Akmaluddin, ST, MSc.(Eng.), Ph.D Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


PLAT LANTAI PRACETAK DENGAN BETON RINGAN

PENGARUH PERBANDINGAN AGREGAT HALUS DENGAN AGREGAT KASAR TERHADAP WORKABILITY DAN KUAT TEKAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. dengan cepat. Hal ini disebabkan karena beberapa keuntungan dari penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Penambahan Serat Polypropylene Terhadap Sifat Mekanis Beton Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI AGREGAT HALUS TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON

BAB I PENDAHULUAN. bahan terpenting dalam pembuatan struktur bangunan modern, khususnya dalam

PENGGUNAAN PASIR SILIKA DAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT BETON The Use of Sea and Silica Sand for Concrete Aggregate

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN STELL FIBER TERHADAP UJI KUAT TEKAN, TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR PADA CAMPURAN BETON MUTU f c 25 MPa

PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN AGREGAT JENUH KERING MUKA DENGAN AGREGAT KERING UDARA

PERBANDINGAN KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR BAHAN TAMBAH PLASTIK DAN ABU SEKAM PADI DALAM PEMBUATAN BETON RINGAN

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON BERDASARKAN URUTAN PENCAMPURAN MATERIAL PENYUSUN BETON DENGAN ADUKAN MANUAL. Abstract:

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR KUARSA SEBAGAI SUBSTITUSI SEMEN PADA SIFAT MEKANIK BETON RINGAN

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT BAJA 4D DRAMIX TERHADAP KUAT TEKAN, TARIK BELAH, DAN LENTUR PADA BETON

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Trian Cahyarini 1), Andang Widjaja 2) 1) Program Studi S1 Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERILAKU MEKANIK BETON BERONGGA MENGGUNAKAN AIR LAUT

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

Jurnal Rancang Bangun 3(1)

EFEKTIFITAS PASIR KUARSA SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA SIFAT MEKANIK BETON

EFEKTIFITAS PASIR KUARSA SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA SIFAT MEKANIK BETON

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

KAJIAN KUAT TARIK BETON SERAT BAMBU. oleh : Rusyanto, Titik Penta Artiningsih, Ike Pontiawaty. Abstrak

Pemanfaatan Limbah Styrofoam Pada Pembuatan Beton Ringan

Studi Mengenai Campuran Beton dengan Kadar Pasir Tinggi dalam Agregat Gabungan pada Cara SNI

HUBUNGAN ANTARA MODULUS ELASTISITAS DENGAN KUAT TEKAN PADA BETON YANG DIBUAT DENGAN MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND-POZZOLAN MAUPUN SEMEN PORTLAND TIPE I

PERBANDINGAN UJI TARIK LANGSUNG DAN UJI TARIK BELAH BETON

BAB III LANDASAN TEORI. dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat (SNI

PEMANFAATAN BATU KAPUR DIDAERAH SAMPANG MADURA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN BETON

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN PS BALL SEBAGAI PENGGANTI PASIR TERHADAP KUAT LENTUR BETON

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN PASIR WEOL SEBAGAI BAHAN CAMPURAN MORTAR DAN BETON STRUKTURAL

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

PENGARUH PENAMBAHAN GLENIUM ACE 8590 DAN FLY ASH TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN DENGAN AGREGAT KASAR BATU APUNG

Studi Eksperimental Kuat Geser Pelat Beton Bertulang Bambu Lapis Styrofoam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengaruh Substitusi Sebagian Agregat Halus Dengan Serbuk Kaca Dan Silica Fume Terhadap Sifat Mekanik Beton

Pengaruh Panjang Serat Kulit Bambu Terhadap Sifat Mekanik Beton

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

PENGARUH KUAT TEKAN TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

PENGARUH SERAT BENDRAT TERHADAP KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH, DAN KUAT LENTUR BETON RINGAN

NILAI KUAT TARIK BELAH BETON DENGAN VARIASI UKURAN DIMENSI BENDA UJI

Tinjauan Kembali Mengenai Pengaruh Modulus Kehalusan Pasir terhadap Kuat Tekan Beton

PENGARUH VARIASI KADAR LIGHTWEIGHT EXPANDED CLAY AGGREGATE (LECA) TERHADAP KARAKTERISTIK BETON SERAT BAGU

STUDI PENGARUH FAKTOR AIR SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON RINGAN DENGAN SERAT KAWAT

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN PPC DENGAN TAMBAHAN GLENIUM

PERBANDINGAN DESAIN CAMPURAN BETON NORMAL MENGGUNAKAN SNI DAN SNI 7656:2012

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

STUDI EKSPERIMEN KAPASITAS TARIK DAN LENTUR PENJEPIT CONFINEMENT KOLOM BETON

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu bahan material yang selalu hampir digunakan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Tentang Faktor Granular Tinggi pada Perancangan Campuran Beton Cara Dreux Gorrise

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN SERAT POLYPROPYLENE UNTUK MENINGKATKAN KUAT TARIK BELAH BETON

PENGARUH KADAR AIR AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN BETON ABSTRACT

BAB 3 METODE PENELITIAN

Lampiran. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH VARIASI BENTUK PAVING BLOCK TERHADAP KUAT TEKAN

PERBANDINGAN NILAI KUAT TARIK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA BETON YANG MENGGUNAKAN FLY ASH

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN CLAY EX. BENGALON SEBAGAI AGREGAT BUATAN DAN PASIR EX. PALU DALAM CAMPURAN BETON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA

ANALISA AGREGAT KASAR SEBAGAI VARIABEL BAHAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN METODE SNI DAN ACI (Studi Kasus Beton Mutu K-275)

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN FOAM AGENT DAN MATERIAL LOKAL DALAM PEMBUATAN BATA RINGAN

KAJIAN KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BETON RINGAN MEMANFAATKAN SEKAM PADI DAN FLY ASH DENGAN KANDUNGAN SEMEN 350 kg/m 3

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EKSPERIMEN KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH BETON NORMAL DENGAN SEMEN JENIS PCC BERBEDA MERK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BATAKO STYROFOAM KOMPOSIT MORTAR SEMEN

PENGARUH GRADASI PASIR DAN FAKTOR AIR SEMEN PADA MORTAR TERHADAP KEKUATAN BETON PREPACKED

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA AGREGAT KASAR SEBAGAI VARIABEL BAHAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN METODE SNI DAN ACI (Studi Kasus Beton Mutu K-300)

PENGARUH METODE TWO-STAGE MIXING APPROACH (TSMA) TERHADAP KUAT TEKAN BETON POROUS DENGAN VARIASI KOMPOSISI AGREGAT KASAR DAUR ULANG (RCA)

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

PENGARUH BESAR BUTIR MAKSIMUM AGREGAT TERHADAP MUTU BETON NORMAL EFFECT OF MAXIMUM GRAIN LARGE OF AGGREGATES TO NORMAL CONCRETE QUALITY

Studi Mengenai Keberlakuan Pengaruh Permukaan Spesifik Agregat terhadap Kuat Tekan dalam Campuran Beton

Pengaruh Penambahan Serat Seng Pada Beton Ringan dengan Teknologi Gas Terhadap Kuat Tekan, Kuat Tarik Belah, dan Modulus Elastisitas

STUDI PERBANDINGAN KUAT TEKAN BETON DENGAN AGREGAT KASAR MENGGUNAKAN METODE SNI DAN METODE MAXIMUM DENSITY

BAB III LANDASAN TEORI. (admixture). Penggunaan beton sebagai bahan bangunan sering dijumpai pada. diproduksi dan memiliki kuat tekan yang baik.

USE OF CLAY EX. BENGALON AS AGGREGATE MADE AND SAND EX. MUARA BADAK IN MIXED CONCRETE METHOD STANDART NATIONAL INDONESIAN

INFRASTRUKTUR KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN AGREGAT KASAR TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH UKURAN MAKSIMUM DAN NILAI KEKERASAN AGREGAT KASAR TERHADAP KUAT TEKAN BETON NORMAL

PEMERIKSAAN KUAT TARIK BELAH & KUAT TARIK LENTUR BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR BATU APE DARI KEPULAUAN TALAUD

Gravitasi Vol. 14 No.1 (Januari-Juni 2015) ISSN: ABSTRAK

BAB IV ANALISA DATA. Sipil Politeknik Negeri Bandung, yang meliputi pengujian agregat, pengujian beton

Tinjauan Mengenai Penentuan Proporsi Pasir dalam Agregat Gabungan pada Perancangan Campuran Beton Cara SNI

MIX DESIGN Agregat Halus

PEMBUATAN BETON RINGAN DENGAN CRUMB RUBBER LIGHTWEIGHT CONCRETE MAKING WITH RUBBER CRUMB

KARAKTERISTIK BETON DENGAN AGREGAT KASAR PELLET POLYPROPYLENE DAN VARIASI AGREGAT HALUS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Penggunaan Bambu Sebagai Pengganti Agregat Split terhadap Kuat Tekan Beton Ringan

Transkripsi:

PENGARUH UKURAN BUTIR BATU APUNG TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON RINGAN Akmaluddin, ST, MSc.(Eng.), Ph.D Fakultas Teknik Universitas Mataram, Jl. Majapahit No. 62 Mataram e-mail: akmal2k4@yahoo.co.uk ABSTRAK Batu apung dengan ukuran butir kurang dari 50 mm di Lombok biasanya dianggap limbah karena tidak laku dijual dipasaran. Padahal limbah ini masih dapat dimanfaatkan sebagai agregat kasar beton ringan. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui ukuran agregat batu apung yang paling baik digunakan sebagai campuran beton ringan melalui tinjauan sifat mekaniknya. Tiga macam agregat batu apung disiapkan yaitu: (1) ukuran butir kurang dari 5 mm; (2) diantara 5-10 mm dan (3) ukuran butir antara 10-20 mm. Tiap kelompok agregat dicampurkan dengan air, semen, dan pasir dengan proporsi tertentu bergantung pada nilai faktor air semen (fas) yang digunakan. Fas direncanakan terdiri dari 8 varisi yaitu 0.40, 0.45, 0.50,..., 0.75. Sifat mekanik beton yang dicari adalah kuat tekan (f c ), kuat tarik belah (f ts ), kuat tarik lentur (f tf ) dan modulus elastisitas (E c ). Hasil investigasi menunjukkan bahwa agregat dengan ukuran butir 5-10 mm memberikan nilai kuat tekan optimum sebesar 16.8 MPa. Nilai tersebut diperoleh menggunakan konsep dividing strength yang menghasilkan fas 0.60 yang setara dengan jumlah semen yang dibutuhkan sebanyak 339 kg/m 3. Kelompok agregat ini juga menghasilkan sifat mekanik lain yang sebanding dengan kuat tekannya. Dengan demikian diperoleh bahwa ukuran butir agregat batu apung mempengaruhi kuat tekan maupun sifat mekanik beton ringan lainnya secara signifikan. ABSTRACT Pumice with size smaller than 50 mm were throwed away in Lombok due to inexpensive selling price in the market. This wasted material actually can be used as coarse aggregate of lightweight concrete. An experimental investigation was carried out to examine the effect of aggregate size of pumice on mechanical properties of lightweight concrete. Three groups of aggregate were prepared ie: (1) aggregate size smaller than 5 mm, (2) between 5 to 10 mm and (3) aggregate size between 10 and 20 mm. Each group of aggregate was mixed with water, cement, and sand by certain proportion rely on water cement ration (w/c) used. Eight various of w/c were design. The w/c ratio consist of 0.40, 0.45, 0.50,..., 0.75. The mechanical properties of concrete investigated were compressive strength (f c ), splite tensile strength (f ts ), flexural tensile strength (f tf ) and modulus of elasticity (E c ). Results show that aggregate size of 5-10 mm gave optimum compressive strength of 16.8 MPa. The value was obtained using dividing strength concept producing w/c of 0.60 which is proportional to cement used of 339 kg/m 3. This group

782 of aggregate size also gave other mechanical properties value proportional to the compressive strength. Therefore, the aggregate size of pumice influence the compressive strength and other mechanical properties of lightweight concrete significantly. PENDAHULUAN Beton ringan memiliki prospek yang cerah sebagai bahan struktur di masa depan mengingat kualitasnya yang bisa mencapai kualitas beton normal dengan berat jenis yang ringan (Owens, 1999). Beton ringan memiliki kemampuan struktural bila memiliki kuat tekan minimal 17 MPa dan berat isi kurang dari 1840 kg/m 3 (Nevile and brooks, 1993), biasanya diperoleh bila menggunakan agregat kasar yang berasal dari material dengan berat yang ringan. Usaha-usaha telah banyak dilakukan untuk menciptakan beton ringan sebagai bahan konstruksi antara lain dengan memodifikasi bahan asal sedemikian rupa guna mempertahankan berat jenis yang ringan namun dengan ketahanan dan kekuatan yang dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan (Rossignolo dan Agnesini, 2004; Campione dkk., 2004 dan Haque dkk., 2004) Batu apung adalah salah satu material ringan yang memiliki berat isi antara 500 sampai 900 kg/m 3 dan bergradasi relative besar. Oleh karena itu material ini sering dijadikan agregat kasar dalam suatu komposisi campuran beton ringan. Namun demikian, mengingat batu apung yang memiliki kelemahan mudah rapuh/hancur akibat tekanan maka dalam suatu rancangan campuran diharapkan kelemahan yang dimiliki batu apung ini ikut dipertimbangkan dalam membuat rancangan campuran beton ringan sehingga menghasilkan komposisi campuran yang efektif dan efisien. Beton dapat diidealisasikan sebagai bahan komposit yang terdiri dari pasta dan agregat kasar. Untuk beton normal, dapat dikatakan sebagai komposit antara pasta dan kerikil, bila ditekan (uji silinder) pada suatu kondisi beban tertentu kecendrungannya adalah beton tersebut akan hancur yang ditandai dengan runtuhnya pasta. Sebaliknya pada beton ringan, akan runtuh akibat tekanan yang didahului oleh hancurnya agregat. Berangkat dari philosofi ini maka pemisahan atau pembagian tegangan (dalam hal ini kuat tekan) dilakukan. Idealnya adalah kuat tekan pasta (mortar) dan kuat tekan kerikil. Namun karena kesulitan dalam

783 menentukan kuat tekan kerikil secara individu maka sebagai pengganti ditentukan kuat tekan beton (dalam kondisi komposit). Dengan demikian untuk memperoleh gambaran kekuatan agregat dalam kondisi tekan dapat diperoleh melalui korelasi antara kuat tekan beton dan kuat tekan pastanya. Weigler dan Karl (1972) dalam Chen, dkk (1999) menggunakan konsep diatas untuk agregat ringan buatan sebagai bahan campuran beton ringan. Dari plotting hasil diperoleh suatu perubahan arah kurve yang signifikan yang seolah-olah kurve berubah menjadi dua bagian dengan satu titik potong. Titik potong yang terjadi pada kurve tersebut disebut sebagai nilai Dividing Strength dari beton ringan. Nilai Dividing Strength sangat bergantung pada ukuran butiran agregat ringan sehingga menentukan kekuatan bahan/material baru yang dibentuk. Oleh karena konsep tersebut belum diaplikasikan untuk beton ringan dengan agregat batu apung lokal maka konsep tersebut diadopsi untuk mengoptimasi rancangan campuran beton ringan dengan agregat kasar batu apung agar dapat diperoleh kuat tekan optimum dengan harga efisien. Kuat tekan merupakan sifat mekanik utama dari beton sehingga sifat mekanik lainnya seringkali di hitung sebagai faktor pengali dari nilai kuat tekan. Sifat-sifat mekanik beton ringan yang dikaji dalam makalah ini antara lain kuat tekan, kuat tarik baik dengan uji belah maupun uji lentur dan modulus elastisitas. BAHAN DAN METODE Bahan-bahan yang dipergunakan dalam studi ini adalah: (1) Semen Portland tipe I merk Tiga Roda; (2) Agregat kasar limbah batu apung dengan ukuran butir < 5 mm, 5 10 mm dan 10 20 mm berasal dari desa Ijo Balit, kecamatan Selong, Lombok Timur; (3) Agregat halus, yaitu pasir yang lolos ayakan no 4 (dengan ukuran butir maksimum 5 mm), berasal dari sungai Gebong Narmada, Lombok Barat dan (6) Air bersih dari jaringan air Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas Mataram. Tahap awal studi dilakukan pengujian terhadap sifat fisik bahan-bahan tersebut diatas antara lain meliputi pemeriksaan berat satuan, berat jenis baik pasir maupun batu apung, pemeriksaan gradasi agregat kasar (batu apung) dan pemeriksaan kandungan lumpur dalam pasir. Selanjutnya dilakukan pembuatan

784 rancangan campuran beton dari tiga variasi ukuran butir tersebut dengan memvariasi faktor air semen (fas) yaitu 0.4, 0.45, 0.5,..., 0.75. Adapun hasil rancangan adukan per 1 m 3 beton ringan disajikan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Komposisi Mix Design Beton Ringan No Bahan fas 0,4 0,45 0,5 0,55 0,6 0,65 0,7 0,75 1 Air (kg) 203 203 203 203 203 203 203 203 2 Semen (kg) 507,50 451 406 369 339 313 290 271 3 Pasir (kg) 467,23 498 523 543 560 574 587 597 4 Batu apung (kg) 382,28 405 428 445 458 470 480 489 Dari hasil rancangan selanjutnya dibuat benda uji untuk mengetahui sifat mekanik beton tersebut. Benda uji disiapkan sejumlah 216 buah dengan perincian masing-masing fas sebanyak 27 buah yang terdiri dari tiga kelompok ukuran butir agregat batu apung seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan Jumlah Benda Uji No Ukuran Butir Pengujian Jumlah benda uji tiap fas (buah) 0,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 1 < 5 mm 2 5-10 mm 3 10-20 mm Kuat Tekan Modulus Elastisitas 3 3 3 3 3 3 3 3 Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3 Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh Kuat Tekan Modulus Elastisitas 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3 Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh Kuat Tekan Modulus Elastisitas 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Kuat Tarik Belah 3 3 3 3 3 3 3 3 Kuat tarik lentur/ Modulus Runtuh 3 3 3 3 3 3 3 3 Jumlah 27 27 27 27 27 27 27 27 Total (buah) 216

785 Selanjutnya semua benda uji yang telah dibuat dirawat dengan cara merendam dalam air selama 7 hari dan dibiarkan dalam ruangan terbuka selama 21 hari. Pada hari ke 28 dilakukan pengujian-pengujian sifat mekanik yang direncanakan. Metode pengujian dilakukan dengan standar pengujian seperti diuraikan berikut ini. 1. Pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas Pengujian kuat tekan dilakukan pada silinder beton berdiameter 150 mm dengan tinggi 300 mm dan kubus mortar berukuran 50x50x50 mm. Sedangkan untuk modulus elastisitas dilakukan bersamaan dengan pengujian kuat tekan silinder dengan tambahan pembacaan regangan dari setiap beban yang diberikan. Selanjutnya benda uji diamati sampai mengalami keruntuhan total. Nilai kuat tekan diperoleh dari hubungan hasil bagi antara beban yang bekerja dengan luas penampang spesimen. Sedangkan untuk modulus elastisitas diperoleh dari grafik hubungan tegangan dengan regangan. Dengan demikian modulus elastis beton ringan secara eksperimen dapat ditentukan dengan Persamaan (1) berikut ini:...(1) dimana, S 1 adalah tegangan beton pada saat regangan mencapai 0.00005 sedangkan S 2 merupakan tegangan sebesar 40 persen tegangan ultimitnya. ε 2 didefinisikan sebagai regangan yang terjadi pada saat tegangan mencapai S 2. Secara teoritis, modulus elastisitas beton merupakan fungsi dari density dan kuat tekannya. Untuk beton dengan bobot ringan nilai E c diberikan secara empiris seperti pada Persamaan (2) dimana f c adalah kuat tekan beton dalam satuan MPa....(2) 2. Pengujian kuat tarik Pengujian kuat tarik beton tidak dapat dilakukan dengan metode langsung (direct uniaxial tension) oleh karenanya metode ini tidak dijadikan sebagai standar pengujian (Neville and Brooks, 2003). Namun sebagai alternative ASTM

786 menyarankan untuk melakukan pengujian tarik beton dengan cara uji tarik tidak langsung yaitu uji lentur (flexural test), ASTM C78-84, dan dikenal sebagai pengujian modulus runtuh (modulus of rupture) dan uji tarik belah (splitting tensile test), ASTM C496-90. Detail pengujian kuat tarik dengan kedua metode tersebut disajikan pada Gambar 2 berturut-turut untuk uji lentur dan uji belah. (a) Uji lentur (ASTM C78-84) (b) Uji belah (ASTM C496-90) Gambar 1. Set-up pengujian kuat tarik a. Uji tarik lentur Bila keruntuhan balok terjadi pada daerah tengah bentang maka kuat tarik lentur dihitung dengan Persamaan (3). Namun bila kehancuran balok terjadi sebaliknya (diluar tengah bentang tetapi tidak lebih dari 5% bentang) maka modulus runtuh dihitung dengan Persamaan (4). dan f f bl bl Pl...(3) 2 bd 3Pa...(4) 2 bd dengan P adalah beban maksimum, l, b dan d berturut-turut menunjukkan bentang, lebar dan tinggi balok. Sedangkan a adalah jarak beban yang bekerja terhadap tumpuan.

787 Modulus runtuh beton normal secara teori dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (5) dengan f c adalah nilai kuat tekan beton dalam satuan MPa. Sedangkan untuk beton ringan Pers. (5) tersebut harus dikalikan dengan faktor reduksi 0.75. f r 0.62 f...(5) ' c b. Pengujian kuat tarik belah Besarnya kuat tarik belah dengan pengujian seperti dijelaskan pada Gambar 2 (b) dapat dihitung menggunakan Persamaan (6) berikut ini. f st 2P...(6) Ld dimana P adalah beban maksimum, sedangkan L dan d merepresentasikan berturut-turut panjang dan diameter specimen. A. Modulus elastisitas HASIL DAN PEMBAHASAN Tipikal hasil pengujian modulus elastisitas seperti disajikan pada Gambar 4(a) menunjukkan bahwa regangan beton ringan maksimum yang diperoleh sebesar 0.0022 lebih kecil dari regangan maksimum beton yang disarankan yaitu sebesar 0.003, hal ini mengindikasikan bahwa kekuatan penampang yang akan diperoleh menjadi menurun karena tegangan berbanding lurus dengan regangan. Hasil perhitungan modulus elastisitas beton ringan E c dengan Pers. (1) dan Pers. (2) disajikan pada Gambar 4(b) dibawah.

Tegangan (MPa) E c(eks), MPa 788 20 20000 dia. <5 mm 15 15000 dia. 5-10 mm 10 10000 5 5000 0 0,000 0,001 0,001 0,002 0,002 0,003 Regangan 0 0 5000 10000 15000 20000 E c(th), MPa (a) Tipikal diagram tegangan-regangan (b) Perbandingan nilai modulus elastis Gambar 2. Modulus elastisitas beton ringan Berdasarkan Gambar 4(b) diatas terlihat bahwa secara umum nilai modulus elastisitas secara teoritis lebih besar dibandingkan dengan hasil pengukuran secara eksperimen. Dengan kata lain nilai prediksi modulus elastisitas overestimate nilai modulus elastisitas hasil observasi. Oleh karena itu penggunaan Pers (2) tidak dapat secara langsung diaplikasikan untuk beton ringan beragregat kasar batu apung karena akan berakibat fatal bila digunakan dalam analisa penampang beton khususnya yang berkaitan dengan perencanaan terhadap kuat layan (serviceability) beton. Dari Gambar 4(b) juga nampak bahwa rasio E c aktual dengan E c hasil prediksi bernilai kurang dari satu, dari hasil tabulasi data E c diperoleh bahwa rasio E c(eks) /E c(th) bervariasi antara 0.59 sampai 0.89. Dengan demikian, untuk alasan praktis dan keamanan perhitungan modulus elastis dapat menggunakan Pers. (2) asalkan direduksi dengan faktor reduksi yang setara dengan rasio rata-rata sebesar 0.7 yang dipresentasikan dalam bentuk Pers. (7) berikut ini....(7) Pers. (7) menunjukkan bahwa modulus elastisitas beton ringan beragregat kasar batu apung nilainya setara dengan separuh nilai modulus elastisitas beton normal. Hal ini berarti bahwa nilai E c(br) lebih kecil 10 % dari modulus elastisitas beton ringan yang telah dipublikasikan yaitu sebesar 60-75% E c(n) (Neville and Brook, 1993).

Kuat tarik (MPa) Kuat tarik (MPa) 789 B. Kuat Tarik Beton Telah disebutkan diatas bahwa kuat tarik merupakan fungsi dari kuat tekan beton dan nilainya kurang lebih 10% nilai kuat tekannya. Pada bagian ini disajikan variasi nilai kuat tarik dengan dua metode pengujian. Hasil yang diperoleh untuk tiga macam variasi ukuran butir yaitu kurang dari 5mm, antara 5-10 mm dan diameter 10-20 mm identik satu sama lain karenanya disjikan secara tipikal menggunakan Gambar 6. Faktor air semen yang digunakan untuk merepresentasikan data ini adalah 0.4, 0.55 dan 0.7. 5 4 Uji lentur dia. 5-10 4 3 Uji lentur dia. 5-10 3 2 2 1 Uji belah 1 Uji belah 0 5 10 15 20 Kuat tekan silinder (MPa) 0 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 (f'c) 0,5 MPa (a) Tipikal diagram tegangan-regangan (b) Tipikal diagram tegangan-regangan Gambar 3. Tipikal hubungan fc dengan ft Berdasarkan Gambar 6(a), jelas bahwa hasil uji kuat tarik dengan metode uji lentur (modulus runtuh, f r ) lebih besar dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dengan pengujian tarik belah, f ct. Hasil ini sesuai dengan yang diberikan di dalam teori dalam bentuk persamaan f r = 1,11 f ct. Secara umum kedua metode memberikan nilai kuat tarik berbanding lurus dengan kuat tekan beton. Modulus runtuh teoritis berbanding langsung dengan akar kuat tekannya, untuk beton ringan nilainya dikalikan faktor 0,75 nilai persamaan f r 0.62 f ' c. Gambar 6(b) menyajikan tipikal hubungan kuat tarik terhadap akar kuat tekan untuk gradasi batu apung ukuran 5-10 mm. Nampak bahwa ada kesesuaian antara hasil yang

Kuat tekan beton (MPa) 790 diperoleh dengan persamaan tersebut mengingat gradien garis pada gambar 6(b) bernilai positif. C. Dividing Strength, F D Telah diungkapkan dibagian awal bahwa dengan pendekatan/asumsi beton ringan merupakan gabungan dari dua macam bahan yang berbeda yaitu agregat kasar batu apung dan mortar maka berikut ini disajikan pemisahan tegangan antara silinder beton dan kubus mortar dan di plot sedemikian rupa seperti Gambar 8, 9(a) dan 9(b) berturut-turut untuk batu apung ukuran < 5mm, 5-10 mm, dan 10-20 mm. Gambar 8 menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan arah kurve yang signifikan yang dapat membagi kurve menjadi dua bagian karena itu dikatakan bahwa nilai dividing Strength, F D tidak ada. Hal ini terjadi karena batu apung dengan ukuran butir < 5 mm termasuk didalamnya adalah abu batu apung yang berfungsi mengisi rongga batu apung individual disamping semen, dengan demikian butiran batu apung menjadi lebih kokoh sehingga keruntuhan yang terjadi didahului oleh hancurnya mortar atau pasta. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 dia. < 5 mm 0 10 20 30 40 50 60 Kuat tekan mortar (MPa) Gambar 4. Dividing Strength beton ringan agregat kasar < 5 mm Berbeda dengan batu apung dia. < 5mm, diameter butiran antara 5-10 mm dan 10-20 mm memiliki nilai F D. Identik dengan penjelasan sebelumnya bahwa nilai FD beton ringan dengan agregat kasar 5-10 mm lebih besar bila dibandingkan dengan beton ringan agregat kasar 10-20 mm. Ini disebabkan karena abu batu

Kuat tekan beton (MPa) Kuat tekan silinder (MPa) 791 apung jumlahnya minim bahkan tidak ada sehingga rongga batu apung hanya terisi oleh semen dan pasir halus. Namun jumlah dan ukuran rongga yang ada tentu lebih banyak pada batu apung dengan diameter yang besar karena itu bila rongga-rongga ini tidak terisi dengan sempurna akan mengakibatkan secara individu butiran batu apung menjadi rapuh. Karena itu jelas bahwa keruntuhan yang terjadi akibat beban adalah kehancuran yang ditandai dengan runtuhnya agregat. Dengan demikian beton ringan dengan agregat 5-10 mm lebih kokoh secara individu dibandingkan dengan agregat kasar 10-20 mm, sehingga pada gilirannya nilai F D 5-10 mm > F D 10-20 mm. Gambar 9(a) dan 9(b) menunjukkan nilai F D untuk gradasi berukuran 5-10 mm dan 10-20 mm yaitu masing-masing 16.8 MPa dan 13.5 MPa. Nilai F D ini menunjukkan bahwa batu apung dengan gradasi 5-10 mm disarankan untuk digunakan bila menginginkan beton ringan struktural. 25 25 20 dia. 5-10 mm 20 dia. 10-20 mm 15 15 10 10 5 0 0 10 20 30 40 50 60 Kuat Tekan Mortar (MPa) 5 0 0 10 20 30 40 50 60 Kuat Tekan Mortar (MPa) (a) F D dia. 5-10 mm (b) Nilai F D dia. 10-20 Gambar 9. Dividing Strength beton ringan (a) agregat kasar 5-10 mm dan (b) 10-20 mm D. Evaluasi Kebutuhan Semen Bertambahnya jumlah semen tidak berarti kekuatan beton semakin meningkat, namun kekuatan optimum diperoleh pada jumlah semen tertentu seperti diperlihatkan pada Gambar 10(a). Efisiensi beton sangat tergantung dari banyaknya semen yang dibutuhkan, oleh karena itu dengan memplotting kembali nilai F D yang telah diperoleh kedalam

Kuat tekan (MPa) Kuat tekan (MPa) Kuat tekan (MPa) 792 Gambar 10(a) maupun 10(b) berturut-turut diketahui kebutuhan semen sebesar 339 kg/m 3 dan fas 0,6 untuk beton ringan dengan agregat kasar berukuran 5-10 mm. Dengan cara yang sama menggunakan Gambar 10(a) dan (b) untuk agregat kasar 10-20 mm diperoleh jumlah semen yang diperlukan lebih kurang sebesar 450 kg/m 3 yang terjadi pada fas 0,45. 20 20 16.8 15 16.8 15 dia < 5 mm dia. 5-10 mm 10 dia < 5 mm dia. 5-10 mm 10 dia. 10-20 mm dia. 10-20 mm 5 200 300 339400 500 600 Kebutuhan semen (kg/m 3 ) 5 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 fas (a) Variasi kebutuhan semen (b) Variasi faktor air semen (fas) Gambar 10. Kuat tekan terhadap (a) kebutuhan semen dan (b) fas Dengan demikian jelas bahwa penggunaan agregat kasar batu apung ukuran 5-10 mm memberikan kekuatan beton yang paling optimum dengan efisiensi yang signifikan bila dibandingkan dengan penggunaan dua kelompok agregat lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan Gambar 11. 20 18 16 14 12 10 0 10 20 30 Agregat maksimum (mm) Gambar 11. Kuat tekan maksimum berdasarkan variasi ukuran butir

793 KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari hasil studi ini adalah: 1. Ukuran butir batu apung mempengaruhi sifat mekanis beton ringan secara signifikan. 2. Modulus elastisitas beton ringan agregat kasar batu apung setara dengan separuh nilai modulus elastisitas beton normal. 3. Agregat kasar batu apung ukuran 5-10 mm optimum dan efisien digunakan sebagai agregat kasar beton ringan, karena memberikan kuat tekan beton ringan maksimum sebesar 16,8 MPa dengan berat semen yang diperlukan sebesar 339 kg/m 3. UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini adalah sebagian dari hasil penelitian awal dengan judul PENGEMBANGAN BETON RINGAN BERBAHAN LIMBAH BATU APUNG SEBAGAI ELEMEN PRACETAK KONSTRUKSI BANGUNAN RUMAH MURAH (Low Cost Housing) yang didanai DP2M Dikti karenanya disampaikan terimakasih atas bantuan dana yang telah diberikan. DAFTAR PUSTAKA ASTM C78-84, 1992, Standard Tes Method for Flexural Strength of Concrete Using Simple Beam with Third-point loading, Annual Book of ASTM Standard, Concrete and Aggregates, Vol. 04.02 ASTM C330-89, 1992, Specification for Lightweight Aggregate for Structural Concrete, Annual Book of ASTM Standard, Concrete and Aggregates, Vol. 04.02 ASTM C330-89, 1992, Standard Test Method for Splitting Tensile Strength of Cylinderical Concrete Specimens, Annual Book of ASTM Standard, Concrete and Aggregates, Vol. 04.02 Campione, G., Mendola, La L.., 2004, Behaviour in Compressions of Lightweight fiber Reinforced Concrete with Transverse Steel Reinforcement, Cement & Composite Concrete, 26, pp. 645-656

794 Chen H.J., Yen T., Lia T.P. and Huang Y.L., 1999, Determination of the Dividing Strength and Its Relation to the Concrete Strength in Lightweight Aggregate Concrete, Elsevier Journal. Haque, M.N., Al-Khaiat, H., Kayali, O., 2004, Strength and Durability of Lighweight Concrete, Cement & Composite Concrete, 26, pp. 307-314 Owens, P.L., 1999, Structural lightweight Aggregate Concrete-the Future?, Concrete, 33(10): 45-7 Rossignolo, J. A., Agnesini, M. V. C., 2004, Durability of polymer-modified lightweight aggregate concrete, Cement and Concrete Composite, V 26, pp. 375-380 Neville, A.M. and Brook J.J., 1993, Concrete Technologi, Longman, Essex, England