KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA. SIARAN PERS Jakarta, 18 September 2015

dokumen-dokumen yang mirip
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

-2- Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS. Jakarta, 25 September 2015

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SOSIALISASI KEBIJAKAN PENYESUAIAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

Pengawasan dan pengendalian; 7. Pemberian pertimbangan hukum; dan/atau. 8. Mitigasi risiko hukum dan non hukum.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA YANG DICAIRKAN SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor: 0044 TAHUN 2005.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2013

Press Release Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian: Paket Deregulasi VIII

bahwa dalam rangka pelaksanaan diversifikasi energi

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pendistribusian LPG. Pembinaan. Pengawasan.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

2018, No Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Usah

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGHEMATAN ENERGI DAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Percepatan Kebijakan Satu Peta pada Skala 1:50.000

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI

Untuk : PERTAMA : Melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi dan menghentikan segala bentuk penyalahgunaan pada penyediaan dan pelayanan bahan bakar

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGHEMATAN ENERGI DAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 230/PMK.011/2008 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN NOMOR 191 TAHUN 2014 RINCIAN KONSUMEN PENGGUNA DAN TITIK SERAH JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU. 1.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG REVITALISASI INDUSTRI PUPUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RWUBLIK INDONESIA. MENERI EfJERGl PAN SUMBER DAYA MINERAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KILANG MINYAK DI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-iii Maret 2016 (Tahap XI)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Melihat semakin banyaknya kendaraan di Indonesia mengakibatkan

PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KETENAGALISTRIKAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

CAPAIAN PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI PADA PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

Realisasi Investasi PMDN dan PMA Tahun 2017 Melampaui Target

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

Paket Kebijakan Ekonomi 9: Pemerataan Infrastruktur Ketenagalistrikan dan stabilisasi harga daging hingga ke desa

2 Koordinator Bidang Perekonomian, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2013 tentang Har

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RINCIAN BELANJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2016

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

bahwa dalam rangka meringankan beban masyarakat,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS Jakarta, 18 September 2015 Penjelasan Beberapa Deregulasi yang Sudah Selesai Seperti diketahui, hingga saat ini pemerintah telah menyelesaikan pembahasan atas 31 perubahan atas berbagai macam peraturan. Namun demikian, Kami mengakui, ada deregulasi yang belum tersosialisasi dengan baik, kata Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia pada kesempatan bertemu dengan wartawan usai Sholat Jumat (18/9) di Gedung KementerianKoordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta. Sebagai bagian dari sosialisasi deregulasi ini, Darmin menjelaskan beberapa perubahan peraturan yang sudah selesai tersebut, di antaranya: I. Peraturan Presidententang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. Pemerintah akan mendorong kebijakan penggunaan sumber energi alternatif untuk transportasi, yakni bahan bakar gas. Hal ini seiring dengan impor bahan bakar minyak nasional yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, serta terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan bahan bakar minyak,khususnyabahan bakar minyak untuk sektor transportasi. Implementasi yang diharapkan akan dilakukan bulan depan (Oktober 2015) ini tentu akan berdampak besar. Sebab, penggunaan bahan bakar gas secara masif akan mengurangi ketergantungan impor BBM dan menghemat devisa. Selain itu, juga akan terjadipenghematan biaya transportasi baik untuk kendaraan pribadi maupun kendaraan umum bagi masyarakat. Adapun bahan bakar gas yang dimaksud dalam Inpres ini adalah dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) yang berbiaya lebih murah dibandingkan bahan bakar minyak. Bahan bakar gas juga mempunyai kelebihan lebih bersih dan dapat digunakan untuk mesin mobil modern dengan kompresi rasio yang tinggi dibandingkan dengan bahan bakar minyak.

Dengan adanya Ipres ini, diharapkan akan terjadi percepatan pelaksanaan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas,dan meminta paramenteri, kepala lembaga pemerintah non-kementerian, gubernur, dan bupati/walikota untuk memberikan dukungan percepatan proses:perizinan yang terkait dengan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas; pengadaan tanah untuk pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas; sosialisasi penggunaan Bahan Bakar Gas berupa CNG;mendorongpenggunaan Bahan Bakar Gas bagi kendaraan dinas dan kendaraan bermotor angkutan penumpang umum. II. Peraturan Presidententang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas untuk Kapal Perikanan Nelayan Kecil. Kapal perikanan nelayan kecil menggunakan solar sebagai bahan bakar. Sebagaimana diketahui bahwa harga solar tergolong mahal yang berdampak kemudian pada tingginya biaya operasional kapal perikanan nelayan kecil. Tingginya biaya operasional kapal perikanan nelayan kecil menyebabkan nelayan kecil sulit mendapatkan tingkat kesejahteraan yang layak akibat kecilnya margin keuntungan. Terkait dengan hal tersebut, substitusi dari penggunaan bahan bakar solar ke Liquefied Petroleum Gas (LPG) diharapkan dapat mengurangi beban biaya operasional nelayan kecil dan meningkatkan kesejahteraannya. Penerbitan Perpres ini diharapkan dapat menjadi dasar hukum bagi PT Pertamina (Persero) untuk membagikan paket perdana Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan Nelayan Kecil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perpres yang dirancang untuk berlaku Oktober 2015 ini juga akan efektif membantu nelayan kecil untuk melakukan penghematan biaya operasional sekitar 65% per hari atau setara Rp.100.400 bila dibandingkan dengan biaya penggunaan solar (dengan asumsi per hari, nelayan menggunakan solar sebanyak..liter) III. Intruksi Presiden tentang Kebijakan Deregulasi Nasional Seperti diketahui, salah satu alasan pemerintah meluncurkan paket deregulasi adalah untuk meningkatkan daya saing industri. Sebab, porsi peran industri terhadap pertumbuhan ekonomi semakin menurun sehingga menurunkan pula penyerapan tenaga kerja.

Untuk PMDN telah terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dari sebesar 279.099 pasa tahun 2012 menjadi hanya 124.135 di tahun 2014 (turun 56%). Sedanguntuk PMA terjadi penurunan penyerapan dari sebesar 510.540 tahun 2012 menjadi hanya 222.345 tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut pemerintah akan merasionalisasi peraturan perundangundangan dengan menghilangkan: duplikasi, redundansi dan peraturan yang tidak relevan. Dengan demikian, maka diharapkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan lebih mempermudah dan menyederhanakan serta memberikan kepasatian bagi industri untuk pengembangan kegiatan usahanya. Di samping itu, pemerintah juga akan meningkatkan keamanan dan penyelesaian gangguan keamanan terhadap dunia usaha. IV. Revisi Peraturan Kepala BPOM Nomor 27 Tahun 2013tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Revisi Perka BPOM dimaksudkan untuk mengurangi frekuensi perizinan impor obat dan makanan menjadi pengawasan berbasis risiko yang melibatkan Inspektur Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Sedangkan pengawasannya bersama lintas sektor kegiatan Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB). Dan khusus untuk produk pangan, dikordinasi melalui Indonesia Rapid Alert System Food and Feed (INRASFF). Melalui revisi Perka BPOM ini, diharapkan pengadaan obat dan makanan untuk kebutuhan masyarakat menjadi lancar, berkurangnya frekuensi perizinan pengimporan obat dan makanan karena pelayanan perizinan diadakan secara berkala dan secara eletronik. V. Revisi Peraturan Kepala (Perka) BPOM yang merevisiperka BPOM Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Adanya Perka BPOM yang lama menyebabkan lambatnya pengadaan bahan baku yang dibutuhkan karena setiap kali impor bahan baku, harus ada izin dari BPOM. Proses ini dinilai menghambat pengadaan bahan baku obat dan makanan. Revisi pada Perka BPOM ini difokuskan pada penerapan pengembangan Risk Management melalui Surat Keterangan Import (SKI) Prioritas. Selain itu juga

menerapkan mekanisme paperless dengan cara revitalisasi SKI Transaksional menjadi Non Transaksional, pemberlakuan pembayaran PNBP melalui e-payment, simplifikasi persyaratan (packing list dan BoL/AWB) dan menggantinya dengan informasi data manifest DJBC dan sekitar 25% HS Code. Rasionalisasi komoditas yang bersinggungan dengan K/L lain dilakukan dengan cara Single Submission, di mana pengurusan perizinan di Bea Cukai, Badan Karantina Pertanian, dan BPOM dilakukan sekaligus dengan sistem elektronik (INSW). Revisi Perka BPOM ini akan memudahkan dan mempercepat pasokan bahan baku obat dan makanan karena pelayanannya dilakukan secara eletronik, paperless, tanpa tandatangan dan tanpa cap basah. Pengadaan bahan baku dari impor diperlukan untuk pengembangan industri farmasi, kosmetik, obat tradisional dan makanan. Selain perubahan tersebut di atas, ada juga yang masih menunggu finalisasi, misalnya: Intruksi Presiden tentang Percepatan Pelaksaaan Proyek Strategis Nasional. Rancangan Instruksi Presiden ini belum selesai sepenuhnya dibahas dan masih menunggu finalisasi. Tapi isinya terkait dengan adanya keluhan tentang terhambat dan lambatnya pelaksanaan dan penyelesaian berbagai proyek strategis nasional sehingga menghambat pelayanan umum kepada masyarakat. Ujung-ujungnya, mengganggu perekenomian nasional, tambah Darmin. Untuk itulah, dipandang perlu ada arahan dan instruksi untuk mempercepat pelaksanaan proyek strategis nasional ini. Caranya? Pemerintah mempermudah penyiapan proyek, pengadaan lahan proyek, pendanaan proyek, perizinan, pelaksanaan pembangunan fisik, pengawasan dan memberikan pertimbangan hukum. Selain itu, juga dilakukan mitigasi risiko hukum dan non-hukum. Misalnya saja, pemerintah akan menerbitkan petunjuk teknis dan/atau penjelasan/penafsiran kepadapejabat dan atau pemerintah daerah terhadap peraturan perundang-undangan atau kebijakan dalam mempercepat proyek strategis ini. Dan yang lebih penting, pemerintah akan meningkatkan fungsi aparat pengawasan intern pemerintah dalam rangka pengawasan pelaksanaan proyek. Dengan demikian, diharapkan para menteri, gubernur dan bupati/walikota segera dapat melaksanakan percepatan pelaksanaan proyek strategis tanpa perlu khawatir akan terjadi masalah hokum sepanjang dilakukan dengan tata kelola yang baik.

Implementasi Inpres ini akan dilakukan paling lambat tiga bulan sejak dikeluarkan. Selain itu, pemerintah juga akan menyusun tata cara (SOP) pemanggilan dan pemeriksaan pegawai/pejabat pemerintah atau pejabat BUMN oleh pihak Kejaksaan dan Kepolisian atas laporan penyimpangan. Jakarta, 18 September 2015 Humas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian