Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pajak penghasilan atas pengembangan investasi bidang properti.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

PA JAK PENGHASILAN F INAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

S-1081/PJ.313/2005 PENGENAAN TARIF ATAS JASA KONSTRUKSI (SE- 13/PJ.42/2002)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 15

NPWP dan Pengukuhan PKP

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kegiatan Perusahaan Serta Perubahan Peraturan yang Terjadi Pada Perusahaan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-12/PJ/2014 TENTANG

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan)

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE)

L 2

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PELAKSANAAN VERIFIKASI DALAM RANGKA PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK SECARA JABATAN ATAS PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT45363/PP/M.II/27/2013. : Pajak Penghasilan Pasal 15 Final. Tahun Pajak : 2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. bisa ditarik apa yang telah dibahas dan dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini

AGEN LPG 3KG DAN ASPEK PERPAJAKANNYA KPP PRATAMA JEMBER

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

Wajib Pajak mengubah data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak?

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN. Edisi No. 9, Oleh: Tim Konsultan Pajak Russell Bedford SBR. 1) Sanksi bunga,

SE - 69/PJ/2015 PROSEDUR PEMBERIAN DAN PENCABUTAN SERTIFIKAT ELEKTRONIK

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.36985/PP/M.XIII/15/2012. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

Penjelasan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

S-1034/PJ.322/2004 PERMOHONAN PENJELASAN PENGENAAN PPN DAN PPh ATAS KERJA SAMA OPERASIONAL BIDANG PE

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE- 62/PJ/2013 TENTANG

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

NPWP dan Pembayaran Pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka penulis membuat simpulan dari seluruh pembahasan yaitu sebagai

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

SPT MASA & BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26. PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR PER-04/PJ/2017 Jakarta, 12 April 2017

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 04/PJ/2017 TENTANG

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Tata Cara Pembetulan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pengusaha menurut Mardiasmo (2008:36), Pengusaha merupakan

Dasar-dasar Studi Kasus Perpajakan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 24 /PJ/2009

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008

Transkripsi:

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Priyanto Rustadi Pengantar Bentuk penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Joint Operation dapat bermacam-macam, baik itu dari usaha, dari modal maupun lainnya. Penghasilan dari usaha dalam peraturan perpajakan di Indonesia ada yang pengenaan pajaknya menggunakan Pasal 17 UU PPh ada juga yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) UU PPh). Tulisan ini dibatasi tentang pengenaan pajak Wajib Pajak Joint Operation yang yang memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi (Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009). Penghasilan Wajib Pajak Joint Operation yang bergerak dibidang usaha konstruksi dikenakan PPh Final sesuai PP Nomor 40 Tahun 2009, sementara PPh Final ini sejatinya adalah PPh Badan yang dikenakan di masing-masing anggota Joint Operation. Bagaimana tata cara pemajakannya? Mari kita kupas satu persatu. Pengertian Kerja Sama Operasi (KSO) tertuang dalam PSAK 39 yaitu: perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunkan aset dan atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha tersebut walaupun PSAK 39 telah dicabut (ED-PPSAK 11) tetapi definisi KSO di dunia usaha tidak berbeda dengan definisi yang disebutkan dalam PSAK 39 diatas. Pengertian Joint Operation (JO)/KSO dalam peraturan perpajakan dijelaskan dalam S-323/PJ.42/1989: Bentuk joint operation adalah merupakan perkumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek, penggabungan ini bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai. Bentuk penggabungan demikian bukanlah merupakan subyek dari pengenaan PPh Badan, namun pengenaan PPh Badan tetap dikenakan atas penghasilan yang diperoleh pada masing-masing badan yang bergabung tersebut sesuai dengan porsi/bagian pekerjaan atau penghasilan yang diterimanya. Pada dasarnya JO dapat terbagi menjadi dua tipe yaitu Administrative dan Non-Administrative JO 1 a. Administrative JO Tipe JO ini sering juga disebut sebagai Kerja Sama Operasi (KSO) di mana kontrak dengan pihak pemberi kerja atau Project Owner ditandatangani atas nama JO. Dalam hal ini JO dianggap seolah-olah merupakan entitas tersendiri terpisah dari perusahaan para anggotanya. Tanggungjawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas JO, bukan pada masing-masing anggota JO. 1 www.ortax.org, Ruston Tambunan, Ak.,M.Si.,M.Int.Tax, 26 July 2007

Masalah pembagian modal kerja atau pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian hasil (profit sharing) sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pada porsi pekerjaan (scope of work) masing-masing yang disepakati dalam sebuah Joint Operation Agreement. b. Non-Administrative JO JO dengan tipe ini dalam prakteknya di kalangan pengusaha jasa konstruksi sering disebut sebagai Konsorsium di mana kontrak dengan pihak Project Owner di buat langsung atas nama masing-masing perusahaan anggota. Dalam hal ini JO hanya bersifat sebagai alat koordinasi. Tanggung jawab pekerjaan terhadap Project Owner berada pada masing-masing anggota. Kewajiban Perpajakan Sebagai Subjek Pajak Joint operation merupakan bentuk kerjasama operasi antara 2 (dua) badan atau lebih atas suatu proyek hanya sampai dengan proyek tersebut selesai, dengan demikian joint operation bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b UU Pajak Penghasilan. Kewajiban Pajak Penghasilan Badan terletak pada masing-masing anggota Joint Operation, kewajiban memiliki NPWP terhadap Joint Operation adalah sebagai Wajib Pajak Pemotong dan Pajak Pertambahan Nilai. Dikarenakan Joint Operation merupakan subjek Pajak Pertambahan Nilai maka Joint Operation dan masing-masing anggota Joint Operation wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sebagai Pemotong Pajak Kewajiban pemotong pajak sama dengan kewajiban subjek pajak pada umumnya yaitu, kewajiban mendaftar, kewajiban menghitung pajak yang dipotong, kewajiban menyetor/membayar pajak yang dipotong dan kewajiban melaporkan pemotongan pajak yang dilakukannya setiap masa pajak. Sebagai Pengusaha Kena Pajak Kewajiban Pengusaha Kena Pajak adalah: 1. mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak melebihi Rp4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah)(peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013); 2. membuat Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU PPN; 3. menghitung PPN yang masih harus dibayar yaitu dengan cara mengkreditkan Pajak Masukan dalam suatu masa pajak kepada Pajak Keluaran masa pajak yang sama (Pasal 9 ayat (2)); 4. membayar Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak (Pasal 15A ayat (1)); 5. melaporkan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak (Pasal 15A ayat (2)).

Kewajiban Perpajakan Administrative Joint Operatioan Seluruh kontrak Administrative JO ditandatangani atas nama JO, sehingga JO model ini bertindak layaknya badan usaha yang terpisah dengan anggota JO. Dengan alasan tersebut seluruh kewajiban perpajakan kecuali kewajiban Pajak Penghasilan Badan berada pada JO. 1. Kewajiban PPh Pasal 21 JO wajib melakukan pemotongan atas pembayaran sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi. Yang berbeda dengan Wajib Pajak Badan pada umumnya, dalam melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21, JO diwajibkan melampirkan Daftar Biaya (Formulir 1721-V) yang bentuk formulirnya dapat ditemukan di Peraturan Dirjen Pajak Nomor 14/PJ/2013. Formulir tersebut hanya dilaporkan pada masa Desember saja. 2. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26 Kewajiban pemotongan, pembayaran dan pelaporan PPh atas pembayaran/biaya yang terutang PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 23, dan Pasal 26 sama dengan Wajib Pajak pemotong lainnya. 3. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai penerima penghasilan Pengguna jasa konstruksi dari JO wajib melakukan pemotongan imbalan jasa konstruksi kepada JO. Pada prinsipnya Joint Operation tidak termasuk sebagai subyek Pajak Penghasilan, oleh karena itu penghasilan yang diterima suatu joint operation sebenarnya adalah penghasilan para anggota yang besarnya bagian masing-masing ditentukan sesuai perjanjian pembentukan joint operation. Dengan demikian pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan suatu joint operation hakekatnya adalah pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan anggota JO yang besarnya sesuai dengan bagian masingmasing anggota dalam perjanjian JO. Apabila suatu JO menerima penghasilan yang dikenakan PPh final, maka pengenaan PPh final atas penghasilan tersebut hakekatnya adalah atas penghasilan anggota JO. Tata cara pemecahan bukti potong mengikuti SE-44/PJ.1994 tentang Pemecahan Bukti Potong PPh Pasal 23. Walaupun SE-44/PJ.1994 hanya mengatur PPh Pasal 23 tetapi masih relevan digunakan untuk melakukan pemecahan bukti potong PPh Pasal 4 ayat (2) mengingat dua-duanya merupakan bentuk pemenuhan kewajiban perpajakan masingmasing anggota, hal ini ditegaskan Dirjen Pajak menggunakan S- 251/PJ.313/1998. Tata cara pemecahan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebagai berikut: 1. Dalam hal penerima jasa sudah melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO, JO dapat mengajukan permohonan pemecahan bukti pemotongan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana JO terdaftar. Selanjutnya KPP dimana JO terdaftar melakukan pemindahbukuan ke KPP dimana masing-masing anggota JO terdaftar sesuai proporsi bagi hasil; 2. Dalam hal penerima jasa belum melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2), JO dapat mengajukan pemecahan bukti potong kepada penerima jasa yang selanjutnya akan menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas nama JO qq. Masing-masing anggota JO sesuai dengan proporsi bagi hasil.

4. Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Dalam penjelasan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012 Administrative JO (yang melakukan kontrak/perjanjian atas nama JO) wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Konsekuensi logis dari hal tersebut JO bentuk ini mempunyai kewajiban PPN secara penuh yaitu mendaftar, menghitung, membayar dan melapor. 5. Kewajiban pembukuan memenuhi ketentuan Pasal 28 UU KUP Tujuan utama dari pembukuan/pencatatan dalam pasal 28 UU KUP adalah agar pajak terutang dapat dihitung. Untuk memenuhi hal tersebut JO wajib membuat catatan mengenai peredaran usaha (merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi dan PPN) dan biaya yang dikeluarkan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang harus dipotong oleh JO. Kewajiban Perpajakan Non-Administrative Joint Operatioan Seluruh pekerjaan dan tanggung jawab terhadap penerima jasa konstruksi Non-Administrative JO dilakukan oleh masing-masing anggota JO. Oleh karena itu seluruh kewajiban perpajakan berkaitan dengan transaksi tersebut menjadi tanggung jawab masing-masing anggota JO. Dengan begitu Non-Administrative JO tidak perlu mendaftarkan diri untuk mempunyai NPWP dan tidak perlu juga dikukuhkan sebagai PKP. Bagaimana perlakuan perpajakan jika project konstruksinya berada di Luar Negeri? Berikut contoh bentuk Joint Operation atas project konstruksi yang dilakukan oleh PT ABC sebagai WP dalam negeri yang bergerak di bidang konstruksi dengan XYZ Cons. Co. Yang merupakan wajib pajak di luar negeri dan pelaksanaan project-nya juga berada di luar Indonesia. 1. Pajak Penghasilan Atas penghasilan yang berasal dari jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi di luar negri terutang PPh Final di Indonesia. Tata cara penghitungannya yaitu dengan cara mengalikan tarif PPh Final sesuai Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas PP No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dengan penghasilan dari luar negeri diatas.

Sesuai Pasal 7 ayat (1) PP 40 Tahun 2009, pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan UU PPh. Tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai pengkreditan pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri tersebut. Pertanyaan lebih lanjut adalah bagaimana jika pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri tersebut lebih besar atau lebih kecil dari pajak yang terutang di Indonesia dari penghasilan jasa konstruksi luar negeri bersangkutan. Pada prinsipnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri (worldwide income principle). Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri, Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pasal 24 ayat (2) UU PPh mengatur besarnya pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan adalah sebesar jumlah yang tidak melebihi besarnya pajak yang dihitung berdasarkan UU PPh. Tidak seperti PPh Pasal 15 atas imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang/barang termasuk penyewaan kapal laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari luar negeri, di SPT Masal PPh Pasal 15 dijelaskan tata cara penghitungan kredit pajak dari luar negeri dan juga pelaporannya. Untuk menghitung besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri wajib pajak harus menggunakan kertas kerja tersendiri. Bentuk kertas kerja penghitungannya paling tidak seperti dibawah ini: a. Penghasilan dari Indonesia b. Penghasilan dari luar Indonesia c. PPh Pasal 24 yang dapat diperhitungkan d. PPh yang dipotong pihak lain PPh yang harus dibayar sendiri (a+b) - (c+d) Penghasilan Bruto PPh Terutang 2. Pajak Pertambahan Nilai Penghasilan dari jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang dilakukan di luar daerah pabean Indonesia masuk dalam kelompok ekspor jasa sesuai PMK-30/PMK.03/2011 tentang Perubahan atas Permenkeu No. 70/PMK.03/2010 tentang Batasan Kegitan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang atas Ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Atas ekspor jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikenai tarif 0%. Karena penyerahannya merupakan penyerahan jasa kena pajak maka pajak masukan untuk menghasilkan jasa bersangkutan dapat dikreditkan.