BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

dokumen-dokumen yang mirip
Berikut tips mengenali dan memilih pangan yang berasal dari hewan yang memenuhi kriteria Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

c. 4 supplier d. 5 supplier

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KUALITAS DAGING SAPI BERDASARKAN STANDAR ASUH (AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL) PADA TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN DI KOTA GORONTALO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA PANSUS DPRD KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

Sumber penularan penyakit. Penerima. Diagram Penularan Penyakit

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Peran pokok

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi oleh konsumen. adalah pengangkutan dan cara pengolahan makanan.

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

I. PENDAHULUAN. Infeksi dan kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella sp. ditemukan hampir di. Infeksi bakteri ini pada hewan atau manusia dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

Mutu karkas dan daging ayam

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

Analisa Mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1983 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

: Clostridium perfringens

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Makanan jajanan (street food)

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kesehatan perlu dijaga dari hal-hal

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai/memecah beberapa komponen gizi (protein, lemak) yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging (Lukman, 2008). Oleh sebab itu, daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak (perishable food). Beberapa penyakit hewan yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dapat ditularkan melalui daging (meatborne disease). Selain itu, daging juga dapat mengandung residu obat hewan dan hormon, cemaran logam berat, pestisida atau zat-zat berbahaya lain, sehingga daging juga dikategorikan sebagai pangan yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia (Lukman, 2008) Umumnya makanan-makanan yang merupakan sumber infeksi dan keracunan oleh bakteri ialah makanan yang tergolong dalam makanan berasam rendah seperti daging, telur, susu serta produk-produknya. Bakteri-bakteri yang menyebabkan infeksi antara lain Salmonella, Clostridium perfringens, Shigella, Vibrio parahaemolyticus, dan Bacillus flavus (Winarno, 1982). Daging yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan konsumen. Beberapa kriteria daging yang tidak baik adalah bau dan rasa tidak normal, warna

2 daging tidak normal, konsistensi daging tidak normal, kekenyalan rendah, dan daging yang busuk. Bau dan rasa yang tidak normal biasanya akan segera tercium sesudah hewan dipotong. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan-kelaianan seperti Hewan sakit, terutama yang menderita radang yang bersifat akut pada organ dalam, akan menghasilkan daging yang berbau seperti mentega tengik. Hewan dalam pengobatan, terutama dengan pemberian antibiotika, akan menghasilkan daging yang berbau obat-obatan. Warna daging yang tidak normal tidak selalu membahayakan kesehatan konsumen, namun akan mengurangi selera konsumen. Konsistensi daging yang tidak sehat yaitu mempunyai kekenyalan rendah (jika ditekan dengan jari akan terasa lunak), apalagi diikuti dengan perubahan warna yang tidak normal, maka daging tersebut tidak layak dikonsumsi. Daging yang busuk dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan. Pembusukan dapat terjadi karena penanganan yang kurang baik pada waktu pendinginan, sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat, atau karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama pada temperatur kamar, sehingga terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim membentuk asam sulfida dan amonia (Lawrie, 1995). Adapun ciri-ciri daging yang busuk akibat aktivitas bakteri yaitu daging kelihatan kusam dan berlendir yang pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas, Achromobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus dan Micrococcus. Daging berwarna kehijau-hijauan (seperti isi usus) pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Lactobacillus dan Leuconostoc. Daging menjadi

3 tengik akibat penguraian lemak pada umunya disebabkan oleh bakteri dari genus Pseudomonas dan Achromobacter. Daging memberikan sinar kehijau-hijauan pada umumnya disebabkan oleh bakteri dari genus Photobacterium dan Pseudomonas. Daging berwarna kebiru-biruan pada umumnya disebabkan oleh bakteri Pseudomonas sincinea (Wagino, 2008 dalam Afiati). Beberapa penyakit sapi diantaranya penyakit mulut dan kuku yaitu suatu penyakit akut dan sangat menular pada sapi, babi, kambing, domba dan hewan berkuku genap lainnya, yang disebabkan oleh viris yang sangat kecil. Gejala ditandai dengan pembentukan lepuh dan kemudian erosi pada selaput lender mulut, diantara kuku, kaki dan puting susu. Penyakit sapi lainnya yaitu antraks adalah jenis penyakit menular yang biasanya bersifat akut pada ternak ruminansia, kuda, babi dan sebagainya, yang disebabkan oleh Bacillus anthracis. Gejalanya yaitu suhu badan sangat tinggi, nafsu makan hilang sama sekali, pada awalnya sulit buang kotoran, kemudian diare, kotoran bercampur air dan darah (Ngadiyono, 2007). Berkaitan dengan konsumsi daging saat ini, sebanyak 75% penyakit baru yang bersumber dari hewan disebabkan oleh peningkatan populasi yang dinamis. Jika populasi hewan meningkat, mikroba penyebab-penyakit bermutasi dengan lebih cepat dan menimbulkan wabah penyakit secara tiba-tiba. Selama dekade yang lalu, 92% dari penyakit mematikan yang berjangkit berasal dari hewan. (National Academy of Science, 2005) Berdasarkan penelitian Ngabito, studi cemaran bakteri E.coli pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional kota Gorontalo tahun 2013 bahwa beberapa pasar

4 yang ada di kota Gorontalo terdapat bakteri E.coli yang melebihi standar. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan). Penanganan hewan dan daging di RPH yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan keamanan daging yang dihasilkan (Lukman 2008). Jumlah RPH di Indonesia menurut Buku Statistik Peternakan 2003 sebanyak 777 RPH sapi/kerbau dan 208 RPH babi. Namun secara umum, lokasi dan kondisi hampir seluruh RPH tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan, baik dari aspek lingkungan, higiene dan sanitasi. Umumnya RPH yang ada saat ini dibangun sejak zaman penjajahan Belanda (+ 50-70 tahun), dikelola oleh pemerintah daerah dan proses penyembelihan hewan dilakukan secara tradisional (Lukman 2008). Hasil wawancara pada tanggal 20 september 2013 pada salah satu responden di Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo belum memiliki Rumah Potong Hewan tetapi hanya terdapat Tempat Pemotongan Hewan yang di kelola secara tradisional. Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo, terdapat 10 Tempat Pemotongan Hewan yang dimiliki secara pribadi yang tersebar di seluruh wilayah Gorontalo serta lokasi penjualan yang sebagian besar di Pasar.

5 Proses pemotongan yang dilakukan di luar Rumah Potong Hewan belum bisa menjamin apakah daging yang akan dikonsumsi termasuk daging ASUH karena tidak melalui proses pemeriksaan oleh petugas kesehatan hewan. Daging yang dihasilkan juga rentan terkena bakteri yang bisa menimbulkan berbagai penyakit bagi yang mengkonsumsi karena proses penyembelihan sampai pada pelayuan tidak melalui proses yang semestinya. Serta hygiene sanitasi tempat pemotongan hewan yang belum memenuhi standar. Belum tersedianya Rumah Potong Hewan menjadikan Daging Sapi yang dihasilkan diragukan terutama dari sisi standar ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Dikatakan aman jika daging tidak tercemar bahaya biologi (mikroorganisme, serangga, tikus), kimiawi (pestisida dan gas beracun), dan fisik (kemasan tidak sempurna bentuknya karena benturan) serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Dikatakan sehat jika daging memiliki zat-zat yang dibutuhkan, berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia. Utuh jika daging tidak di campur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Dan Halal jika hewan maupun dagingnya disembelih dan ditangani sesuai syariat agama Islam (Widowati et al. dan Apriyatpono, 2003 dalam Afiati). Infeksi cacing hati pada sapi ditemukan saat penyembelihan hewan qurban tahun 2013 oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Gorontalo saat melakukan pemeriksaan disejumlah lokasi pemotongan hewan qurban. Cacingan (helminthiasis) merupakan penyakit yang disebabkan adanya investasi cacing pada

6 tubuh hewan. Baik pada saluran pencernaan, pernapasan, hati maupun pada bagian tubuh lainnya. Observasi yang dilakukan peneliti pada 5 tempat pemotongan hewan yang tersebar di wilayah kota Gorontalo, tempat peristirahatan sapi tidak di dalam kandang atau hanya dibiarkan di area tempat pemotongan. Begitu juga dengan aktivitas pemotongan dengan tempat pelayuan dan penjualan berada pada tempat yang sama. Namun, ada beberapa tempat yang dagingnya di jual ke pasar. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Kualitas Daging Sapi Berdasarkan Standar ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) Pada Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo Tahun 2013 1.2 Identifikasi Masalah a) Ditemukannya infeksi cacing hati (helminthiasis) pada sapi oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Gorontalo saat melakukan pemeriksaan disejumlah lokasi pemotongan hewan qurban tahun 2013. b) Wawancara yang peneliti lakukan di Dinas Peternakan Provinsi Gorontalo dimana kota Gorontalo belum memiliki Rumah Potong Hewan sehingga sapi yang dipotong hanya melalui tempat pemotongan hewan. c) Aktivitas pemotongan sapi dengan tempat pelayuan dan penjualan berada pada tempat yang sama. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah

7 dalam penelitian ini yaitu, Apakah kualitas daging sapi pada tempat pemotongan hewan memenuhi standar ASUH? 1.4 Tujuan Penelitian a) Tujuan Umum Untuk mengetahui Kualitas Daging Sapi Berdasarkan Standar ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) Pada Tempat Pemotongan Hewan yang ada di Kota Gorontalo Tahun 2013. b) Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui kualitas daging sapi berdasarkan standar ASUH dengan uji fisik 2) Untuk mengetahui kualitas daging sapi berdasarkan standar ASUH dengan uji mikrobiologi 1.5 Manfaat Penelitian a) Manfaat Teoritis Bagi perkembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai kualitas daging yang memenuhi standar ASUH. Informasi ini penting bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dengan masalah masalah yang berkaitan dengan perkembangan serta kualitas daging. b) Manfaat Praktis 1) Memberikan informasi bagi Pemerintah dan Instansi yang berwenang tentang perlunya pengadaan Rumah Potong Hewan agar dapat menghasilkan kualitas daging sapi yang memenuhi standar ASUH.

8 2) Memberikan informasi kepada produsen serta konsumen tentang kualitas daging sapi berdasarkan standar ASUH. c) Manfaat Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan keterampilan penulis dalam peminatan bidang kesehatan lingkungan, serta untuk melengkapi syarat bagi peneliti untuk menjadi sarjana kesehatan masyarakat.