UNJUK KERJA FORMULASI PELUMAS SAWIT PADA SISTEM UJI GEAR-PINION

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN. INDONESIA Cilandak - Jakarta dengan menggunakan mesin Viscosity Kinematic Bath,

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

Pemakaian Pelumas. Rekomendasi penggunaan pelumas hingga kilometer. Peningkatan rekomendasi pemakaian pelumas hingga

PERTAMINA ATF MINYAK TRANSMISI OTOMATIS

GANDAR 800 PELUMAS ASPOT GERBONG KERETA API

FORMULASI GEMUK LUMAS RAMAH LINGKUNGAN (BIODEGRADABLE GREASE) Ratu Ulfiati, M. Rizkia Malik, Pandu Asmoro Bangun

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

PERBANDINGAN KINERJA PELUMAS MOTOR SKUTIK MINERAL DAN SINTETIK PADA UJI JALAN SAMPAI 6000 KM

PENAMBAHAN LATEKS KARET ALAM KOPOLIMER RADIASI DAN PENINGKATAN INDEKS VISKOSITAS MINYAK PELUMAS SINTETIS OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dan otomatis. Maka dari itu minyak pelumas yang di gunakan pun berbeda.

PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KOMPATIBILITAS CAMPURAN PELUMAS INDUSTRI (MESIN DAN HIDROLIK) DARI BAHAN DASAR MINERAL DAN SINTETIK.

STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC

TUGAS AKHIR. Akurasi Pengujian Oli Metode Cepat Dengan Laboratorium Oli. Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat

Spesifikasi Mutu B-20 di Indonesia dan Perbandingannya dengan Spesifikasi Biodiesel, Minyak Solar dan Standard International

ANALISIS TERJADINYA HIGH OIL CONSUMPTION PADA LUBRICATION SYSTEM PESAWAT BOEING PK-GGF

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PELUMASAN SILINDER UNTUK MENGETAHUI OSF (OIL STRESS FACTOR) PADA MOTOR DIESEL 2-STROKE

Optimasi Sabun Logam Campuran (Li-Ca) Pada Pembuatan Pelumas Padat (Grease) Dari Palm Fatty Acid Destillate (PFAD)

MASRI RG PELUMAS RODA GIGI INDUSTRI

LAPORAN PENELITIAN DAUR ULANG MINYAK PELUMAS BEKAS MENJADI MINYAK PELUMAS DASAR DENGAN KOMBINASI BATUBARA AKTIF DAN KARBON AKTIF OLEH :

Perbandingan Tegangan Tembus Isolasi Minyak Transformator Diala B Dan Mesran Super Sae 40 W Menggunakan Hypot Model 04521aa

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA PENGUJIAN

PENENTUAN KUALITAS PELUMASAN MESIN

BAB IV KOROSIFITAS PADA ENGINE AKIBAT PROSES PEMBAKARAN TERHADAP MINYAK PELUMAS

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R

Pemeriksaan & Penggantian Oli Mesin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

ANALISIS PENGARUH PERBEDAAN JENIS MINYAK LUMAS DASAR (BASE OIL) TERHADAP MUTU PELUMAS MESIN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LUBRICATING SYSTEM. Fungsi Pelumas Pada Engine: 1. Sebagai Pelumas ( Lubricant )

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gesekan

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

TUGAS AKHIR METODE DISTILASI VAKUM UNTUK PEMBUATAN MINYAK JERUK PURUT DENGAN MENGGUNAKAN AIR SEBAGAI PELARUT. Solvent)

ANALISA PERBANDINGAN OLI BERBAHAN DASAR PETROLEUM DENGAN OLI BERBAHAN DASAR NABATI DALAM MENGURANGI TINGKAT KEAUSAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Created by Training Department Edition : April 2007

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

KINERJA MESIN BENSIN BERDASARKAN PERBANDINGAN PELUMAS MENERAL DAN SINTETIS

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN : X

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

BAB IV HASIL DAN ANALISA KAJI BANDING DATA PENGUJIAN

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

BAB I PENDAHULUAN. membuka peluang bagi pihak lain diluar Pertamina untuk mendistribusikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem perawatan elemen mesin telah dikenal luas teknik

TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR BIO SOLAR DAN SOLAR DEX TERHADAP PELUMAS MESIN PADA MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TIPE C-223

TUGAS SARJANA PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UJI KUALITAS MINYAK PELUMAS DENGAN METODE GESESKAN

ADE PUTRI AULIA WIJHARNASIR

PABRIK BASE OIL DARI MINYAK DEDAK PADI (RICE BRAN OIL) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI

Pengolahan Pelumas Bekas Secara Fisika

ANALISIS PENGARUH VARIASI VISKOSITAS PELUMAS TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR PADA SIMULATOR ALAT UJI PELUMAS BANTALAN

Kata kunci : DLC, plasma carburizing, roller rantai.

Pengaruh Penambahan Aditif Proses Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas terhadap Sifat-sifat Fisis

PENGARUH PELUMASAN TERHADAP KEAUSAN ALUMINIUM MENGGUNAKAN MESIN TWO DISK TRIBOMETER PADA 1000 RPM

Predictive Maintenance

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP VISKOSITAS MINYAK PELUMAS. Daniel Parenden Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Musamus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

Dosen Pembimbing: Ir. Arino Anzip, MEng.Sc

PENGEMBANGAN MINYAK LUMAS BIOBASED: FORMULASI DENGAN ASHLESS ANTIWEAR AGENT

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

EVALUASI HASIL ROAD TEST 40 ribu Km KENDARAAN BERBAHAN BAKAR B0 & B20. Jakarta, 17 Februari 2015 Oleh: Rizqon Fajar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

STEAM TURBINE. POWER PLANT 2 X 15 MW PT. Kawasan Industri Dumai

JURNAL REKAYASA PROSES. Analisis Pengaruh Bahan Dasar terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan

TUGAS SARJANA. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata Satu (S-1) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

PENGARUH PENAMBAHAN SPENT BLEACHING EARTH PADA MINYAK NYAMPLUNG UNTUK GEMUK LUMAS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun oleh : LINTANG ZETA FADILA

ANALISA KEAUSAN ALUMUNIUM MENGGUNAKAN MESIN TWO DISK TRIBOMETER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil pengujian Pengaruh Perubahan Temperatur terhadap Viskositas Oli

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

FORMULASI FOOD GRADE GREASE BERBAHAN DASAR MINYAK SAWIT (RBDPO) DENGAN VARIASI PENAMBAHAN MINYAK JARAK, BAHAN PENGENTAL, DAN KONSENTRASI Zn STEARAT

PENGARUH PENAMBAHAN ZAT ADITIF PADA OLI SCOOTER MATIC TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR DALAM PEMANASAN MESIN

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN MINYAK KEDELAI SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN LILIN AROMA TERAPI MENGGUNAKAN PRESS BERULIR DENGAN OPTIMALISASI SUHU

EFEK PENAMBAHAN ZAT ADITIF PADA MINYAK PELUMAS MULTIGRADE TERHADAP KEKENTALAN DAN DISTRIBUSI TEKANAN BANTALAN LUNCUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Cara uji viskositas aspal pada temperatur tinggi dengan alat saybolt furol

ANALISA KEAUSAN CYLINDER BEARING MENGGUNAKAN TRIBOTESTER PIN-ON- DISC DENGAN VARIASI KONDISI PELUMAS

PENENTUAN SIFAT LISTRIK AIR PADA WADAH ALUMINIUM DAN BESI BERDASARKAN PENGARUH RADIASI MATAHARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI PERAWATAN PADA PERALATAN INDUSTRI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PRODUCT WATER TREATMENT CHEMICALS COOLING TOWER TREATMENT. Mechatronic Pratama Prima,cv Water Treatment Consultan and Chemical Suppliers

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

Transkripsi:

UNJUK KERJA FORMULASI PELUMAS SAWIT PADA SISTEM UJI GEAR-PINION Rizqon Fajar, Ikhwan Haryono, Misbakhudin BTMP BPPT, Kawasan Puspiptek Gd. 230 Serpong Tangerang 15314, Indonesia email: rizqon_fajar@yahoo.com Triharyati, Purboyo Guritno PPKS, Jl. Brigjend Katamso 51, Kp. Baru, P.O. Box 1103, Medan 2001, Indonesia Abstrak Sebuah formulasi pelumas sawit (food grade) telah diuji pada sebuah bangku uji sistem gear-pinion. Diharapkan sebuah metode uji yang efektif diperoleh yang berguna untuk menyeleksi formulasi pelumas sawit untuk pengujian lanjut (uji ketahanan dan sertifikasi). Formulasi pelumas sawit diuji bersamaan dengan pelumas pembanding yaitu pelumas komersial. Pelumas sawit diformulasikan mengacu pada sifat kimia fisik pelumas food grade yang mempunyai spesifikasi kekentalan SAE 20 sedangkan pelumas mineral mempunyai spesifikasi SAE 90 dan SAE 20. Pengujian dilakukan menggunakan variasi beban dan pada kecepatan putaran tetap. Pemeriksaan kondisi pelumas dilakukan setiap 10, 20 dan 30 jam. Parameter kondisi pelumas yang diperiksa adalah viskositas, keasaman, kandungan air dan tingkat keausan. Selain itu dilakukan pula pemeriksan pada permukaan (gear-bearing) menggunakan teknik XRD (X-Ray Difraction). Metode uji terbukti menghasilkan parameterparameter yang dapat membedakan secara signikfikan antara unjuk kerja pelumas sawit dan mineral. Secara umum kondisi pelumas sawit cukup stabil dan dapat melumasi logam tetapi belum dapat menyamai kemampuan pelumas mineral dalam hal tingkat keausan logam. Pelumas sawit masih harus diperbaiki sifat kimia fisiknya sebelum mengalami uji lanjut. Abstract A Foodgrade lubricant based on palm oil has ben tested on a gear-pinion rig test. An effective screening test method was developed which was able to select the lubricant formulations for further tests (durability and certification test). At the same time two mineral based lubricants were tested tested and the results are compared with which of the foodgrade lubricant. The foodgrade lubricant has the viscosity of SAE 20 and the mineral based lubricantshave the SAE 90 and SAE 20 specification. Parameters used for the evaluating the lubricant conditions include viscosity, total acid number, water content and metal wear. Investigation on the gear surface was also done using XRD analyse. The tests were done at variable loads and at constant speed. The conditions of lubricant was monitored by taking sample after 10, 20 and 30 hours. The test method is proved to be effective in identifying the performanec of the lubricants. In general it was found that foodgrade lubricant is thermally stable, however there is still discrepancy in ability to prevent excessive wear. The presence of excessive water in the formulation could be the main reason for improvement in the lubricant properties before performing the field test. 1. Pendahuluan Pasar minyak sawit Indonesia perlu mendapat perhatian karena produksi minyak sawit dunia naik dengan laju sekitar 6% pertahun lebih tinggi dari laju permintaan minyak nabati dunia (3%). Harga pasar dunia minyak sawit diperkirakan akan merosot bila tidak dilakukan diversifikasi produk turunan minyak sawit. Salah satu prospek yang terbaik untuk turunan minyak sawit adalah minyak pelumas sawit (palmlubricant). Pelumas berbahan baku sawit berpeluang untuk menggantikan pelumas konvensional yang berbahan baku dari minyak bumi. Pelumas nabati selain bersifat renewable juga aman digunakan pada 1

industri pengolahan makanan, jika mencemari produk olahannya. Meskipun demikian unjuk kerja minyak nabati harus dapat menjalankan fungsi seperti pelumas pada umumnya yaitu melindungi terhadap keausan, gesekan, korosi, oksidasi, dapat membuang panas dsb. Makalah ini akan menguraikan hasil uci coba pelumas sawit yang diformulasikan untuk memenuhi spesifikasi pelumas food grade untuk aplikasi pada gear/bearing yang banyak digunakan pada industri makan. Sedangakan spesifikasi kekentalan pelumas sawit adalah SAE 20. Hasil uji diharapkan dapat memberi masukan terhadap keputusan apakah formulasi telah layak/siap untuk uji selanjutnya (ketahanan/field test, dan sertifikasi) atau masih harus kembali laboaratorium kimia untuk diperbaiki formulasinya. Selain itu penelitian ini juga bertujuan mengembangkan metode uji kelayakan (screening test) yang cepat dan murah juga memberikan masukan untuk perbaikan formulasi pelumas agar pelumas diupayakan untuk dapat menjalai serangkaian uji lanjut yang lebih berat. 2. Studi Pustaka 2.1 Gear & Pinion 1 Gear adalah komponen mesin yang dapat mentransfer gerakan melalui persentuhan gigi. Jika ada dua roda gigi yang saling berputar maka roda dengan jumlah gigi terbanyak dinamakan gear dan roda dengan jumlah gigi lebih sedikit dinamakan pinion. Jika gear pada mesin otomotif beroperasi pada kondisi dan beban yang berat maka gear untuk peralatan industri beroperasi pada kondisi sedang atau ringan. Dengan demikian diperlukan pelumas dengan kapasitas beban yang lebih rendah dibandingkan pelumas otomotif. Karena fungsi gear hanya meningkatkan dan menurunkan keceptan dan mengubah arah dari drive. Sehingga pelumas gear hanya berfungsi mencegah keausan (wear) dan mengurangi gesekan (friction) dengan membentuk lapisan pelumas antara dua permukaan gigi yang salingh bergesekan. Ada dua jenis gear yaitu tertutup dan terbuka. Pada gear tertutup level pelumas dijaga sehingga gigi roda terendah diupayakan tenggelam kedalam pelumas. Sistem pelumasan gear tertutup juga bisa dibantu dengan pompa dimana pelumas disemprotkan ke permukaan roda gigi dan pelumas senantiasa disirkulasi. Pada gear terbuka pelumas disemprotkan ke perermukaan roda gigi. Disain gear untuk mesin industri berbeda dengan gear untuk mesin otomotif. Gear untuk otomotif biasanya tipe hypoid sedangkan untuk gear industri tipe herringbone, helical, spur, bevel, spiral bevel atau worm 2.2 Pelumas Gear untuk Industri 1,2 Gear pada peralatan industri biasanya menggunakan pelumas jenis mineral karena tidak beroperasi pada kondissi ekstrem. Pemilihan kekentalan pelumas ditentukan oleh tenaga/power yang ditransfer dan kecepatan pinion. Pemilihan pelumas yang tepat untuk gear industri mengikuti petunjuk dari American Gear Manufacturer Association (AGMA). Secara umum berlaku bahwa kekentalan pelumas menurun jika kecepatan meningkat dan kekentalan meningkat jika tenaga yang ditransfer meningkat. Jika kondisi cukup ekstrem misalnya ada beban kejut maka pada pelumas perlu ditambahkan additive extreme pressure dan anti-wear (senyawa mengandung sulfur dan fosfor). Pelumas gear industri biasanya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu extreme pressure (EP), non EP dan kombinasi keduanya. Pelumas gear EP Pelumas EP digunakan untuk gear beban berat contohnya pada desain herringbone dan spiral bevel. Pelumas EP untuk industri mempunyai kandungan additive EP yang lebih sedikit sehingga tidak dapat diaplikasikan pada mesin gear otomotif. Pelumas Non EP Diidentifikasikan sebagai pelumas berjenis R & O (rust dan oxidation inhibited). Pelumas non EP diaplikasikan pada gear berbeban ringan dengan kecepatan tinggi. Pelumas non EP pada penggunaannya tidak boleh dicampur dengan pelumas EP. Compounded Gear Oil Pelumas ini mengandung asam lemak nabati atau asam lemak sintetis (polybutenes). Pelumas jenis ini digunakan pada gear dengan desain worm dimana gesekan antara gigi dalam bentuk sliding atau wiping, bukan rolling seperti pada desain lain. 2

Klasifikasi viskositas untuk pelumas gear industri menggunakan dapat sistem AGMA atau yang lebih umum dipakai sistem ISO VG. Pelumas dengan klasifikasi ISO 150 adalah sama dengan AGMA 4. Untuk jenis pelumas EP, ditambahkan kode EP dibelakang (AGMA 4 EP). Untuk penggunaan mesin di luar (outdoor), direkomendasikan menggunakan ISO 150 atao 220 sedangkan untuk indoor memerlukan viskositas multigrade ISO 46, 68 atau 100. 2.3 Pelumas Food Grade 3,4 Fungsi pelumas food-grade sama dengan jenis pelumas lain yaitu melindungi dari keausan, gesekan, korosi dan oksidasi. Selain itu harus dapat membuang panas, dapat memindahkan tenaga dan kompatibel dengan karet atau seal. Pelumas food grade yang banyak digunakan di industri makanan dan farmasi harus stabil jika mengalami kontak dengan makanan, bahan kimia, air dan dapat melarutkan gula. Selain itu pelumas food grade juga harus memenuhi persyaratan kesehatan dan keamanan, tidak berasa dan tiadak berbau. Pelumas food grade biasanya merupakan formulasi yang berasal dari minyak tumbuhan atau turunannya (polyester, polyolester, polyglycols dll). Departemen Pertanian Amerika (USDA) memberikan kategori pelumas food grade menjadi H1, H2 and H3. Pelumas H1 digunakan pada pemrosesan makanan dimana ada kemungkinan kontak langsung dengan bahan makanan. Pelumas H2 diguanakn pada peralatan/mesin dimanan tidak ada kontak langsung dengan bahan makanan. Pelumas H3 biasanya merupakan minyak nabati, digunakan untuk mencegah karat. Pelumas food grade tidak boleh mengandung logam berat dan senyawa penyebab kanker (carcinogenic) dan penyebab mutagen. Selama beroperasi perlu dilakukan monitoring kondisi pelumas agar kualitas pelumasan tetap terjaga. Tabel 2 memberikan batasan umum yang dapat digunakan untuk mengontrol kualitas pelumas food grade. Tabel 1. Batasan sifat kimia fisika pelumas nabati/food grade Sifat Kimia Fisika Batas Yang Direkomendasikan Perubahan Viskositas: Kenaikan @ 40 o C, % maks 20 Penurunan @ 40 o C, % maks 10 Penurunan @ 100 o C, % maks 10 Kandungan Air, ppm, maks 300 s/d 500 Bilangan Asam, mg KOH/g, maks 1,6 2.4 Screening Test 1 Dalam mengembangkan sebuah formulasi pelumas perlu dilakukan serangkaian uji untuk dapat mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan formulasi. Karena jumlah formula yang akan diuji cukup banyak maka diperlukan uji yang efektif (cepat & akurat) untuk menyeleksi calon formulasi pelumas yang potensial dimana akan dilakukan uji lanjut (uji ketahanan & uji lapangan). Uji untuk menyeleksi formulasi yang berpotensial biasa dinamakan screening test. Ada beberapa prosedur internasional yang digunakan untuk menguji pelumas gear. Prosedur L-20 digunakan di Amerika untuk melakukan screening dan penelitian terhadap unjuk kerja pelumas gear. Prosedur L-20 digunakan untuk menentukan kapasitas beban, keausan dan karakteristik dari aditif extreme pressure. Setiap pengujian memiliki setting lama waktu, beban, kecepatan (rpm) dan temperatur tertentu. Uji gear dengan L-20 dilakukan pada kecepatan (rpm) rendah tetapi dengan torsi yang tinggi. Selain L 20 ada prosedur uji (L-37) untuk menunjukkan unjuk kerja pelumas gear jika diset untuk kecepatan tinggi, tenaga rendah kemudian diikuti kecepatan rendah dan dengan dengan tenaga yang tinggi. 3.1 Spesifikasi Pelumas Sawit dan Mineral 3. Bahan dan Metode Pengujian 3

Tabel 1 merupakan spesifikasi pelumas food grade sawit yang telah diformulasikan sehingga memiliki spesifikasi pelumas komersial gear dengan kekentalan SAE 20. Kedua pelumas tersebut diuji dalam waktu bersamaan, pada beban dan kecepatan yang sama. Pelumas food grade sawit dan pelumas mineral yang diuji tidak mengandung aditif extreme pressure. Pengujian juga dilakukan pada pelumas food grade sawit dan pelumas mineral komersial SAE 90-EP (mengandung aditif extreme pressure) dan SAE 20 (tanpa aditif) secara bersamaan dengan beban dan kecepatan yang sama. Tabel 2. Spesifikasi pelumas sawit, food grade dan mineral No. Keterangan Sawit SAE 20 Food grade SAE 20 Mineral SAE 90-EP 1 Viskositas pada 40 o C, cst 46 46 182,21 2 Viskositas pada 100 o C, cst 9,0 7,0 17,02 3 Indeks viskositas 148 107 99 4 Flash point, o C 200 210 220 5 Pour point, o C +10-12 -18 6 Densitas, g/ml 0,91 0,95 0,90 3.2 Metode Uji Pada penelitian ini, pelumas sawit food grade diujicobakan pada komponen mesin gearing dan pinion yang banyak digunakan pada industri pengolahan pangan. Gearing dan pinion system umumnya banyak digunakan pada pengadukan dan mesin untuk pemindahan produk. Aplikasi pada gear merupakan kondisi yang sangat ekstrem karena akan terjadi kontak langsung antara dua permukaan logam yang bergesekan (boundary lubrication). Gearing dan pinion akan diberi beban 1,5 kg dan 5 kg. Dengan pengujian pada kondisi tersebut akan diperoleh evaluasi kinerja pelumas pada keadaan ekstrem dan besar parameter operasional yang direkomendasikan (beban dan putaran gear). Kondisi pelumas selama pengujian dimonitor, sampling pelumas dilakukan pada setelah 10 jam, 20 jam dan 30 jam. Parameter pelumas yang dimonitor adalah viskositas, keausan logam, kandungan asam, kandungan air dan struktur kimia menggunakan FTIR. Adapun pada akhir pengujian gear dan bearing dibongkar dan diperiksa kondisi permukaannya baik dnegna pengukuran dimensi maupun dengan metode XRD (X-Ray Diffraction) 4. Hasil dan Pembahasan Uji coba telah dilakukan pada mesin bangku gear-pinion seperti pada gambar 1. Uji coba pelumas food grade dilakukan secara bersamaan dengan pelumas gear komersial. Pelumas sawit food grade yang diuji mempunyai kekentalan SAE-20 sedangkan pelumas komersial mempunyai kekentalan SAE 90-EP dan SAE-20 berjenis mineral. Penggunaan pelumas mineral sebagai pembanding karena belum adanya pelumas food grade di pasar Indonesia dengan kekentalan SAE 20. Ada dua beban yang digunakan, yaitu beban berat (5 kg) dan beban ringan (1,5 kg). Tabel 3 dan 4 memperlihatkan kondisi pelumas dan keausan logam setelah mengalami beban sebesar 5 kg dan 1,5 kg pada bangku uji gear-pinion. Setelah mengalami uji selama 10 jam, 20 jam dan 30 jam kekentalan/viskositas pelumas food grade relatif konstan seperti halnya pada pelumas mineral komersial. Hal ini mengindikasikan bahwa pelumas food grade mempunyai stabilitas tinggi terhadap suhu dan beban yang tinggi. Meskipun demikian rendahnya viskositas pelumas food grade (2 hingga 3 kali lebih rendah dari pelumas mineral SAE 90) dapat menyebabkan lapisan pelumas yang terjadi menjadi lebih tipis sehingga tidak terlalu stabil dan dapat menyebabkan kontak langsung antara logam yang saling bergesekan. Hal ini menyebabkan keausan logam (terutama logam besi, Fe) pada pelumas food grade lebih tinggi jika dibandingkan pelumas mineral. Tinggi keausan logam besi juga dapat disebabkan kandungan air pada pelumas sawit sebesar >2% (>20.000 ppm) yang telah melampaui batas yang ditentukan (lihat tabel 1). Kehadiran air pada pelumas menyebabkan lapisan pelumas antar permukaan logam tidak stabil dan menghasilkan panas (kenaikan suhu, viskositas turun) sehingga kontak langsung anatar logam bergesekan tidak terhindarakan. Keausan logam Fe yang tinggi pada pelumas sawit dapat disebabkan oleh adanya aditif extreme pressure. Pelumas mineral yang digunakan sebagai pembanding mengandung aditif extreme pressure yang berfungsi melindungi kontak langsung antar logam, mengurangi gesekan dan keausan. 4

Tabel 3. Kondisi pelumas dan keausan logam untuk pelumas food grade sawit SAE 20 dan mineral SAE 90-EP Kondisi pelumas pada beban 5 kg Parameter uji 10 jam 20 jam 30 jam Food Mineral Food Mineral Food Mineral Viskositas pd 40 o C, cst 50,64 177,49 50,30 171,96 50,74 167,24 Viskositas pd 100 o C, cst 8,26 16,64 8,71 17,11 8,96 16,39 Kandungan air, % vol 2,3 <0,1 2,1 <0,1 2,3 <0,1 TAN, mg KOH/g sampel 15,89 1,21 15,81 1,13 15,27 1,28 Keausan Logam Parameter uji Food Mineral Food Mineral Food Mineral Aluminium (Al), ppm <1 3 2 4 2 3 Chromium (Cr), ppm 7 <1 9 <1 14 <1 Copper (Cu), ppm <1 <1 1 <1 <1 <1 Iron (Fe), ppm 2026 104 2216 104 2192 92 Lead (Pb), ppm 0 0 0 0 0 0 Silicon (Si), ppm 13 13 8 19 2 4 Sodium (Na), ppm 1 2 3 4 2 2 Kandungan air pada pelumas food grade diduga berasal dari proses pencucian yang belum sempurna. Hal ini karena selam pengujian (5, 10 dan 30 jam) kandungan air relatif konstan sehingga kemungkinan terjadinya adanya kondensasi selama pengujian kecil. Kandungan asam pada pelumas food grade juga masih lebih tinggi dibandingkan pelumas mineral dan hal ini akan meningkatkan kemungkinan terjadinya korosi pada permukaan logam. Tingginya bilangan asam (TAN, Total Acid Number) diduga berasal dari kandungan asam lemak bebas dalam bahan baku. Pengaruh beban (5 dan 1,5 kg) ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap pelumas mineral, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi beban lapisan pelumas semakin tipis sehingga kontak langsung antara permukaan logam lebih intensif (keausan logam Fe lebih tinggi). Hal ini ternyat tidak berlaku bagi pelumas sawit, artinya dengan viskositas yang 2-3 kali lebih rendah pelumas tidak cukup kuat menahan beban hingga 1,5 kg. Tidak adanya aditif extreme pressure dan tingginya kandungan air juga memperburuk keausan logam. Pada penelitian ini tidak digunakan material gear-pinion yang diperkeras seperti pada keadaan di lapangan. Hal ini bertujuan untuk melihat batas kemampuan pelumas sawit jika dibandingkan dengan pelumas mineral. Keausan logam bisa menurun drastis jika menggunakan gear dan pinion yang telah diperkeras. Untuk mengetahui sebrapa jauh pengaruh aditif extreme pressure dan viskositas, pengujian dilakukan lagi menggunakan pelumas mineral tanpa additif dengan keknetalan sama dengan pelumas sawit yaitu SAE 20. Tabel 5 memperlihatkan tingkat keausan kedua logam gear-pinion menggunakan kedua pelumas tersebut. 5

Tingkat keausan logam Fe pada pelumas mineral SAE 20 tanpa aditif ternyata cukup kecil dan relatif sama dengan keausan logam menggunakan pelumas SAE 90-EP. Hal ini mengindikasikan bahwa peran aditif pada pengujian ini belum terlihat demikian halnya dengan pengaruh viskositas. Kemungkinan kuat penyebab keausan adalah tingginya kandungan air dalam pelumas sawit atau perlu diteliti lebih lanjut adanya pengotoran pada pelumas sawit menginagt proses produksinya belum terkontrol dengan baik. Tabel 4. Kondisi pelumas dan keausan logam untuk pelumas food grade sawit SAE 20 dan mineral SAE 90-EP Kondisi pelumas pada beban 1,5 kg Parameter uji 10 jam 20 jam 30 jam Food Mineral Food Mineral Food Mineral Viskositas pd 40 o C, cst 99,96 177,17 66,64 176,36 49,71 178 Viskositas pd 100 o C, cst 9,70 17,30 9,42 16,27 10,85 17,12 Kandungan air, % vol 4,06 Td 4,63 td 4,83 Td TAN, mg KOH/g sampel 14,11 0,99 18,20 1,06 15,02 1,10 Keausan Logam Parameter uji Food Mineral Food Mineral Food Mineral Aluminium (Al), ppm 2 <1 4 <1 3 <1 Chromium (Cr), ppm 6 <1 11 <1 12 <1 Copper (Cu), ppm 1 <1 <1 <1 1 <1 Iron (Fe), ppm 1628 45 2105 27 2113 21 Lead (Pb), ppm 5 0 1 0 2 0 Silicon (Si), ppm 2 6 5 0 12 11 Sodium (Na), ppm 2 3 1 2 2 3 Untuk memastikan kondisi permukaan logam akibat gesekan, maka gear-pinion yang digunakan untuk uji pelumas sawit dan mineral diperiksa dengan alat XRD. Hasil XRD menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam struktur ikatan logam pada penggunaan pelumas sawit maupun pelumas mineral baik pada beban 5 kg maupun 1,5 kg. Spektrum XRD juga menunjukkan bahwa setelah menggunakan pelumas sawit, struktur ikatan logam/fase logam masih bersifat martensit (seperti aslinya). Tidak adanya spektrum ikatan Fe 2 O 3 atau Fe 3 O 4 yang biasa terjadi pada permukaan logam akibat gesekan langsung mengindikasikan bahwa pelumas sawit mengandung antioksidan alami yang cukup melindungi permukaan logam dari oksidasi. 6

Spektrum XRD Pelumas Sawit Tidak ada spektrum Fe 2 O 3 dan Fe 3 O 4 Gambar 1 Spektrum XRD permukaan gear-pinion menggunakan pelumas sawit Tabel 5. Tingkat keausan logam untuk pelumas food grade sawit SAE 20 dan mineral SAE 20-NonEP Kandungan logam dalam pelumas pada beban 1,5 kg Parameter uji 10 jam 20 jam 30 jam Food Mineral Food Mineral Food Mineral Parameter uji Food Mineral Food Mineral Food Mineral Aluminium (Al), ppm 5 1 3 1 4 2 Chromium (Cr), ppm 4 <1 5 <1 6 <1 Copper (Cu), ppm 1 0 1 <1 1 <1 Iron (Fe), ppm 1136 20 1631 29 1705 58 Lead (Pb), ppm 2 <1 1 <1 <1 <1 Silicon (Si), ppm 7 3 8 4 9 4 Sodium (Na), ppm 4 <1 4 <1 4 <1 5. Kesimpulan a. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peluams sawit food grade mempunyai stabilitas viskositas yang tinggi. viskositas tidak berubah banyak dengan perubahan beban dan lama pengujian. b. Pelumas sawit food grade terbukti dapat melindungi permukaan logam yang bergesekan dari oksidasi, sama halnya dengan pelumas mineral komersial yang umumnya mengandung aditif antioksidan. c. Pelumas sawit food grade SAE 20 yang telah diuji belum dapat menyamai kemampuan pelumas mineral dengan kekentalan yang sama. Hal ini karena keausan logam Fe yang masih cukup tinggi. Kandungan air diduga menjadi salah satu penyebab keausan yang tinggi jika menggunakan pelumas sawit. Oleh karena itu forrmualsi pelumas sawit masih harus diperbaiki sebelum dilakukan uji lanjut. d. Tingginya kandungan air pada pelumas food grade mengindikasikan bahwa masih belum sempurnanya proses pencucian pada pembuatan pelumas. e. Metode uji yang digunakan cukup efektif untuk menyeleksi dan mengevaluasi formulasi suatu pelumas hanya dalam waktu maksimum 30 jam. 6. DAFTAR PUSTAKA 1. R.M. Mortier, S.T. Orszulik (editor), (1997), Chemistry and Technology of Lubricants, hal 221-222 & 248-249, Chapman & Hall, London 7

2. Panduan Pengawasan Produksi Pelumas, (2003), Direktorat Industri Hilir-Deperindag, Jakarta 3. Lloyd Leugner, (2004), How to Apply and Maintain Biodegradable Lubes, http://www.noria.com 4. Martin Williamson, (2004), Understanding Food-Grade Lubricants, http://www.noria.com 5. Foodgrade Anti-Wear Hydraulic, Bearing & Compressor, http://keystonelubricants.com 6. Triharyati, Rizqon Fajar, (2004), Formulasi Pelumas Berbasis Minyak Sawit Untuk Industri Pangan, Laporan Akhir Rusnas 2004, hal 27-30 8