BAB V PENUTUP. bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

TINJAUAN TERHADAP PENGATURAN PRE INSTALL APPLICATION (BLOATWARE) DALAM PERANGKAT TELEPON SELULER MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA DIKAITKAN DENGAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa Operator Seluler Atas Adanya Short Message Service (SMS) Spam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Sebagaimanatelahdiketahuinyakeabsahan perjanjian jual beli yang

BAB V PENUTUP. 1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen. berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

Majelis Perlindungan Hukum (MPH) Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan suatu hal yang vital dalam kehidupan. dengan sesamanya. Hal ini dijamin dalam Pasal 28F UUD Negara Republik

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. 1. Persyaratan Pembangunan Rumah Susun dalam Tindakan. Hukum Pemesanan Rumah Susun

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan penulis, jawaban atas identifikasi masalah pada. yang diberikan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang No.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah kendaraan yang tinggi.

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Klausula baku yang dipergunakan dalam praktek bisnis di masyarakat,

GARANSI TERBATAS. (i) memperbaiki bagian Perangkat BlackBerry yang cacat tanpa mengenakan biaya kepada ANDA dengan bagian baru atau yang direkondisi;

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENGGUNA TELEPON SELULAR TERKAIT PENYEDOTAN PULSA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat

PENDAHULUAN. dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN KONSUMEN MELALUI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Oleh : Arrista Trimaya *

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH PT AIR MANADO DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/5/PBI/2006 TENTANG MEDIASI PERBANKAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI SEKTOR JASA KEUANGAN

persaingan ketat dan bervariasinya produk yang ditawarkan, akhirnya menempatkan konsumen sebagai subyek yang memiliki banyak pilihan. Menghadapi reali

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI UNIT KONDOTEL. Dalam perspektif hukum perjanjian, sebagaimana diketahui perikatan yang

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYIARAN TELEVISI MELALUI KABEL

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP MAKANAN KEMASAN TANPA TANGGAL KADALUARSA

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

Menimbang : Mengingat :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. bernafas, air untuk minum juga membutuhkan makanan sebagai kebutuhan

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB III MEKANISME PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PADA PENGGUNA BIRO PERJALANAN UMRAH YANG MENGAPLIKASIKAN METODE PEMASARAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ISBN: Cetakan Pertama, tahun Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PROGRAM INVESTASI MELALUI INTERNET YANG MENGATASNAMAKAN LEMBAGA KEUANGAN BANK

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TELEKOMUNIKASI

vii DAFTAR WAWANCARA

Jadual 7. 5 Permasalahan perundangan dan cadangan

I. PENDAHULUAN. Transportasi adalah suatu alat yang terus berlangsung dalam kehidupan manusia. 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB I PENDAHULUAN. dirugikan. Begitu banyak dapat dibaca berita-berita yang mengungkapkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Oleh L.P Hadena Hoshita Adiwati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan bloatware, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan masalah bloatware yang diindikasikan sebagai perjanjian tertutup dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi hukum positif yang mengatur hubungan konsumen dan pelaku usaha, saat ini belum mengakomodir tentang pengaturan masalah bloatware yang diindikasikan sebagai perjanjian tertutup secara nyatanya hal tersebut merugikan konsumen, sedangkan dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur masalah bloatware yang diindikasikan sebagai perjanjian tertutup. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengenai perjanjian tertutup. Perjanjian tertutup menurut peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 5 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 15 (Perjanjian Tertutup) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 165

166 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Perjanjian tertutup merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha agar dapat menjadi sarana dan upaya bagi pelaku usaha untuk dapat melakukan pengendalian oleh pelaku usaha terhadap pelaku usaha lain secara vertikal ( Pengendalian Vertikal ), baik melalui pengendalian harga maupun melalui pengendalian non-harga. Dalam permasalahan bloatware diindikasikan sebagai perjanjian tertutup karena penyertaan bloatware merupakan suatu aplikasi yang diinstal di dalam telepon seluler oleh produsen telepon seluler (pelaku usaha) yang melakukan perjanjian eksklusif (tertutup) dengan vendor pembuat aplikasi, yang mana keberadaan bloatware tersebut bersifat permanen atau tidak bisa dihapus dengan tujuan untuk mendapatkan posisi tawar yang tinggi dalam pasar dan menjadikan para pelaku usaha memilki posisi dominan. Permasalahan bloatware yang diindikasikan sebagai perjanjian tertutup dalam produk yang dikategorikan ke dalam tying agreement dimana terdapat 2 modul yang dapat dikaitkan, yaitu ada produk 1 (satu) atau utama yang artinya barang atau jasa inilah yang dibutuhkan atau diinginkan konsumen, dan produk 2 (dua) yang menjadi barang atau jasa yang diikatkan (tied) dengan produk kesatu yang bisa saja tidak dibutuhkan atau diinginkan konsumen. Produk yang menjadi pengikat (tying

167 product) adalah telepon seluler dan produk yang harus dibeli (tied product) adalah bloatware, yang seharusnya aplikasi serupa dapat konsumen instal sesuai dengan keinginannya sendiri. Dapat diketahui bahwa produsen telepon seluler yang menyertakan bloatware dalam telepon seluler yang dijual kepada konsumen telah melakukan perjanjian tertutup dalam bentuk pengikatan produk (tying agreement). Berdasarkan halhal yang telah diungkapkan pelaku usaha yang terbukti melakukan perjanjian tertutup dalam hal ini produsen (pelaku usaha) telepon seluler yang terbukti melakukan perjanjian tertutup dalam bentuk tying agreement dapat dikenakan sanksi sesuai yang tertuang dalam Pasal 47- Pasal 49 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Keberadaan Pre install application (bloatware) yang sudah disatukan dalam ponsel diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang merupakan hukum positif di Indonesia yang mengatur mengenai konsumen dan pelaku usaha. Dalam penyertaan bloatware yang disatukan dalam telepon seluler oleh pelaku usaha, terjadi perikatan yang dihasilkan dari perjanjian jual-beli yang mana para pihaknya memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Penyertaan

168 bloatware dalam telepon seluler nyatanya telah menimbulkan dampak negatif bagi konsumen yaitu: a) Aplikasi yang tidak bisa dihapus tersebut menyebabkan konsumen tidak memiliki haknya untuk memilih aplikasi mana yang menjadi kebutuhan dan keinginannya; b) Aplikasi yang tidak bisa dihapus tersebut menyebabkan konsumen tidak bisa memanfaatkan secara seutuhnya kapasitas memori dari perangkat telepon seluler dan umumnya aplikasi yang sudah terinstal tersebut tidak dibutuhkan konsumen yang kemudian menjadi bloatware; c) Keberadaan bloatware juga dapat menguras energi baterai dari telepon seluler, karena bloatware tersebur harus dilakukan pembaharuan dalam jangka waktu tertentu; d) Keberadaan dari bloatware yang dilakukan pembaharuan dalam jangka waktu tertentu tentulah harus menggunakan akses internet yang artinya memakan kuota internet; dan e) Keberadaan bloatware yang mengharuskan konsumen mengisi data-data, dimana data-data yang dimasukkan konsumen terhubung ke pusat dan dapat terjadi bocornya data konsumen.

169 Hal tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 4 huruf (a) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa: Hak konsumen adalah: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Dalam hal ini aspek-aspek tersebut adalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen pengguna telepon seluler dalam menggunakan telepon seluler. 3. Langkah hukum yang dapat dilakukan pengguna telepon seluler yang mengalami kerugian akibat keberadaan bloatware sebagai bentuk perlindungan hukum dalam perlindungan konsumen dapat dilakukan baik perorangan maupun secara kelompok (class action) atau bahkan bisa dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melalui gugatan yang diajukan. Mekanisme penyelesaian sengketa ini dapat ditempuh melalui 2 jalur sesuai Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu: a) Di dalam pengadilan (litigasi): mengacu pada ketentuan peradilan umum yang berlaku dan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; dan b) Di luar pengadilan (non-litigasi): Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk

170 mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen, dengan beberapa cara, yaitu: konsiliasi, mediasi, maupun arbitrase. Penyelesaian sengketa antara konsumen dan produsen, undangundang telah menentukan suatu badan yaitu Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) yang mempunyai fungsi sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. B. Saran Saran yang diberikan penulis berdasarkan kesimpulan di atas yaitu: 1. Saran untuk akademisi Penulisan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang baik terhadap permasalahan hukum yang berkaitan dengan bloatware dan mampu memberikan informasi serta pengetahuan hukum bagi akademisi mengenai perlindungan konsumen dan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 2. Saran untuk pemerintah Pemerintah diharapkan mampu membuat regulasi mengenai keberadaan bloatware dalam telepon seluler, sehingga konsumen

171 pengguna telepon seluler di Indonesia tidak dirugikan lagi dengan keberadaan bloatware dalam telepon seluler, serta pemerintah diharapkan berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan terhadap produk telepon seluler yang dihasilkan produsen telepon seluler. 3. Saran untuk masyarakat Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bahwa masyarakat yang dirugikan akibat keberadaan bloatware dalam telepon seluler dapat mengetahui hak-haknya sebagai konsumen, dan diharapkan agar masyarakat lebih bijaksana dalam mengambil suatu tindakan ketika dirugikan oleh pihak produsen telepon seluler dengan melakukan gugatan baik secara perorangan maupun kelompok (class action) melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun di luar pengadilan (non-litigasi).