BAB II LANDASAN TEORI. dahulu diuraikan pengertian dari pernikahan itu sendiri. pernikahan diatur dalam suatu undang-undang. Menurut Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN TEORI. (Herning, dalam Sumiarti 1956). Sedangkan menurut Duval & Miller (1980)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB II LANDASAN TEORI

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BERLATAR BELAKANG ETNIS BATAK DAN ETNIS JAWA. Mia Retno Prabowo Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang berbeda pada masing-masing masa. Diantara masamasa

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB II LANDASAN TEORI. terjadi antara dua orang atau diantara kelompok kecil orang-orang, dimana terjadi

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan. Dimatteo (1991) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian perkawinan, terlebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut salah satu teori utama pemilihan pasangan, Developmental

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat menjadikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Dewasa Muda. Tabel 1 Pendapat ahli mengenai tahapan masa dewasa dan usianya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1). Menurut hukum adat, atau merupakan salah satu cara untuk menjalankan upacara-upacara yang

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Pernikahan 1. Definisi Pernikahan Sebelum diuraikan mengenai pengertian penyesuaian pernikahan, terlebih dahulu diuraikan pengertian dari pernikahan itu sendiri. Di Indonesia, agar hubungan pria dan wanita diakui secara hukum maka pernikahan diatur dalam suatu undang-undang. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang Pernikahan). Menurut UU RI di atas definisi pernikahan tidak hanya bersatunya pria dan wanita secara lahir namun juga secara batin. Pernikahan di Indonesia juga mempunyai nilai yang luhur karena dilandasi nilai ketuhanan pada proses pembentukannya. Ditambahkan oleh Dyer (1983), yang mendefinisikan pernikahan sebagai suatu subsistem dari hubungan yang luas dimana dua orang dewasa dengan jenis kelamin berbeda membuat sebuah komitmen personal dan legal untuk hidup bersama sebagai suami dan istri. 16

17 Duvall dan Miller (1985), mengatakan bahwa pernikahan adalah hubungan yang diketahui secara sosial dan monogamous, yaitu hubungan berpasangan antara satu wanita dan satu pria. Sehingga bisa didefinisikan sebagai suatu kesatuan hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya terdapat hubungan seksual, keinginan mempunyai anak dan menetapkan pembagian tugas antara suami istri. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah hubungan antara wanita dan pria yang membuat sebuah komitmen personal dan legal untuk hidup sebagai suami dan istri dengan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya terdapat hubungan seksual, keinginan mempunyai anak dan menetapkan pembagian tugas antara suami istri. 2. Tahapan Pernikahan Dalam setiap pernikahan, setiap pasangan akan melewati urutan perubahan dalam komposisi, peran dan hubungan dari saat pasangan menikah hingga mereka meninggal yang disebut sebagai Family Life Cycle (Hill & Rodgers dalam Sigelman & Rider, 2003). Secara umum, Anderson, Russel & Schumn (dalam Hoyer &Roodin, 2003), membagi tahapan pernikahan menjadi tahap sebelum kehadiran anak pertama, kehadiran anak dan setelah keluarnya anak dari rumah. Sementara Cole (dalam Lefrancois, 1993), membagi tahapan pernikahan menjadi awal pernikahan, kelahiran dan mengasuh anak dan emptynest sampai usia tua.

18 1. Tahap I : Married Couple Berdasarkan Family Life Cycle, tahap ini berlangsung selama kurang lebih dua tahun dimulai dari pasangan menikah dan berakhir ketika anak pertama lahir. 2. Tahap II : Mengasuh anak (Chilrearing) Tahap ini dimulai dari kelahiran anak pertama sampai anak berusia 20 tahun. Umumnya tahap ini berlangsung selama kurang lebih 20 tahun (Duvall dalam Lefrancois, 1993). Seiring bertambahnya usia anak maka orang tua perlu mengadakan penyesuaian-penyesuaian sebagai mana dikatakan oleh Crnic &Booth (dalam Sigelman &Rider,2003), bahwa stress dan ketegangan merawat anak-anak lebih besar daripada merawat bayi dan lahirnya anak kedua akan menambah tingkat stress orang tua (O Brien dalam Sigelman &Rider,2003). 3. Tahap III : Emptynest Istilah Emptynest sendiri berarti suatu keadaan atau kondisi keluarga setelah keluarnya anak terakhir dari rumah. Tahap ini dimulai dengan launching anak terakhir dan berlangsung selama lebih kurang 15 tahun (Duvall dalam Lefrancois, 1993). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tahapan pernikahan yaitu : tahap I disebut Married Couple, tahap II yaitu Mengasuh anak (Chilrearing) dan tahap III yaitu tahap Emptynest.

19 3. Penyesuaian Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia anda (Calhoun & Acocella, 1995). Interaksi dengan diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada seseorang : tubuh, perilaku, dan pemikiran serta perasaaan diri sendiri adalah sesuatu yang dihadapi individu setiap detik. Interaksi dengan orang lain, jelas berpengaruh pada individu, sebagaimana individu juga berpengaruh terhadap orang lain. Interaksi dengan dunia kita, penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi seseorang saat ia menyelesaikan urusannya, mempengaruhi diri sendiri dan dunia atau lingkungannya. Penyesuaian juga merupakan suatu proses psikologis dimana seseorang mengatur atau memenuhi keinginan dan tantangan dan kehidupan sehari-hari, salah satu bentuk penyesuaian diri adalah penyesuaian terhadap pernikahan. (Weiten & Lloyd, 2006). 4. Penyesuaian Pernikahan Hurlock (2000), mendefinisikan penyesuaian pernikahan sebagai proses adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Lasswel & Lasswel (1987), mengatakatan bahwa penyesuaian pernikahan adalah dua individu yang belajar untuk mengakomodasi kebutuhan, keinginan, dan harapan masing-masing, ini berarti mencapai suatu derajat kebahagiaan dalam hubungan. Penyesuaian pernikahan bukan suatu keadaan absolut melainkan suatu proses yang panjang karena setiap orang dapat berubah

20 sehingga setiap waktu masing-masing pasangan harus melakukan penyesuaian pernikahan. Penyesuaian pernikahan juga merupakan suatu proses memodifikasi, mengadaptasi dan mengubah individu dan pola perilaku pasangan serta adanya interaksi untuk mencapai kepuasan yang maksimum dalam pernikahan (DeGenova, 2008). Atwater (1990), juga menambahkan bahwa penyesuaian pernikahan merupakan perubahan dan penyesuaian dalam kehidupan pernikahan yang meliputi beberapa aspek dalam kehidupan pernikahan, seperti penyesuaian terhadap hidup bersama, penyesuaian peran baru, penyesuaian terhadap komunikasi dan penyelesaian konflik, serta penyesuaian terhadap hubungan seksual dalam pernikahan dan penyesuaian terhadap kewarganegaraan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian pernikahan adalah suatu proses dimana dua orang yang memasuki tahap pernikahan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan, serta saling menyesuaikan diri di beberapa aspek pernikahan untuk mencapai kepuasan maksimum dalam pernikahan. 5. Faktor-Faktor Penyesuaian Diri Dalam Pernikahan Penyesuaian diri dalam pernikahan memiliki beberapa area yang akan dilalui, seperti agama, kehidupan sosial, teman yang menguntungkan, hukum, keuangan, dan seksual. Hurlock (2000), juga mengatakan ada empat hal pokok yang merupakan faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan yang paling umum

21 dan paling penting dalam menciptakan kebahagiaan pernikahan. Faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan ini dapat digunakan untuk mengungkapkan gambaran penyesuaian pernikahan pada wanita yang menikah dengan pria barat, yaitu : 1. Penyesuaian dengan pasangan Penyesuaian yang paling penting dan pertama kali harus dihadapi saat seseorang memasuki dunia pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan (istri maupun suaminya). Semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh dimasa lalu, makin besar pengertian dan wawasan sosial mereka sehingga memudahkan dalam penyesuaian dengan pasangan. a. Konsep pasangan ideal Pada saat memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai pada waktu tertentu dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa dewasa. Semakin seseorang terlatih menyesuaikan diri terhadap realitas maka semakin sulit penyesuaian yang dilakukan terhadap pasangan. b. Pemenuhan kebutuhan Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal dan pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Degenova (2008), menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan di dalam pernikahan meliputi kebutuhan psikologis (cinta, perasaan,

22 penerimaan dan pemenuhan diri), kebutuhan sosial (persahabatan dan pengalaman yang baru bersama pasangan) dan kebutuhan seksual (secara fisik dan psikologis). c. Kesamaan latar belakang Semakin sama latar belakang suami dan istri maka semakin mudah untuk saling menyesuaikan diri. Bagaimanapun juga apabila latar belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandang unik tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini, maka semakin sulit penyesuaian diri dilakukan. d. Minat dan kepentingan bersama Kepentingan yang sama mengenai suatu hal yang dapat dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik daripada kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama. e. Keserupaan nilai Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai yang lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya buruk. Hal ini dapat terjadi karena adanya latar belakang yang sama sehingga menghasilkan nilai yang sama pula. f. Konsep peran Setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenai bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap individu mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika

23 harapan terhadap peran tidak terpenuhi maka akan mengakibatkan konflik dan penyesuaian yang buruk g. Perubahan dalam pola hidup Penyesuaian terhadap pasangannya berarti mengorganisasikan pola kehidupan, merubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan sosial, serta merubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi seorang istri. Penyesuaian-penyesuaian ini seringkali diikuti oleh konflik emosional. 2. Penyesuaian seksual Penyesuaian seksual merupakan penyesuaian utama yang kedua dalam pernikahan, hal ini akan menjadi masalah yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam pernikahan. Permasalahan biasanya dikarenakan pasangan belum mempunyai pengalaman yang cukup dan tidak mampu mengendalikan emosi mereka. a. Perilaku terhadap seks Sikap terhadap seks sangat dipengaruhi oleh cara pria dan wanita menerima informasi seks selama masa anak-anak dan remaja. Jika perilaku yang tidak menyenangkan dilakukan maka akan sulit sekali untuk dihilangkan bahkan tidak mungkin dihilangkan. b. Pengalaman seks masa lalu Cara orang dewasa bereaksi terhadap masturbasi, petting, dan hubungan suami istri sebelum menikah, ketika mereka masih muda dan cara pria dan wanita merasakan itu sangat mempengaruhi perilakunya

24 terhadap seks. Apabila pengalaman awal seorang wanita tidak menyenangkan maka hal ini akan mewarnai sikapnya terhadap seks. c. Dorongan seksual Dorongan seksual berkembang lebih awal pada pria daripada wanita dan cenderung tetap demikian, sedang wanita muncul secara periodik. Dengan turun naik selama siklus menstruasi. Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian seksual. d. Pengalaman seks marital awal, sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi, dan pengaruh vasektomi. Akan terjadi lebih sedikit konflik dan ketegangan jika suami istri setuju untuk menggunakan alat pencegah kehamilan disbanding apabila antara keduanya mempunyai perasaan yang berbeda tentang sara tersebut. Selain itu, apabila seseorang yang menjalani operaso vasektomi, maka akan kehilangan ketakukan akan kehamilan yang tidak diinginkan. 3. Penyesuaian keuangan Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri individu dalam pernikahan. Istri yang cenderung memiliki sedikit pengalaman dalam hal mengelola keuangan untuk kelangsungan hidup keluarga. Suami juga terkadang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan keuangan, khususnya jika istrinya bekerja di luar rumah dan berhenti setelah memiliki anak pertama sehingga mengurangi pendapatan keluarga.

25 4. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan Setiap individu yang menikah secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga baru. Penyesuaian diri dengan pihak keluarga pasangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Stereotip tradisional mengenai ibu mertua Stereotip yang secara luas diterima masyarakat Ibu mertua yang representatif dapat menimbulkan perangkat mental yang tidak menyenangkan bahkan sebelum pernikahan. Stereotip yang tidak menyenangkan mengenai orang usia lanjut seperti cenderung ikut campur tangan dapat masalah bagi keluarga pasangan. b. Keinginan untuk mandiri Orang yang menikah muda cenderung menolak berbagai saran dan petunjuk dari orang tua mereka, walaupun mereka menerima bantuan keuangan, dan khususnya mereka menolak bantuan dari keluarga pasangan. c. Kebersamaan dengan keluarga Penyesuaian dan pernikahan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut menggunakan lebih banyak waktunya terhadap keluarganya daripada mereka sendiri. Apabila pasangan terpengaruh oleh keluarga, apabila seseorang anggota keluarga berkunjung dalam waktu yang lama dan hidup dengan mereka untuk seterusnya.

26 d. Mobilitas sosial Individu dewasa muda yang status sosialnya meningkat diatas anggota keluarga atau diatas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orangtua dan anggota keluarga sering bermusuhan dengan pasangan muda. e. Anggota keluarga berusia lanjut Merawat anggota keluarga berusia lanjut merupakan faktor yang sangat sulit dalam penyesuaian pekawinan karena sikap yang tidak menyenangkan terhadap orangtua dan urusan keluarga khususnya bila dia juga mempunyai anak-anak. f. Bantuan keuangan untuk keluarga pasangan Apabila pasangan muda harus membantu atau memikul tanggung jawab, bantuan keuangan bagi pihak keluarga pasangan, hal itu sering membawa hubungan keluarga yang tidak baik. Hal ini dikarenakan anggota keluarga pasangan dibantu keuangannya, menjadi marah dan tersinggung dengan tujuan agar diperoleh bantuan tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyesuaian diri dalam pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. 6. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan Kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan dari Hurlock (2000), untuk mengungkapkan gambaran penyesuaian pernikahan pada pasangan yang

27 melakukan pernikahan antar bangsa, khususnya pada wanita yang menikah dengan pria barat, yaitu : 1. Kebahagiaan suami istri Suami dan istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. Mereka juga mempunyai cinta yang matang dan stabil satu dengan lainnya. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta dapat menerima peran sebagai orang tua. 2. Hubungan yang baik antara anak dan orang tua Hubungan yang baik antara anak dengan orangtuanya mencerminkan keberhasilan penyesuaian pernikahan terhadap masalah tersebut. Jika hubungan anatara anak dengan orang tuanya buruk, maka suasana rumah tangga akan diwarnai perselisihan yang menyebabkan penyesuaian pernikahan menjadi sulit. 3. Penyesuaian yang baik dari anak-anak Apabila anak dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dengan temantemannya, maka ia akan berhasil dalam belajar dan merasa bahagia di sekolah. Hal ini merupakan bukti nyata keberhasilan proses pernikahan kedua orangtuanya terhadap pernikahan dan perannya sebagai orangtua. 4. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat Perbedaaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi

28 perdamaian atau masing-masing keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian pernikahan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat. 5. Kebersamaan Jika penyesuaian pernikahan dapat berhasil, maka keluarga dapat menikmati waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun pernikahan, maka keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah mereka dewasa, menikah dan membangun rumah atas usahanya sendiri. 6. Penyesuaiaan yang baik dalam masalah keuangan Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari utang yang selalu melilitnya agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang sebaik-baiknya, daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh karena pendapatan suaminya tidak memadai.

29 7. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadi percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuian pernikahan dikatakan berhasil jika di dalam pernikahan terserbut menunjukkan adanya kebahagiaan suami istri, kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat, kebersamaan, penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan, dan penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan. B. Pernikahan Antar Bangsa 1. Definisi Pernikahan Antar Bangsa Pengertian pernikahan antar bangsa menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahun 1974 pasal 57 tentang pernikahan, menyatakan bahwa pernikahan antar bangsa adalah pernikahan antara dua orang di Indonesia yang tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan yang salah satu berkewarganegaraan asing dan salah satu berkewarganegaraan Indonesia. Tseng, Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977), mengatakan bahwa pernikahan antar bangsa adalah : "Marriage which, takes place between spouses of different cultural background. They maybe different in their values, beliefs, customs, traditions, on style of life so that cultural dimensions are a relatively significant aspect of such marriage".

30 Pernikahan antar bangsa dapat diartikan sebagai pernikahan yang terjadi antar pasangan yang berbeda kultur atau budaya. Mereka berbeda dalam nilainilai, kepercayaan, adat istiadat, tradisi, gaya hidup, sehingga dimensi budaya itu menjadi aspek signifikan yang relatif dalam pernikahan. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan antar bangsa (intercultural marriage) adalah pernikahan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya dan kewarganegaraan yang berbeda. 2. Faktor-Faktor yang Mendorong Minat Wanita Menikah dengan Pria Asing (Barat). Erriyadi (2007), mengemukakan beberapa faktor yang mendorong minat wanita Indonesia menikah dengan pria asing (barat). 1. Kebutuhan Finansial Faktor ekonomi umumnya menjadi alasan seorang wanita untuk menikah dengan pria asing. Hal ini dikarenakan wanita Indonesia mempersepsikan pria asing memiliki kehidupan lebih dari cukup. Persepsi positif tersebut mempengaruhi keyakinan mereka untuk dapat menikah dengan pria asing. 2. Kebutuhan Sosial-Relasional Kebutuhan sosial-relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang diperoleh dengan menikahi pria asing, sehingga dapat meningkatkan harga diri dan terpandang di masyarakat.

31 Holilah (2005) menambahkan bahwa banyak alasan seorang wanita yang ingin menikah dengan pria berkebangsaan asing karena ingin terpenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah dan cepat. Sebagian yang lain mempercayai, bahwa menjadi istri laki-laki asing dapat memperbaiki keturunan. Selain itu perasaan cinta juga berperan dalam pemutusan untuk menjadi istri pria berkebangsaan asing. Menurut Roediger dkk (1987), bahwa cinta diyakini sebagai salah satu bentuk emosi yang penting bagi manusia sehingga hampir semua manusia pernah mengalami jatuh cinta dan membentuk hubungan intim dengan lawan jenisnya, salah satunya adalah hubungan pernikahan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong wanita untuk menikah dengan pria asing, yaitu kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, untuk memperbaiki keturunan dan perasaan cinta. 3. Faktor-Faktor yang Mendukung Penyesuaian Pernikahan Antar Bangsa Menurut Tseng, Dermott, J.F., & Maretzki, T.W (1977), faktor pendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan campur (intercultural marriage) pada pasangan berbeda etnis, termasuk pada pasangan pernikahan antar bangsa antara lain : 1. Adanya sikap saling keterbukaan pikiran atau open mindedness Masing-masing pasangan, baik itu suami-istri menerapkan sikap saling membuka pikiran atau open mindedness, dimana mau mendengarkan pendapat dan sa ran serta menerima kritikan dari pasangannya. Selain itu, pasangan dapat memahami apa yang disampaikan oleh pasangannya.

32 2. Adanya toleransi yang tinggi Pasangan lebih menanamkan rasa toleransi, kerukunan, menghormati, menghargai serta memahami pasangan masing-masing. Perbedaan yang ada di dalam pernikahan tidak dijadikan konflik berkepanjangan. Selain itu, masing-masing pasangan menyadari kapasitas dan peran yang harus dijalankan dalam rumah tangga serta tidak memaksakan kehendak masing-masing. 3. Memiliki sikap keluwesan Pasangan dapat bersikap sesuai dengan situasi, fleksibel dan bijak dalam menghadapi suatu permasalahan. Jadi, dalam hal ini pasangan cekatan dalam mengambil sikap sesuai kondisi. 4. Memiliki keinginan untuk saling mempelajari kebudayaan dari pasangan. Masing-masing pasangan akan membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan ke dalam pernikahan, sehingga suami atau pun istri dari latar belakang budaya yang berbeda dapat memperkenalkan tradisi yang berlaku dalam kelompok budayanya dan saling mempelajari kebudayaan pasangannya melalui perayaan di dalam keluarga dan kebiasaan yang dilakukan pasangan. 5. Kepekaan terhadap kebutuhan pasangan Suami atau pun istri memahami apa yang dibutuhkan pasangannya, tahu terhadap apa yang pasangannya inginkan dan mewujudkan keinginan pasangannya dengan tujuan membahagiakan pasangan serta menjaga hubungan baik di dalam pernikahan.

33 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendukung penyesuaian pernikahan antar bangsa adalah adanya sikap saling keterbukaan atau open mindedness, adanya toleransi yang tinggi, memiliki sikap keluwesan, memiliki keinginan untuk saling mempelajari kebudayaan dari pasangan, dan kepekaan terhadap kebutuhan pasangan. 4. Permasalahan Pernikahan Antar Bangsa Perbedaan budaya merupakan permasalahan yang mendasar dalam pernikahan antar bangsa, seperti pada wanita Indonesia yang menikah dengan pria asing (barat). Hal ini dikarenakan pada masing-masing pasangan menganut kebudayaan yang berbeda, yang mana pada kebudayaan barat lebih mengesankan kehidupan yang bebas sedangkan pada kebudayaan timur lebih mengesankan kehidupan kolektif yaitu kekeluargaan dan lebih berdasarkan pada norma-norma yang ada pada lingkungan sekitar (Matsumoto & Liang, 2006). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Abigail (2009), menunjukkan secara umum bahwa wanita Indonesia yang menikah dengan pria berkebangsaan Inggris mengalami berbagai permasalahan di dalam pernikahan seperti kendala bahasa, perbedaan nilai, perbedaan pola perilaku kultural. Lerrigo (2005) menambahkan, pada pernikahan antar bangsa, perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing individu, seperti latar belakang budaya, hukum, nilai, bahasa, perbedaan pola pikir, agama dapat menjadi kendala atau masalah dalam pernikahan. Selain itu menurut penelitian Inman dkk (2011) menunjukkan bahwa pada keluarga pernikahan antar bangsa yang berorientasi pada keluarga kolektif-individualistis memiliki

34 perbedaan dalam hal pola asuh sehingga hal ini cendurung menjadi sumber permasalahan di dalam pernikahan antar bangsa. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada pernikahan antar bangsa, perbedaan-perbedaan yang ada pada masing-masing individu yang dilatar belakangi oleh kebudayaan yang berbed dapat menjadi kendala atau sumbe masalah dalam pernikahan, seperti masalah dalam kendala bahasa, perbedaan nilai, perbedaan pola perilaku kultural serta pola pengasuhan anak. C. Dewasa Awal 1. Definisi Dewasa Awal Istilah adult berasal dari kata kerja latin, seperti juga istilah adolescene adolescere, yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Hurlock (2000), membagi masa dewasa ini menjadi tiga tahapan, yaitu masa dewasa awal usia 18 sampai 40 tahun, masa dewasa madya dimulai pada usia 40 sampai 60 tahun dan dewasa lanjut dimulai dari usia 60 tahun keatas. Hurlock (2000), mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

35 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan baru dalam masyarakat, pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis dan berusia 18 hingga 40 tahun. 2. Karakteristik Dewasa Awal Menurut Hurlock (2000), karakteristik individu pada masa dewasa awal adalah: a. Masa pengaturan (settle down). Pada masa ini seseorang akan mencoba-coba sebelum ia menentukan mana yang sesuai, cocok, dan memberi kepuasan permanen. Ketika ia sudah menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, ia akan mengembangkan pola-pola prilaku, sikap, dan nilainilai yang cenderung akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya b. Masa usia produktif Dinamakan sebagai masa produktif karena pada rentang usia ini adalah masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah, dan berproduksi/menghasilkan anak. Pada masa ini organ reproduksi sangat produktif dalam menghasilkan individu baru (anak). c. Masa bermasalah Masa deewasa awal dikatakan sebagai masa yang sulit dan bermasalah. Hal ini dikarenakan seseorang harus mengadakan penyesuaian dengan peran barunya (pernikahan vs pekerjaan). Jika ia tidak bias mengatasinya maka akan menimbulkan masalah.

36 d. Masa ketegangan emosional Ketika seseorang berumur 20-an (sebelum 30-an), kondisi emosionalnya tidak terkendali. Pada masa ini juga emosi seseorang sangat bergelora dan mudah tegang. Namun, ketika sudah berumur 30-an, seseorang akan cenderung stabil dan tenang dalam emosi. e. Masa keterasingan sosial Masa dewasa awal adalah masa dimana seseorang mengalami krisis isolas, yaitu terisolasi atau terasingkan dari kelompok sosial. Keterasingan di intensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat untuk maju dalam berkarir. f. Masa komitmen Pada masa ini juga setiap individu mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk pola hidup, tanggungjawab, dan komitmen baru. g. Masa ketergantungan Pada awal masa deewasa awal sampai akhir usia 20-an, seseorang masih punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi/instnasi yang mengikatnya. h. Masa perubahan nilai Nilai yang dimiliki seseorang ketika ia berada pada masa deewasa awal berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai sudah mulai dipandang dengan kaca mata orang dewasa. Nilai-nilai yang berubah ini dapat meningkatkan kesadaran positif. Alasan kenapa

37 seseorang berubah nilia-nilainya dalam kehidupan karena agar dapat diterima oleh kelompoknya yaitu dengan cara mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati. i. Masa penyesuaian diri dengan hidup baru. Ketika seseorang sudah mencapai masa dewasa berarti ia harus lebih bertanggungjawab karena pada masa ini ia sudah mempunyai peran ganda. (peran sebagai orang tua dan sebagai pekerja. j. Masa kreatif Disebut masa kreatif karena individu bebas untuk berbuat apa yang diinginkan. Namun kreatifitas tergantung minat, potensi, dan kesempatan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu pada masa dewasa awal adalah masa pengaturan (settle down), masa usia produktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosional, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan,masa perubahan nilai, masa penyesuaian diri dengan hidup baru, dan masa kreatif. 3. Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2000), tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa dewasa awal adalah: a. Mencari dan menemukan calon pasangan hidup. b. Mulai membina kehidupan rumah tangga dan mengasuh anak. c. Meniti karier dalam rangka rnemantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga.

38 d. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab. e. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan. 4. Perkembangan Psikososial Dewasa Awal Menurut Erikson (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2007), dewasa awal merupakan masa krisis antara intimasi dan isolasi yang berarti selama usia masa dewasa awal akan merasa lebih aman dalam identitasnya ketika individu tersebut mampu membangun keintiman dengan diri mereka sendiri, baik dalam persahabatan dan dalam hubungan cinta. Sedangkan individu yang tidak bisa menjalin hubungan intim sepenuhnya karena takut kehilangan identitas dapat mengembangkan rasa isolasi. Pada wanita yang menikah dengan pria asing (barat) menunjukkan bahwa mereka telah memasuki masa intimasi yang mana sudah melakukan pernikahan dan mampu membangun keintiman dalam hubungan cinta bersama pasangannya. D. Gambaran Penyesuaian Pernikahan Pada Wanita Indonesia Yang Menikah Dengan Pria Asing (Barat) Setiap pernikahan membutuhkan adanya penyesuaian agar pasangan menjalani pernikahannya dengan bahagia (Hurlock,2000). Hal ini dikarenakan penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri dalam sebuah pernikahan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah tangga yang berpengaruh kuat terhadap kepuasan pernikahan, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan lain di luar rumah tangga. Salah satu pernikahan yang membutuhkan penyesuaian

39 adalah pernikahan antar bangsa, yaitu pernikahan yang terjadi pada pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan adanya penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda ( McDermott & Maretzki, 1977) Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Erriyadi (2007), menunjukkan bahwa pernikahan antar bangsa di Indonesia banyak dilakukan oleh wanita Indonesia yang menikah dengan pria asing, khususnya menikah dengan pria barat. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor yang mendorong minat wanita Indonesia untuk menikah dengan pria barat adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial dan kebutuhan sosial-relasional. Kebutuhan finansial dipengaruhi oleh faktor ekonomi, dimana wanita Indonesia cenderung mempersepsikan pria asing memiliki kondisi finansial yang lebih dari cukup. Persepsi positif tersebut mempengaruhi keyakinan mereka untuk dapat menikah dengan pria asing. Sedangkan kebutuhan Sosial-Relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang diperoleh dengan menikahi pria asing, sehingga dapat meningkatkan harga diri dan terpandang di masyarakat. Alasan lainnya yang berkaitan dengan motivasi wanita Indonesia untuk menikah dengan pria asing barat juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Holilah (2005) yang menunjukkan bahwa alasan seorang wanita Indonesia ingin menikah dengan pria berkebangsaan asing selain ingin terpenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah dan cepat adalah untuk memperbaiki keturunan. Alasanalasan ini menunjukkan bahwa wanita Indonesia memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk menikah dengan pria asing (barat).

40 Penelitian mengenai penyesuaian pernikahan sebelumnya pernah dilakukan oleh Ibrahim (2002) yang menunjukkan bahwa pernikahan bagi laki-laki dan wanita secara umum merupakan problema psikis dan sosial yang penting karena masing-masing harus berusahan melakukan penyesuaian diri dengan pasangannya. Penyesuaian seperti itu biasanya terjadi dalam waktu yang sangat lama dan dipengaruhi berbagai faktor psikologis, tetapi dapat dipastikan bahwa wanita mengalami banyak kesulitan dalam penyesuaian pernikahan, sementara laki-laki lebih mampu menyesuaikan diri dibandingkan wanita Kesulitan yang dihadapi dalam pernikahan antar bangsa adalah perbedaan budaya yang seringkali menjadi sumber permasalahan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Abigail (2009) yang melibatkan sepasang pasangan pernikahan antar bangsa, yaitu wanita Indonesia yang menikah dengan pria berkebangsaan Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasangan pernikahan antar bangsa tersebut mengalami berbagai permasalahan yang bersumber dari adanya perbedaan tradisi dan budaya diantara mereka, seperti perbedaan nilai, kendala bahasa dan perilaku kultural yang berbeda menghasilkan masalah yang berkaitan dengan perbedaan pengasuhan anak. Pengalaman unik dalam penyesuaian pernikahan juga pernah dipaparkan dalam penelitian Putri (2010) Penelitian ini melibatkan sepasang pasangan pernikahan antar bangsa, yaitu wanita Indonesia yang menikah dengan pria berkebangsaan Jerman. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa masalah yang dihasilkan dari perbedaan budaya tidak hanya permasalahan yang berkaitan dengan perbedaan bahasa dan bahasa, persoalan pengasuhan dan pendidikan anak

41 tetapi juga berkaitan dengan persoalan hubungan suami istri dan aktivitas tertentu yang tidak disukai istri maupun suami. Penelitian lain dilakukan oleh Inman dkk (dalam Inman, Altman, Davidson, Carr & Walker, 2011) yang menunjukkan bahwa salah satu masalah pada pasangan pernikahan campur antar bangsa yang dilakukan padangan wanita Asia india dan pria White Amerika, adalah masalah yang bersumber dari adanya perbedaan budaya, yaitu sulitnya menghadapi perbedaan yang berkaitan dengan orientasi keluarga kolektif-individual, sehingga pernikahan antar bangsa seperti ini membutuhkan penyesuaian pernikahan. Pernikahan antar bangsa, seperti pernikahan wanita Indonesia dengan pria barat, hampir memiliki sumber permasalahan yang berkaitan dengan perbedaan budaya. Untuk itu dibutuhkan adanya penyesuaian yang baik di dalam pernikahannya, untuk mengatasi masalah di dalam pernikahan yang berkaitan dengan perbedaan - perbedaan yang ada sehingga mencapai keberhasilan rumah tangga.

42 Tugas Perkembangan Dewasa Awal PARADIGMA BERPIKIR Mencari pasangan hidup Menikah Pemilihan pasangan Adanya perbedaan (Yoshida, 2008) Prinsip kesesuaian (Sears dkk, 1992) Motivasi penikahan: Memperbaiki status ekonomi Memperbaiki keturunan Cinta Pernikahan campuran (Intercultural marriage) Pernikahan Antar Bangsa (wanita Indonesia pria asing) Perbedaan budaya : Individualis vs Kolektif Dibutuhkan penyesuaian pernikahan (Hurlock,2000) : Penyesuaian dengan pasangan Penyesuaian seksual Penyesuaian keuangan Penyesuaian dengan keluarga pasangan Sumber masalah dalam pernikahan : Perbedaan nilai Kendala bahasa Perbedaan pola perilaku kultural Nuclear family vs Extended family Pola asuh anak MAKA Pertanyaan: Bagaimanakah gambaran faktor-faktor penyesuaian pernikahan pada wanita yang menikah dengan pria asing (barat).