi Kalteng. Kerjasama antara Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, LPPM, IPB dengan Kantor Kementrian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta 2008 9. UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 10.UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup