BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

2015 KESULITAN-KESULITAN MENGAJAR YANG DIALAMI GURU PENJAS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF DI SEKOLAH LUAR BIASA SE-KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses terjadinya interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PSYCHOMOTORIC THERAPY TERHADAP KETERAMPILAN GERAK DASAR SISWA TUNARUNGU DI SLB NEGERI CILEUNYI KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meirani Silviani Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

AKTIVITAS PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SEBAGAI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GERAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) 1

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

PENJAS ADAPTIF. Yuyun Ari Wibowo

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan anak seoptimal mungkin dalam berbagai aspek, baik aspek

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan penelitian dan pengembangan serta akan diuraikan juga mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. normal, namun anak anak yang memiliki keterbelakangan mental juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang harus dialami oleh setiap manusia, mulai dari Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang berbeda-beda, sifat yang berbeda-beda dan tingkah laku yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

MEMULIAKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS MELALUI PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF. Arif Rohman Hakim.M.Pd Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Yana Nurohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Sari Peranginangin, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan pada dasarnya usaha sadar yang menumbuh

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

LAPORAN KEGIATAN PPM PROGRAM PENERAPAN IPTEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bermasalah dalam sensomotorik dan anak yang bermasalah dalam belajar dan tingkah laku. Ada tiga jenis kelainan yang termasuk ke dalam masalah sensomotorik yaitu tunarungu (kelainan mendengar dan bersuara), tunadaksa (kelainan fisik), tunarungu (kelainan pendengaran) sedangkan kelompok tunagrahita (keterbelakangan mental) merupakan anak yang bermasalah dalam belajar dan tingkah laku. Anak tunarungu (kelainan mendengar dan bersuara) termasuk kedalam jenis kelainan dalam masalah sensomotorik. Istilah anak tunarungu di masyarakat ada yang menyebutnya anak bisu-tuli dan ada juga yang menyebutnya tuna wicara. Siswa tunarungu kurang memiliki kemampuan untuk berinteraksi, karena siswa tunarungu kehilangan fungsi pendengaran yang akan menyebabkan mereka miskin kosakata yang diverbalkan, sulit memahami kata-kata abstrak dan sulit untuk mengartikan kata-kata yang mengandung kiasan. Interaksi juga diungkapkan Gillin dan Gillin (1991: 47) sebagai syarat utama dalam membentuk proses sosial, dimana interaksi ini ditentukan oleh dua faktor utama yaitu kontak sosial dan komunikasi. Di dalam dunia pendidikan luar biasa digunakan dengan sebutan anak tunarungu. Alasannya bahwa setiap anak yang terganggu

2 pendengarannya pasti terganggu bicara dan bahasanya. Jadi, istilah tuli mengandung arti yang sempit, sedangkan istilah tunarungu mencangkup mereka yang terganggu pendengarannya baik tergolong tuli ataupun pendengaran. Siswa tunarungu memiliki kelainan fisik maka siswa tunarungu memiliki berbagai kendala dalam proses gerak. Untuk merangsang gerak dasar siswa tunarungu memerlukan bimbingan khusus atau memerlukan pemberian suatu therapy untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa tunarungu merupakan siswa yang secara fisik, psikologi, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan atau kebutuhannya dan potensinya secara maksimal. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan menerapkan suatu therapy yaitu psychomotoric therapy pada siswa tunarungu karena siswa tunarungu memerlukan bimbingan secara khusus. Gerak dasar siswa berkebutuhan khusus tidak akan terlatih dengan baik tanpa bimbingan guru. Selain bimbingan guru, gerak dasar siswa dipengaruhi oleh media atau alat yang digunakan untuk merangsang gerak siswa agar menghasilkan suatu keterampilan gerak dasar. Pendidikan jasmani di samping dapat membentuk karakter, pendidikan jasmani dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan Rusli Lutan (7:1991) yang menyatakan bahwa: Melalui pendidikan jasmani yang teratur, terencana, terarah, dan terbimbing diharapkan dapat dicapai seperangkat tujuan yang meliputi pembentukan dan pembinaan bagi pertumbuhan dan perkembangan aspek jasmani, intelektual, emosional, sosial, dan moral spiritual. Siswa berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan yang teratur, terarah, dan terbimbing untuk pertumbuhan dan perkembangan aspek jasmani, intelektual, emosi, dan sosial. Setelah melakukan studi pendahuluan survei ke lapangan

3 berdasarkan kenyataan yang ada, penulis ingin mengadakan penelitian dengan menerapkan suatu therapy pada anak berkebutuhan khusus. Therapy yang diterapkan yaitu dengan menerapkan psychomotoric therapy pada anak berkebutuhan khsusus pada siswa tunarungu terhadap keterampilan gerak dasar siswa Sekolah Luar Biasa. Peneliti tertarik untuk menerapkan psychomotoric therapy sebagai salah satu solusi untuk merangsang gerak dasar siswa agar siswa berkebutuhan khusus, khususnya pada siswa tunarungu sehingga mencapai keterampilan gerak dasar. Psikomotor dikembangkan oleh Al Pesso dan Diane Boyden Pesso yang dinamakan Pesso Boyden Sistem Psikomotor (PBSP). Psychomotoric menggunakan informasi dalam tubuh untuk melacak penyakit bawaan sejak lahir ataupun kecelakaan. Psychomotoric therapy adalah therapy gerakan yang berorientasi pada tubuh yang berorientasi pada gerakan psychotherapy. Psychomotoric therapy (PMT) merupakan sebuah metode terapi yang digunakan oleh para ahli psikiatri di Negeri Belanda sekitar tahun 1960-an untuk memperbaiki kelainan psikologis sebagai pengembangan dari terapi. Perlakuan yang diberikan tidak hanya gerakan, tetapi dapat juga berupa permainan atau olahraga sebagai alat untuk dapat merasakan anggota tubuhnya kembali. Hal ini sesuai dengan ungkapan Yudy Hendrayana mengungkapkan bahwa: PMT (Psychomotoric therapy) merupakan hal paling menarik. Pshychomotor Therapy, dipopulerkan dengan sebutan PMT yang merupakan salah salah satu metode yang baik untuk mengidentifikasi dalam upaya perawatan. PMT merupakan salah satu usaha terapi fisik untuk perawatan yang berpusat pada gerak seluruh tubuh. Perolehan informasi ini mempermudah dalam menindak lanjuti usaha perawatan khususnya dalam keterampilan gerak dasar.

4 Pada umumnya, psychomotoric therapy tidak hanya dapat diterapkan pada siswa berkebutuhan khusus, tetapi dapat juga diterapkan pada semua lapisan masyarakat yang membutuhkan psychomotoric therapy. Siswa tunarungu tidak memiliki penyakit dan kelainan fisik, hanya saja mereka mempunyai kekurangan dalam aspek mendengar dan berbicara. Oleh karena itu, psychomotoric therapy diterapkan pada siswa tunarungu sebagai upaya perawatan, khususnya dalam perawatan keterampilan gerak dasar. Penerapan psychomotoric therapy pada siswa tunarungu merupakan salah satu metode yang baik untuk mengidentifikasi dalam upaya perawatan yang berorientasi pada gerak seluruh tubuh. Perawatan ini dilakukan untuk mempengaruhi keterampilan gerak dasar siswa tunarungu. Melalui psychomotoric therapy akan merangsang keterampilan gerak dasar siswa untuk melakukan gerak dasar secara maksimal. Psychomotoric therapy akan merangsang gerakan lokomotor yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat seperti berjalan, melompat, melangkah, skipping, dan sliding. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Psychomotoric Therapy Terhadap Keterampilan Gerak Dasar Siswa Tunarungu di SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil latar belakang, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut. 1) Kurangnya interaksi gerak dasar siswa dalam lingkungan belajar. 2) Kurangnya metode therapy yang diberikan pada siswa.

5 C. Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada beberapa hal berikut. 1) Penelitian fokus pada penerapan psychomotoric therapy bagi siswa tunarungu. 2) Penelitian fokus pada keterampilan gerak dasar siswa tunarungu. 3) Populasi penelitian ini yaitu siswa tunarungu SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung. 4) Sampel penelitian yaitu sebanyak 7 siswa tunarungu SLB Negeri Cileunyi Kabupaten Bandung. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut. 1) Seberapa besar tingkat keterampilan gerak dasar siswa tunarungu sebelum diberikan tindakan psychomotoric therapy? 2) Seberapa besar tingkat keterampilan gerak dasar siswa tunarungu sesudah diberikan tindakan psychomotoric therapy? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui berapa besar tingkat keterampilan gerak dasar siswa tunarungu sebelum diberikan tindakan psychomotoric therapy.

6 2) Untuk mengetahui berapa besar tingkat keterampilan gerak dasar siswa tunarungu sesudah diberikan tindakan psychomotoric therapy. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan peneliti. Adapun manfaat yang diharapkan sebagai berikut. a. Manfaat teoritis Dalam dunia pengajaran dapat memberikan sebuah alternatif therapy untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam pembelajaran penjas adaptif terhadap interaksi siswa berkebutuhan khusus. b. Manfaat praktis. 1) Bagi peneliti, sebagai calon guru penjas diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya dalam pengajaran penjas adaptif. Ini diharapkan sebagai langkah awal untuk lebih memahami permasalahan-permasalahan yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus. 2) Bagi guru, khususnya guru penjas SLB Negeri Cileunyi therapy ini diharapkan dapat memberikan masukan atau alternatif dalam pembelajaran penjas adaptif terhadap siswa berkebutuhan khusus. 3) Bagi siswa, therapy ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa tunarungu yang menjadi kelas penelitian tindakan untuk mengembangkan dan meningkatkan interaksi siswa berkebutuhan khusus.

7 G. Definisi Operasional 1) Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara fisik, psikologi, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan atau kebutuhannya dan potensinya secara maksimal. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang mempunyai kebutuhan baik permanen maupun temporer (sementara), yaitu memperoleh pelayanan pendidikan yang disesuaikan yang disebabkan oleh kondisi sosial-emosi, dan/atau kondisi ekonomi, dan/atau kondisi politik, dan/atau keturunan bawaan maupun yang didapat kemudian. Istilah berkebutuhan khusus ditunjukan kepada individu penyandang cacat yang terdiri dari kelainan intelektual (tunagrahita), kelainan tingkah laku (tuna laras), ketidakmampuan menyerap pelajaran (daya serap), kelainan penglihatan (tunanetra), ketulian dan kebutaan (tunarungu), kelumpuhan otak (cerebral palsyl CP), cedera otak traumatis (traumatic brain injury). 2) Interaksi siswa yaitu timbal balik antar siswa dalam kelompok maupun antar individu dalam suatu hubungan sosial. 3) Psychomotoric therapy merupakan salah satu metode untuk memulihkan kesehatan, mengidentifikasi, penamaan, mengungkapkan, dan perawatan. Therapy ini digunakan untuk perawatan yang melibatkan gerak tubuh pada anak berkebutuhan khusus khususnya akan diberikan pada anak tunarungu. (www.healing-anxiety.com). 4) Pembelajaran gerak adalah serangkaian proses dengan latihan atau pembekalan pengalaman yang akan menyebabkan perubahan dalam

8 kemampuan individu untuk bisa menampilkan gerak yang terampil. Suatu keterampilan perlu dilatih secara khusus agar mampu diuji sejauh mana keterampilan ini dapat berkembang. Untuk mencapai tingkat terampil, siswa perlu diberi kesempatan untuk belajar dan diberikan pengalaman. Melalui pembelajaran gerak merupakan suatu usaha memulihkan untuk tahap penyembuhan gerak dasar siswa.