Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

1. Pendahuluan MODUL PENANGANAN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS GANGGUAN ATENSI BAGI GURU SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

Pembelajaran yang Ramah M.SUGIARMIN

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) TIPE SLOW LEARNERS

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN BAGI ANAK KESULITAN MEMBACA DI MIN KOTO LUAR PADANG (Deskriptif Kualitatif)

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy,

Penyesuaian Akademis Mahasiswa Tingkat Pertama

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan, sehingga menjadi orang yang terdidik. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di negara kita ini pendidikan menjadi

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IbM TERAPI PRAKTIS BAGI KELUARGA ANAK TUNARUNGU

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

Studi Deskriptif Mengenai Perilaku Prososial pada Guru di Sekolah Dasar Negeri Putraco Indah Bandung

PERANAN GURU DALAM MENANGANI SISWA DENGAN GANGGUAN AUTISME DI SEKOLAH INKLUSIF (STUDI DESKRIPTIF DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU RUHAMA)

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

LAPORAN PELAKSANAAN PRAKTEK PENGALAMAN LAPANGAN II PENDIDIKAN LUAR BIASA DI SD NEGERI BANGUNREJO II YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

Educational Psychology Journal

PENYULUHAN TENTANG PENGASUHAN ANAK DI DESA DAMPIT KEC. CICALENGKA

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

1. Pendahuluan PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

PENERAPAN METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn eissn

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang

KOMPETENSI GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI PADA GURU SD NEGERI KOTA BANDUNG. Abstrak

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas guru. Sebaik apapun

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan pendidik sekaligus pengasuh, mempunyai peranan

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

PENGEMBANGAN PANDUAN IDENTIFIKASI DAN ASESMEN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SDN INKLUSI X SURABAYA

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Senawati Nengsih

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi seorang guru membutuhkan persyaratan-persyaratan spesifik di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

WALIKOTA PROBOLINGGO

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

BENTUK - BENTUK ADAPTASI DAN PENYESUAIAN PESERTA DIDIK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

STUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. Akselerasi (Studi kasus di SMP Islam Pekalongan), maka dapat. 1. Desain pembelajaran PAI dalam program akselerasi.

BAB 4 PROSES DAN HASIL PENGEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peneliti dalam rangka pengambilan data sebagai berikut: No Tanggal Kegiatan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

PELAKSANAAN KURIKULUM ADAPTIF DI SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSI DI SEKOLAH DASAR NEGERI GIWANGAN, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB III ANALISA MASALAH

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

ARTIKEL ILMIAH DESKRIPSI PROSES RECALL SISWA TUNAGRAHITA RINGAN PADA MATERI TABUNG DI KELAS IX (INKLUSI) SMP N 6 KOTA JAMBI

BAB IV HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 ANALIS KEBUTUHAN PROGRAM PENDAMPINGAN GURU SDN GUNA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGAJAR SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS 1 Dewi Rosiana, 2 Stephani Raihana Hamdan, 3 Anna Rozana, dan 4 Dinda Dwarawati 1,2,3,4 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 1 dewirosiana@yahoo.com, 2 stephanie.raihana@gmail.com, 3 anna_dyreza@yahoo.co.id 4 dinda.dwarawati@gmail.com Abstrak. Sekolah Dasar Negeri dituntut untuk bersiap diri dengan basis inklusi. Kondisi ini memunculkan kebutuhan para guru yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja mengajar siswa reguler untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus. Dalam penelitian ini dipaparkan hasil analisis kebutuhan yang dilakukan pada 28 orang guru SDN di Bandung yang berasal dari 3 sekolah yang berbeda. Hasil analisis kebutuhan menunjukkan bahwa perlunya meningkatkan 1) pengetahuan guru tentang karakteristik siswa berkebutuhan khusus dan identifikasi masing-masing kebutuhan khusus, 2) pengetahuan guru tentang berbagai metoda mengajar bagi siswa berkebutuhan khusus, 3) kemampuan guru dalam menerakan berbagai metoda mengajar bagi siswa berkebutuhan khusus, 4) diperlukan pula assesment siswa berkebutuhan khusus bagi siswa kurang mampu dan 5) fasilitas yang menunjang untuk pembelajaran yang bersifat teurapeutik. Kata kunci: Analisis kebutuhan, Program Pendampingan, Kemampuan Mengajar, Guru SDN, Siswa Berkebutuhan Khusus. 1. Pendahuluan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 70 tahun 2009, menyatakan bahwa setiap sekolah harus menyelenggarakan pendidikan inklusif dimana peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kercerdasan atau bakat istimewa bisa mengikuti proses pembelajaran secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Namun mereka diperbolehkan untuk mengikuti pembelajaran sesuai dengan kemampuannya saja. Untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif, sekolah harus bisa menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan SBK, misalnya seperti guru pembimbing khusus (GPK) dan kurikulum inklusi maupun alat bantu ajar yang mempermudah SBK untuk belajar. Banyaknya jumlah siswa berkebutuhan khusus (SBK) yang memiliki berbagai macam kebutuhan, menuntut sekolah untuk menyediakan guru yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai dalam menangani SBK. Perubahan fungsi sekolah pun tidak terelakkan, dari sekolah regular menjadi sekolah yang bersiap diri dengan basis inklusi. Kondisi ini memunculkan berbagai tuntutan pekerjaan baru yang harus dilakukan oleh guru-guru di SDN. Guru memiliki tugas yang lebih banyak dari sebelumnya. Guru tidak hanya perlu bertanggungjawab mendidik dan mengajar siswa normal, namun juga perlu membagi perhatiannya untuk menangani dan memahami setiap SBK yang ada di kelasnya. Guru dituntut bisa menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan SBK, agar SBK mampu memahami materi pelajaran yang diberikan. Selain itu, muncul berbagai masalah dari SBK selama berada di sekolah, baik masalah akademik, emosi, maupun sosial (Mutmainah, 2013). Kendala yang dikeluhkan guru pada subjek Penelitian ini (SDN X di Buah Batu, SDN Y di Dago dan SDN Z di Antapani), adalah bahwa latar belakang pendidikan guru bukan jurusan PLB (pendidikan luar biasa), sehingga mereka tidak memiliki pengetahuan 209

210 Dewi Rosiana, et al.. khusus mengenai jenis-jenis siswa berkebutuhan khusus beserta karakteristiknya. Mereka juga mengaku tidak memahami cara yang tepat untuk mengajak SBK agar mau belajar dan bersikap sesuai tuntutan lingkungan. Studi sebelumnya (Purnowo, 2014) menunjukkan bahwa di SDN Y di Dago, guru kurang memahami karakteristik siswasiswanya, sehingga kemungkinan adanya kesalahan dalam memberikan pengajaran pada siswa yang belum dapat membaca, dan metode belajar yang dipakai guru monoton. Saat belajar lebih sering mengerjakan LKS bersama-sama. Selanjutnya Mutmainah (2013) dalam studinya di SDN X Buah Batu menyarankan pada guru untuk dapat membuat strategi kerja, terutama dalam membuat metode belajar bagi masing-masing SBK, sehingga saat ada masalah guru mendapatkan gambaran mengenai penyelesaian masalahnya, dan guru diharapkan dapat meluangkan waktu untuk menyelesaikan tugastugasnya, terutama dalam memahami kondisi dan kebutuhan SBK. Fokus dalam makalah ini adalah memaparkan hasil analisis kebutuhan, mengenai pengetahuan dan kemampuan apa saja yang perlu ditingkatkan pada guru dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus pada tiga sekolah, yaitu SDN X di Buah Batu, SDN Y di Dago dan SDN Z di Antapani. Mengenai analisis kebutuhan yang dimaaksud dalam pemaparan ini, sesuai dengan menurut Lucas (1994) (dalam Rosiana, 2006) bahwa analisa kebutuhan diperlukan untuk melihat apakah ada kesenjangan antara apa yang seharusnya dimiliki seseorang dengan apa yang sebenarnya dimiliki oleh orang tersebut. Terdapat rumus yang dapat menggambarkan tentang potensi munculnya kebutuhan pelatihan, yaitu M I = sebuah potensi kebutuhan pelatihan. Dimana kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki anggota oraganisasi disebut sebagai inventory (I), dan simbol huruf M merepresentasikan kemampuan minimal yang harus ada untuk melakukan tugas tertentu. 2. Metodologis Penelitian Analisis kebutuhan dilakukan pada 28 orang guru dari SDN X di Buah Batu, SDN Y di Dago dan SDN Z di Antapani di Bandung. Analisis kebutuhan dilakukan melalui wawancara, observasi serta focus group discussion. Ada tiga aspek yang digali dalam analisis kebutuhan, yaitu 1) siswa, meliputi rasio jumlah siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal (di setiap kelas dalam satu sekolah), kategori dan tingkat keparahan siswa berkebutuhan khusus. 2) kondisi guru, meliputi rasio jumlah guru dan siswa (di setiap kelas dalam satu sekolah), ada/tidaknya guru helper, kemampuan guru (latar belakang pendidikan, kursus-kursus yang pernah dijalani terkait pengajaran siswa berkebutuhan khusus, dan status guru di sekolah), metode pengajaran di kelas yang memiliki siswa berkebutuhan khusus, kendala dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus, komunikasi antara Guru dan Orangtua dari anak siswa berkebutuhan khusus. 3) Kondisi sekolah, meliputi fasilitas fisik, kurikulum siswa berkebutuhan khusus, fasilitas sekolah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus. 3. Pembahasan 3.1 SDN X di Buah Batu Di SDN X di Buah Batu, hampir ada semua kategori siswa berkebutuhan khusus, kecuali golongan A (tuna netra) dan golongan E (tuna laras). Jadi menurut guru, di sekolah ini ada siswa berkebutuhan khusus yang tergolong ADHD, ADD, Slow Learner, LD, tuna grahita kategori sedang, juga Multiple Disorder, misalnya tuna rungu+tuna Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Analisis Kebutuhan Program Pendampingan Guru SDN... 211 wicara. Rasio jumlah siswa berkebutuhan khusus : normal (Di setiap kelas dalam satu sekolah), kurang lebih 90:60. Awalnya rata-rata guru berlatar belakang pendidikan sarjana pendidikan, namun sekarang guru-guru melanjutkan sekolah untuk jenjang S1 dengan jurusan PLB. Metode pengajaran di kelas yang memiliki siswa berkebutuhan khusus. Metode pelajaran yang diterapkan di kelas tetap klasikal. Dalam hal ini, biasanya anak reguler (normal) mau membantu teman-teman yang siswa berkebutuhan khusus dalam memahami pelajaran. Kendala dalam mengajarkan siswa berkebutuhan khusus adalah kesulitan menemukan metode pengajaran yang tepat karena dalam satu kelas, kategori siswa berkebutuhan khusus-nya berbeda-beda, dan hanya sedikit saja siswa yang memiliki helper untuk membantu mengajarkannya. Komunikasi antara orangtua dan guru sering dilakukan, dimana guru dan orangtua sering mendiskusikan perkembangan anaknya dengan pihak sekolah. Pihak orangtua pun mau bekerjasama dengan membawa anaknya ke tempat terapi untuk siswa berkebutuhan khusus. Kurikulum yang diterapkan di sekolah ini adalah kurikulum KTSP, mengikuti program pemerintah, namun bersifat inklusif, yakni disesuaikan dengan kemampuan siswa. Aplikasi dari kurikulum ini dapat terlihat saat ujian. Soal ujian antara satu siswa akan berbeda dengan siswa lainnya, disesuaikan dengan kemampuannya. Misalnya siswa reguler diberikan soal yang lebih rumit dibandingkan siswa siswa berkebutuhan khusus. Fasilitas sekolah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus. Guru-guru sering diutus untuk mengikuti pelatihan untuk menghadapi siswa siswa berkebutuhan khusus. Pada sesi focuss group discussion mengenai penanganan kasus anak berkebutuhan khusus di SDN X di Buah Batu, diskusi ini diadakan antara Kepala Sekolah, Guru-guru kelas. Para guru menceritakan proses sekolah saat awal menerima siswa berkebutuhan khusus, perjuangan dan penyesuaian dalam mengajar siswa berkebutuhan khusus. Awalnya keberadaan siswa siswa berkebutuhan khusus memacu guru-guru untuk mempelajari wawasan mengenai siswa berkebutuhan khusus secara otodidak. Diskusi berlangsung dengan antusias saat membahas kasus-kasus siswa yang ditangani guru-guru di kelas. Setiap guru menceritakan situasi baik suka maupun duka dalam menangani siswa berkebutuhan khusus. Dari pengalaman menangani kasus siswa berkebutuhan khusus, beberapa guru di SD X di Buah Batu tertarik untuk melanjutkan studi di jurusan pendidikan luar biasa (PLB). Saat ini SD X di Buah Batu telah diakui sebagai SD Inklusi oleh Dinas sehingga para guru mendapat pelatihan penanganan siswa berkebutuhan khusus secara kontinu setiap bulan di Dinas pendidikan Luar Biasa. Kepala sekolah SD X di Buah Batu juga telah mengikuti pelatihan siswa berkebutuhan khusus dari Dinas Pendidikan tingkat Provinsi dan Nasional. Beberapa point yang menjadi masukan selama diskusi adalah guru-guru mulai memahami kriteria siswa yang suspect anak kebutuhan khusus namun masih kesulitan untuk mendiagnosa masing-masing gangguan sehingga memerlukan bantuan diagnose dari ahli (psikolog/dokter). Pihak sekolah menginginkan kerjasama yang berkelanjutan dengan pihak peneliti dalam rangka assessment siswa berkebutuhan khusus. Pihak sekolah membutuhkan bantuan fasilitas penunjang dalam pengajaran siswa berkebutuhan khusus, dikarenakan saat ini masih minim fasilitas yang dapat bersifat terapeutik. 3.2 SDN Z di Antapani Bandung Di SDN Z di Antapani Bandung, siswa yang memiliki kecenderungan siswa berkebutuhan khusus di sekolah ini tidak terlalu banyak, yang baru terdeteksi itu ada di ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 4, No.1, Th, 2014

212 Dewi Rosiana, et al.. kelas 2, 5, dan 6. Jumlah siswa dalam satu kelas rata-rata 30-35 siswa, sehingga rasio siswa berkebutuhan khusus: normal adalah 1 : 30. Saat ini tidak ada psikotes ataupun tes lainnya sebelum masuk ke sekolah ini, sehingga tidak terdeteksi sebelumnya. Kemampuan guru terkait latar belakang pendidikan, kursus-kursus yang pernah dijalani terkait pengajaran siswa berkebutuhan khusus, dan status guru di sekolah adalah bahwa semua guru memiliki latar belakang pendidikan S1, yang terdiri dari 10 orang guru PNS dan 10 orang guru honorer. Metode pelajaran yang diterapkan di kelas yaitu klasikal, dan tidak ada metode khusus yang diberikan untuk siswa berkebutuhan khusus di kelas, hanya saja siswa yang memiliki kecenderungan siswa berkebutuhan khusus lebih mendapat perhatian khusus saat diberikan tugas. Kendala mengajarkan siswa yang memiliki kecenderungan siswa berkebutuhan khusus ini karena beberapa anak ini berasal dari keluarga broken home, sehingga guru sulit bekerjasama dengan orangtua untuk membantu siswa-siswa ini dalam belajar. Komunikasi antara orangtua dan guru dilakukan di waktu pembagian raport atau eventevent tertentu yang mengundang orangtua. Tidak ada kurikulum khusus untuk siswa berkebutuhan khusus, kurikulum yang diterapkan di setiap kelas adalah KTSP, kecuali kelas 1 yang telah mengikuti kurikulum 2013. Fasilitas sekolah untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus saat ini belum ada training/pelatihan tertentu untuk guru agar dapat menangani siswa berkebutuhan khusus karena sekolah ini menilai tidak ada siswanya yang tergolong siswa berkebutuhan khusus. Pada sesi focus group discussion, guru-guru menceritakan mengenai kasus siswa yang dihadapi di kelas di sekolah masing-masing. Guru-guru menunjukkan sikap antusias dan terbuka menceritakan siswa-siswa kelasnya. Beberapa point yang menjadi masukan selama diskusi adalah guru-guru sudah memahami kriteria siswa yang kebutuhan khusus. Namun masih kesulitan dalam menangani perilakunya di kelas. Guru-guru menyatakan memerlukan pelatihan tambahan terkait dengan metode mengajar yang tepat bagi anak kebutuhan khusus. Pihak sekolah masih memerlukan kejelasan mengenai sistem pendidikan inklusi. Saat ini di sekolah sudah menangani anak kebutuhan khusus namun belum ada sistem yang jelas bagaimana pendidikannya, misalnya kriteria penilaian, ujian, kurikulum khusus. Perlu dirancang kerjasama berlanjut antara pihak sekolah dengan pihak perguruan tinggi sebagai pendamping dalam meningkatkan kemampuan guru mengajar siswa berkebutuhan khusus. 3.3 SDN Y di Dago Bandung Di SDN Y di Dago ini, siswa keseluruhan berjumlah 149 siswa dengan ada sekitar 15-20 siswa berkebutuhan khusus. Penuturan guru agama yang mengajar di semua kelas, siswa berkebutuhan khusus di SD ini sebagian besar belum bisa membaca, bahkan ada kelas 5 dan kelas 6 yang belum bisa membaca, menulis belum rapih (menulis belum dalam satu garis, tapi bisa dalam 2 garis), ketika menulis ada huruf yang hilang atau tidak ditulis dan terbalik posisinya. 1 orang sulit dalam menangkap pelajaran. Nilai matematika kurang dari KKN, karena belum bisa perkalian (tidak hafal-hafal). Jika menyalin bisa, malah bagus. Namun ketika diminta untuk menulis tanpa menyalin tidak bisa. Bagi siswa berkebutuhan khusus di sekolah ini tidak bisa mengikuti pelajaran sehingga naik kelas paksa, karena kasihan sudah tidak naik kelas (awalnya tidak naik kelas, tahun berikutnya dinaikkan), atau karena alasan kehadiran yang rajin atau memang sudah ada peningkatan kemampuan akademik. Meskipun demikian beberapa dari siswa yang pada awalnya tidak bisa membaca dan menulis ada yang berhasil meningkatkan kemampuannya dengan bantuan les maupun dijelaskan ulang oleh guru. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Analisis Kebutuhan Program Pendampingan Guru SDN... 213 Guru-guru di sekolah, berlatar belakang sarjana pendidikan. Metode pengajaran di kelas yang memiliki siswa berkebutuhan khusus tidak memiliki metode khusus, hanya setelah dijelaskan secara umum, guru langsung menghadapi anak yang bermasalah dan menjelaskan kembali secara individual. Terdapat les setelah pulang sekolah untuk anakanak yang kurang dalam akademik namun les tidak selalu dilakukian dilakukan jika guru memiliki waktu luang setelah jam pulang sekolah. Kendala dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus bagi guru adalah sulit memberikan nilai, karena nilai rendah, bermasalah saat kenaikan kelas dan lelah karena harus bekerja ekstra, misalnya menjelaskan secara individual dan harus meluangkan waktu untuk memberikan les, yaitu dari kira-kira pukul 14.00 16.00 WIB. Kondisi fasilitas sekolah kurang memadai, kondisi ruangan kecil, apalagi ruang kelas 5 dan ruang kelas 6 hanya disekat dengan dinding triplek. Papan tulis masih dengan blackboard dan menggunakan kapur tulis, sehingga debu kapur tulis mengganggu pernafasan guru. Di lingkungan sekolah tersebut, satu kompleks tersebut terbagi menjadi 6 sekolah dasar berbeda, bergabung dalam satu lingkungan. Pada sesi focus group discussion, guru mengaku bahwa beberapa siswanya merupakan anak kebutuhan khusus. Beberapa guru menyatakan bahwa saat ini mereka mulai memahami bahwa masalah yang dialami ternyata bukan kesalahan mereka, namun dikarenakan kondisi anak mereka yang berbeda. Beberapa point yang menjadi masukan selama diskusi adalah bahwa guru-guru mulai memahami kriteria siswa yang suspect anak kebutuhan khusus namun masih kesulitan untuk mendiagnosa masing-masing gangguan sehingga memerlukan bantuan diagnose dari ahli (psikolog/dokter). Pihak sekolah menyatakan bahwa belum ada sistem pendidikan dan pengajaran yang jelas untuk menangani anak kebutuhan khusus tersebut. Sekolah masih meluluskan meski anak tersebut tidak mampu mengikuti pelajaran. Saat ini sekolah hanya membuat surat kesepakatan dengan orang tua bermaterai bila lulus namun tidak memenuhi kompetensi. Pihak sekolah membutuhkan bantuan assessment siswa berkebutuhan khusus gratis dari pihak profesional, mengingat keterbatasan ahli di sekolah dan kemampuan ekonomi orang tua siswa. Pihak sekolah membutuhkan bantuan fasilitas penunjang dalam pengajaran, dikarenakan saat ini masih minim. 4. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diperlukan program pendampingan yang dapat memberikan tambahan wawasan (kognitif), dukungan/support bagi guru (afektif) dan contoh cara pengajaran bagi siswa berkebutuhan khusus (psikomotor). Saran untuk pengembangan adalah perlunya pelatihan terpadu yang dapat meningkatkan 1) pengetahuan guru tentang karakteristik siswa berkebutuhan khusus dan identifikasi masing-masing kebutuhan khusus, 2) pengetahuan guru tentang berbagai metoda mengajar bagi siswa berkebutuhan khusus, 3) kemampuan guru dalam menerapkan berbagai metoda mengajar bagi siswa berkebutuhan khusus. Selain memerlukan bantuan pelatihan, pihak sekolah juga memerlukan asesmen guna mengidentifikasi siswa berkebutuhan khusus (terutama bagi siswa kurang mampu) dan fasilitas yang menunjang untuk pembelajaran yang bersifat teurapeutik. Identifikasi siswa berkebutuhan khusus sebaiknya dilakukan sampai dengan mengkategorikan jenis kebutuhan khususnya. Pengkategorian dapat mengacu pada Ormrod (2013), bahwa siswa berkebutuhan khusus dibagi menjadi 5 kategori, yaitu siswa dengan keterbatasan kemampuan kognitif atau kesulitan akademik, siswa yang mengalami keterlambatan umum dalam fungsi kognisi ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 4, No.1, Th, 2014

214 Dewi Rosiana, et al.. dan sosial, siswa dengan perkembangan kognitif tinggi, siswa yang mengalami masalah sosial/perilaku dan siswa dengan keterbatasan fisik dan sensori. Daftar Pustaka Mutmainah, Nisa.2013. Hubungan antara derajat kesabaran dengan motivasi kerja guru di sekolah inklusi SDN Putraco Indah Kota Bandung. Skripsi. Fakultas Psikologi Unisba. Ormrod, Jeanne.E. 2013. Educational Psychology : Developing Learners. Edisi 8. Penerbit : Pearson. Purnowo, Larasati Putri. 2014. Mendeskripsikan Faktor-Faktor Penyebab Siswa Kelas 3 SDN Pakar III Bandung Belum Bisa Membaca. Laporan KKPP. Fakultas Psikologi Unisba. Rosiana, Dewi. (2006). Penyusunan Modul Pelatihan Penyesuaian Diri Akademis Bagi Mahasiswa Tingkat Pertama Fakultas Psikologi Unisba. Tugas Akhir Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora