EKSPLORASI VEGETASI MANGROVE DI ZONA TERLUAR PESISIR TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL MEROPLANKTON PADA MALAM HARI DAN HASIL TANGKAPANNYA DI TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

TEKNIK PENGAMATAN VEGETASI MANGROVE DI PESISIR KABUPATEN PANGANDARAN, JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Pengantar A. Latar Belakang

Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

VI. SIMPULAN DAN SARAN

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

BAB III METODE PENELITIAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh. Firmansyah Gusasi

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

PENGARUH AKTIVITAS MASYARAKAT TERHADAP KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI RAROWATU UTARA, BOMBANA SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR PERSETUJUAN JURNAL KERAPATAN, FREKUENSI DAN TINGKAT TUTUPAN JENIS MANGROVE DI DESA LIMBATIHU KECAMATAN PAGUYAMAN PANTAI KABUPATEN BOALEMO.

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERAPATAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI DASAR REHABILITASI DAN RESTOCKING KEPITING BAKAU DI KABUPATEN MAMUJU PROVINSI SULAWESI BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

Transkripsi:

EKSPLORASI VEGETASI MANGROVE DI ZONA TERLUAR PESISIR TELUK CEMPI, NUSA TENGGARA BARAT 1 Agus Arifin Sentosa 2 dan Adriani Sri Nastiti 2 ABSTRAK Teluk Cempi merupakan salah satu kawasan pesisir di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat yang didominasi oleh keberadaan vegetasi mangrove. Keberadaan mangrove secara fisik berperan penting sebagai penahan gelombang, pelindung pantai dari abrasi dan intrusi air laut, penyedia bahan organik dan perangkap sedimen. Secara biologi, kawasan mangrove berperan sebagai habitat pemijahan, pemeliharaan dan mencari makan bagi ikan dan udang pada awal fase kehidupannya. Penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik vegetasi mangrove di zona terluar kawasan mangrove Teluk Cempi. Pengamatan dilakukan pada bulan Juni 2011 dengan metode eksplorasi pada empat stasiun pengamatan. Hasil menunjukkan bahwa jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan berasal dari famili Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Rhizoporaceae. Kerapatan mangrove di zona terluar untuk pohon berkisar antara 2 23 individu/100 m 2, semak antara 1 31 individu/100 m 2 dan semai 7 10 individu/m 2. Keberadaan kawasan mangrove di Teluk Cempi sudah banyak yang beralih fungsi menjadi lahan tambak udang. Kata kunci: mangrove, zona terluar, Teluk Cempi PENDAHULUAN Hutan mangrove merupakan satu-kesatuan tak terpisahkan dalam ekosistem pesisir (marine and wetland ecosystem). Keberadaan mangrove secara fisik berperan penting sebagai penahan gelombang, pelindung pantai dari abrasi dan intrusi air laut, penyedia bahan organik dan perangkap sedimen. Secara biologi, kawasan mangrove berperan sebagai habitat pemijahan, pemeliharaan dan mencari makan bagi ikan dan udang pada awal fase kehidupannya (Dahuri et al., 2004). Secara umum vegetasi mangrove di wilayah Nusa Tenggara Barat menyebar secara sporadis di sebagian kecil ruas garis pantai pulau utama (Pulau Lombok dan Sumbawa) dan juga mengitari gugusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili. Mangrove di Provinsi NTB tumbuh di lingkungan dataran lumpur dan delta, lingkungan dataran pantai dan dataran pulau-pulau kecil. Lingkungan dataran lumpur dan delta umumnya dicirikan oleh adanya aliran sungai khususnya sungai yang terus berair sepanjang tahun yang bermuara ke laut dan juga terdapat di wilayah pantai yang berteluk seperti Teluk Sepi, Teluk Lembar dan Teluk Ekas di Pulau Lombok, Teluk Waworada, Teluk Sanggar, Teluk Saleh, dan Teluk Cempi di Pulau Sumbawa.Kawasan mangrove di NTB diduga telah mengalami penurunan luasan baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan (DepHut, 2011). Teluk Cempi yang terletak di sebelah selatan Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu kawasan perairan semi tertutup yang memiliki luas 42 km 2 dan panjang garis pantai sepanjang 78 km. Teluk Cempi memiliki sungai-sungai yang membawa sedimen menuju muara yang selanjutnya terdisposisi secara terus menerus dalam waktu lama membentuk dataran lumpur maupun delta. Lingkungan tersebut sangat menguntungkan vegetasi mangrove yang memiliki preferensi habitat pada lingkungan berlumpur untuk tumbuh dan berkembang karena vegetasi mangrove relatif terlindung dari hempasan gelombang dan arus laut, dan kondisi air relatif tenang utamanya pada musim-musim kemarau (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, 2003). Luas kawasan hutan mangrove di Teluk Cempi pada tahun 1990 mencapai 749 1 Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta 13-14 November 2012 2 Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Jl. Cilalawi No.1, Jatiluhur, Purwakarta Jawa Barat. e-mail: agusarifinsentosa7@gmail.com 1

ha (Anonim, 1990 dalam Arifin, 2002), namun diduga kondisi sekarang cenderung mengalami penurunan karena penebangan oleh masyarakat untuk kayu dan konversi menjadi lahan tambak. Eksplorasi vegetasi mangrove di Teluk Cempi perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini ekosistem mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik vegetasi mangrove di pesisir Teluk Cempi. Wilayah studi dibatasi hanya pada zona terluar kawasan mangrove Teluk Cempi yang menghadap ke laut. BAHAN DAN METODE Survei lapangan dilakukan pada tanggal 14 19 Juni 2011 di Teluk Cempi, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Stasiun pengamatan terbagi menjadi empat stasiun, yaitu Jambu, Mbawi, Mariwoja dan Lara (Gambar 1). Gambar 1. Lokasi eksplorasi vegetasi mangrove di Teluk Cempi, NTB Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diambil adalah data vegetasi berupa kerapatan, diameter batang dan famili mangrove yang ditemukan. Alat yang digunakan adalah alat ukur panjang (rollmeter), tali rafia untuk plot kuadrat, patok, kamera, alat tulis dan buku identifikasi mangrove yang merujuk pada Noor et al. (2006). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksplorasi dengan koleksi bebas (Rugayah et al., 2004). Pengamatan kondisi vegetasi mangrove dilakukan dengan membuat petak kuadrat berukuran (10 x 10) m 2 yang diletakkan secara acak pada setiap stasiun penelitian yang tegak lurus garis pantai sepanjang zona terluar mangrove (Bengen, 2001). Pengamatan vegetasi dilakukan untuk kelompok pohon (diameter batang > 10 cm) dan semak/belta (diameter batang 2 10 cm) dengan pengukuran diameter batas dilakukan hingga setinggi dada orang dewasa (sekitar 1,3 m), sedangkan pengamatan semai (diameter batang < 2 cm) dilakukan pada petak berukuran 1 x 1 m 2 (Fachrul, 2008). Hasil pengamatan disajikan secara deskriptif. 2

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan vegetasi mangrove yang dilakukan di Teluk Cempi terbatas pada zona terluar vegetasi mangrove (bagian yang menghadap ke perairan laut). Hasil pengamatan yang diperoleh disajikan secara deskriptif pada masing-masing stasiun. 1. Stasiun Jambu Stasiun Jambu merupakan muara Sungai Jambu yang merupakan salah satu sungai utama yang bermuara di Teluk Cempi. Adanya sungai tersebut menyebabkan dasar perairan di sekitar muara Sungai Jambu selalu berlumpur. Karakteristik perairan yang berlumpur tersebut merupakan habitat yang baik bagi mangrove. Vegetasi mangrove di stasiun Jambu secara visual masih terlihat cukup rapat dengan hamparan mangrove yang cukup luas (Gambar 2). Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Jambu berkisar antara 80 735 m tegak lurus vegetasi mangrove terluar. Gambar 2. Vegetasi mangrove yang padat di stasiun Jambu Hasil pengamatan di bagian terluar hamparan mangrove di stasiun Jambu ditemukan dua famili mangrove, yaitu famili Rhizoporaceae (Rhizopora mucronata) dan Sonneratiaceae (Sonneratia alba). Menurut Noor et al. (2006), famili Rhizoporaceae dan Sonneratiaceae merupakan golongan mangrove sejati yang banyak ditemukan di pantai terbuka. Famili Sonneratiaceae didominasi oleh jenis S. alba yang memiliki nama lokal pedada atau kadada. Jenis tersebut merupakan spesies mangrove yang dominan di stasiun Jambu dan umumnya didominasi oleh ukuran pohon. Batang S. alba halus dengan bekas jaringan batang dan belahan kulit batang. Batang berwarna krim sampai coklat. Batang berbentuk bulat atau bundar. Sepanjang garis pantai di stasiun Jambu banyak dijumpai hamparan akar udara atau akar nafas (pneumatofor) S. alba yang mencuat dari tanah seperti jarum atau pensil dengan ketinggian antara 10 30 cm. S. alba memang umum ditemukan pada zona terluar hamparan mangrove yang merupakan daerah pasang surut (Gambar 3). 3

Gambar 3. Sonneratia alba di stasiun Jambu Famili Rhizoporaceae dari jenis Rhizopora mucronata di stasiun Jambu juga ditemukan di bagian pantai ke arah daratan setelah S. alba namun tidak terlalu dominan. Jenis tersebut mudah dikenali dengan pola perakarannya yang berupa akar tunjang dan akar udara yang mencuat dari percabangan bagian bawah (Gambar 4). Gambar 4. Rhizopora mucronata di stasiun Jambu Vegetasi mangrove dari famili Sonneratiaceae banyak ditemukan dalam kategori semak dan pohon, sedangkan untuk tingkat semai banyak ditemukan di muara sungai Jambu yang dangkal dan berlumpur serta menghadap ke arah laut. Kisaran diameter batang Sonneratiaceae adalah 3,2 37,5 cm dengan rerata 15,5 cm. Kerapatan vegetasi Sonneratiaceae untuk kategori pohon sekitar 5 individu/100 m 2, kategori semak sekitar 1 2 individu/100 m 2 dan kategori semai sekitar 7 individu/m 2. Vegetasi mangrove dari famili Rhizoporaceae hanya ditemukan dalam kategori pohon dengan diameter antara 11,3 17,8 cm dengan rerata 14,1 cm. Kerapatan 4

pohon Rhizoporaceae hanya 3 individu/100 m 2. Hasil analisis vegetasi tersebut hanya menggambarkan kondisi vegetasi mangrove di stasiun Jambu di zona terdepan yang dekat dengan laut. 2. Stasiun Mbawi Stasiun Mbawi merupakan muara Sungai Mbawi yang merupakan salah satu sungai yang bermuara di Teluk Cempi. Kondisi substrat berlumpur dan banyak terdapat teritip yang menempel pada batang dan akar mangrove. Vegetasi mangrove di stasiun Mbawi secara visual terlihat cukup rapat dengan vegetasi mangrove yang didominasi oleh jenis pohon yang sudah berumur tua dengan diameter batang yang cukup besar (> 20 cm). Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Mbawi berkisar antara 524 1004 m tegak lurus vegetasi mangrove terluar. Pada bagian muara Sungai Mbawi terdapat jaring yang disusun menyerupai pagar mengelilingi mulut sungai. Jaring tersebut digunakan oleh nelayan setempat untuk menangkap ikan yang dilakukan saat perairan sedang surut dengan cara menjaring secara langsung ikan-ikan yang tertahan di jaring tersebut (Gambar 5). Gambar 5. Jaring perangkap ikan di sekitar mangrove stasiun Mbawi Kondisi vegetasi mangrove di stasiun Mbawi relatif hampir sama dengan di stasiun Jambu. Jenis mangrove yang dtemukan di zonasi yang terdekat dengan laut adalah dari famili Sonneratiaceae (Sonneratia alba) dan Rhizoporaceae (Rhizopora mucronata), namun kedua famili tersebut secara umum berukuran pohon yang ditandai dengan diameter batang yang cukup besar dan ukuran pohon yang relatif cukup tinggi. Diameter batang mangrove dari famili Sonneratiaceae di stasiun Mbawi berkisar antara 12,7 114,5 cm dengan rerata 57,7 cm, dan untuk famili Rhizoporaceae antara 15,9 22,3 cm dengan rerata 18,03 cm. Kerapatan pohon untuk famili Sonneratiaceae berkisar antara 2 5 individu/100 m 2 dan untuk Rhizoporaceae sebesar 3 individu/100 m 2. Kerapatan mangrove yang rendah diduga disebabkan oleh lokasi pengamatan yang berada di kawasan mangove yang terdekat dengan laut. Ukuran pohon yang cukup besar dengan tajuk yang cukup lebar diduga berpengaruh kepada kerapatan mangrove yang tidak terlalu rapat. 3. Stasiun Mariwoja Stasiun Mariwoja merupakan stasiun pengamatan mangrove di Teluk Cempi yang berada di sekitar muara Sungai Woja. Kawasan vegetasi mangrove di stasun tersebut sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak ikan dan udang. Secara pengamatan langsung, masih terdapat sisa-sisa penebangan mangrove yang belum dibersihkan di areal tambak. Di lokasi tersebut vegetasi mangrove hanya berupa sabuk hijau (green belt) yang tumbuh di sekitar pematang tambak dengan ketebalan yang 5

relatif lebih kecil (< 500 m) (Gambar 6). Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Mariwoja berkisar antara 15 200 m tegak dan tumbuh di sisi terluar kawasan tambak. Kondisi substrat dasar mangrove di stasiun Mariwoja adalah berlumpur dan banyak dipenuhi oleh sampah, baik organik maupun non organik. Gambar 6. Kondisi mangrove di stasiun Mariwoja yang dikonversi menjadi lahan tambak. Jenis mangrove yang ditemukan di stasiun Mariwoja cenderung lebih beragam dibanding stasiun lainnya. Sebagian besar jenis yang ditemukan berasal dari famili Rhizoporaceae yang dicirikan oleh buah/hipokotil yang berbentuk seperti tongkat silinder yang memanjang. Jenis mangrove yang ditemukan di stasiun Mariwoja antara lain Rhizopora mucronata (Rhizoporaceae), Rhizopora apiculata (Rhizoporaceae), Ceriops decandra (Rhizoporaceae), Ceriops tagal (Rhizoporaceae), dan Scyphiphora hydrophyllacea (Rubiaceae). Mangrove di stasin Mariwoja sebagian besar berada pada kategori semak dan pohon. Pada beberapa lokasi yang cenderung terbuka dan dangkal banyak dijumpai anakan (semai) mangrove. Mangrove dari famili Rhizoporaceae cukup rapat dengan nilai kerapatan 23 individu/100 m 2 untuk pohon, 12 individu/100 m 2 untuk semak dan 10 individu/m 2 untuk semai. Mangrove dari famili Rhizoporaceae cukup mendominasi di stasiun Mariwoja dan secara ekologi banyak tumbuh di sekitar pematang lahan tambak (Noor et al., 2006). Jaringan akar tunjang Rhizoporaceae yang terbentuk cukup rumit. Akar tunjang tersebut cukup kokoh dan oleh beberapa orang dimanfaatkan sebagai tempat duduk untuk memancing. 4. Stasiun Lara Stasiun Lara merupakan stasiun pengamatan mangrove yang berada di muar sungai Lara. Lokasi hamparan mangrove di stasiun tersebut cenderung terpisah cukup jauh dengan mangrove di stasiu Jambu, Mbawi dan Mariwoja karena letaknya dipisahkan oleh bukit. Berdasarkan foto udara tanggal 20 November 2002 menurut Google Earth (Tele Atlas, 2011) diketahui bahwa ketebalan mangrove di stasiun Lara berkisar antara 50-400 m tegak lurus vegetasi mangrove terluar. Kondisi substrat pada stasiun Lara adalah lumpur berpasir. 6

Gambar 7. Vegetasi mangrove di stasiun Lara Pengamatan di stasiun Lara menunjukkan bahwa vegetasi mangrove di bagian terdekat dengan laut didominasi oleh famili Avicenniaceae dengan spesies Avicennia alba dan A. marina. Mangrove dari jenis Avicennia umumnya merupakan jenis pionir pada habitat mangrove di lokasi pantai yang terlindung serta di sepanjang garis pantai dan tumbuh pada bagian muka teluk. Akarnya yang berupa pneumatofor yang mencuat dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan daratan (Noor et al., 2006). Avicennia yang ditemukan di stasiun Lara umumnya berada pada kategori semak dengan tajuk yang kecil dengan kerapatan 31 individu/100 m 2. Pada beberapa lokasi juga ditemukan pula anakan atau semai mangrove di sela-sela semak Avicennia tersebut. Secara keseluruhan, vegetasi mangrove yang banyak ditemukan di zona terluar Teluk Cempi berasal dari famili Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Rhizoporaceae. Hal tersebut terjadi mengingat famili mangrove tersebut mampu beradaptasi dengan kondisi salinitas yang tinggi dengan pengaruh pasang surut air laut yang cukup besar (Giesen et al., 2007). Ketiga famili tersebut juga umum ditemukan pada zona terluar dari kawasan mangrove. Menurut Noor et al. (2006), vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi yang berkaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan (terhadap hempasan gelombang), salinitas serta pengaruh pasang surut. Luas kawasan mangrove di Teluk Cempi cenderung mengalami penurunan akibat alih guna menjadi lahan tambak. Nastiti et al. (2012) menyebutkan bahwa luas kawasan mangrove di Teluk Cempi pada tahun 2000 seluas 2388,853 ha dan pada tahun 2011 telah mengalami penurunan yang cukup drastis menjadi 821,64 ha. Alih fungsi lahan dari mangrove menjadi tambak udang yang terjadi begitu cepat berpotensi menimbulkan kerusakan vegetasi mangrove dan akan berpengaruh pada keseimbangan ekosistem hutan pantai secara keseluruhan. Menurut Arifin (2002), kawasan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning ground), pemeliharaan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) pada beberapa biota air khususnya ikan dan udang yang awal daur hidupnya berada di kawasan mangrove. Apabila kawasan mangrove di Teluk Cempi terus terdegradasi, maka bukan tidak mungkin potensi produksi ikan dan udang akan semakin menurun. Oleh karena itu, upaya konservasi mangrove di Teluk Cempi penting dilakukan agar kelestarian sumber daya ikan dan udang dapat terjaga dengan baik. KESIMPULAN 1. Jenis vegetasi mangrove yang umum ditemukan di zona terluar Teluk Cempi berasal dari famili Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Rhizoporaceae. 2. Kerapatan mangrove di zona terluar untuk pohon berkisar antara 2 23 individu/100 m 2, semak antara 1 31 individu/100 m 2 dan semai 7 10 individu/m 2. 7

DAFTAR PUSTAKA Arifin. 2002. Struktur Komunitas Pasca Larva Udang Hubungannya dengan Karakteristik Habitat Daerah Asuhan pada Ekosistem Mangrove dan Estuaria Teluk Cempi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tesis. 114p. Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut, Institut Pertanian Bogor. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. 328p. Departemen Kehutanan. 2011. Kondisi Dan Status Mangrove di wilayah Kerja BPDAS Dodokan Moyosari: Keadaan Umum Lingkungan Mangrove NTB. http://simrlps.dephut.go.id/mangrove/?pancadewa=peta&id=29. Diakses tanggal 7 Februari 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2006. Profil Wilayah Pesisir dan Lautan Provinsi NTB. http://dkpntb.web.id/web/content/view/36/48/. Diakses tanggal 7 Februari 2011. Fachrul, M.F. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.198p. Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren and L. Scholten. 2007. Mangrove Guidebook for Southeast Asia. FAO and Wetlands International, Dharmasarn Co., Ltd, Thailand. 186p. Nastiti, A.S., M.R.A. Putri, S.T. Hartati, Roemantyo, A.A. Sentosa, P.S. Sulaiman, M. Ridwan, H. Saepulloh, D. Sumarno dan Sukamto. 2012. Evaluasi Efektivitas Fungsi Kawasan Konservasi Sumberdaya Ikan Di Teluk Cempi, Nusa Tenggara Barat. Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Purwakarta. Laporan Teknis. 63p. Noor, Y.R., M. Khazali dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International dan Ditjen PHKA. Bogor. 220p. Rugayah, A. Retnowati, F.I. Windadri dan A. Hidayat. 2005. Pengumpulan Data Taksonomi. Dalam Rugayah et al. (eds.). Metode Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor.143p. 8