BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam

dokumen-dokumen yang mirip
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. tahap pembangunan diberbagai bidang, sehingga mempengaruhi sebagian bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara modern. Hukum memiliki peran yang dominan dalam. ekonomi dan budaya pada masa pembangunan suatu negara.

ARBITRASE. Diunduh dari :

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Arbitrase. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates 28/06/12 1

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA (Studi Kasus: Putusan MA No. 273PK/Pdt/2007 dan Putusan MA No. 56PK/Pdt.

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan permasalahan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN ARBITRASE DI INDONESA Oleh: Suwardjo Dosen Kopertis VI Jateng Dpk. Pada Fakultas Hukum Universitas Surakarta.

Arbitrase. Pengertian arbitrase

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE 1 Oleh : Hendhy Timex 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

Al-Bayyinah: Journal of Islamic Law-ISSN: (p); (e) Volume VI Number 2, pp

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR: PER-01/BAKTI/ TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DAN ACARA ARBITRASE

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

hukum/perlawanan yaitu permohonan pembatalan putusan arbitrase. Kata kunci: Kewenangan, Arbitrasi, Sengketa.

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU. Perhatikan desain-desain handphone berikut:

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL OLEH PENGADILAN NEGERI *

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL BERDASARKAN PASAL 70 UNDANG-UNDANG NO

ARBITRASE MERUPAKAN UPAYA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIOANAL 1 Oleh : Grace M. F. Karwur 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PROBLEMATIKA KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM SENGKETA BISNIS YANG MEMPUNYAI KLAUSULA ARBITRASE

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pendapat Awam Mengenai Proses Litigasi vs Arbitrase

ARBITRASE MERUPAKAN UPAYA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG INTERNASIOANAL 1 Oleh : Grace Henni Tampongangoy 2

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

BANDING OLEH BANI ATAS PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE. Anggo Doyoharjo Fak. Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

PERAN NOTARIS DI DALAM PEMBUATAN AKTA YANG MEMUAT KLAUSA ARBITRASE DAN IMPLIKASI HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Bogor, hlm M. Husseyn Umar, 1995, Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indonesia, Proyek Pengembangan

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. Kata kunci: Eksekusi putusan, Arbitrase Nasional.

STIE DEWANTARA Sengketa Bisnis & Penyelesaiannya

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

Volume 1, Number 2, December 2016 ISSN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Penyelesaian Sengketa Dagang Melalui Arbitrase

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

ARBITRASE SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

BAB III PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN ATAU ARBITRASE ASING DI INDONESIA

PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN CARA ARBITRASE. Abstrak

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

BAB II PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL. A. Batasan-Batasan Putusan Arbitrase Internasional

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

Oleh: Hengki M. Sibuea *

Upaya Penyelesaian Sengketa Di Bidang HEI RANAH PUBLIK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PADA UMUMNYA 20/05/2017

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembahasan dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul-klausul perjanjian, apa isi perjanjian ataupun disebabkan hal lainnya. 1 Untuk menyelesaikan sengketa ada beberapa cara yang bisa dipilih, yaitu melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan bahwa: sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa 1 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal 3. 1

Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalahmasalah dalam lingkup hukum keluarga, arbitrase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah li luar lingkup hukum keluarga contohnya seperti dalam hukum perjanjian. Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna meneyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. 2 Paradigma non-litigasi ini, dalam mencapai keadilan lebih mengutamakan pendekatan konsensus, dan berusaha mempertemukan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa, serta bertujuan untuk mendapatkan hasil penyelesaian sengketa ke arah win-win solution, inilah sebenarnya tujuan esensial arbitrase, mediasi atau cara-cara lain menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. 3 Arbitrase Institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badanbadan arbitrase seperti Badan Arbirtase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti The Rule of Arbitration dari The International Chamber of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rule dari The International Center For settlement of Invesment Dispute (ICSID) di Washington. 4 2 Ibid, hal 4. 3 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2002), hal ii. 4 Gatot Soemartono, Op Cit, hal 27. 2

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah, sebagai dasar hukum pelaksanaan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia. Berkenaan dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan bahwa putusan arbitrase tersebut bersifat Final dan Binding 5, di mana dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis, meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa ke Pengadilan Negeri dan Pengadilan Negeri wajib menolak, serta tidak ikut campur tangan terhadap penyelesaian sengketa yang didalamnya terdapat perjanjian sengketa. Seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang terkait dalam perjanjian sengketa. Arbitrase pada dasarnya merupakan proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Namun demikian, pengadilan tetap mempunyai peran dalam pendaftaran, pengakuan, dan pelaksanaan putusan yang dibuat oleh forum arbitrase tersebut. Undang-Undang Arbitrase mengatur peranan pengadilan dalam proses arbitrase sejak awal sampai dengan pelaksanaan putusan arbitrase tersebut. 6 Misalnya, sebagai tempat pendaftaran putusan arbitrase dalam melaksanakan putusan arbitrase nasional, serta dalam rangka pengakuan dan pelaksaan putusan arbitrase internasional. 5 Final and Binding adalah putusan akhir dan mengikat. 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 59 ayat (1). 3

Namun demikian dalam prakteknya masih timbul perbedaan dalam penerapan kompetensi absolut dari arbitrase tersebut, artinya dalam beberapa kasus masih terdapat Pengadilan negeri yang tetap memeriksa perkara tersebut walau dalam perjanjiannya terdapat klausul arbitrase. 7 Hal ini dapat terjadi karena belum adanya kesepahaman mengenai klausul arbitrase, beberapa hakim berpendapat bahwa mereka tidak dapat menolak perkara yang dibawa kehadapannya. 8 Lebih lanjut masih adanya ketidak jelasan apabila para pihak sendiri yang berperkara salah satunya atau bahkan keduanya hadir dihadapan sidang. Seperti yang sudah dijelaskan, pada prinsipnya putusan arbitrase merupakan putusan yang bersifaat final and binding dan Pengadilan Negeri tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa suatu sengketa yang didalamnya terdapat klausul arbitrase, akan tetapi Pengadilan Negeri memiliki peranan dalam arbitrase, peranan pengadilan dalam penyelenggaraan arbitrase berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, antara lain penunjukan arbiter atau majelis arbiter dalam hal para pihak tidak ada kesepakatan, 9 dan dalam hal putusan arbitrase nasional maupun internasional yang harus dilakukan melalui mekanisme sistem peradilan yaitu pendaftaran putusan tersebut dengan 7 Gatot Soemartono, Op Cit, hal 27. 8 Undang-Undang Tentang Peradilan Umum, UU No 8 Tahun 2004, Pasal 16 ayat 1. 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Op Cit, Pasal 14 ayat 3. 4

menyerahkan salinan autentik, 10 pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.pembatalan putusan arbitrase dimungkinkan dilakukan dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan Negeri. 11 Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. 12 Alasan- alasan permohoanan pembatalan yang terdapat dalam pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. 13 Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase. 14 Permohonan pembatalan putusan arbitrase diatur dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, ketua pengadilan Negeri diberi wewenang untuk memeriksa tuntutan pembatalan jika diminta oleh para pihak, dan mengatur akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrase bersangkutan, 15 ketua Pengadilan Negeri dapat memutuskan bahwa 10 Ibid, Pasal 59 ayat 1. 11 Ibid, Pasal 71. 12 Ibid, Penjelasan Pasal 70 13 Loc Cit. 14 Loc Cit. 15 Ibid, Penjelasan Pasal 72 ayat 2. 5

setelah diucapkan pembatalan, arbiter yang sama atau arbiter yang lain akan memerikasa kembali sengketa bersangkutan atau menentukan bahwa suatu sengketa tidak mungkin diselesaikan lagi melalui arbitrase. 16 Permohonan pembatalan terhadap putusan arbitrase diajukan kepada Pengadilan Negeri. Artinya, Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa apakah unsur-unsur dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 terpenuhi atau tidak. Pemberian hak bagi pengadilan untuk mengintervensi kewenangan arbitrase dimungkinkan apabila dapat dibuktikan adanya tindakan-tindakan, adanya pemalsuan, penipuan ataupun penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya, permohonan pembatalan terhadap putusan arbitrase bukanlah merupakan suatu upaya banding seperti yang disediakan dalam penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Oleh karena itu, tanpa alasan yang khusus, pada prinsipnya, tidak mungkin untuk mengadili kembali suatu putusan arbitrase. Sekedar tidak puas saja dari satu pihak, tidak mungkin dapat diajukan pembatalan. 17 Hal ini penting, untuk menjaga terpenuhinya asas putusan arbitrase yang bersifat final and binding. Dalam hal Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 merupakan ratifikasi Indonesia terhadap Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award yang dikenal pula sebagai New York Convention 1958 16 Loc Cit. 17 Munir Fuady, Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal 106. 6

(selanjutnya disebut sebagai Konvensi New York 1958). Pada tahun 1990, dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (Perma No 1 Tahun 1990). Putusan arbitrase asing berdasarkan Perma No. 1 Tahun 1990 ialah putusan yang dijatuhi oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbitrator perorangan yang menurut ketentuan hukum Hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase asing yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 Tahun 1981. 18 Di samping itu terdapat perbedaan penggunaan terminologi yang digunakan dalam Undang-Undang Arbitrase. Undang-Undang Arbitrase tidak mengatur mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing seperti halnya yang telah diatur dalam Perma No. 1 Tahun 1990. Namun demikian, Undang-Undang Arbitrase mengatur lebih lanjut menyatakan putusan arbitrase internasional. Putusan arbitrase internasional berdasarkan Undang-Undang Arbitrase ialah putusan putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbitrator perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbitrator perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional. 19 Terminologi putusan arbitrase internasional yang digunakan dalam Undang- 18 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tatacara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, Pasal 2. 19 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Op Cit, Pasal 1 butir 9. 7

Undang Arbitrase berbeda dengan putusan arbitrase asing baik yang disebut dalam Konvensi New York 1958 maupun dengan Perma No 1 Tahun 1990. Pelaksanaan putusan arbitrase asing seperti halnya diatur dalam Konvensi New York dan Perma No 1 Tahun 1990 hanya mengatur mengenai dimana tempat dibuatnya sebuah putusan arbitrase dan dimana tempat dilaksanakannya putusan arbitrase tersebut. Di satu sisi Undang-Undang Arbitrase memberikan definisi putusan arbitrase internasional yang sama sebagaimana Perma No 1 tahun 1990 memberikan definisi mengenai putusan arbitrase asing. Namun demikian pada hakikatnya terminologi putusan arbitrase yang bersifat internasional terdapat dalam UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration mengapa arbitrase yang bersifat internasional menyangkut pula unsur-unsur lain yang berupa para pihak, badan arbitrase, ketentuan arbitrase, tempat arbitrase dilaksanakan, dan tempat putusan arbitrase ditetapkan. 20 Pengaturan yang tidak jelas dalam Undang-Undang Arbitrase mengenai pengertian putusan arbitrase internasional dapat menimbulkan perbedaan penafsiran para pihak yang berkepentingan. Dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, sebagaimana lazim dikenal dalam lembaga peradilan, pemeriksaan sengketa akan berujung pada sebuah putusan arbitrase. Undang-Undang Arbitrase mengukur bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Undang-Undang Arbitrase pula mengatur bahwa putusan arbitrase tersebut dapat dibatalkan oleh pengadilan negeri. Pembatalan putusan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 20 Tineke Louise Tuegeh Londong, Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958, Cetakan Pertama, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), hal 26. 8

Undang-Undang Arbitrase merupakan upaya hukum yang diberikan kepada para pihak yang bersengketa untuk meminta kepada pengadilan negeri membatalkan sebagian atau seluruh putusan arbitrase. 21 Terdapat pro dan kontra dalam menginterpretasikan ketentuan yang mengatur pembatalan putusan arbitrase tersebut. Antara lain ialah pendapat yang mengemukakan bahwa alasan-alasan yang tercantum dalam Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase tidak bersifat limitatif. Dengan kata lain alasan-alsan permohonan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana disebut dalam Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase bukan merupakan satu-satunya alasan untuk membatalkan putusan arbitrase. Selanjutnya, dalam Pasal 70 Undang-undang Arbitrase disebutkan bahwa alasan-alasan permohonan pembatalan yang tercantum dalam Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. 22 Putusan arbitrase dikatakan final dan mengikat, namun pihak yang merasa keberatan dengan putusan arbitrase tersebut dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase. Pembatalan putusan pun dapat dikatakan sebagai upaya hukum. Oleh sebab itu, apakah hal tersebut bertentangan dengan prinsip dalam arbitrase yang menyatakan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, serta kesukarelaan para pihak untuk menjalankan putusan arbitrase. Lebih lanjut, Undang-Undang Arbitrase tidak menyebutkan dan menjelaskan secara detail apakah pembatalan putusan arbitrase tersebut berlaku pula terhadap putusan arbitrase internasional. Pembatalan putusan arbitrase 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Op Cit, Pasal 70. 22 Ibid, Penjelasan Pasal 70. 9

pada dasarnya berbeda dengan penolakan pelaksanaan putusan arbitrase asing seperti yang diatur dalam Konvensi New York 1958. Perbedaan tersebut dapat dilihat berdasarkan konsekuansi hukum pembatalan putusan arbitrase yang merupakan dampak dinafikannya (seolah tidak pernah dibuat) suatu putusan arbitrase dan pengadilan dapat meminta agar para pihak mengulang proses arbitrase (re-arbitrate), sedangkan penolakan putusan arbitrase asing oleh pengadilan, tidak berarti menafikan putusan tersebut. Penolakan pelaksanaan putusan arbitrase asing memiliki konsekuensi tidak dapatnya putusan arbitrase asing dilaksanakan di yurisdiksi pengadilan yang telah menolaknya. 23 Disamping itu perbedaan antara penolakan dengan pembatalan juga ditentukan berdasarkan jurisdiksi primer (primary jurisdiction) dan jurisdiksi sekunder (secondary jurisdiction) dari putusan arbitrase yang telah dibuat. Pembatalan putusan arbitrase dapat dilakukan dari forum yang merupakan jurisdiksi primer dari suatu putusan arbitrase. Di sisi lain, penolakan putusan arbitrase dilakukan dari forum yang merupakan jurisdiksi sekunder. 24 Hal tersebut lebih lanjut menimbulkan pertanyaan mengenai apakah pengadilan nasional memiliki kewenangan dalam membatalkan suatu putusan arbitrase internasional, apakah Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase dapat dijadikan dasar dalam pembatalan suatu putusan arbitrase dan bagaimana sikap pengadilan Indonesia yang 23 Hikmahanto Juwana, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh Pengadilan Nasional, Jurnal Hukum Bisnis Vol 21, 2002, hal 67. 24 Sudargo Gautama, Arbitrase Luar Negeri dan Pemakaian Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal 73. 10

tercermin dalam putusan perkara yang dikeluarkan terhadap putusan arbitrase internasional. Tesis ini lebih lanjut akan membahas mengenai pembatalan terhadap putusan arbitrase internasional, disertai analisis terhadap kasus PT. Pertamina EP dan Pertamina (Persero) vs PT. Lirik Petroleum. Kasus tersebut berawal dari sengketa bisnis antara para pihak yang kemudian dibawa untuk diselesaikan di lembaga arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) sesuai dengan isi kontrak EOR. Setelah mendapatkan putusan dari ICC dan PT. Lirik memenangkan perkara tersebut, pihak PT. Pertamina EP dan Pertamina (Persero) merasa tidak puas. Kemudian disaat PT. Lirik Petroleum mendaftarkan putusan arbitrase internasional tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dieksekusi pihak PT. Pertamina EP dan Pertamina (Persero) melakukan permohonan pembatalan atas putusan ICC tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan diputus oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung No. 904 K/PDT.SUS/2009. Pembatalan putusan arbitrase dalam kasus ini kemudian akan dibandingkan dengan kasus PT. Comarindo Tama Tour&Travel vs Yamen Airyaws yang telah berkekuatan hukum tetap dan diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung No. 03/Arb.Btl/2005. 11

1.2. Masalah Penelitian Secara UU Arbitrase No. 30 Tahun 1999 putusan arbitrase bersifat final and binding, tetapi faktanya masih terdapat permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional di Indnesia hal ini tidak semangat dan tidak sesuai dengan sifat UU Arbitrase tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang menjadi pokok-pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah : 1. Apakah pengaturan mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional telah sesuai dengan Undang-Undang No 30 Tahun 1999? 2. Apakah Mahkamah Agung sudah tepat dalam menerapkan Pasal 70 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 sebagai pembatalan dalam Putusan MA No. 904 K/PDT.SUS/2009 dan Putusan MA No. 03/Arb.Btl/2005? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini, adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas. 1.4. Manfaat Penelitian Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan arbitrase pada khususnya. Juga diharapkan dapat 12

menambah khasanah kepustakaan yang berkaitan dengan substansi arbitrase. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para praktisi hukum dan para pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian hukum dibidang arbitrase, khususnya dalam hal pembatalan terhadap putusan arbitrase asing. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para pembuat undangundang agar selanjutnya dapat membuat peraturan perundang-undangan dibidang arbitrase yang lebih komperhensif dan dapat menjamin kepastian hukum sehingga dapat menunjang pertumbuhan perekonomian di Indonesia. 1.5. Kerangka Teori Remy Syahdeini, 25 mengutip pendapat Duane, Thomas J. Sullivan dan Cornel R. Dejong, fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan arah atau penjelasan atas gejala-gejala yang diteliti. Dalam penelitian ini arah penelitian bertumpu pada pembahasan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase baik berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun aturan prosedural (rules) yang dimiliki arbitrase institusional serta kasus-kasus arbitrase dalam praktik. Terjadinya sengketa tersebut tidak dapat dihindari, akan tetapi haruslah diselesaikan guna mencapai suatu ketertiban masyarakat dimana sengketa yang 25 Remy Syahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian di Indonesia, (Jakarta: IBI, 1993), hal 8. 13

timbul disalurkan pada suatu mekanisme yang berfungsi menyelesaikan sengketa secara adil sekaligus menjamin hasil akhir dari penyelesaian itu sehingga dapat memberikan kepastian hukum. Hukum memberikan arahan mengenai cara penyelesaian sengketa yang timbul antara dua pihak yang berselisih, pertama adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) dan kedua adalah penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan memberikan alternatif pilihan bagi para pelaku bisnis yang ingin mengurangi kelemahan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Penyelesaian di luar pengadilan dalam hal ini dikhususkan melaui forum arbitrase. Adapun pengertian arbitrase menurut Steven H Gifis adalah Submmision of controversies, by agreement of the parties thereto, two persons chosen by themselves for determonation. 26 Abdul Kadir, Ken Hoyle dan Geoffrey Whitehead memberikan definisi Arbitration is the voluntary submmision of a dispute to a person qualifide to settle it, with an agreement that the arbitrator s decision shall be final and binding 27 Selanjutnya, H. Priyatna Abdurrasyid menguraikan konsep arbitrase sebagai berikut: Arbitrase adalah salah satu mekanisme alternatif penyelesaian sengketa apa yang merupakan tindakan hukum yang diakui oleh undang-undang dimana salah satu pihak atau lebih menyerahkan sengketa 26 Steven H. Gifis, sebagaimana dikutip oleh Munir Fuady, Op Cit, hal 2. 27 Abdul Kadir, dkk., Bussiness Law Made Simple (London: Hinemann, 1984), hal 279, sebagaimana dikutip oleh Huala Adolf, Arbitrase Komersial Internasional, Cet I, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hal 11. 14

ketidakpahamannya, ketidakpastiannya dengan satu pihak lain atau lebih kepada satu orang (arbiter) atau lebih (arbiter-arbiter majelis) ahli yang profesional yang akan bertindak sebagai hakim/peradilan swasta yang akan menerapkan tata cara hukum perdamaian yang telah disepakati bersama oleh para pihak tersebut terdahulu untuk sampai kepada keputusan final dan mengikat. 28 Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan mengenai konsep arbitrase tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa produk yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah putusan yang sifatnya final and binding, atau merupakan putusan akhir yang tidak dapat diajukan upaya hukum apapun dan mengikat para pihak yang bersengketa. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan yang dimiliki arbitrase, sehingga proses sengketa pada umumnya tidak akan memakan waktu yang lama dan berkepanjangan dan para pihak pun mendapat hasil penyelesaian yang efektif dan efisien. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan atas putusan arbitrase ini akan sangat ditentukan oleh itikad baik (good fith) dari para pihak yang telah memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa. Sehubungn dengan putusan arbitrase tersebut, tidak jarang ada salah satu pihak dalam sengketa tidak puas dengan keputusan arbitrase yang dibuat oleh arbiter atau majelis arbiter. Oleh karena itu, pihak yang merasa tidak puas mengajukan permohonan pembatalan atas putusan arbitrase. Hal ini dimungkinkan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Namun demikian, upaya pembatalan terhadap putusan arbitrase ini bukanlah sesuatu 28 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2002), hal 56-57. 15

yang mudah, mengingat undang-undang mengatur alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar pembatalan putusan arbitrase, yaitu sebagai berikut: 1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; 2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau 3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Dalam penelitian untuk penulisan tesis ini, arah penelitian dimuali dari pembahasan tentang tinjauan terhadap penyelesaian sengketa sebagaimana dikemukakan Gary Goodpaster. Pada prinsipnya setiap masyarakat memiliki berbagai cara untuk menyelesaikan sengketa. Ini berarti bahwa untuk penyelesaian suatu sengketa tidak dapat jika hanya mengendalikan pada suatu cara, terlebih lagi mengendalikan suatu metode. 1.6. Definisi Konsepsional Definisi konsepsional merupakan konsep yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep umum dan khusus yang akan diteliti. Dalam kerangka ini dituangkan beberapa konsepsi atau pengertian yang digunakan sebagai dasar dari penelitian hukum. Definisi atau pengertian yang digunakan dalam kerangka konsepsional ini dapat memberikan batasan dari luasnya 16

pemikiran mengenai hal-hal yang terkait dengan penelitian ini. Kerangka konsep yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 29 2. Para pihak adalah subyek hukum, baik menurut hukum perdata maupun hukum publik. 30 3. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. 31 4. Putusan arbitrase asing merupakan putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbitrator perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbitrator perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase asing yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 Tahun 1981. 32 29 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Op Cit,Pasal 1 angka (1). 30 Loc Cit. 31 Loc Cit. 32 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 9, Op Cit, Pasal 2. 17

5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. 33 6. Termohon adalah pihak lawan dari pemohon penyelesaian sengketa melalui arbitrase. 34 7. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaian sengketanya melalui arbitrase. 35 8. Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbulnya sengketa. 36 9. Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. 37 33 Loc Cit. 34 Ibid, Hal 3. 35 Loc Cit. 36 Loc Cit. 37 Loc Cit. 18

10. Pengadilan Negeri adalah lembaga pengadilan tingkat pertama, berfungsi memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan. 38 11. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh pengaruh lainnya. 39 1.7. Sistematika Penulisan Penulisan ini akan disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab kesatu yang berjudul Pendahuluan berisikan gambaran umum mengenai latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsepsional, dan sistematika penulisan. Bab kedua berjudul Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia yang berisi sejarah dan latar belakang arbitrase, pengertian, prinsip dan jenis arbitrase, pembatalan putusan arbitrase di Indonesia berdasarkan UU Arbitrase, pendaftaran putusan arbitrase sebagai syarat diajukannya permohonan pembatalan putusan arbitrase, prosedur pembatalan pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-undang arbitrase, Pembatalan Putusan Arbitrase berdasarkan Instrumen Hukum Internasional berisi tentang 38 Wikipedia.org/wiki/pengadilan_negeri. 39 Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 2. 19

pembatalan putusan dalam perspektif konvensi New York 1958, berdasarkan konvensi ICSID, berdasarkan UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration Bab ketiga yang berjudul Metode Penelitian yang berisi jenis penulisan, pendekatan penulisan, ruang lingkup penulisan, jenis dan sumber data. Bab keempat berjudul Kasus Pembatalan Putusan Arbitrase ICC Antara PT Lirik Petroleum vs PT Pertamina EP dan Pertamina Persero (Putusan Mahkamah Agung RI No. 904 K/PDT.SUS/2009) dan Kasus Yamen Airways vs PT Comarindo Tama Tour & Travel (Putusan Mahkamah Agung RI No. 03/Arb.Btl/2005). Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian permasalahan-permasalahan yang menjadi obyek peneliti. 20