Peta Ancaman dan Analisis Kebijakan Perlindungan Orangutan

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

Transnational Organized Crime (TOC)

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ( 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 06 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

CATATAN ATAS RUU KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (VERSI DPR)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM TERKAIT KONFLIK KELOLA KHDTK BLI

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Mengenal Satwa Liar dan Teknik Perlindungannya

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN SATWA BURUNG DAN IKAN

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.79/Menhut-II/2014 TENTANG PEMASUKAN SATWA LIAR KE TAMAN BURU DAN KEBUN BURU

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM MENTERI KEHUTANAN,

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Kajian Hukum Penataan Ruang Berbasiskan Ekosistem dan Peluang Penerapan EU RED (EU Renewable Energy Source Directive)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PENATAAN RUANG BERBASIS EKOSISTEM DAN PELUANG PENERAPAN EU RED (SATU KAJIAN HUKUM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2014 TENTANG

SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA ACARA MEMPERINGATI HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

2 Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lem

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam Sejahtera Om Swastiastu

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

PEMERINTAH DESA KUCUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Peta Ancaman dan Analisis Kebijakan Perlindungan Orangutan Arbi Valentinus Forest Policy Specialist/OCSP 22 Januari 2009 Status perlindungan OU Mispersepsi perlindungan TSL (OU) Peta ancaman OU & Regulasinya Relasi isu dgn Forest Crime - Climate Change Agenda Kebijakan Keterkaitan dgn lapangan (Sumbagut)

Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia [] Jenis-jenis satwa liar yang tergolong dilindungi sebagaimana tertuang dalam lampiran PP 7/99, beberapa diputuskan lewat SK Menteri. Orangutan terdaftar sebagai 55 Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas Orangutan hanya dapat ditemui di Borneo dan Sumatera. Dibedakan atas 2 spesies: Sumatera dan Kalimantan/Borneo. Populasi 50.000 individu di alam (Borneo), & tidak lebih dari 6.650 (Sumatera). [Setengah dari populasi 20 tahun yl; Jika ancaman terus berlangsung, diperkirakan punah 50 tahun ke depan atau bahkan lebih cepat] Keduanya tercantum dalam Appendix I CITES. Spesies Sumatera terancam kritis berdasarkan Daftar Merah Mamalia IUCN (IUCN Red List of Mammals)..

MISPERSEPSI Satwa liar yang dilindungi, termasuk orangutan, hanya hidup di dalam kawasan yang dilindungi SALAH Habitat satwa liar yang dilindungi hanya berada di dalam kawasan yang dilindungi SALAH Lebih dari 70% satwa liar dilindungi, seperti orangutan, hidup di luar kawasan yang dilindungi. MISPERSEPSI Satwa liar yang dilindungi, termasuk orangutan, hanya hidup di dalam kawasan yang dilindungi SALAH Habitat satwa liar yang dilindungi hanya berada di dalam kawasan yang dilindungi SALAH Satwa liar, seperti orangutan, hanya dilindungi di dalam kawasan konservasi SALAH Satwa liar, seperti orangutan, hanya dilindungi satwanya dan tidak habitatnya SALAH

MISPERSEPSI Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa ❶beserta ekosistemnya ❷baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah (Psl 1 PP 7/99) Satwa liar, seperti orangutan, hanya dilindungi di dalam kawasan konservasi SALAH Satwa liar, seperti orangutan, hanya dilindungi satwanya dan tidak habitatnya SALAH MISPERSEPSI Satwa liar yang dilindungi, termasuk orangutan, hanya hidup di dalam kawasan yang dilindungi SALAH Habitat satwa liar yang dilindungi hanya berada di dalam kawasan yang dilindungi SALAH Satwa liar, seperti orangutan, hanya dilindungi di dalam kawasan konservasi SALAH Satwa liar, seperti orangutan, hanya dilindungi satwanya dan tidak habitatnya SALAH

Kawasan dilindungi Perkebunan Habitat Orangutan Konsesi hutan ANCAMAN LANGSUNG ANCAMAN TERBESAR Pemanfaatan Species Tidak Terkendali Pemeliharaan / Penangkaran / Kepemilikan ilegal Konversi Lahan/Hutan Illegal Logging (termasuk konversi ilegal) Kerusakan / Kehilangan Habitat Perubahan Tata Pengambilan / Perburuan Ilegal Guna Lahan UU 41/99 PP 8/99 PP 13/94 PP 45/04 Perdagangan ilegal Penyelundupan UU 10/95 Kepunahan PP 6/07 UU 26/07 UU 23/97 [C] Konflik Manusia- Satwa P.48/08 Kebakaran Lahan/Hutan

Regulasi utama tentang Konservasi SDAHE PP 7/99 tentang Pengawetan Jenis TS PP 8/99 tentang Pemanfaatan Jenis TSL - Instruksi Dirjen PHKA 762/01 tentang Penertiban dan Penegakan Hukum terhadap Penguasaan dan atau Perdagangan Orangutan dan SL yang dilindungi UU beserta habitatnya PP 13/94 tentang Perburuan Satwa Buru UU 10/95 tentang Kepabeanan UU 41/99 tentang Kehutanan PP 45/04 tentang Perlindungan Hutan PP 6/07 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan P.48/08 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik antara Manusia dan Satwa Liar UU 26/07 tentang Penataan Ruang Regulasi lainnya UU 5/94 tentang Pengesahan UN-CBD UU 23/97 tentang Pengelolaan LH UU 20/01 & 31/99 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU 25/03 & 15/02 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang PP 68/98 tentang Kaw. Suaka Alam (KSA) dan Kaw. Pelestarian Alam (KPA) Keppres 43/78 tentang CITES Keppres 48/91 tentang Pengesahan Convention On Wetlands Of International Importance Especially As Waterfowl Habitat (Ramsar)

Persoalan Regulasi PP 7/99 perlu penyempurnaan khususnya lampiran spesies yang dilindungi. belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan. Kebijakan pokok konservasi perlu dikuatkan/direvisi terutama dalam penguatan perlindungan habitat, kewenangan penegakan hukum (dalam penyelidikan dan penyidikan) serta pengaturan sanksi pidana, perlindungan/jaminan atas hak masyakarat atas hutan/tanah adat, peran dan mekanisme masyarakat serta pihak swasta. Persoalan Regulasi Reklasifikasi status hutan dalam penyusunan RTRW yang belum sepenuhnya mengintegrasikan kepentingan ekologi (termasuk perlindungan habitat) dan kepentingan sosial (termasuk hutan/tanah adat). Lemahnya penegakan hukum. Kurang/belum menjangkau oknum aparat/pejabat yang terlibat (pembiaran), kurang/belum menyentuh pelanggaran yang terjadi di sektor perkebunan (konversi ilegal) serta aktivitas lainnya yang merusak habitat satwa liar dilindungi, dan kurang diintegrasikan pidana terkait (konservasi, kehutanan, LH, korupsi, pencucian uang)

Kepunahan orangutan FOREST CRIME Perburuan Perdagangan Wildlife Crime Konflik Manusia-Satwa Wildlife Crime Kerusakan / Kehilangan Habitat Illegal Logging Wildlife Cr. Perubahan Iklim Konversi Hutan Primer dan Sekunder serta Lahan Gambut 80% emisi GRK dari rusaknya habitat OU UU 20/01 Korupsi Pencucian Uang UU 25/03 1,87 juta hektar hilang per tahun Diantaranya karena perluasan sektor perkebunan di yang menghancurkan hutan alam UU 23/97 PP 6/07 Bgmn bisa perusahaan dapat mengacuhkan hukum (kebal hukum)? ANCAMAN TERBESAR UU 41/99 PP 45/04 Keseriusan Gakkum STOP Konversi Hutan Primer dan Sekunder serta Lahan Gambut Kalaupun ditangkap dan diperiksa, akhirnya lolos juga? Dilindungi tapi tidak dilindungi! Habitat hilang/rusak! Revisi UU 26/07 Apakah reklasifikasi status hutan memenuhi kriteria hukum dan adil? Penyempurnaan penyusunan RTRW Masyarakat dan orangutan tidak punya tempat (tidak ada suara)?

1,87 juta hektar hilang per tahun Diantaranya karena perluasan sektor perkebunan di yang menghancurkan hutan alam UU 23/97 PP 6/07 ANCAMAN TERBESAR UU 41/99 PP 45/04 Keseriusan Gakkum Prinsip dan mekanisme peran serta masyarakat (seperti MCV) STOP Konversi Hutan Primer dan Sekunder serta Lahan Gambut Penyidikan dan peradilan dgn integrasi dgn korupsi, pencucian uang Penguatan perlindungan habitat Revisi Pelibatan pihak swasta (BMP /kelola HCFV) UU 26/07 Integrasi perlindungan habitat dlm kriteria reklasifikasi status hutan Penyempurnaan penyusunan RTRW Memastikan sejalan dengan kriteria hukum dan adil ANCAMAN LANGSUNG Orangutan Borneo di pasar dapat mencapai > 500 per tahun Untuk menangkap bayi orangutan para pemburu harus membunuh Induk orangutan STOP Penangkapan Pemeliharaan Perdagangan Spesies Sumatera sangat kritis! Penyempurnaan PP 7/99 PP 8/99 UU 10/95 Keseriusan Gakkum PP 13/94 Kenapa mereka bebas saja melanggar hukum?

ANCAMAN LANGSUNG Orangutan Borneo di pasar dapat mencapai > 500 per tahun Untuk menangkap bayi orangutan para pemburu harus membunuh Induk orangutan STOP Penangkapan Pemeliharaan Perdagangan Memasukkan spesies Sumatera Penyempurnaan PP 7/99 PP 8/99 UU 10/95 Keseriusan Gakkum PP 13/94 Tindak lanjut dengan penyidikan dan peradilan ANCAMAN TERBESAR Revisi Penyusunan RTRW Keseriusan Gakkum ANCAMAN LANGSUNG Penyempurnaan PP 7/99 Keseriusan Gakkum Dephut (PHKA) DPR DepPU Dephut (Baplan) Badan Koordinasi TR Daerah/BKTRD Polhut/PPNS Kepolisian Kejaksaan Pengadilan LIPI Dephut (KKH) Polhut/PPNS Kepolisian Kejaksaan Pengadilan

ANCAMAN LANGSUNG ANCAMAN TERBESAR Pemanfaatan Species Tidak Terkendali Tripa Pemeliharaan / Penangkaran / Kepemilikan ilegal Perdagangan ilegal Penyelundupan Pengambilan / Perburuan Ilegal [C] Konflik Manusia- Satwa Perubahan Tata Guna Lahan Kepunahan Konversi Lahan/Hutan Kebakaran Lahan/Hutan Illegal Logging (termasuk konversi ilegal) Kerusakan / Kehilangan Habitat Sawit B. Toru Tripa Nila/Gambir Dairi Langkat Pakpak Pertambangan Dairi Langkat Sawmill B. Toru Pakpak Terima Kasih Awasi proses hukum setiap kasus perusakan hutan sebagai habitat orangutan Dukung perubahan kebijakan yang berpihak pada konservasi orangutan dan habitatnya Gedung Ratu Plaza, Lt. 17 Jl. Jend. Sudirman No. 9 Jakarta 10270. Tel 021 725.1093 Gedung Manggala Wanabhakti, Blok 7 Lt. 6 Jl. Gatot Subroto Jakarta Pusat 10270

[A] Pemanfaatan Tidak Terkendali PEMANFAATAN ILEGAL * Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati (kecuali untuk keperluan penelitian) Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa dilindungi. : pasal 21 (1) huruf a jis Pasal 22 dan Pasal 40 (2) dan (4) : pasal 21 (2) jo 40 (2) dan (4) : pasal 21 (2) jo 40 (2) dan (4) : pasal 21 (2) jo 40 (2) dan (4) * ditambah dengan ketentuan PP 8/99 [A] + PENYELUNDUPAN Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia Barangsiapa mengekspor atau mencoba mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan. : pasal 21 (1) jo Pasal 40 (2) dan (4) : Pasal 21 (2) jo 40 (2) dan (4) : pasal 21 (2) jo 40 (2) dan (4) UU 10/95: Pasal 102

[B] Kerusakan /Kehilangan Habitat ILLEGAL LOGGING /KONVERSI LAHAN ILEGAL* Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah Mengangkut, menguasai,atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sah nya hasil hutan. Pemanfaatan, pengangkutan dan penguasaan hasil hutan tanpa dokumen yang sah * ditambah dengan ketentuan PP 6/07 UU 41/99: Pasal 50 (3) huruf e jo Pasal 78 (5) UU 41/99: Pasal 50 (3) huruf f jo Pasal 78 (5) UU 41/99: Pasal 50 (3) huruf h jo Pasal 78 (7) PP 45/04: Pasal 12 jis Pasal 42, Pasal 48. UU 41/99: Pasal 78 (7) [B] ILLEGAL LOGGING /KONVERSI LAHAN ILEGAL Tindakan perlindungan terhadap hasil hutan untuk menghindari penguasaan berlebihan dan ilegal Pemanfaatan hasil hutan atas dasar izin dari pejabat yang berwenang. Membawa alat-alat berat atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang Membawa alat-alat yang lajim digunakan untuk menebang, memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang, Melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. PP 45/04; Pasal 13 Jo Pasal 42. PP 45/04: Pasal 14 jis Pasal 42, Pasal 43 UU 41/99: Pasal 78 (2) UU UU 41/99: Pasal 50 (3) huruf j jo Pasal 78 (9) UU 41/99: Pasal 50 (3) huruf k jo Pasal 78 (10) : Pasal 33 (3) jo Pasal 40 (2) dan (4)

[B] + KEBAKARAN + AKTIVITAS TIDAK RAMAH LINGKUNGAN Menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/ atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (perusakan lingkungan hidup) Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. UU 23/97: Pasal 1 angka 14 jis Pasal 41 dan 42. : Pasal 19 (1) jo Pasal 40 (1) dan (3). : Pasal 33 (1) jo Pasal 40 (1) dan (3) Pidana Korupsi dan Pencucian Uang KORUPSI Pegawai negeri maupun penyelenggara negara yang menggunakan kewenangannya dan memanfaatkan jabatan yang melekat atas dirinya utnuk membantu tindak pidana. 20/01: Pasal 5 jo Pasal 12 PENCUCIAN UANG Tindak pidana kehutanan yang masuk dalam perolehan hasil kekayaan dari tindak pidana Perbuatan yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer,membayarkan, membelanjakan, menghibahkan atau menjual, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan dengan maksud menyembunyikan harta kekayaan yang dihasilkan dari tindak pidana. 25/03: Pasal 2 jis Pasal 6 dan Pasal 9 25/03: Pasal 3 Jis Pasal 6 dan Pasal 9