MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

dokumen-dokumen yang mirip
Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMENTAR UMUM no. 08

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Prinsip Dasar Peran Pengacara

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

Deklarasi Dhaka tentang

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

Mendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

UNOFFICIAL TRANSLATION

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

amnesti internasional

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PRINSIP-PRINSIP TENTANG TOLERANSI DIUMUMKAN DAN DITANDATANGANI OLEH NEGARA-NEGARA ANGGOTA UNESCO PADA 16 NOVEMBER 1995

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev.

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

Resolusi yang diadopsi oleh Majelis Umum [Tanpa referensi ke Komite Utama (A/55/L.2)] 55 / 2. Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

DEKLARASI INTERNASIONAL UNTUK MELINDUNGI JURNALIS

Pedoman HAM Uni Eropa tentang Para Pembela HAM 3. Pedoman HAM Uni Eropa tentang Anak-anak dan Konflik Bersenjata 17

LAYANAN PENASIHAT DAN KERJA SAMA TEKNIS DI BIDANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 3. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL, KEADILAN BAGI GENERASI MENDATANG

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Deklarasi Vienna dan Program Aksi

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

Perspektif Hukum Internasional atas Tragedi Kemanusiaan Etnis Rohingya Hikmahanto Juwana

Transkripsi:

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary Union, Mengakui bahwa, beberapa inisiatif global berikutnya, tanggung jawab melindungi telah diakui dalam World Summit 2005 sebagaimana diperlukan dan prinsip penting untuk mencegah, dan melindungi penduduk dari, genosida, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, Mengingat bahwa prinsip-prinsip ini dibangun dengan pandangan untuk mencegah genosida seperti yang terjadi di Srebrenica dan Rwanda, Juga mengingat bahwa Dewan Keamanan PBB mempertimbangkan bahwa kejahatan internasional genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan dunia dan bahwa prinsip tanggung jawab melindungi telah ditegaskan kembali dalam resolusi 1674 (2006), yang ditujukan untuk perlindungan warga sipil dalam situasi konflik bersenjata, Mengutamakan bahwa apapun keputusan yang terkait dengan tata laksana dari tanggung jawab melindungi harus diambil dengan cepat dan tegas, melalui Dewan Keamanan PBB, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya Bab VII, berdasarkan kasus-per-kasus dan dalam kerja sama dengan organisasi regional yang relevan sebagaimana diperlukan, ketika langkah-langkah damai sudah tidak cukup dan otoritas nasional telah gagal melaksanakan perlindungan penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan bahwa tindakan-tindakan tersebut harus disertai dengan ketersediaan langkah-langkah damai yang cukup untuk melindungi warga sipil, dengan memberikan prioritas pada langkah-langkah damai, Menggarisbawahi kondisi khusus dari nasib perempuan dan anak dalam situasi konflik bersenjata, Mengingatkan bahwa perkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan di bawah ketentuan resolusi Dewan Keamanan PBB tentang perempuan dan perdamaian serta keamanan (1325, 1888 and 1960) dan, khususnya, resolusi 1820 yang mengakui bahwa perkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya dapat merupakan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan atau tindakan konstitutif yang berhubungan dengan genosida, Sadar akan fakta bahwa tanggung jawab melindungi adalah berdasarkan pada tiga pilar: tanggung jawab permanen dari tiap Negara masing-masing untuk melindungi penduduknya, baik warga Negara atau bukan, dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, yang mengharuskan pencegahan dari kejahatan-kejahatan tersebut, termasuk hasutannya, melalui langkah-langkah tepat dan yang dibutuhkan; komitmen komunitas internasional untuk mendampingi dan membantu pembangunan kapasitas Negara dalam memenuhi kewajiban ini; dan komitmennya untuk mengambil aksi bersama dalam waktu yang cepat dan tegas ketika otoritas nasional gagal melakukan perlindungan terhadap penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, Menggarisbawahi pentingnya melawan impunitas dalam kasus pelaku dan penghasut kejahatan paling serius yang diperhatikan oleh komunitas internasional dan mengakui kontribusi terkait hal ini kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC); juga menggarisbawahi perlunya membangun kesadaran atas peran yang dimainkan oleh ICC, untuk mendorong pelaporan dan pengisian pengaduan terhadap pelaku dari kejahatan-kejahatan tersebut dengan otoritas nasional yang tepat dan ICC, dan mengakui kontribusi penting dari mereka yang terlibat dalam menyediakan bukti dan informasi yang memadai kepada ICC,

Mengingat bahwa paragraf 139 dari Dokumen Keluaran World Summit 2005 menyatakan bahwa komunitas internasional, melalui PBB, juga memiliki tanggung jawab untuk menggunakan langkah-langkah diplomatik, kemanusiaan dan langkah baik lainnya yang sesuai dengan Bab VI dan VIII dari Piagam PBB, untuk membantu melindungi penduduk dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan ; menyatakan keinginan dalam hal ini untuk mengambil tindakan bersama, dengan cara yang cepat dan tegas, jika langkah-langkah damai sudah tidak mencukupi melalui Dewan Keamanan PBB, sesuai dengan Piagam PBB, termasuk Bab VII, dalam basis kasus-per-kasus dan dalam kerjasama dengan organisasi regional yang relevan sebagaimana diperlukan, jika langkah-langkah damai sudah tidak mencukupi dan otoritas nasional gagal melakukan perlindungan terhadap penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan; menekankan perlunya bagi Sidang Umum PBB untuk memikirkan pertimbangannya atas tanggung jawab melindungi penduduk dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta implikasinya, menyimpan dalam pikiran tentang prinsipprinsip Piagam dan hukum internasional; dan berusaha, sebagaimana diperlukan dan patut, untuk membantu Negara membangun kapasitasnya untuk melindungi penduduknya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan dan untuk mendampingi mereka yang kesulitan sebelum pecahnya krisis dan konflik, Sadar atas perhatian yang dikemukakan terkait kemungkinan pelaksanaan tanggung jawab melindungi yang selektif dan menggarisbawahi bahwa kebutuhan untuk melindungi harus dilihat sebagai penyediaan dalih untuk melakukan intervensi urusan internal Negara dalam basis politis dan pertimbangan lain yang telah dilampaui, Menegaskan kembali bahwa Dewan Keamanan PBB memiliki tanggung jawab utama dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan memperhatikan peran Sidang Umum PBB terkait pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan ketentuan yang relevan dari Piagam, Menggarisbawahi bahwa pencegahan adalah aspek inti dari tanggung jawab melindungi dan menekankan pentingnya pendidikan, peran media dan perlunya menyasar akar penyebab dari konflik bersenjata, Mengakui bahwa, sebelum intervensi militer apapun disahkan oleh Dewan Keamanan PBB, harus diperhatikan bahwa semua cara lain sesuai dengan Bab VI, VII dan VIII Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengingat bahwa tanggung jawab melindungi harus diminta hanya untuk bertujuan mencegah, atau melindungi penduduk dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, Menegaskan kembali prinsip kesetaraan kedaulatan atas semua Negara, yang diabadikan dalam Pasal 2 Piagam PBB, dan menggarisbawahi bahwa tanggung jawab melindungi didasarkan pada kedaulatan Negara dan kewajiban hukum yang telah ada dan permanen, Yakin bahwa parlemen di seluruh dunia harus mempertimbangkan cara-cara dan langkah-langkah untuk menerapkan dan mengimplementasikan tanggung jawab melindungi dengan cepat, konsisten dan efektif untuk menghindari situasi dimana komunitas internasional menemui jalan buntu tentang apakah dan bagaimanakah cara bertindak untuk mencegah atau menghentikan pembunuhan besar-besaran terhadap warga Negara, dengan memperhatikan secara khusus kepada resolusi Dewan Keamanan PBB tentang perempuan dan perdamaian serta keamanan serta anak dan konflik bersenjata, Mengingat kembali bahwa Sidang IPU ke-126 (Kampala, 2012) mengesahkan resolusi melalui kesepakatan bersama yang menyerukan penghentian segera atas kekerasan dan pelanggaran serta pelanggaran berat hak asasi manusia di Republik Arab Suriah dan untuk dukungan atas upaya organisasi internasional dan regional untuk membawa akhir yang damai pada kondisi krisis, dan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Liga Negara-Negara Arab untuk menggandakan upaya dalam membantu mengakhiri kekerasan bersenjata di Negara tersebut dan menyasar krisis kemanusiaan, serta untuk bekerja keras untuk mengalamatkan seluruh aspek yang terkait dengan masalah orang-orang Suriah yang mengungsi di perbatasan Negara tetangga,

Yakin bahwa parlemen harus lebih terlibat dalam menerapkan tanggung jawab untuk melindungi dan, khususnya, bahwa peran mereka dalam menjaga hidup dan keamanan penduduk mereka memerlukan pertimbangan yang matang dan tindakan untuk mencegah atau menghentikan genosida, pembersihan etnis, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, Juga yakin bahwa saling mendukung antara parlemen, pemerintah, masyarakat sipil dan peradilan dapat secara efektif membantu untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia, Sadar bahwa memulihkan atau menjaga perdamaian di daerah-daerah yang mengalami ketidakamanan dan kekerasan membutuhkan sumber keuangan yang memadai, Yakin atas kebutuhan yang lebih luas bagi otoritas negara dan parlemen untuk mengatasi akar penyebab konflik bersenjata dan kekejaman berat, dengan mempraktekkan tata pemerintahan yang baik dan memastikan akuntabilitas lembaga-lembaga publik, memajukan dan melindungi hak asasi manusia untuk semua, menjamin supremasi hukum dan akses untuk keadilan yang adil, setara dan menyeluruh, pelayanan keamanan yang profesional dan secara demokratis akuntabel, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan menghormati keragaman, Menggarisbawahi tanggung jawab Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memastikan penghormatan terhadap hak-hak pengungsi sesuai dengan Konvensi Jenewa mengenai Status Pengungsi, Juga menggarisbawahi bahwa peran parlemen dalam penerapan tanggung jawab untuk melindungi harus didasarkan pada penghormatan terhadap peran legislatif dan eksekutif yang berbeda dan bahwa pengawasan eksekutif harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia, seraya mengingatkan bahwa parlemen memiliki alat dan komite sendiri untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab melindungi, 1. Mengundang parlemen dan anggota parlemen untuk menggunakan semua alat pendidikan dan peningkatan kesadaran publik, yang mereka miliki untuk membantu mencegah dan mengakhiri genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, memberikan perhatian khusus pada nasib perempuan dan anak, dan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan akar penyebab konflik bersenjata; 2. Memanggil para anggota parlemen untuk menggunakan semua alat yang mereka miliki, termasuk media sosial, untuk mengecam tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak serta melawan impunitas; 3. Mendesak parlemen untuk memastikan bahwa pemerintah mereka melindungi penduduk, tanpa memerhatikan apakah warga negara dari negara-negara mereka atau tidak, dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan juga mendesak parlemen dan pemerintah untuk membantu dan membangun kapasitas Negara untuk mencegah dari melakukan genosida, pembersihan etnis, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melindungi penduduk mereka, apakah penduduk mereka atau bukan, apabila perlu, untuk terlibat dalam tindakan yang cepat dan tegas, sesuai dengan Piagam PBB, untuk mencegah atau mengakhiri kejahatankejahatan tersebut; 4. Meminta parlemen untuk meningkatkan pengawasan mereka dari tindakan pemerintah untuk memerangi terorisme dan melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB yang disahkan di bawah Bab VII Piagam PBB, yang menyerukan Negara-negara untuk menahan diri dari membiayai teroris, memfasilitasi gerakan mereka dan membantu terorisme; 5. Juga meminta parlemen untuk mengesahkan hukum dan kebijakan untuk melindungi perempuan dan anak-anak, untuk mencegah dan memidanakan kekerasan seksual dan untuk menyediakan pemulihan bagi korban dalam masa damai dan konflik;

6. Mendorong parlemen untuk mengetahui kewajiban Negara mereka di bawah perjanjian dan resolusi internasional, untuk memantau kepatuhan eksekutif atas laporan negara seperti yang dipersyaratkan oleh badan-badan perjanjian yang relevan, khususnya yang berkaitan dengan hak asasi manusia, agar lebih terlibat dengan mekanisme regional dan internasional hak asasi manusia dan untuk memastikan bahwa semua doktrin PBB dan resolusi mengenai tanggung jawab untuk melindungi sepenuhnya diterapkan dan dihormati oleh setiap negara; 7. Memanggil para parlemen ketika diperlukan untuk memastikan bahwa semua perjanjian internasional yang mana negara mereka adalah pihak perjanjian, digabung dalam hukum domestik, memberikan prioritas kepada perjanjian yang berhubungan dengan hak asasi manusia dan perlindungan warga sipil, terutama yang berlaku untuk hak-hak dan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak selama dan setelah konflik bersenjata dan krisis lainnya; 8. Mendesak semua anggota parlemen untuk mengesahkan langkah-langkah untuk menghormati hakhak warga sipil yang terperangkap dalam konflik bersenjata, memastikan pemulihan melalui pengadilan yang memadai dan efektif, termasuk penyelidikan dan penuntutan yang efisien, memperlakukan perempuan dan anak-anak korban dengan martabat, dan menjamin reparasi bagi korban; 9. Mendorong parlemen untuk mengadopsi program-program untuk membantu tentara anak-anak kembali melanjutkan kehidupan normal; 10. Meminta pada semua parlemen untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk membawa hukum pidana dan militer negara mereka sejalan dengan norma-norma internasional tentang perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata dan untuk memastikan bahwa para pelaku kejahatan paling serius diperhitungkan atas tindakan mereka di depan pengadilan nasional atau, di mana negara tidak bersedia atau benar-benar tidak mampu mengambil tindakan, di depan Mahkamah Pidana Internasional, dalam kasus Negara tersebut adalah pihak dari Statuta Roma; 11. Mendesak anggota parlemen untuk menggunakan jaringan kerja internasional untuk memajukan ratifikasi Statuta Roma, yang mengakui kompetensi Mahkamah Pidana Internasional yang berkaitan dengan kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang; meminta parlemen untuk memastikan bahwa pemerintah mereka menandatangani Statuta Roma; dan menyerukan kepada semua parlemen yang belum melakukannya untuk meratifikasi; 12. Juga mendesak parlemen untuk memajukan perdebatan tentang perjanjian perdagangan senjata yang bertujuan untuk mengakhiri perpindahan senjata dalam kasus di mana ada risiko tinggi bahwa senjata tersebut akan digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi pelanggaran hak asasi manusia atau hukum kemanusiaan internasional atau menghalangi perjuangan melawan kemiskinan; 13. Memanggil semua parlemen yang belum melakukannya untuk membentuk komite untuk mengawasi hubungan internasional dan menyediakan dengan cukup sumber daya keuangan dan manusia kepada komite tersebut serta waktu yang cukup dalam agenda parlemen untuk melakukan pekerjaan mereka; 14. Mendorong parlemen untuk memastikan bahwa perlindungan hak asasi manusia, termasuk perempuan dan anak-anak, anggota kelompok minoritas dan masyarakat adat, dijamin dalam hukum domestik dan diterapkan dalam praktek; 15. Mendesak parlemen dan pemerintah untuk menjamin hak-hak asasi perempuan dan lebih meningkatkan peran mereka dalam inisiatif perdamaian dan keamanan, menghormati komitmen internasional yang ada untuk melindungi hak-hak perempuan dan menggabungkan kepemimpinan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk mencegah dan mengakhiri kejahatan kekejaman berat;

16. Menekankan bahwa, berkaitan dengan tanggung jawab untuk melindungi, parlemen harus memberikan perhatian khusus terhadap hak-hak asasi perempuan dan anak-anak di daerah-daerah krisis, karena mereka paling sering menderita dan penderitaan mereka diabaikan, dengan konsekuensi manusia, sosial dan ekonomi yang luas; 17. Memanggil parlemen untuk mendorong pemerintah mereka untuk mendukung penciptaan dan fungsi efektif dari sistem peringatan dini dan mekanisme pengambilan keputusan dan respon pada tingkat nasional, regional dan internasional, dalam rangka merespon lebih cepat dan lebih efektif terhadap situasi konflik bersenjata dan gangguan internal dan ketegangan; 18. Mengajak parlemen untuk secara aktif membawa perhatian pemerintah pada situasi bahaya bagi penduduk sipil dengan memastikan bahwa pemerintah mereka melaksanakan tanggung jawab mereka untuk tindak lanjut dan pencegahan; 19. Memanggil agar berupaya untuk memajukan peran media dalam mendokumentasikan, mencegah, dan meningkatkan kesadaran tentang komisi genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan menjamin kebebasan berekspresi; memastikan bahwa kebebasan media dilindungi oleh konstitusi nasional dan hukum; menuntut agar semua pihak mematuhi kewajiban internasional mereka terkait dengan perlindungan dan keselamatan wartawan, profesional media dan personil yang terkait; mendorong jurnalisme yang akurat yang menghormati hak asasi manusia dari semua penduduk; berbicara menentang ekspresi kebencian yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan; dan, jika perlu, aturan-aturan hukum melawan ekspresi tersebut; 20. Memanggil parlemen untuk bertindak tegas atas permintaan dari pemerintah mereka untuk memberikan bantuan berkelanjutan untuk pemulihan perdamaian dalam situasi pasca - konflik yang menimbulkan kekejaman berat dan memerlukan bantuan tersebut, dan untuk mengalokasikan dana yang diperlukan untuk membantu rekonstruksi negara-negara yang berkembang dari krisis atau konflik, dan berkontribusi untuk dana pembangunan perdamaian PBB yang sesuai; 21. Meminta parlemen untuk memasukkan dana dalam anggaran Negara untuk organisasi yang beroperasi untuk melindungi penduduk dari kekerasan dan memastikan keselamatan mereka; 22. Memanggil para parlemen untuk memastikan pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan PBB 1325, termasuk dengan memfasilitasi partisipasi perempuan dalam proses perdamaian dan negosiasi, memastikan bahwa perempuan membentuk setidaknya sepertiga dari tim negosiasi, dengan baik mewakili pasukan pertahanan dan keamanan dan yang terlatih sebagai pendamai dan pembangun perdamaian; 23. Mendesak IPU untuk memfasilitasi pertukaran praktik-praktik yang baik dalam bidang pengawasan parlemen tentang penegakan tanggung jawab melindungi dan keterlibatan parlemen dalam perlindungan warga sipil dalam situasi konflik bersenjata dan dalam perlindungan penduduk dari genosida, pembersihan etnis, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan; 24. Juga mendesak parlemen untuk memperhatikan dan meneliti laporan organisasi hak asasi manusia dan cara di mana pemerintah menjamin perlindungan hak asasi manusia; 25. Memanggil parlemen untuk mempromosikan tata pemerintahan yang baik berdasarkan korelasi positif antara pemerintahan yang baik dan kemajuan perdamaian dan keamanan; 26. Juga meminta parlemen untuk memantau secara ketat proses Dewan Keamanan PBB, meminta pemerintah mereka untuk mengangkat kasus ini di Dewan Keamanan untuk kebutuhan bertindak secara bertanggung jawab ketika menggunakan langkah-langkah koersif dan memastikan bahwa sekali resolusi disahkan harus ditegakkan secara keseluruhan dan secara transparan;

27. Lebih lanjut menyerukan parlemen untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga kemanusiaan melakukan pengarusutamaan jender di seluruh program mereka dan memberikan prioritas perempuan dalam situasi darurat; 28. Mendesak semua parlemen untuk membela dan memajukan hak asasi manusia, penegakan hukum dan demokrasi di seluruh dunia; 29. Mendorong parlemen untuk bekerja sama dengan masyarakat sipil pada isu-isu perdamaian dan keamanan untuk jaminan yang lebih baik dan meningkatkan perlindungan hak-hak asasi manusia dari warga negara; 30. Menyerukan pada pemerintah dan parlemen untuk memikul tanggung jawab untuk melindungi hakhak pengungsi dan hak mereka untuk perlindungan internasional, dan juga menyerukan kepada parlemen dan pemerintah untuk memenuhi kewajiban mereka untuk melindungi pengungsi dan pencari suaka. * Delegasi Kuba menyatakan reservasi di seluruh resolusi. Delegasi dari Peru menyatakan keberatan atas paragraf operatif 10, mempertimbangkan bahwa penyebutan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atau Statua Roma tidak boleh merugikan yurisdiksi internasional lainnya yang diakui oleh Negara yang bersangkutan, dalam yurisdiksi daerah tertentu. Para delegasi dari Sudan dan Republik Arab Suriah menyatakan reservasi para paragraf pembuka kesembilan dan pada paragraf operatif 10 and 11.