BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

Analisis kebijakan industri minyak sawit Indonesia: Orientasi ekspor dan domestik Edid Erdiman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai peluang yang cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan yang tidak terbatas, sementara factor-faktor produksi yang tersedia

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan.

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

Pe n g e m b a n g a n

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. investasi merupakan faktor penting yang berperan besar dalam pertumbuhan dan

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lain. Indonesia termasuk salah satu negara yang mengandalkan kegiatan perdagangan internasional sebagai penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Perdagangan internasional menyumbangkan devisa yang cukup besar bagi Indonesia. Ekspor terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain tetapi apabila barang dari negara lain yang didatangkan ke negara tersebut maka dinamakan impor. Kegiatan ekspor impor akan membangun jaringan bisnis global serta bisa mempererat hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain. Jika ekspor lebih besar daripada impor maka neraca perdagangan di suatu negara akan mengalami surplus sebaliknya jika impor yang lebih besar dibandingkan ekspor maka neraca perdagangan di suatu negara akan mengalami kerugian karena impor menambah beban pembayaran yang harus dibayar suatu negara. Perdagangan internasional Indonesia mengalami perubahan sejak Tahun 1980-an dimana sebelumnya ekspor Indonesia dititik beratkan pada komoditi migas tetapi pada Tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas. Perubahan dalam komoditi ekspor Indonesia disebabkan karena anjloknya harga minyak dunia yang mencapai titik terendah pada Tahun 1980-an maka dengan keadaan tersebut pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, antara lain pembebasan pajak ekspor untuk 1

berbagai komoditas yang memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspor non migas (Archibald Damar Pambudi, 2011). Komoditi unggulan perkebunan di Indonesia yaitu karet, sawit, kakao dan tembakau. Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Perkebunan Kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu 20 Tahun terakhir dan pada Tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6% dikelola perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Sebagian besar daerah di Indonesia menjadikan kakao sebagai komoditi unggulan ekspor begitu juga dengan Propinsi Sumatera Barat. Sumatera Barat termasuk salah satu daerah di Indonesia yang menjadikan kakao sebagai komoditi unggulan ekspor. Hal ini disebabkan karena kakao dapat tumbuh dengan subur di daerah dataran rendah dan tinggi walaupun hasil yang paling baik ialah kakao yang tumbuh di dataran rendah. Keunggulan yang dimiliki kakao Indonesia yaitu cita rasa biji kakao Indonesia yang tinggi serta biji kakao Indonesia tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending atau sebagai bahan campuran (Archibald Damar Pambudi, 2011). Perkembangan ekspor kakao Propinsi Sumatera Barat terus berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai Ekspor kakao Propinsi Sumatera Barat juga menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat meskipun tidak menjadi unggulan seperti minyak sawit dan karet. Berdasarkan data yang didapat dari Direktorat Jenderal Perdagangan Indonesia volume ekspor kakao Propinsi Sumatera Barat pada 2

Tahun 2008 sebesar 11.000 ton dan pada Tahun 2009, 2010, 2011 volume ekspor kakao konstan yakni sebesar 20.000 ton sedangkan pada Tahun 2012 turun menjadi 14.000 ton. Potensi Kakao Sumatera Barat tergambar dari produksi yang terus naik dari tahun ke tahun dimana produksi kakao Sumatera Barat terus mengalami peningkatan dari Tahun 2010-2014. Menurut data Statistik Perkebunan Tahun 2014 produksi kakao perkebunan rakyat, perkebunan negara, perkebunan swasta pada Tahun 2010 sebesar 49.638 ton mengalami peningkatan pada Tahun 2011 menjadi sebesar 59.836 ton. Peningkatan produksi kakao kembali terjadi pada Tahun 2012, 2013 dan 2014 yakni sebesar 69.281 ton, 74.171 ton dan 81.044. Selain produksi yang meningkat luas lahan kakao juga menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Luas Lahan Kakao yang ada di Propinsi Sumatera Barat juga menunjukkan bahwa kakao menjadi tanaman yang banyak di tanam masyarakat. Beberapa daerah yang mempunyai lahan kakao cukup luas yaitu Kabupaten Pariaman, Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat. Pada Tahun 2012 luas lahan yang digunakan untuk menanam kakao sebesar 137.299 Ha dimana Kabupaten Padang Pariaman menjadi daerah yang paling luas lahan kakaonya yakni sebesar 29.872 Ha. Tahun 2013 luas lahan kakao mengalami peningkatan yang cukup pesat menjadi 148.012 Ha. Sumatera Barat berada di urutan keenam di Indonesia dan untuk wilayah Sumatera berada di urutan kedua dibawah Sumatera Utara. Harga kakao di Propinsi Sumatera Barat cenderung tidak stabil dan menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi. 3

Harga kakao cenderung lebih baik daripada harga minyak sawit dan karet. Nilai satuan per kg kakao menunjukkan data yang berfluaktif dari Tahun 2008 sampai 2012 dimana pada Tahun 2008, 2009, 2010, 2011 sebesar 2,21 U$ per kg, 2,50 U$ per kg, 2,75 U$ per kg, dan 2,78 U$ per kg sedangkan pada Tahun 2012 nilai satuan per kg kakao turun menjadi sebesar 2,27 U$ per kg. Harga dan kuantitas permintaan suatu komoditi berhubungan secara negatif. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang cateris paribus. Untuk harga ekspor menyatakan bahwa suatu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga yang ditawarkan berhubungan secara negatif dengan jumlah yang diminta, atau dengan kata lain semakin besar harga komoditi maka akan sedikit kuantitas komoditi tersebut yang diminta. Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Semakin tinggi harga maka akan semakin banyak kuantitas komoditi tersebut yang ditawarkan (Lipsey, 1995). Kenaikan harga juga mengindikasikan adanya peningkatan daya saing barang tersebut. Apabila suatu komoditi memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibanding dengan negara pesaing maka otomatis jumlah barang yang dapat diekspor sedikit karena otomatis negara yang menjadi tujuan ekspor tersebut akan mengambil lebih banyak kakao dari negara atau daerah yang memiliki nilai satuan lebih rendah dari propinsi Sumatera Barat. Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh luas lahan,produksi dan harga terhadap ekspor kakao propinsi Sumatera Barat. 4

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Luas Lahan,produksi kakao, dan harga kakao, terhadap ekspor kakao di Propinsi Sumatera Barat. 2. Variabel apa yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap ekspor kakao di PropinsiSumatera Barat. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh Luas Lahan, produksi kakao, dan harga kakao terhadap ekspor kakao di Propinsi Sumatera Barat. 2. Untuk mengkaji variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap ekspor kakao di Propinsi Sumatera Barat. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis: Dapat lebih memahami mengenai faktor faktor yang mempengaruhi ekspor terutama ekspor kakao. 2. Bagi Pembaca Menambah wawasan mengenai faktor faktor yang mempengaruhi ekspor. Serta dapat menjadi bahan bagi peneliti lain. 1.5. Ruang Lingkup Agar penulisan skripsi lebih terarah maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun dalam penelitian ini analisis dibatasi pada, luas lahan yang 5

dipergunakan untuk tanaman kakao di Propinsi Sumatera Barat, produksi kakao yang ada di Sumatera Barat serta harga kakao yang ada di Propinsi Sumatera Barat selama kurun waktu 2000 2014. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat menetapkan kebijakan perekonomian yang tepat sesuai dengan pengaruh yang diberikan oleh variabel variabel yang diteliti dalam penelian ini. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka, dalam bab ini diuraikan mengenai landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka konseptual dan hipotesis. BAB III Metodologi Penelitian, dalam bab ini diuraikan mengenai jenis dan sumber data, definisi operasional variabel penelitian, metode analisis dan alat analisis. BAB IV Gambaran Umum Daerah Penelitian dan Perkembangan Variabel Penelitian, dalam bab ini diuraikan tentang kondisi geografis dan demografis Propinsi Sumatera Barat, serta perkembangan variabel dalam penelitian ini. BAB V Temuan Empiris dan Implikasi Kebijakan, dalam bab ini diuraikan mengenai penemuan empiris, pembahasan serta implikasi kebijakan. BAB VI Penutup, dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta saran terhadap penelitian tersebut. 6