BAB IV PETA TOPOGRAFI. 1. umum

dokumen-dokumen yang mirip
Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

Home : tedyagungc.wordpress.com

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

Pemetaan. sumber.hayati.laut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETA TOPOGRAFI DAN PEMBACAAN KONTUR

GEOGRAFI 1 LATIHAN SOAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

Materi : Bab II. KARTOGRAFI Pengajar : Ir. Yuwono, MS

Pemetaan dimana seluruh data yg digunakan diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran dilapangan disebut : Pemetaan secara terestris Pemetaan yan

BAB X REPRODUKSI PETA & REVISI PETA

1. Gambaran permukaan bumi di atas suatu media gambar biasa disebut... a. atlas c. globe b. peta d. skala

BAB 9: GEOGRAFI PETA DAN PEMETAAN

PENGERTIAN UMUM PETA

KLASIFIKASI PENGUKURAN DAN UNSUR PETA

b. Merubah Sudut Kompas ( SK ) menjadi Sudut Peta ( SP )

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER ( RPKPS )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GEOGRAFI TEKNIK Untuk SMA Kelas XII Sistem KTSP 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN

Adipandang YUDONO

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun: Nara Sumber : Sukendra Martha. Editor : Diah Kirana Kresnawati Agus Hermawan Atmadilaga

BAB BENTUK MUKA BUMI. Gambar 8.1 Salah satu contoh peta topografi untuk penggambaran relief permukaan bumi.

BAB IX TATA LETAK PETA ( MAP LAY OUT ) & KESEIMBANGAN PETA

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

Ringkasan Materi Pelajaran

BAB VI GENERALISASI. Macam Generalisasi 1. Generalisasi Geometris 2. Generalisasi Konsep

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

MEMBACA PETA RBI LEMBAR SURAKARTA MATA KULIAH KARTOGRAFI DASAR OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

Konsep Kartografi (Konv ensional)

ANALISA PETA LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA (LPI) DITINJAU DARI ASPEK KARTOGRAFIS BERDASARKAN PADA SNI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

Session_02. Session_02 (Lebih Lanjut dengan PETA) MATAKULIAH KARTOGRAFI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

BAB V PETA TEMATIK. 1. Umum

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

PENDALAMAN MATERI KONSEP DASAR PETA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengenalan Peta & Data Spasial Bagi Perencana Wilayah dan Kota. Adipandang Yudono 13

APA ITU ILMU UKUR TANAH?

MEMBACA DAN MENGGUNAKAN PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI)

MATA KULIAH PEMBUATAN PETA TEMATIK. Dr. Sumi Amariena Hamim, ST, MT

PETA SEJARAH JALUR KERETA API di JAWA-MADURA dan SUMATRA

PANDUAN PRAKTIKUM MATERI 1 : PENGENALAN PETA & FOTO UDARA. Survei Tanah Dan Evaluasi Lahan

BAB 1:MENGGENAL PRINSIP DASAR PETA DAN PEMETAAN.

PERATURAN DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR

SD kelas 4 - ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB 1. PETA DAN KOMPONENNYALatihan Soal 1.1

PEDOMAN PENEGASAN BATAS DAERAH

Bab III KAJIAN TEKNIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

KATALOGISASI BAHAN KAR A T R O T GRA R F A I

Kuliah Pengantar Surveying

NO KODE A R S I T E K T U R 1 Arsitek Ahli Desain Interior Ahli Arsitekur Lansekap Teknik Iluminasi 104

PETA DAN KARTOGRAFI (Bagian 2)

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

SOAL UJIAN. NILAI I. PERSOALAN (BETUL-SALAH) 10 SOAL (LINGKARI HURUF (B) BILA BENAR dan HURUF (S) BILA DIANGGAP SALAH

PETA DASAR ZONASI TINGKAT PERINGATAN TSUNAMI DAERAH BANYUWANGI

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peta, Atlas, dan Globe

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

BAB III METODOLOGI III-1

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Beberapa istilah dalam pertemuan minggu ketiga:

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Tujuan Pembelajaran Umum (kompetensi) : Mahasiswa memahami gambaran umum perkuliahan dan silabus pemetaan resort

BAB I PENGANTAR. Universitas Gadjah Mada 1

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN DAN PENENTUAN POSISI POTENSI DESA

SURVEYING (CIV -104)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

BAB II PEMUTAKHIRAN PETA LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

Teknik Informatika UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU. Hari Aspriyono, S.Kom

1. Skala Peta. Skala merupakan perbandingan antara jarak di peta dan jarak sesungguhnya di lapangan (di permukaan bumi ).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena. serta pengelolaan yang diperlukan untuk menghadapinya.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB II DASAR TEORI II.1 Kewenangan Daerah di Wilayah Laut

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

DAFTAR PUSTAKA. Aziz, T.Lukman (1982). Semiologi (Masalah Simbol dalam Kartografi). Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, Bandung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

1. umum BAB IV PETA TOPOGRAFI Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur-unsur alam (asli) dan unsur-unsur buatan manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut diusahakan untuk diperlihatkan pada posisi yang sebenarnya. Peta Topografi disebut juga sebagai peta umum (bersifat umum). Karena dalam peta topografi menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi, tentu saja dengan memperhitungkan skala yang sangat terbatas. Jadi peta topografi dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Selain itu peta topografi dapat digunakan juga sebagai dasar (base map) dalam pembuatan peta tematik, seperti : peta kehutanan, peta turis, peta tata guna tanah dan sebagainya. 2. Skala Peta Topografi Skala sangat erat hubungannya dengan maksud/tujuan peta. Sesungguhnya tidak ada suatu skala yang "ideal" untuk peta topografi, yang dapat memuaskan semua pihak. Karena satu skala saja tidak akan dapat memenuhi semua keinginan dari Si pemakai peta. Jadi mungkin saja suatu daerah akan disajikan dalam beberapa skala. Tiap negara mempunyai variasi dalam skala, sebab kepentingannya bermacam-macam. Misalnya untuk peta perencanaan, biasa dipakai skala besar sedangkan untuk daerah yang tidak banyak kegunaannya akan digambarkan dalam skala kecil. Skala peta topografi dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. 1 : 1.000 sampai 1 : 5.000 adalah skala sangat besar, terutama untuk tuj uan perencanaan. 2. 1 : 5.000 sampai 1 : 25.000 adalah skala besar 3. 1 : 25.000 sampai 1 : 100.000 adalah skala sedang 4. 1 : 100.000 sampai 1 : 1.000.000 adalah skala kecil 1

Pengelompokan ini tentu dapat juga bervariasi, yang penting adalah suatu standarisasi yang jelas, karena keuntungannya dapat membandingkan unsurunsur yang disajikan dalam peta, terutama bagi negara-negara yang berbatasan. 3. Peta Manuskrip, Peta Dasar, Peta Induk & Peta Turunan Peta Manuskrip : adalah suatu produk pertama dari suatu peta yang akan direproduksi dalam keseluruhan proses pemetaan. Misal : - Hasil penggambaran dengan tangan, hasil survei lapangan (dalam skala besar) - Hasil ploting fotogrametris - Hasil penggambaran peta-peta tematik, dan lain-lain. Peta Dasar (base map) : adalah peta yang dijadikan dasar untuk pembuatan peta-peta lainnya seperti peta-peta tematik, peta-peta topografi atau peta-peta turunan. Peta dasar untuk peta tematik disebut peta kerangka, biasanya dipakai peta topografi sebagai peta dasar. Peta dasar untuk peta topografi dan peta turunan disebut peta induk (basic map). Peta induk untuk peta topografi adalah peta topografi yang disusun dari survei langsung. Biasanya berskala 1 : 10.000 sampai 1 : 50.000. Peta Turunan (derived map) : adalah peta yang diturunkan dari peta induk dan skalanya lebih kecil dari peta induknya. Peta turunan umumnya sudah mengalami proses generalisasi (penyederhanaan). 4. Batas Canis Lembar Peta pada Peta Topografi (Topographic Sheet Limits) Batas garis lembar peta dari setiap rangkaian peta topografi merupakan suatu hal yang hams ditentukan pada permulaan pembuatan peta tersebut. Garis lembar peta yang dimaksud adalah " map face " merupakan garis yang membatasi "muka" atau luasan dari suatu daerah pada suatu lembar peta. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan garis lembar peta tersebut adalah : 2

1. Ukuran lembar kertas (sheet size) Ukuran lembar kertas yang cukup besar akan mempengaruhi jumlah lembar kertas yang dibutuhkan untuk suatu rangkaian peta disebabkan daerah yang dipetakan dapat luas. Da segi ekonomi, hal ini memberi keuntungan baik dari pihak pemakai peta maupun pembuat peta. Ukuran lembar kertas biasanya sudah ada standartnya yang umum disesuaikan dengan ukuran pada mesin cetak. 2. Batasan garis lembar peta (sheet limit) Dalam satu rangkaian peta (map series) semua lembar peta dicetak dalam satu ukuran. Untuk membatasinya, dipakai 2 system : Grid Gratikul (graticule) Kedua system ini mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Sistem gratikul memungkinkan si pemakai peta dapat dengan segera menetapkan lokasi geografi tempat tertentu, sedangkan system grid untuk penentuan lokasi geografinya harus dilakukan dengan table konversi. Tetapi akhirakhir ini dipakai suatu system UTM grid, sehingga penentuan lokasi geografinya dapat dengan mudah ditentukan. 3. Keadaan khusus Kadang-kadang diperlukan suatu keadaan khusus misalnya diberi "inset" (peta daerah yang kecil di luar system grid/gratikul yang ada hubungannya dengan daerah utama). 5. Seri / Rangkaian, Edisi dan Sistem Penomoran Lembar Peta 3

Hal yang penting bagi peta adalah mempunyai suatu referensi yang dapat memberi petunjuk, baik dalam penggunaannya maupun untuk identifikasi biasa. Petunjuk yang dimaksud adalah : 1. Seri /Rangkaian. Seri dari peta-peta topografi dibuat berhubungan dengan skala, misalnya Seri 1 : 50.000 (topografi). Seri yang baru akan dibuat bila ada perubahan secara menyeluruh dalam "gaya" (style) atau isi peta. Contoh : 1 : 10.000 seri pertama 1 : 10.000 seri kedua, dan seterusnya Masing-masing seri di atas mempunyai isi yang berbeda. 2. Edisi Edisi selalu berhubungan dengan tanggal atau tahun waktu lembar peta dicetak. Kalau ada suatu revisi yang bukan menyeluruh dari peta tersebut, maka pada umumnya dinyatakan dalam edisi yang barn. Contoh : 1 : 10.000 seri pertama, edisi pertama (1955) 1 : 10.000 seri pertama, edisi kedua (1962) Perubahan-perubahan kecil dalam isi atau bentuk penyajian kadangkadang memberikan petunjuk mengenai edisi. Contoh : 1 : 10.000 seri pertama, edisi pertama (tidak berwarna) 1 : 10.000 seri pertama, edisi kedua (berwarna) 3. Sistem Penomoran Lembar Peta Penomoran lembar peta akan inemberikan petunjuk tentang kedudukan lembar peta dalam setiap seri. Pada umumnya selalu diusahakan supaya sistem penomoran ini mempunyai suatu bentuk yang seragam. Sistem tersebut dihubungkan dengan system grid, gratikul ataupun sembarang saja. Sistem penomoran ini hams jelas, hal ini akan banyak menolong terutama dalam mencari letak suatu tempat dalam lembar peta secara keseluruhan, juga dalam hubungannya dengan skala. Contoh : Sistem grid di Indonesia

Gambar 4.1. Sistem grid di Indonesia 1 : 50.000 seri pertama, edisi kedua (1962), XXXIX / 38 C. Angka XXXIX memberi petunjuk tentang nomor system grid dalam proyeksi tertentu (dalam bagian derajat 20 x 20 ), angka 38 memberi petunjuk tentang nomor lembar petunjuk tentang nomor lembar peta tersebut sedangkan huruf C memberi petunjuk bahwa daerah yang ada pada lembar tersebut adalah C. Setiap negara mempunyai system sendiri-sendiri mengenai Seri, Edisi dan Nomor Lembar Peta. 6. Organisasi dan Pengelolaan (Managemen) Pemetaan Peta Topografi Pada umumnya di setiap negara, pemetaan topografi ini ditangani oleh badanbadan pemerintah dan sering juga dibawah kontrol dari organisasi militer. Di Indonesia pemetaan ini dulu dikerjakan oleh Jawatan Topografi A.D. dengan koordinasi dari BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Alasan utama adalah persoalan security negara, walaupun pada hakekatnya peta tersebut diproduksi untuk dapat dijual kepada umum juga. Produksi peta topografi yang bersifat nasional membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama. Pemetaan ini tidak pernah akan selesai karena perbaikan/revisi peta, periodic ataupun "cyclic", selalu diperlukan.

Organisasi pemetaan topografi dapat dibagi atas seksi-seksi : 1. Pekerjaan /pengukuran lapangan yang memberi data dan hasil pengukuran jaringan dasar triangulasi, titik-titik kontrol untuk aerial fotogrametri, ukuranukuran detail, kompilasi dan checking. 2. Fotogrametri, yang memberikan data kuantitatif untuk triangulasi udara, ploting dan mosaik. 3. Kartografi, untuk penggambaran dan penyajian dari peta yang akan dihasilkan. 4. Keuangan, yang akan membiayai proyek pemetaan tersebut meskipun tujuan utamanya bukan untuk mengambil keuntungan. 5. Pengelolaan (managemen), yang akan mengelola dan bertanggung jawab atas rencana pemetaan ini serta mengkoordinasi seluruh pekerjaan, menjaga dan memelihara kerjasama yang baik antar seksi-seksi. Pembagian seksi-seksi tersebut dapat bervariasi, yang penting dalam pemetaan topografi diperlukan suatu perencanaan, kerjasama, koordinasi dari semua unsur yang menangani pemetaan tersebut. Produksi dari rangkaian peta topografi (peta seri) harus mengikuti suatu pola yang sama, terutama dalam penentuan proyeksi yang dipakai, spheroid yang dipakai, spesifikasi yang sudah ditetapkan, penyajian symbol-simbol, penggunaan warna dan sebagainya. Perencanaan pemetaan topografi akan menghadapi persoalan-persoalan sebagai berikut : 1. Cara mendapatkan data; bisa dengan : Pengukuran lapangan Metoda fotogrametri Diturunkan dari peta yang ada Kombinasi dari hal-hal tersebut di atas. 2. Penyajian, meliputi : Desain symbol Menyiapkan gambar aslinya, "scribing" (penggoresan), masking, penempatan nama dan kombinasi dari hal-hal tersebut. 3. Reproduksi : dipilih cara yang efisien dalam usaha menunjang pemasaran peta-peta tersebut. 4. Pemasaran dan distribusi : hal ini ditujukan sipemakai peta

5. Perbaikan (revisi) : yang biasanya dimulai dari permulaan lagi. 7. Unsur-unsur Buatan Manusia (Man Made Features) Unsur-unsur buatan manusia yang umumnya disajikan dalam peta topografi dapat dibagi dalam beberapa kelompok : a. Unsur-unsur perhubungan : jalan, jalan kereta api, pengangkutan udara, unsur-unsur hidrografi yang digunakan sebagai transport/komunikasi, jembatan, terowongan, penyeberangan dan lain-lain. b. Gedung-gedung c. Konstruksi-konstruksi lain : bendungan, jalur pipa, jaringan listrik, dll. d. Unsur-unsur luas/daerah yang khusus : daerah yang ditanami dengan tumbuh-tumbuhan lapangan olah raga, taman-taman makam e. Batas-batas : batas administrative yang ditetapkan oleh pemerintah. 8. Unsur-unsur Alam (Natural Features) : Disamping bentuk penyajian dari relief, umumnya keadaan alam yang disajikan pada peta adalah : 1. Unsur-unsur hidrografi, termasuk sungai, danau dan bentuk garis pantai. 2. Tanaman, yang umumnya dikelompokkan menurut jenis atau factor-faktor lain seperti kegunaan tanaman tersebut, bahan export yang penting dan sebagainya. 3. Unsur-unsur lain yang terdapat pada permukaan : seperti permukaan es, salju, pasir dan sebagainya. 9. Warna yang Digunakan Pada Peta Topografi Ada lima warna pokok yang umumnya digunakan pada peta topografi : 1. Hitam : digunakan untuk detail planimetris, detail penghunian, lettering, tumbuhan karang dan tapal batas. 2. Biru : digunakan untuk unsur hidrografi (air) termasuk nama unsur tersebut seperti sungai, danau, laut dan sebagainya. 3. Hijau : umumnya digunakan untuk memberi tanda pada bentuk tumbuhan (vegetasi). 4. Coklat : digunakan untuk kontur atau kadang-kadang jalan raya.

5. Merah : untuk memperlihatkan jalan raya, terutama untuk jalan yang penting, kadang-kadang digunakan untuk bentuk gedung-gedung Kelima warna tersebut adalah wama-wama yang sering digunakan, disamping wama tambahan yang umumnya pernah juga dipakai, seperti: 6. Kuning : untuk memperlihatkan jalan yang kurang penting dan sering dipakai untuk menyajikan daerah pasir. 7. Abu-abu : digunakan untuk memperlihatkan daerah perkotaan yang sudah dibangun (built up area). Pada peta tematik biasanya dipakai untuk wama peta dasarnya. 8. Oranye : untuk jalan-jalan yang tidak begitu penting. 9. Ungu : warna ini agak jarang digunakan, tetapi sering dipakai untuk daerah overlap pada system grid atau gratikul.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan wama dalam pets topografi : Dengan memakai banyak warna berarti biaya bertambah, kesulitan dalam reproduksi, terutama waktu dan biaya. Masalah yang sering dijumpai dalam pencetakan warna-warna ini adalh masalah register, sering kali dijumpai register yang tidak tepat terutama untuk warna yang dibatasi garis, seperti : garis ganda (double line) yang berwama hitam, untuk menunjukkan suatu jalan raya yang penting yang diberi "isi" (infill) denganwarna merah. Jadi register hams diperhatikan agar tidak ada overlap atau gap dari wama-warna. 10. Diagram Reproduksi Peta Topografi 1 : 50.000