KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997

MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 1101 K/702/M.PE/1991 DAN 436/KPTS-II/1991 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 437 K/30/MEM/2003 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 63/PRT/1993 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi No K Tahun 1993 Tentang : Pelaksana Inspeksi Tambang Bidang Pertambangan Umum

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM. 36 TAHUN 2011 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04P/40/M.PE/1991 TAHUN 1991 TENTANG PENYIDIK KETENAGALISTRIKAN

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

2014, No.1090 NOMOR PM 71 TAHUN 2013 Contoh 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup N0. 42 Tahun 1996 Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak Dan Gas Serta Panas Bumi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 53 TAHUN 2000 TENTANG PERPOTONGAN DAN/ATAU PERSINGGUNGAN ANTARA JALUR KERETA API DENGAN BANGUNAN LAIN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KONSTELASI KESELAMATAN MIGAS LINGKUP PENANGANAN KESELAMATAN PADA KEGIATAN USAHA MIGAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1991 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

B. BIDANG PEMANFAATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan.

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN ENERGI DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-42/MENLH/10/1996 TENTANG BAKU MUTU LIMBAH CAIR BAGI KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER. 17/MEN/VII/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 Tentang : Sungai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 10 SERI E

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Permohonan Izin. Pemanfaatan Tenaga Listrik. Telekomunikasi. Tata Cara. Pencabutan.

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

2012, No.28 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan te

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun Tentang

Transkripsi:

Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang kelancaran operasi pertambangan minyak dan gas bumi melalui pipa penyalur perlu ditingkatkan upaya pencegahan timbulnya bahaya; b. bahwa sehubungan dengan hal tsb pada huruf a di atas dan mengingat pada saat ini ketentuan mengenai pipa penyalur sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi, dianggap perlu untuk menetapkan Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi dalam suatu Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi; Mengingat: 1. Undang-Undang No. 44 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070); 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971); 3. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor. 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor. 3031); 4. Keputusan Presiden No. 96/M Tahun 1993 tgl. 17 Maret 1993; 5. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02.P/075/M.PE/1992 tgl. 18 Februari 1992; 6. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1135.K/39/M.PE/1992 tgl. 31 Agustus 1992; MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : a. Pipa Penyalur, adalah pipa minyak dan atau gas bumi yang meliputi Pipa Alir Sumur, Pipa Transmisi Minyak, Pipa Transmisi Gas, Pipa Induk, dan Pipa Servis; b. Pipa Alir Sumur, adalah pipa untuk menyalurkan minyak atau gas bumi dari kepala sumur ke stasiun pengumpul; c. Pipa Transmisi Minyak, adalah pipa untuk menyalurkan minyak dari stasiun pengumpul ke tempat pengolahan, dan dari tempat pengolahan ke depot, dan dari depot ke depot atau dari depot ke pelabuhan dan atau sebaliknya; d. Pipa Transmisi Gas, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari stasiun pengumpul ke sistem meter pengukur dan pengatur tekanan, dan atau ke pelanggan besar; e. Pipa Induk, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari sistem meter pengukur dan pengatur tekanan sampai Pipa Servis; f. Pipa Servis, adalah pipa yang dipasang dalam persil pelanggan yang menghubungkan Pipa Induk sampai dengan inlet pengatur tekanan atau meter pelanggan; g. Jarak Minimum, adalah ruang terbuka antara Pipa Penyalur dengan bangunan atau hunian tetap di

Page 2 of 7 sekitarnya yang dihitung dari sisi terluar pipa ke kiri dan kanan; h. Hak Lintas Pipa (Right of Way), adalah hak yang diperoleh Perusahaan untuk memanfaatkan tanah dalam menggelar, mengoperasikan dan memelihara Pipa Penyalur; i. Perusahaan, adalah perusahaan yang melakukan kegiatan penggelaran, pengoperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur; j. Pengusaha, adalah Pemimpin Perusahaan; k. Kepala Teknik, adalah penanggung jawab dari suatu kegiatan penggelaran, pengoperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur; l. Pelaksana Inspeksi Tambang, adalah pejabat Direktorat Jenderal yang diangkat Direktur Jenderal untuk mengawasi pelaksanaan keselamatan kerja minyak dan gas bumi; m. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang, adalah pejabat Direktorat Jenderal yang diangkat Direktur Jenderal untuk memimpin Pelaksana Inspeksi Tambang; n. Direktur, adalah Direktur yang diserahi tugas membina dan mengawasi keselamatan kerja pertambangan minyak dan gas bumi; o. Direktur Jenderal, adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi; p. Direktorat Jenderal, adalah Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi; q. Menteri, adalah Menteri Pertambangan dan Energi. Pasal 2 (1) Tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan pada Pipa Penyalur berada dalam wewenang dan tanggung jawab Menteri. (2) Menteri melimpahkan wewenang dan tanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan ini kepada Direktur Jenderal. (3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dan dibantu oleh Pasal 3 (1) Pengusaha bertanggung jawab penuh atas ditaatinya ketentuan2 dalam Keputusan Menteri ini. (2) Pengusaha yang menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan keselamatan kerja Pipa Penyalur menjabat sebagai Kepala Teknik. (3) Dalam hal Pengusaha tidak menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan keselamatan kerja Pipa Penyalur, wajib menunjuk wakilnya sebagai Kepala Teknik. (4) Kepala Teknik dapat dibantu oleh seorang atau lebih wakil Kepala Teknik sesuai kebutuhan. (5) Kepala Teknik wajib menunjuk seorang dari wakilnya sebagai penggantinya, apabila ia berhalangan atau tidak berada di tempat selama maksimum 3 (tiga) bulan berturut-turut, kecuali apabila ditentukan lain oleh Kepala (6) Kepala Teknik dan para wakil Kepala Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) dan (4) harus memenuhi syarat yang ditetapkan dan mendapat pengesahan dari Kepala Pasal 4 Pelaksanaan penggelaran, pengoperasian, perbaikan dan perawatan Pipa Penyalur, wajib mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri ini. Pasal 5 Sistem perpipaan pada instalasi proses produksi, instalasi pemurnian dan pengolahan dan atau instalasi depot minyak dan gas bumi berlaku ketentuan standar yang ditetapkan Menteri. BAB II PENGGELARAN PIPA PENYALUR Pasal 6

Page 3 of 7 (1) Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum dimulainya penggelaran, perubahan dan atau perluasan Pipa Penyalur, Pengusaha wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang mengenai a. lokasi geografis; b. denah penggelaran Pipa Penyalur; c. proses diagram; d. jumlah perincian tenaga kerja dan perubahannya; e. hal2 yang dianggap perlu oleh Kepala (2) Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal yang telah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala (3) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang melakukan pengawasan atas pelaksanaan penggelaran Pipa Penyalur. Pasal 7 (1) Penggelaran Pipa Penyalur baik di darat maupun di laut dapat dilakukan dengan cara ditanam atau diletakkan di permukaan tanah. (2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan wajib ditanam, dengan kedalaman minimum 1 (satu) meter dari permukaan tanah. (3) Desain, konstruksi dan klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Penyalur wajib memenuhi Standar Pertambangan Migas (SPM) yang ditetapkan Menteri. (4) Klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Transmisi Minyak, Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk ditetapkan sebagaimana tercantum pada Lampiran I Keputusan Menteri ini. (5) Penggelaran Pipa Alir Sumur wajib memenuhi ketentuan Jarak Minimum sekurang-kurangnya 4 (empat) meter. Pasal 8 (1) Pengusaha wajib menyediakan tanah untuk tempat digelarnya Pipa Penyalur dan ruang untuk Hak Lintas Pipa (Right of Way) serta memenuhi ketentuan Jarak Minimum. (2) Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Pengusaha dengan cara membeli, membebaskan, menyewa atau mendapatkan izin dari instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan. (3) Pemegang hak atas tanah yang telah memberikan Hak Lintas Pipa (Right of Way) dilarang menghalanghalangi Pengusaha dalam pelaksanaan penggelaran, pengoperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur. Pasal 9 (1) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan dengan tekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, harus dirancang sesuai ketentuan klasifikasi lokasi kelas 2 (dua) serta memenuhi ketentuan Pasal 7, dengan Jarak Minimum ditetapkan sekurang-kurangnya 9 (sembilan) meter. (2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dirancang dengan ketentuan klasifikasi lokasi kelas 1 (satu) dalam hal data perencanaan lingkungan jangka panjang yang ditetapkan Pemerintah Daerah setempat menjamin klasifikasi lokasi tidak berubah, dengan ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 9 (sembilan) meter. (3) Dalam hal ketentuan Jarak Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi, desain konstruksi dan klasifikasi lokasi ditetapkan minimal satu kelas lebih tinggi dari kelas dan Jarak Minimum yang ditetapkan dengan menggunakan tabel sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. (4) Dalam hal ketentuan Jarak Minimum pada ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi, Jarak Minimum tsb dapat diperpendek menjadi minimum 3 (tiga) meter dengan syarat: a. untuk pipa dengan diameter lebih kecil dari 8 (delapan) inci, faktor desain tidak lebih dari 0,4 (empat per sepuluh) b. untuk pipa dengan diameter 8 (delapan) inci sampai 12 (dua belas) inci, faktor desain tidak lebih dari 0,3 (tiga persepuluh); c. untuk pipa dengan diameter lebih besar dari 12 (dua belas) inci faktor desain 0,3 (tiga per sepuluh)

Page 4 of 7 den ketebalan pipa minimum 11,9 (sebelas dan sembilan per sepuluh) mm atau 0,468 (empat ratus enam puluh delapan per seribu) inci. (5) Dalam hal persyaratan ketebalan pipa pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi, Jarak Minimum ditetapkan 3 (tiga) meter, dengan ketentuan faktor desain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dipenuhi dan harus dilengkapi dengan sarana pengamanan tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala Pasal 10 (1) Penggelaran Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang akan dioperasikan pada tekanan dari 4 (empat) bar sampai dengan 16 (enam belas) bar, harus memenuhi klasifikasi kelas 4 (empat) dengan ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 2 (dua) meter sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. (2) Dalam hal Jarak Minimum 2 (dua) meter sebagaimana ditetapkan pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, harus memenuhi klasifikasi lokasi kelas 4 (empat) dan faktor desain tidak lebih dari 0,3 (tiga per sepuluh) dan dilengkapi dengan pengaman tambahan atau dengan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala Pasal 11 (1) Pipa Transmisi Minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang dapat menimbulkan tegangan melingkar (hoop stress) lebih besar dari 20% (dua puluh persen) Kuat Ulur Minimum Spesifikasi (KUMS) wajib ditanam sekurang-kurangnya sedalam 1 (satu) meter dari permukaan tanah dan mempunyai Jarak Minimum sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter. (2) Pipa Transmisi Minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang dapat menimbulkan tegangan melingkar lebih kecil dari 20% (dua puluh persen) KUMS, wajib disediakan jarak yang cukup untuk kepentingan pemeliharaan pipa. (3) Pengusaha wajib membuat konstruksi khusus pada perlintasan Pipa Transmisi Minyak dengan jalan raya, rel kereta api dan sungai serta wajib menyediakan peralatan pencegah pencemaran lingkungan. Pasal 12 (1) Peralatan pendukung yang dipasang pada Pipa Penyalur antara lain meliputi karangan utama atau cabang, stasiun pengirim atau penerima pig, stasiun pengatur aliran atau tekanan, stasiun penghubung atau pembagi aliran dan stasiun kompresor atau pompa, wajib dilengkapi dengan pelindung dan atau pagar pengaman. (2) Pada Peralatan pendukung Pipa Transmisi Gas yang bertekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, dilarang mendirikan bangunan, meletakkan barang2 ataupun menanam tanaman keras dalam jarak sekurangkurangnya 20 (dua puluh) meter dari sisi luar peralatan. (3) Pada peralatan pendukung Pipa Induk yang bertekanan sampai 16 (enam belas) bar, dilarang mendirikan bangunan, meletakkan barang2, menanam tanaman keras dalam jarak sekurang-kurangnya 6 (enam) meter dari sisi luar peralatan. (4) Dalam hal ketentuan jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak terpenuhi, harus mengikuti klasifikasi daerah berbahaya sesuai standar yang berlaku dan atau dilengkapi dengan sarana pengaman tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan Kepala Pasal 13 (1) Pipa Penyalur yang digelar melintasi sungai atau saluran irigasi wajib ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar normalisasi sungai atau saluran irigasi. (2) Pipa Penyalur yang digelar melintasi daerah rawa2 wajib ditanam dengan kedalaman sekurangkurangnya 1 (satu) meter di bawah dasar rawa serta dilengkapi dengan sistem pemberat sedemikian rupa sehingga pipa tidak akan tergeser maupun berpindah, atau disangga dengan pipa pancang. (3) Pipa penyalur yang digelar di laut wajib memenuhi ketentuan sbb.: a. Dalam hal kedalaman dasar laut kurang dari 13 meter maka pipa harus ditanam sekurangkurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar laut (sea bed), serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah. b. Dalam hal kedalaman dasar laut 13 (tiga belas) meter atau lebih maka pipa dapat diletakkan di dasar laut, serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah.

Page 5 of 7 c. Setelah diselesaikannya penggelaran pipa, pada daerah keberadaan pipa harus dilengkapi dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 14 Penggelaran Pipa Servis dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan Menteri. Pasal 15 (1) Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan pada jalur pipa, Pengusaha wajib melakukan analisis risiko untuk menetapkan langkah pengaman tambahan. (2) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan dari Kepala Pasal 16 (1) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapat mewajibkan adanya penambahan pemasangan peralatan keselamatan kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan Menteri. (2) Penetapan penambahan peralatan keselamatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang secara jelas dan tertulis. Pasal 17 (1) Dalam hal tidak dapat dipenuhinya ketentuan dalam Keputusan Menteri ini, Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapat memberikan petunjuk den ketentuan yang wajib ditaati oleh Pengusaha. (2) Petunjuk dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara jelas dan tertulis. BAB III PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN PIPA PENYALUR Pasal 18 Pengoperasian den pemeliharaan Pipa Penyalur wajib memenuhi Standar Pertambangan Migas (SPM) yang ditetapkan Menteri. Pasal 19 Pengusaha wajib membuat prosedur tertulis tentang pengoperasian dan pemeliharaan Pipa Penyalur sbb. : a. Prosedur pengoperasian dalam keadaan operasi normal dan dalam keadaan reparasi; b. Program penanganan khusus dan atau luar biasa terhadap fasilitas yang diperkirakan sangat berbahaya; c. Program khusus operasi dalam perubahan tekanan; d. Program persyaratan inspeksi berkala dalam operasi; e. Program pengawasan Pipa Penyalur secara periodik; f. Program pencegahan kerusakan Pipa Penyalur akibat penggalian; g. Prosedur keadaan darurat dan analisa kecelakaan dan atau kegagalan operasi; h. Prosedur pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta pencemaran lingkungan. Pasal. 20 (1) Pengusaha wajib melakukan penghitungan Tekanan Operasi Maksimum Boleh (TOMB), secara periodik. (2) Pengusaha dilarang mengoperasikan Pipa Penyalur pada tekanan melebihi Tekanan Operasi Maksimum Boleh (TOMB). (3) Dalam hal diperlukan pengoperasian Pipa Penyalur melebihi tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengusaha wajib membuat prosedur operasi perubahan tekanan dan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kepala

Page 6 of 7 Pasal 21 Pengusaha wajib melakukan pengawasan secara periodik terhadap Pipa Penyalur dan peralatan serta perlengkapan pendukungnya, untuk menjamin dipenuhinya persyaratan keselamatan kerja sesuai Keputusan Menteri ini. Pasal 22 (1) Pengusaha wajib melakukan perawatan, dan atau penggantian terhadap segala kerusakan pada Pipa Penyalur dan peralatan serta perlengkapan pendukungnya sesuai dengan standar yang ditetapkan Menteri. (2) Pengusaha wajib melaporkan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang secara periodik selambatlambatnya setiap 6 (enam) bulan, atas hal2 sbb.: a. Perbaikan dan atau penggantian Pipa Penyalur dan atau peralatan pendukungnya; b. Perubahan dan atau penyimpangan fungsi Jarak Minimum dan atau ruang terbuka di sekitar Pipa Penyalur; c. Kerusakan, kebocoran, kegagalan, pengkaratan dan gangguan operasi lainnya; d. Perubahan2 yang terjadi di lingkungan jalur pipa Penyalur. (3) Pengusaha wajib menyimpan data dan informasi yang berkaitan dengan kebocoran, perbaikan, survei kebocoran, data inspeksi dan atau patroli atas Pipa Penyalur, kondisi pipa pecah dan data lain yang diperlukan. (4) Dalam hal diperlukan, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditunjukkan kepada Pasal 23 (1) Pengusaha wajib mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi dan atau menjaga keselamatan orang dan atau barang, dalam hal terjadi kebocoran, kebakaran dan atau ledakan, yang mengakibatkan tumpahan minyak atau gas bumi. (2) Keadaan sebagaimana termaksud pada ayat (1) yang dapat menimbulkan bahaya atau mengakibatkan kehilangan jiwa dan harta, wajib dilaporkan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dan Pemerintah Daerah setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya keadaan dimaksud. (3) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang mengambil tindakan yang diperlukan segera setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB IV TINDAKAN PENCEGAHAN BAHAYA Pasal 24 (1) Pengusaha wajib memasang dan memelihara marka dan rambu, peringatan dan atau tanda batas yang jelas dan mudah dilihat. (2) Marka sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipasang pada tiap jarak 100 (seratus) meter dan rambu dipasang setiap 500 (lima ratus) meter. (3) Pada daerah yang terdapat atau padat hunian atau lalu lintas orang dan atau barang, jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpendek sesuai kebutuhan. (4) Marka atau rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tulisan yang jelas dalam huruf kapital dan berbunyi "DILARANG, PERINGATAN, AWAS, BERBAHAYA, LINTASAN SALURAN PIPA GAS" dan memuat nama perusahaan dengan alamat dan nomor telepon, diletakkan pada ketinggian yang cukup dan mudah dilihat. Pasal 25 Gas bumi yang disalurkan melalui Pipa Induk, wajib diberi pembau yang khusus dibuat untuk itu, dengan ketentuan tidak mengurangi mutu gas bumi, tidak merusak pipa dan tidak mencemari lingkungan.

Page 7 of 7 Pasal 26 Dalam pelaksanaan pembilasan Pipa Penyalur wajib dihindari timbulnya bahaya dengan cara memasukkan unsur gas ke dalam pipa dan atau melalui prosedur yang berlaku. Pasal 27 (1) Terhadap penggelaran Pipa Penyalur yang melintasi perairan wajib memperhatikan aspek keselamatan pelayaran. (2) Pada tempat2 tertentu yang merupakan alur pelayaran wajib dipasang rambu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28 (1) Pengusaha bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak lain dan atau orang yang bekerja kepadanya, yang timbul akibat pekerjaan penggelaran, pengoperasian, perbaikan, kebocoran dan atau kecelakaan Pipa Penyalur dan peralatan serta perlengkapan pendukungnya. (2) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian mengenai ganti kerugian yang diberikan, akan diselesaikan permasalahannya melalui Pengadilan. Pasal 29 (1) Terhadap setiap bagian2 tertentu dari setiap instalasi Pipa Penyalur dapat dilakukan analisis risiko secara terintegrasi yang meliputi aspek keselamatan kerja, lindungan lingkungan, desain, konstruksi, pemeliharaan dan operasi. (2) Dalam hal terjadi perubahan kondisi operasi, Pengusaha wajib membuat analisis risiko pada tempat perubahan terjadi untuk menetapkan langkah pengamanan. (3) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan dari Kepala BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Terhadap Pipa Penyalur yang telah digunakan pada saat berlakunya Keputusan Menteri ini wajib disesuaikan, dengan mempertimbangkan kondisi setempat dan berpedoman pada Keputusan Menteri ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Menteri ini ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. Pasal 32 Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 April 1997 MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI ttd. I.B. SUDJANA