REVITALISASI SLB PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
REVITALISASI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) PASCA IMPLEMENTASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. wicara. anak tuna grahita anak tuna daksa, anak tuna laras. Anak autis dan anak

PEND. ANAK LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SLB-E NEGERI PEMBINA TINGKAT PROPINSI. 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

PENGUATAN EKOSISTEM PENDIDIKAN MELALUI BATOBO SEBAGAI OPTIMALISASI PENDIDIKAN INKLUSI DI PAUD

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Copyright by Asep Herry Hernawan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

PERATURAN MENDIKNAS NOMOR 24 TAHUN 2006

BAB IV HASIL PENELITIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

REVITALISASI PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS ABSTRAK Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah biasa. Sekolah Luar Biasa () diselenggarakan untuk melayani anak dalam usia sekolah yang berkebutuhan khusus (memiliki kelainan fisik atau mental). Bila penyelenggaraan pendidikan inklusif sudah bisa menampung semua anak yang berkebutuhan khusus, maka sekolah luar biasa menjadi tidak diperlukan lagi. Terlepas dari kenyataan penyelenggaraan kelas inklusi, yang menjadi masalah adalah bagaimana keberadaan Sekolah Luar Biasa pasca implementasi Sekolah Inklusi. Atas dasar tersebut, maka perlunya penelitian untuk mengetahui permasalahan penyelenggaraan pasca implementasi Sekolah Inklusi. Penelitian dilaksanakan pada 12 di empat Kabupaten/Kota wilayah Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekalipun diselenggarakan sekolah inklusi, semua responden menjawab optimis, bahwa tetap akan exis, tidak ada masalah karena berbagai alasan: (1) tidak semua ABK bisa ditampung/ditangani oleh Sekolah Inklusi, anak tuna grahita (ringan, sedang) yang memiliki ciri khusus yaitu IQ-nya dibawah anak normal biasa tidak bisa di ikut sertakan pada kelas inklusi bersama anak normal biasa, anak tuna rungu wicara juga juga tidak mudah masuk kelas inklusi, anak tuna netra yang memiliki IQ normal diatas rata-rata memungkinkan bisa masuk di Sekolah inklusi asal disertai dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK), anak tuna daksa yang memiliki IQ normal diatas rata-rata paling memungkinkan bisa diterima di Sekolah Inklusi, anak lambat belajar dan anak autis juga memungkinkan bisa ditangani oleh Sekolah Inklusi asal ada GPK, (2) sebagian besar orang tua dari anak penyandang ketunaan masih lebih mempercayakan anaknya dididik di yang sudah cukup berpengalaman daripada memasukkan anaknya pada Sekolah Inklusi yang belum berpengalaman, (3) Sekolah Inklusi bisa dibuka di daerah / kecamatan dimana tidak ada -nya; tentang GPK-nya bisa bekerjasama dengan terdekat, (4) sebagian besar masyarakat, terutama dari kalangan orang tua anak ABK belum tahu persis apa itu Sekolah Inklusi dibanding yang sudah lebih familiar, dan (5) yang ada sekarang ini sudah cukup mapan, sarana dan prasarana cukup memadai, gedung dan peralatan cukup representatif, secara institusional memiliki legalitas yang kuat, tenaga cukup profesional sehingga akan tetap exis keberadaannya sekalipun telah ada Sekolah Inklusi. Kata kunci:, Sekolah Inklusi Surakarta, 15 Mei 2013 1

REVITALISASI PASCA IMPLEMENTASI SEKOLAH INKLUSI 1 Oleh: Slamet Hw, Joko Santosa FKIP-UMS Latar Belakang Masalah UUSPN No.20 tahun 2003, Bab IV Pasal 5 ayat 1 dan 2 bahwa: (1) Setiap warga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, (2) Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah biasa. Banyak definisi tentang program pendidikan inklusi, kebanyakan dari definisi tersebut berfokus pada seting dimana para siswa dengan kelainan khusus menerima pendidikan sebagaimana mereka pada umumnya. Inklusi meliputi para siswa yang gifted dan berbakat, mereka yang mempunyai resiko kegagalan karena lingkungan hidup mereka, mereka yang berkelainan, dan mereka yang mempunyai prestasi rata-rata. Para ahli meyakini bahwa dengan guru yang kompeten, dukungan dan layanan yang mencukupi, serta komitmen yang kuat dapat menjamin setiap siswa berhasil dengan tidak memerlukan tempat pendidikan yang terpisah. Para ahli menyarankan bahwa banyak siswa yang memerlukan kelas dengan ukuran lebih kecil, metode pembelajaran khusus, dan untuk sebagian siswa perlu adanya kurikulum yang lebih menekankan pada keterampilan hidup yang dapat diberikan dalam kelas khusus untuk sebagian atau pun seluruh waktu sekolah. Pendidikan luar biasa adalah program pembelajaran yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan unik dari individu siswa. Pendidikan luar biasa merupakan salah satu komponen dalam salah satu pemberian layanan yang kompleks dalam membantu individu untuk mencapai potensinya secara maksimal. Sekolah Luar Biasa diselenggarakan untuk melayani anak dalam usia sekolah yang berkebutuhan khusus (memiliki kelainan fisik atau mental) yang tidak dapat dilayani di sekolah umum/biasa. Bila penyelenggaraan pendidikan inklusif sudah berjalan sebagaimana mestinya, yakni sudah bisa menampung semua anak yang berkebutuhan khusus, maka sekolah luar biasa menjadi tidak diperlukan lagi. Terlepas dari kenyataan penyelenggaraan kelas inklusi, namun yang menjadi masalah adalah bagaimana keberadaan Sekolah Luar Biasa pasca implementasi Sekolah Inklusi. Surakarta, 15 Mei 2013 2

Tujuan Khusus Penelitian Atas dasar latar belakang sebagaimana diuraikan, maka perlunya penelitian untuk mengetahui permasalahan penyelenggaraan pasca implementasi Program Inklusi untuk selanjutnya dapat dicari alternatif pemecahannya. Lebih lanjut, tujuan khusus penelitian yang direncanakan untuk tahun pertama adalah : (1) diperolehnya profil/pemetaan sekolah luar biasa, (2) lewat analisis SWOT, diperolehnya diskripsi data potensi sebagai pijakan untuk menemukan alternative revitalisasi pasca implementasi Program Pendidikan Inklusif Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian pengembangan. Richey dan Nelson (1996; dalam Armanto, 2003) mengidentifikasikan bahwa penelitian pengembangan (Developmental research) berorientasi pada pengembangan produk dimana proses pengembangannya dideskripsikan seteliti mungkin dan produk akhirnya dievaluasi. Van den Akker (1999; dalam Armanto, 2003) menyebutnya sebagai penelitian formatif dimana aktivitas penelitiannya dilaksanakan dalam proses berulang (cyclic) dan ditujukan pada pengoptimasian kualitas implementasi produk di situasi tertentu. Aktivitas penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) tahapan. Ke dua tahapan digambarkan sebagai berikut: Analisis Data Uji Teoritik Model Refleksi, evaluasi dan Revisi Model Pengumpulan Data Sharing Pakar Uji Empirik -1 (Uji Model) Terevisi Rekomendasi Analisis Situasi Temukan Model Solusi Dampak / Tahun ke-1 Tahun ke-2 Bagan 1. Tahapan dan aktivitas penelitian pengembangan (Diadopsi dari Armanto, 2003; Hadi,2004) Deskripsi Hasil Penelitian Peta Potensi Sekolah 1. Jenis Ketunaan dan Banyaknya Siswa Penelitian dilaksanakan di empat kabupaten/kota (Surakarta, Karanganyar, Sragen dan Wonogiri) dari tujuh kabupaten/kota di wilayah Surakarta. yang diteliti sebagai sampel dipilih empat Negeri dan Surakarta, 15 Mei 2013 3

delapan Swasta. Jenis ketunaan yang diteliti ada delapan yaitu: (1) tuna netra, (2) tuna rungu wicara, (3) tuna grahita, (4) tuna daksa, (5) tuna laras, (6) Autis, (7) tuna ganda, dan (8) lambat belajar; Dari empat Negeri, semuanya menyelenggarakan pendidikan lebih dari satu jenis ketunaan dari tingkat TK sampai SLA. Dari delapan Swasta, ada empat yang menyelenggarakan pendidikan dengan lebih dari satu ketunaan, sedangkan empat Swasta yang lain hanya menyelenggarakan satu jenis ketunaan. Adapun jenis ketunaan yang diselenggarakan dan banyaknya siswa tiap jenjang pendidikan nampak dalam tabel berikut: Tabel 2 Jenis ketunaan peserta didik dan banyaknya siswa di 4- Negeri Jenis ABK TK SD SLP SLA Jumlah 1. Tuna netra - 11 1-12 2. Tuna rungu dan wicara 29 89 14 24 156 3. Tuna grahita 31 309 58 28 426 4. Tuna daksa - 24 - - 24 5. Tuna laras - - - - 0 6. Autis 2 28 2-32 7. Tuna ganda - - - - 0 8. Lambat belajar - 21-4 25 Jumlah 62 482 75 56 675 Tabel 3 Jenis ketunaan peserta didik dan banyaknya siswa di 8- Swasta Jenis ABK TK SD SLP SLA Jumlah 1. Tuna netra 3 22 19 4 48 2. Tuna rungu dan wicara 18 105 24 7 154 3. Tuna grahita 15 254 94 48 411 4. Tuna daksa 21 37 45 34 137 5. Tuna laras - 60 24-84 6. Autis 4 1 - - 5 7. Tuna ganda 3 2 1-6 8. Lambat belajar - 2 - - 2 Jumlah 64 483 207 93 847 Surakarta, 15 Mei 2013 4

Tabel 4 Jenis ketunaan peserta didik dan banyaknya siswa Negeri dan Swasta Jenis ABK TK SD SLP SLA Jumlah Persentase 1. Tuna netra 3 33 20 4 60 3,94 2. Tuna rungu dan wicara 47 194 46 39 326 21,42 3. Tuna grahita 46 563 144 68 821 53,94 4. Tuna daksa 21 61 45 34 161 10,58 5. Tuna laras - 60 24-84 5,52 6. Autis 6 29 2-37 2,43 7. Tuna ganda 3 2 1-6 0,39 8. Lambat belajar - 23-4 27 1,77 Jumlah 126 965 282 149 1522 100 Persentase 8,28 63,40 18,53 9,79 Dari tabel 4, ternyata penyandang tuna grahita adalah yang paling banyak (53,94%), disusul tuna rungu wicara (21,42%), kemudian tuna daksa (10,58%), tuna laras (5,52%), tuna netra (3,94%), autis (2,43%), lambat belajar (1,77%) dan tuna ganda (0,39%). Disamping itu peserta didik yang paling banyak adalah tingkat SD (63,40%), kemudian tingkat SLP (18,53%), SLA (9,79%) dan TK (8,28%) 2. Penyelenggaraan Pendidikan Dalam penyelenggaraan pendidikan, beberapa menyediakan asrama diantaranya: Tingkat Asrama Non Asrama TK 1 Swasta 2 Negeri SD SLP SLA 2 Negeri 6 Swasta 2 Negeri 6 Swasta 1 Negeri 4 Swasta 2 Negeri 8 Swasta 1 Negeri 8 Swasta 2 Negeri 7 Swasta 3. Standar Pelayanan Pendidikan Banyaknya yang telah memenuhi 8 standar pelayanan pendidikan adalah sebagai berikut: Surakarta, 15 Mei 2013 5

a. Standar Isi Item Ada/punya Tidak ada Kerangka Dasar dan struktur kurikulum 12 = 100 % Beban belajar 12 = 100 % Kurikulum Satuan Pendidikan 12 = 100 % Kalender Pendidikan 12 = 100 % b. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Item Ada/punya Tidak ada SKL Satuan Pendidikan 12 = 100 % SKL Kelompok Mata Pelajaran 12 = 100 % SKL Mata Pelajaran 12 = 100 % c. Standar Proses Item Ada/punya Tidak ada Perencanaan Pembelajaran: 12 = 100 % 1. Silabus 2. Rencana Program Pembelajaran (RPP) 12 = 100 % 12 = 100 % 3. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP Pelaksanaan Proses Pembelajaran Terlaksana Tidak 12 = 100 % Penilaian Hasil Pembelajaran Ada Tidak ada 12 = 100 % Pegawasan Proses Pembelajaran 12 = 100 % Pelaporan 12 = 100 % Tindak lanjut 12 = 100 % Surakarta, 15 Mei 2013 6

d. Standar Sarana dan Prasarana Item Ada / memadahi Kurang Tidak ada Lahan Bangunan Gedung Kelengkapan sarana dan prasarana Ruang penunjang Ruang Perpustakaan 4 Negeri 6 Swasta 3 Negeri 6 Swasta 3 Negeri 5 Swasta 2 Negeri 4 Swasta 3 Negeri 6 Swasta - 2 Swasta 1 Negeri 2 Swasta 1 Negeri 3 Swasta 2 Negeri 4 Swasta 1 Negeri 1 Swasta 1 S Ruang Laboratorium - 1 S 1 Negeri 2 S 3 N 5 S e. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Item Sangat Memenuhi Cukup memenuhi Kurang memenuhi Kualifikasi Pendidik Kompetensi Guru Tenaga Kependidikan 1 N 2 S 1 N 3 S 2 N - 3 N 6 S 3 N 5 S 2 N 6 S 2 S Tenaga laboratorium - - 1 S 4 N 7 S Tenaga Perpustakaan 1 N 3 N Surakarta, 15 Mei 2013 7

1 S 2 S 5 S f. Standar Pengelolaan Item Ada Tidak ada Perencanaan Program 1. Visi dan Misi Sekolah 2. Tujuan Sekolah Rencana Kerja Sekolah Pengawasan dan evaluasi Kepemimpinan Sekolah Sistem Informasi dan Manajemen g. Standar Penilaian Item Ada Tidak ada Pedoman Penilaian Penilaian oleh Pendidik Penilaian oleh Satuan Pendidikan Penilaian oleh Pemerintah h. Standar Pembiayaan Item Ada Tidak ada Pembiayaan rutin (gaji guru, karyawan) Biaya pengembangan Biaya pengadaan sarana dan prasarana 3 N 8 S 2 N 5 S 1 N 2 N Surakarta, 15 Mei 2013 8

3 S 4. Tentang Guru Pembimbing Khusus (GPK) Untuk mendampingi ABK diperlukan GPK. Banyaknya GPK di seluruh adalah sebagai berikut GPK Sertifikasi Jenis ABK Pria Wanit a Jml Sudah Belum 1. Tuna netra 5 4 9 4 5 2. Tuna rungu dan 4 12 16 4 12 wicara 3. Tuna grahita 17 37 54 32 22 4. Tuna daksa 3 1 4-4 5. Tuna laras - - - - - 6. Autis 2 2 4 1 3 7. Tuna ganda 2 3 5-5 8. Lambat belajar 4 15 19-19 Jumlah 37 74 111 40 71 5. Tenaga Profesional (Dokter, Psikolog, Pakar Pendidikan) Untuk melakukan identifikasi terhadap ABK diperlukan tenaga profesional seperti Dokter, Psikolog atau Pakar Pendidikan. Tenaga Profesional Ada Tida k Jml Kerjasama dg Instansi 1. Dokter 4 RS, Puskesmas 2. Psikolog 9 UNS 3. Pakar 8 UNS, Diknas Pendidikan 4. Pakar lainnya 7 RSJ, PLB UNS, Terapis Surakarta, 15 Mei 2013 9

6. Alat Bantu Kemandirian Beberapa ABK memerlukan alat bantu seperti kursi roda, alat bantu dengar, tongkat raba, dan lain-lain. a. Alat Bantu Kemandirian secara Kuantitative Jenis ABK Alat Bantu Kemandirian Mencukupi Tidak mencukupi a. Tuna netra 3 3 b. Tuna rungu dan 4 3 wicara c. Tuna daksa 2 4 b. Alat Bantu Kemandirian secara kualitative Jenis ABK Alat Bantu Kemandirian Memada hi Cukup memadahi Kurang memadahi 1. Tuna netra 3 1 2. Tuna rungu dan wicara 2 1 3. Tuna daksa 1-1 7. Profil Kepala Sekolah Dari 12 yang diteliti, diperoleh profil Kepala Sekolah sebagai berikut Aspek Kriteria Jumlah a. Status PNS 11 Non PNS b. Pengalaman mengajar Lebih dari 30 tahun Antara 20-30 tahun Antara 10-20 tahun c. Pengalaman menjadi Kepala Sekolah d. Pendidikan tertinggi S 2 S 1 e. Pangkat/golongan IV.b IV.a Lainnya Antara 10-20 tahun Antara 5-10 tahun Kurang dari 5 tahun 1 4 6 2 7 4 1 5 7 1 10 1 Surakarta, 15 Mei 2013 10

f. Sertifikasi Guru dalam jabatan Sudah sertifikasi Belum sertifikasi 11 1 8. Tanggapan Kepala Sekolah terhadap Pasca Implementasi Sekolah Inklusi Waktu ditanyakan masa depan setelah diselenggarakannya Sekolah Inklusi, semua Kepala Sekolah (100%) menjawab optimis, bahwa tetap akan exis, tidak ada masalah dan tetap jalan karena berbagai alasan: a. Tidak semua ABK bisa ditampung/ditangani oleh Sekolah Inklusi (1) Anak tuna grahita (ringan, sedang) yang memiliki ciri khusus yaitu IQ-nya dibawah anak normal biasa tidak bisa diikut sertakan pada kelas inklusi bersama anak normal biasa karena pasti banyak hambatan, dan ini hanya bisa ditangani dan ditampung oleh lembaga yang sudah profesiolal untuk itu yaitu. (2) Anak tuna rungu wicara juga juga tidak mudah masuk kelas inklusi. Bila dipaksakan masuk kelas inklusi juga akan mengalami banyak hambatan karena tidak semua mata pelajaran bisa disampaikan dengan bahasa isyarat dan semua guru mata pelajaran harus menyajikan dengan bahasa isyarat selain bahasa harian. (3) Anak tuna netra yang memiliki IQ diatas rata-rata memungkinkan bisa masuk di Sekolah inklusi asal disertai dengan Guru Pembimbing Khusus (GPK) (4) Anak tuna daksa yang memiliki IQ normal diatas rata-rata paling memungkinkan bisa diterima di Sekolah inklusi. Karena keterbatasan pisik, asalkan difasilitasi akan bisa mengikuti kegiatan pembelajaran seperti anak normal biasa. (5) Anak lambat belajar dan anak autis juga memungkinkan bisa ditangani oleh Sekolah Inklusi asal ada GPK b. Sebagian besar orang tua dari anak penyandang ketunaan masih lebih mempercayakan anaknya dididik di yang sudah cukup berpengalaman daripada memasukkan pada Sekolah Inklusi yang belum berpengalaman untuk menangani. c. Sekolah Inklusi mungkin bisa dibuka di daerah / kota / kecamatan dimana tidak ada -nya. Tentang GPK-nya bisa bekerjasama dengan terdekat. Beberapa sudah bekerjasama dalam hal penyediaan GPK di Seklah Inklusi seperti yang dilakukan N Wonogiri dan N Sragen d. Sebagian besar masyarakat, terutama dari kalangan orang tua anak ABK belum tahu persis apa itu Sekolah Inklusi dibanding yang sudah lebih familiar. e. yang ada sudah cukup mapan, sarana dan prasarana cukup memadai, gedung dan peralatan cukup representatif, secara institusional memiliki legalitas yang kuat, tenaga cukup profesional sehingga akan tetap exis keberadaannya. Surakarta, 15 Mei 2013 11

9. Tanggapan Kepala Sekolah terhadap kemungkinan menerima anak normal biasa Mengingat keberadaan yang sudah mapan, dan sesuai rumusan Sekolah Inklusif yaitu Sekolah Biasa/Sekolah Umum, yang mengakomodasi semua ABK atau /Sekolah Luar Biasa/Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak biasa, setelah ditanyakan apakah ada rencana akan menerima anak normal biasa maka jawabnya: a. Satu (1 = 8,3%) sudah melaksanakan b. Dua (2=16,6%) ada rencana, sudah dipersiapkan c. Lima (5=41,67%) sedang mempertimbangkan d. Empat (4=33,33%) menyatakan tidak akan menerima anak normal biasa 10. Dukungan masyarakat dan orang tua dan lingkungan Dari isian angket diperoleh data bahwa a. Dukungan masyarakat cukup baik, komite sekolah cukup aktif b. Dukungan orang tua sangat baik, ada paguyuban orang tua siswa, selalu dijalin komunkasi dengan orang tua c. Lingkungan sekolah cukup mendukung, kondusif terhadap Kesimpulan Penelitian Mencermati kesepuluh (10) peta potensi dari 12 yang diteliti kiranya dapat dipakai untuk menggambarkan diseluruh wilayah Surakarta sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. se wilayah Surakarta ternyata cukup potensial. a. Peserta didiknya cukup banyak, ada 1522 anak dari berbagai jenjang pendidikan, dari TK sampai SLA b. Guru Pembimbing Khusus cukup memadai, dari 111 orang GPK, yang sudah tersertifikasi ada 40 orang c. Memiliki berbagai tenaga profesional (Dokter, Psikolog, Pakar pendidikan) dari hasil kerjasama dengan berbagai instansi d. Kepala Sekolah memiliki pengalaman yang cukup e. Masing-masing memiliki lahan yang cukup, gedung yang representatif, sarana dan prasarana cukup memadai f. Ada dukungan yang kuat baik dari orang tua, masyarakat dan lingkungan tentang keberadaan 2. Keberadaan tidak terpengaruh dengan adanya Sekolah Inklusi, justru bisa bekerjasama dengan Sekolah Inklusi terutama dalam hal ikut menyediakan GPK 3. bisa direvitasisasi menjadi pusat sumber Surakarta, 15 Mei 2013 12

DAFTAR PUSTAKA Abdurrmahman, M. 1996, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta. Depdibud Dirjen Dikti PPPG. Agustiyawati.2007. Pelaksanaan Program Pendidikan Terpadu (Integrasi) Pelaksanaan Program Pendidikan Terpadu (Integrasi) Bagi Tuna Netra di Indonesia. http://agustiyawati.blogspot.com/. Accessed: Amuda Heryanto. 2009. Pedoman Resourcece Centre. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Bidang Pendidikan Luar Biasa. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Standar Pelayanan Minimal Sekolah Luar Biasa, Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Perangkat Untuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif, Ramah Terhadap Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas. Djadja Rahardja. 2010. dulu dan sekarang. Download Senin 6 Desember 2010. Jam 12.15 Hadi, Sutarto, 2003,2006. Paradigma Baru Pendidikan Matematika. Makalah Forum Komunikasi Sekolah Inovasi Kalimantan Selatan, 2003; Workshop Lokal PMRI 15-17 Juni 2006 di Yogyakarta. Sarjito. 2010. Rancangan pengembangan. Download Sabtu, 07 Agustus 2010. Jam 12.35 Surakarta, 15 Mei 2013 13