Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

dokumen-dokumen yang mirip
OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

Jeni Susyanti Fakultas Ekonomi Universitas Islam Malang Jl. MT Haryono 193 Malang. Telp

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikemukakan oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam Siti Resmi (2009: 1):

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

PPh Pasal 26. Pengantar

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

MANFAAT MEMBAYAR PAJAK DAN PENGISIAN SPT BAGI WAJIB PAJAK. Oleh: Amanita Novi Yushita, M.Si.

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI


SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR I.1 SPT MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2) (F )

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PPh Pasal 21. Maksud. Dasar Hukum. Objek Pemotongan Pemotong PPh Pasal 21. Bukan Pemotong PPh Pasal 21. Penerima Penghasilan

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

BAB I PENDAHULUAN. warga negara dalam membiayai keperluan pembangunan nasional.

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) (4) Kemampuan Akhir yang diharapkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

FAKTUR PAJAK. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 10

1. Pembayaran dalam tahun berjalan: a. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 b. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak lain c. Pembayaran PPh yang bersifat

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26. Disusun guna memenuhi tugas : Mata Kuliah : Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M. Ag

BAB II BAHAN RUJUKAN. Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain :

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II BAHAN RUJUKAN

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

Transkripsi:

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Setelah wajib pajak terdaftar di KPP dan memiliki NPWP, maka memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa/ bulanan ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar. Jenis SPT Masa yang harus disampaikan oleh wajib pajak badan terdiri dari : a. SPT Masa PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan; dibagi 12 (dua belas). Bagi wajib pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan (Wajib Pajak baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas). Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran Ph Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa

pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah. Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25, juga merupakan SPT Masa PPh Pasal 25. SPT Masa PPh Pasal 25 ini, merupakan salah satu SPT Masa yang wajib disampaikan oleh wajib pajak badan, meskipun tidak terdapat pembayaran (SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa denda sebear Rp 50.000 untuk satu SPT Masa. Bagi Wajib Pajak Badan selain yang bergerak dibidang usaha pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, apabila melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib menyetor PPh yang terutang atas pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Besarnya PPh yang terutang adalah 5% dari nilai tertinggi antara nilai transaksi dengan nilai NJOP. PPh yang terutang atas transaki pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan uang muka pajak yang dapat dikreditkan dalam PPh Badan pada akhir tahun. b. SPT Masa PPh Pasal 21/26 PPh pasal 21 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-unang PPh, PPh Pasal 21 wajib dipotong, disetor dan dilaporkan oleh pemotong pajak, yaitu : pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara kegiatan. Wajib pajak badan selaku pemberi kerja yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai

imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh waib pajak orang pribadi wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21. Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, namun apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya), apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT Masa PPh pasal 21 harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. SPT Masa PPh Pasal 21 juga merupakan SPT Masa yang wajib disampaikan oleh Wajib Pajak Badan meskipun tidak terdapat penyetoran PPh Pasal 21/26 (SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000,- untuk satu SPT Masa. Ketentuan lebih lanjut tentang Petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000. b. SPT Masa PPN Bagi Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM) serta menyampaikan SPT Masa PPN. Jatuh tempo penyetoran PPN adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa PPN adalah 20 hari setelah berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Seperti halnya pembayaran PPh Masa, apabila jatuh tempo penyetoran PPN jatuh pada hari libur,

maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan untuk pelaporan, apabila batas waktu pelaporan jatuh pada hari libur maka penyampaian SPT Masa PPN wajib dilakukan pada hari kerja sebelumnya. SPT Masa PPN merupakan SPT Masa yang wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, meskipun Nihil. Apabila Wajib yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPN maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk satu SPT Masa. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT PPN) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak PPN dan PPn BM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku; c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. Ketentuan mengenai PPN diatur dalam Undang-undang no 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 18 tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaannya.

c. SPT Masa PPh Pasal 23/26 PPh pasal 23 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap; yang berupa : a. Deviden b. Bunga c. Royalti d. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta f. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain (yg ditetapkan DJP) selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21. PPh yang terutang atas penghasilan tersebut (PPh Pasal 23) wajib dipotong, disetorkan dan dilaporkan oleh pemotong PPh Pasal 23; yaitu badan pemerintah, subyek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan wajib pajak luar negeri lainnya; yang membayar/ memberikan penghasilan yang merupakan obyek PPh pasal 23. PPh Pasal 26 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak Luar Negeri yang berupa : a. Deviden;

b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. hadiah dan penghargaan; f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya ; PPh yang terutang atas penghasilan tersebut (PPh Pasal 26) wajib dipotong, disetorkan dan dilaporkan oleh pemotong PPh Pasal 26. Pemotong PPh Pasal 26 yaitu badan pemerintah, subyek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan wajib pajak luar negeri lainnya; yang membayar/memberikan penghasilan yang merupakan obyek PPh pasal 26. Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23/26 oleh pemotong PPh adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa PPh pasal 23/26 adalah anggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal jatuh tempo penyetoran PPh pasal 23/26 jatuh pada hari libur maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Namun apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka laporan harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya. SPT Masa PPh Pasal 23/26 hanya wajib dilaporkan ke KPP apabila terdapat pembayaran yang terutang PPh Pasal 23/26. Dengan demikian tidak terdapat SPT Masa PPh pasal 23/26 Nihil. d. SPT Masa PPh Final pasal 4 (2)

1) PPh final atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak sendiri 2) Bagi Wajib Pajak Badan yang memperoleh penghasilan yang merupakan obyek PPh final, maka diwajibkan untuk membayar dan melaporkan PPh final pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan tersebut. Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib pajak Badan) adalah sebagai berikut : a. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan; Penghasilan yang dierima/diperoleh oleh WP Badan dari kegiatan persewaan tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final pasal 4 (2). Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan. Besarnya PPh yang terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari jumlah bruto nilai persewaan. Apabila penyewa adalah pemotong pajak (i.e. WP Badan), maka pelunasan PPh final atas transaksi ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak penyewa. Pemotong pajak (penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan (Bukti Potong PPh Final pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima penghasilan). Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah tanggal 20 bulan berikutnya. b. Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi; Apabila pemakai jasa bukan merupakan pemotong PPh, atas Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WP Badan (yang tidak memiliki

sertifikasi sebagai pengusaha kontruksi menengah atau besar) dari kegiatan Jasa Konstruksi, PPh yang terutang atas penghasilan tersebut wajib dibayar sendiri oleh wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya dilakukan melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak (Pemakai jasa) wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa konstruksi adalah sbb : a) Jasa Perencanaan Konstruksi : 4% (empat persen) dari jumlah bruto; b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi : 2% (dua persen) dari jumlah bruto; c) Jasa Pengawasan Konstruksi : 4% (empat persen) dari jumlah bruto. c. Penghasilan yang pengenaan pajaknya telah diatur dengan peraturan pemerintah dan dikenakan PPh yang bersifat final adalah : a. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. b. Penghasilan dari hadiah undian c. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan d. Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia. e. Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan f. Penghasilan dari obligasi yang diperdagangkan di bursa efek g. Penghasilan dari usaha jasa konstruksi

Apabila terdapat transaksi yang merupakan obyek PPh final, wajib pajak badan yang melakukan transaksi tersebut wajib memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh yang terutang. Pelaporan PPh final dilakukan dengan menggunakan SPT Masa PPh Final. SPT Masa PPh Final hanya wajib dilaporkan oleh wajib pajak badan apabila terdapat transaksi yang berhubungan dengan obyek PPh final, sehingga tidak ada SPT Masa PPh Final Nihil.Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) e. SPT Tahunan PPh Badan (SPT 1771) Setelah berakhirnya tahun pajak, Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Tahunan (SPT Tahunan PPh Badan SPT 1771). SPT Tahunan paling lambat disampaikan 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak/tahun buku. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT Tahunan) bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak; b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak; c. Harta dan kewajiban; f. SPT Tahunan PPh 21 (SPT 1721)

Selain melaporkan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak Badan selaku pemotong PPh pasal 21 juga diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh. Setiap Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat- lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Batas waktu pelaporan ini berlaku juga bagi wajib pajak yang tahun bukunya berbeda dengan tahun takwim.