Pemotongan/PemungutanPPh

dokumen-dokumen yang mirip
IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh), karena dalam PPh ada Perampungan yang dilakukan setiap akhir tahun

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

PA JAK PENGHASILAN F INAL

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2. Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB V PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 4 AYAT (2)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Pemotongan/Pemungutan PPh

medika BUKU INI UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK UNTUK DIPERJUALBELIKAN MEDIA informasi PERPAJAKAN UNTUK DOKTER SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

PPh Pasal 26. Pengantar

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II LANDASAN TEORI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu.

Pajak Penghasilan Pasal 21

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

Materi E-Learning Perpajakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

BAB II URAIAN TEORITIS

Transkripsi:

Pemotongan/PemungutanPPh KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORATJENDERALPAJAK

OASIS Pemotongan/Pemungutan PPh R E V I S I 2 0 1 3 UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK DIPERJUALBELIKAN

OASIS PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh Edisi Revisi Cetakan I - Jakarta Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak. 2013

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat- Nya Direktorat Jenderal Pajak semoga selalu diberikan kekuatan dan petunjuk untuk dapat melaksanakan tugas menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak dengan penuh tanggung jawab. Direktorat Jenderal Pajak diberikan amanat dan kepercayaan yang sangat besar oleh Pemerintah dan DPR untuk menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak hampir mencapai Rp1.000 triliun. Porsi penerimaan tersebut ada yang bersumber dari penerimaan PPh orang pribadi dan badan, penerimaan PPN dan pajak lainnya, serta penerimaan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh. Sebagai pihak yang diberikan amanat oleh Undang-Undang PPh untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran PPh yang terutang, para Pemotong atau Pemungut PPh perlu dibekali buku panduan yang singkat tetapi komprehensif mengenai tata cara pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Kami menyambut baik diterbitkannya buku Oasis Pemotongan dan Pemungutan PPh edisi revisi ini, dengan harapan buku ini dapat memberikan manfaat yang besar dan tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Pemotong atau Pemungut PPh yang telah ikut membantu tugas Direktorat Jenderal Pajak dalam mengamankan penerimaan negara. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, November 2013 Direktur Jenderal Pajak, A. Fuad Rahmany oasis pemotongan/pemungutan PPh iii

PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Menjelang akhir tahun 2011, Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan buku panduan pemotongan dan/atau pemungutan PPh bagi para pihak yang telah ditunjuk sebagai Pemotong/Pemungut PPh yaitu buku Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh. Sambutan dari para pemangku kepentingan yang sangat membutuhkan buku tersebut sangat positif. Hal ini dapat tercermin dari tingginya permintaan akan buku tersebut baik yang berbentuk buku maupun e-book yang dapat diunduh secara gratis di situs Direktorat Jenderal Pajak. Seiring dengan berjalannya waktu, ada beberapa ketentuan perpajakan yang mengalami perubahan atau ada ketentuan perpajakan yang sifatnya baru. Ketentuan yang mengalami perubahan antara lain ketentuan mengenai besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan ketentuan mengenai PPh Pasal 22. Sedangkan ketentuan yang sifatnya baru adalah pengenaan PPh final sebesar 1% (satu persen) terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar. Dampak dari adanya perubahan peraturan maupun peraturan baru tersebut adalah perlu dilakukan penyesuaian terhadap simulasi penghitungan pemotongan atau pemungutan PPh yang terdapat dalam buku Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh. Hal yang cukup mendasar adalah ketentuan mengenai Surat Keterangan Bebas bagi Wajib Pajak yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp4,8 milyar yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para Pemotong/Pemungut PPh dalam melaksanakan seluruh kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga kepatuhan Wajib Pajak diharapkan juga akan semakin meningkat. Penghargaan saya sampaikan kepada segenap pegawai Direktorat Peraturan Perpajakan II dan pegawai di unit lainnya serta pihak-pihak lain yang telah ikut berkontribusi dalam penyusunan buku ini, semoga usaha yang telah dilakukan akan memberikan manfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, November 2013 Direktur Peraturan Perpajakan II, P.M. John L. Hutagaol iv oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR ISI SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK iii PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II iv DAFTAR ISI v PENJELASAN UMUM 1 PPh Pasal 4 ayat (2) 1 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya 2 2. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara 3 3. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota Orang Pribadi 4 4. Hadiah Undian 4 5. Transaksi Saham 5 6. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 6 7. Jasa Konstruksi 9 8. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 11 9. Dividen yang Diterima atau Diperoleh Orang Pribadi Dalam Negeri 12 10. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu 12 PPh Pasal 15 17 1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri 17 2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri 18 3. Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri 18 PPh Pasal 21 20 1. PPh Pasal 21 bagi Pegawai 21 2. PPh Pasal 21 bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala 23 3. PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan 24 4. PPh Pasal 21 bagi Bukan Pegawai 24 5. PPh Pasal 21 bagi Penerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus 26 PPh Pasal 22 29 PPh Pasal 23 32 PPh Pasal 26 37 Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan 39 oasis pemotongan/pemungutan PPh v

DAFTAR ISI SOAL JAWAB 41 Pasal 4 ayat (2) 41 Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 41 01. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Dilakukan Antara Dua Wajib Pajak Orang Pribadi 41 02. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pemerintah Guna Pelaksanaan Pembangunan 42 03. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atas Bangunan kepada Pemerintah Guna Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Memerlukan Persyaratan Khusus 43 04. Pengalihan BTS 44 05. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 45 06. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) 47 Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 49 07. Penentuan Jumlah Bruto Nilai Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 49 08. Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak Ditunjuk Sebagai Pemotong PPh 50 09. Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Ditunjuk Sebagai Pemotong PPh 51 10. Service Charge yang Dibayarkan kepada Pemilik Gedung Melalui Pengelola Gedung yang Gedung yang Bukan Merupakan Pemilik 52 11. Sewa Rumah Kos 54 12. Sewa Tanah dan/atau Bangunan yang Disewakan Kembali 55 13. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dengan Bentuk Bagi Hasil 56 Bunga Simpanan Koperasi dan Dividen 57 14. Bunga Simpanan Koperasi 57 15. Dividen yang Dibayarkan oleh Perusahaan yang Belum Go Public kepada Wajib Pajak Orang Pribadi 61 16. Dividen yang Dibagikan oleh Perusahaan yang Go Public kepada Wajib Pajak Orang Pribadi 63 17. Pengeluaran Untuk Pemegang Saham 64 18. Dividen Interim 65 Bunga Deposito, Tabungan, dan Sertifikat Bank Indonesia 66 vi oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR ISI 19. Bunga Tabungan 66 20. Bagi Hasil Bank Syariah 67 21. Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Subjek Pajak 68 22. Diskonto Sertifikat Bank Indonesia 69 23. SKB Dana Pensiun 69 Hadiah Undian 70 24. Hadiah Undian Berupa Uang Tunai 70 25. Hadiah Undian Berupa Rumah 71 Bunga Obligasi 72 26. Bunga Obligasi yang Diperoleh Wajib Pajak Badan 72 27. Bunga Obligasi yang Diperoleh Perusahaan Reksadana 74 Usaha Jasa Konstruksi 75 28. Jasa Konstruksi yang Dilakukan oleh Badan Usaha 75 29. Penyetoran Kekurangan Pembayaran PPh yang Bersifat Final atas Usaha Jasa Konstruksi 77 30. Usaha Jasa Konstruksi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi 79 31. Pelaksanaan Konstruksi Menara Telekomunikasi 81 32. Jasa Instalasi Listrik oleh Pengusaha Konstruksi yang Bersertifikasi 83 33. Jasa Perbaikan Jaringan Listrik 84 34. Jasa Konstruksi oleh BUT 86 35. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 87 36. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 88 37. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 90 38. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 92 PPh Pasal 15 93 Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri 93 39. Penghasilan atas Jasa Pelayaran dan Sewa Kapal Floating Storage Offloading (FSO) 93 40. Penghasilan atas Sewa Kapal yang Dilakukan oleh Perusahaan Pelayaran kepada Perusahaan Pelayaran Lain 94 41. Pembayaran Dana Public Service Obligation (PSO) 96 Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri 97 42. Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri 97 oasis pemotongan/pemungutan PPh vii

DAFTAR ISI Jasa Penerbangan oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri 98 43. Carter Pesawat oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri 98 44. Penghasilan Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada BUT 99 45. Penghasilan Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada Selain BUT 100 46. Penghasilan atas Sewa Kapal yang Bersandar di Anjungan Lepas Pantai 101 PPh Pasal 21/26 103 Pegawai Ekspatriat yang Berstatus Wajib Pajak Luar Negeri 103 47. Pegawai Ekspatriat yang Berada di Indonesia Kurang dari Time Test 103 Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua 105 48. Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus 105 49. Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Bertahap 106 50. Uang Pesangon yang Dialihkan kepada Pihak Ketiga 108 Hadiah dan Penghargaan 110 51. Hadiah Kuis 110 52. Hadiah Kejuaraan Olahraga 111 PPh Pasal 22 113 53. Pedagang Pengumpul 113 54. Impor 114 55. Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor 115 56. Barang Bawaan Penumpang 115 57. Impor oleh K3S 116 Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas 117 58. Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas 117 Penjualan Hasil Produksi oleh Industri Tertentu 59. Penjualan Baja 118 60. Penjualan Semen 119 61. Penjualan Farmasi 120 62. Pembelian Barang oleh BUMN Tertentu 121 Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah 122 63. Penjualan Apartemen Sangat Mewah 122 PPh Pasal 23/26 124 64. Jasa Kepelabuhanan 124 viii oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR ISI 65. Jasa Perantara/Keagenan 125 66. Jasa Perhotelan 125 67. Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai Karyawan Pengguna Jasa 127 68. Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai Karyawan Penyedia Jasa 128 69. Jasa Angkutan 130 70. Jasa Penunjang Bidang Pertambangan Selain Migas 130 71. Sewa Tangki Timbun BBM 133 72. Pemotongan PPh terkait Kontrak Karya 134 Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta 135 73. Sewa Kendaraan Umum 135 74. Sewa Tower/Menara Komunikasi 136 Royalti 137 75. License Number Pada Produk Software 137 Bunga 139 76. Bunga Pinjaman 139 Dividen 140 77. Dividen yang Diterima oleh Badan 140 Hadiah 143 78. Hadiah Perlombaan 143 79. Komisi Penjualan 144 80. Listing Fee 145 Pembayaran Dividen ke Luar Negeri dan Penjualan Harta 146 81. Pembayaran Dividen ke Luar Indonesia 146 82. Penjualan Saham yang Dimiliki Wajib Pajak Luar Negeri 147 83. Pembayaran Jasa ke Luar Negeri 148 Daftar Peraturan 151 oasis pemotongan/pemungutan PPh ix

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM 1 Penjelasan Umum Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1 (satu) tahun pajak. PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu dengan cara membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya, baik membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, Wajib Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat cara menghitung PPh yang terutang, bagaimana pembayarannya, dan mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut. PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal dengan istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara lain penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan dividen. PPh Pasal 4 ayat (2) PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran sendiri pajak yang bersifat final atas penghasilan tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah diatur antara lain adalah: 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya oasis pemotongan/pemungutan PPh 1

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN a. Objek PPh yang bersifat final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besarnya PPh yang bersifat final yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto, sebagaimana ditunjukkan dalam bagan di bawah ini: Objek Pajak Subjek Pajak Tarif Bunga Deposito/Bunga Tabungan/Diskonto SBI WP Dalam Negeri dan BUT WP Luar Negeri 20 % 20% atau sesuai tarif P3B c. Yang tidak dipotong PPh yang bersifat final adalah: 1) bunga dari deposito/tabungan/sbi sepanjang jumlah deposito/tabungan/sbi tidak lebih dari Rp7.500.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; 2) bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; 3) bunga deposito/tabungan/diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 4) bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. d. Pembebasan PPh yang bersifat final dapat diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan perubahannya. 2 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM e. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa bunga deposito/bunga tabungan/ diskonto SBI adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000;»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04 /2001;»» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2013. 2. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara a. Objek PPh yang bersifat final adalah Bunga Obligasi, berupa imbalan yang diterima pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. b. Diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan Obligasi dapat diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan. c. Skema tarif pemotongan PPh yang bersifat final dan dasar pengenaan pajak atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah sebagai berikut: Bunga Obligasi (surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan ) Bunga dgn Kupon Diskonto dgn Kupon Diskonto tanpa Bunga Diskonto dan/atau BungaWP Reksadana jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi dan/atau jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi 15 % Final Bagi WPDN dan BUT 20 % Final atau P3B bagi WPLN selain BUT 0 % Final utk 2009 s.d 2010 5 % Final utk 2011 s.d 2013 15 % Final utk 2014 dst d. Tidak dilakukan pemotongan PPh bersifat final atas bunga obligasi yang diterima oleh: oasis pemotongan/pemungutan PPh 3

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN 1) Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan 2) Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. e. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009;»» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.011/2012. 3. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi a. Objek PPh yang bersifat final adalah bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Besarnya tarif pemotongan PPh yang bersifat final adalah: 0% (nol persen) untuk bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan. 10% (sepuluh persen) untuk bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan. c. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009;»» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/ 2010. 4. Hadiah Undian a. Objek PPh yang bersifat final adalah hadiah undian, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. b. Tarif pemotongan PPh yang bersifat final adalah 25% dari jumlah bruto hadiah undian dan dipotong oleh penyelenggara undian. 4 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Hadiah Undian 25 % dari jumlah bruto Hadiah Undian c. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa hadiah undian adalah Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000. 5. Transaksi Saham a. Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari penjualan saham di bursa. b. Tarif pemungutan PPh yang bersifat final adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham. c. Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif 0,5% (setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996; 2) dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, maka nilai saham pendiri ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana; 3) Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh emiten atas nama pemilik saham pendiri: a) selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29 Mei 1997), apabila saham perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan; b) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa, apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan (tanggal 29 Mei 1997); d. Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya tidak berdasarkan angka 3), atas penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan PPh sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang PPh. oasis pemotongan/pemungutan PPh 5

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN e. Dengan demikian tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek adalah sebagai berikut: PPh Pasal 4 ayat (2) atas Transaksi Penjualan tambahan 0,5% x Saham di Bursa Efek 0,1 % x Nilai transaksi penjualan saham tambahan 0,5% x nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996; atau nilai saham pada saat penawaran umum perdana dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997 f. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997;»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997. 6. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan a. Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati. b. Tarif PPh yang bersifat final atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan: 1) selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut; 2) bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan: a) 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana; dan b) 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya. 6 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM Usaha Pokok Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana; dan 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya. Bukan Usaha Pokok 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan c. Pembebasan PPh yang bersifat final: 1) Diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas: a) orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; b) orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; c) badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau d) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan warisan. 2) diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan Bebas: a) orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus; oasis pemotongan/pemungutan PPh 7

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN b) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak. d. Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan. e. Apabila diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya, jumlah bruto nilai pengalihan menurut akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maupun Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan lebih rendah dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya, maka besarnya Pajak Penghasilan dihitung dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya. f. Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai pengalihan hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. g. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dilakukan oleh cabang. Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. h. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah :»» Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2008;»» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010;»» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/ PJ/2009;»» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/ PJ/2009;»» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2013. 8 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM 7. Jasa Konstruksi a. Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari usaha jasa konstruksi. b. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. c. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain. d. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). e. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. f. Skema tarif dan dasar pengenaan PPh yang bersifat final untuk Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut: oasis pemotongan/pemungutan PPh 9

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN JASA KONSTRUKSI Dikenai PPh yang bersifat final Pelaksana Konstruksi Perencana/Pengawas Konstruksi mempunyai kualifikasi usaha Tidak mempunyai kualifikasi usaha Dengan kualifikasi usaha tanpa kualifikasi usaha kecil Selain kecil TARIF 2% 3% 4% 4% 6% g. PPh yang bersifat final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi: 1) dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau 2) disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak; 3) dalam hal: a) terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa; b) nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih;»» Piutang yang tidak dapat ditagih merupakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. 10 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM»» Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang bersifat final. h. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009;»» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/ 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009. 8. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan a. Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri. b. Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 10% dari jumlah bruto nilai persewaan c. Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/ terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun disatukan). d. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002;»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;»» Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./ 2002;»» Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./ 1996. oasis pemotongan/pemungutan PPh 11

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN 9. Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri a. Objek PPh yang bersifat final adalah dividen, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto dividen yang diterima. PPh atas Dividen yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri 10% dari jumlah bruto dividen yang diterima c. Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa dividen dipotong oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen. d. pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen yang melakukan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan atas dividen tersebut melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan diadministrasikan. e. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009;»» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/ 2010;»» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012. 10. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu a. Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. b. Subjek PPh yang bersifat final adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. 12 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM c. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan: 1) Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama sebelum PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, dasar Peredaran Bruto adalah akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan sebelum PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, yang disetahunkan. 2) Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, dasar peredaran bruto adalah peredaran bruto bulan pertama disetahunkan. d. Penentuan peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari: 1) jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; 2) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; 3) usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan 4) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. e. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang dikenai PPh yang bersifat final: 1) Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a) Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan b) Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukan bagi tempat usaha atau berjualan 2) Wajib Pajak badan: a) Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau oasis pemotongan/pemungutan PPh 13

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN b) Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). f. Tarif PPh yang bersifat final atas penghasilan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha. g. Pembebasan PPh yang bersifat final dapat diberikan kepada Wajib Pajak dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final dengan syarat: 1) Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan; 2) Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan Surat Keterangan Bebas; 3) Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib Pajak yang menyatakan bahwa peredaran usaha yang diterima atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak Penghasilan bersifat final disertai lampiran jumlah peredaran bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar; 4) menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung sejenis lainnya; 5) ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP. h. Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final apabila 14 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan. i. Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dengan syarat: 1) menunjukkan Surat Keterangan Bebas; 2) menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/ atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar ke-3 yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 atas: a) impor; b) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas; c) pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif dan industri farmasi; d) pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri; 3) mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang tercantum dalam Surat Keterangan Bebas; 4) ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau kuasanya dengan dilampiri Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UU KUP. j. Penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. k. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak. oasis pemotongan/pemungutan PPh 15

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN l. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat final tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2): 1) kolom Uraian diisi dengan Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu ; a) kolom KAP/KJS diisi dengan 411128/420. b) Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2). m. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah:»» Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013;»» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013;»» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013;»» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013. 16 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM PPh Pasal 15 PPh Pasal 15 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan dan/atau penyetoran sendiri PPh atas penghasilan Wajib Pajak yang antara lain bergerak dalam usaha jasa pelayaran dan usaha jasa penerbangan. 1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri a. Objek PPh adalah penghasilan yang diterima Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal, dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia. b. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final. PPh Pasal 15 atas Penghasilan Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final c. Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan (orang dan/ atau barang), termasuk penyewaan kapal, yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia. d. Peraturan terkait:»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/ 1996;»» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996. oasis pemotongan/pemungutan PPh 17

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN 2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri a. Objek PPh adalah penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/ atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. PPh Pasal 15 atas Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri 1,8% dari peredaran bruto dan tidak bersifat final b. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 1,8% dari peredaran bruto atas dan tidak bersifat final. c. Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter/sewa. d. Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri berdasarkan perjanjian carter. e. Peraturan terkait:»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/ 1996;»» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996. 3. Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri a. Objek PPh adalah penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berkedudukan di Indonesia. 18 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM b. Besarnya PPh yang terutang adalah sebesar 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final. PPh Pasal 15 atas Penghasilan Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final c. Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/ atau penerbangan luar negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. Dengan demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia. d. Peraturan terkait:»» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/ 1996;»» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996. Tabel Pengenaan PPh Pasal 15 Usaha Jasa PPh yang terutang Sifat Pengenaan ❶ Pelayaran DN 1,2 % x Bruto Final ❷ Penerbangan DN (khusus carter) 1,8 % x Bruto Tidak Final ❸ BUT Pelayaran LN ❹ BUT Penerbangan LN 2,64 % x Bruto Final oasis pemotongan/pemungutan PPh 19

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 merupakan cara pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21 antara lain dilakukan oleh: pemberi kerja, termasuk cabang, perwakilan, atau unit yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran penghasilan, bendahara pemerintah, dana pensiun yang membayarkan uang pensiun, dan penyelenggara kegiatan. Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 dibedakan menurut penerima penghasilannya antara lain pegawai, pensiunan, peserta kegiatan dan bukan pegawai. Berikut beberapa pengertian terkait pemotongan PPh Pasal 21: Pegawai dibedakan menjadi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. a. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. b. Pegawai tidak tetap disebut juga tenaga kerja lepas, adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 20 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut. Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. Imbalan bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 1. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai a. Pegawai Tetap Dalam menghitung PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap perlu diperhatikan rumus penghitungannya, yaitu sebagai berikut: Penghasilan Bruto setahun Rp xxxxxx Pengurang Penghasilan Bruto ( Rp xxxxxx ) Penghasilan Neto setahun Rp xxxxxx Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ( Rp xxxxxx ) Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp xxxxxx PPh Pasal 21 yang dipotong: PKP x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh Pasal 21 setahun PPh Pasal 21 setahun : 12 bulan = PPh Pasal 21 sebulan 1) pengurang penghasilan bruto bagi Pegawai Tetap terdiri dari: a) biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau Rp6.000.000,00 setahun; b) iuran dana pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan. oasis pemotongan/pemungutan PPh 21

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN 2) besarnya PTKP per tahun adalah: a) Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; b) Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; c) Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. 3) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh: Lapisan PKP Tarif Pajak s.d. Rp50.000.000,00 5 % Diatas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 15 % Diatas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 25 % Diatas Rp500.000.000,00 30 % b. Pegawai Tidak Tetap 1) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan secara bulanan. Penghasilan setahun bruto PTKP = Penghasilan Pajak Kena Penghasilan Pajak Kena X Tarif Pajak = PPh Pasal 21 setahun PPh Pasal 21 setahun : 12 = PPh Pasal 21 sebulan 2) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/mingguan/borongan/satuan. Sebelum menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/ mingguan/ borongan/satuan, maka perlu diperhatikan jumlah upah harian, atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari, yaitu: a) upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu; b) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari; 22 oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN SOAL JAWAB PENJELASAN UMUM c) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan; d) upah harian kurang dari Rp200.000,00 atau penghasilan dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong; e) upah harian lebih dari Rp200.000,00 tetapi jumlah kumulatif yang diterima dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp2.025.000,00; PPh Pasal 21 = (upah harian - Rp200.000,00) x 5% f) Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp2.025.000,00 tapi tidak lebih dari Rp7.000.000,00; PPh Pasal 21 = (upah harian PTKP sehari) x 5 % g) Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp7.000.000,00. PPh Pasal 21 = [ (Penghasilan Bruto setahun PTKP) x Tarif Pajak ] : 12 2. PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala Cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pensiun, dibagi berdasarkan cara pembayarannya, yaitu penerimaan uang pensiun secara sekaligus dan penerimaan secara berkala. Cara menghitung PPh Pasal 21 bagi uang pensiun yang dibayarkan secara berkala adalah: a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember; b. penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan oasis pemotongan/pemungutan PPh 23

PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; c. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut; d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 3. PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan PPh Pasal 21 bagi peserta kegiatan = Penghasilan bruto x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. 4. PPh Pasal 21 Bagi Bukan Pegawai Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: a. menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan; b. menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan; c. menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain. Yang termasuk Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai antara lain pengacara, arsitek, dokter, notaris, akuntan, aktuaris, konsultan, olahragawan, pengajar, peneliti, penceramah, penyanyi, bintang film, petugas dinas luar asuransi, dan lain-lain. Pelaporan atas pemotongan PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pemberi kerja baik di lokasi kantor pusat maupun kantor cabang, perwakilan, atau unit lain sepanjang terdapat administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. 24 oasis pemotongan/pemungutan PPh