Yayan Akhyar Israr, S. Ked

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif.

17/02/2016. Rabu, 17 Februari

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

BAB 2. Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1 :

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RELAPS. 4 mgg INIT. 4 mgg INTERMITEN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

Untuk mendiagnosia klinik DBD pedoman yang dipakai adalah yang disusun WHO :

Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK. Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kunci dari kehidupan, kesehatan adalah milik

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL SINDROM NEFROTIK DI POLIKLINIK ANAK RSUP FATMAWATI

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit ginjal yang paling sering dijumpai

Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan (salvage pathway).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

PENGARUH SUPLEMENTASI KAPSUL EKSTRAK IKAN GABUS TERHADAP KADAR ALBUMIN DAN BERAT BADAN PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Insiden sindrom nefrotik pada masa kanak-kanak dilaporkan dua

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kelenjar tiroid berasal dari jaringan mesodermal pada masa embrio yang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. glomerular. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinis yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA Fakultas Kedokteran UGM 1

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+), hipoalbuminemia 2,5 g/dl,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru ( Tb Paru ) masih menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia >200 mg/dl, dan lipiduria 1. Lesi glomerulus primer

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

BAB 1: CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

BAHAN AJAR V ARTERITIS TEMPORALIS. kedokteran. : menerapkan ilmu kedokteran klinik pada sistem neuropsikiatri

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan sindrom klinik / kumpulan gejala : urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick 2+)

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

SIROSIS HEPATIS R E J O

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Transkripsi:

Authors : Yayan Akhyar Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2008 0 Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

PENDAHULUAN Sindroma nefrotik (SN) merupakan penyakit yang sering ditemukan di Indonesia. Angka kejadian SN pada anak tidak diketahui pasti, namun diperkirakan pada anak berusia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 1.000.000 anak 1. Sindroma nefrotik tanpa disertai kelainan kelainan sistemik disebut SN primer, ditemukan pada 90% kasus SN anak 1,2,3. Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal. International Study Kidney Disease in Children (ISKDC) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal 1,2. Apabila penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik dan berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder. Insiden sindroma nefrotik primer ini 2 kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan dua pertiga kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari lima tahun 3. Pasien SN primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu 3 : 1. Kongenital 2. Responsif steroid 3. Resisten steroid Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom. Kelompok responsif steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan SN kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan kelainan minimal. Kelompok tidak responsif steroid atau resisten steroid terdiri atas anak-anak dengan kelainan glomerulus lain. Sindroma nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerulus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang banyak dan cukup lama 3. 1

DEFENISI Sindroma nefrotik adalah sutau sindroma klinik dengan gejala 1,2,3,4 : a. Proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/dl atau dipstik 2+) b. Hipoalbuminemia 2,5 gr/dl c. Edema d. Dapat disertai hiperkolesterolemia ETIOLOGI Sebab yang pasti dari SN ini belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi 4 : 1. Sindroma nefrotik bawaan Diturunkan secara resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan, gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosisnya buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya 4. 2. Sindroma nefrotik sekunder Sindroma nefrotik yang dapat disebabkan oleh 4 : a. Malaria kuartana atau parasit lain b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis dan trombosis vena renalis. d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, air raksa. e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. 3. Sindroma Nefrotik Idiopatik Berdasarkan kelainan histopatolois yang tampak pada biopsi ginjal dengan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg membagi dalam 4 golongan yaitu 4 : 2

a. Kelainan minimal b. Nefropati membranosa c. Glomerulonefritis proliferatif d. Glomerulosklerosis fokal segmental PATOFISIOLOGI Kelainan patogenetik yang mendasari SN adalah proteinuria, akibat dari kenaikan permiabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan permiabilitas ini belum diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian dengan hilangnya muatan negatif glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status SN, protein yang hilang biasanya melebihi 2 gram per 24 jam dan terutama terdiri dari albumin. Hipoproteinemianya pada dasarnya adalah hipoalbuminemia. Umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gr/dl (25 gr/l) 3,5. Mekanisme pembentukan edema pada SN tidak dimengerti sepenuhnya. Kemungkinannya adalah bahwa edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia, akibat kehilangan protein urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume intravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal, mengaktifklan sistim renin angiotensin aldosteron, yang merangsang absorsi natrium di tubulus dsital. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, memperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindroma nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal atau meningkat, dan kadar renin serta aldosteron plasma normal atau menurun. Penjelasan secara hipotesis meliputi defek intra renal dalam eksresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permiabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh serta di dalam ginjal 5. 3

Pada SN hampir semua kadar lemak (koleterol dan trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat. Sekurang-kurangnya ada dua faktor yang memberikan sebagian penjelasan yaitu 5 : a. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh di dalam hati, termasuk lipoprotein. b. Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistim enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Ada ahli yang menyatakan lipoprotein lipase keluar melalui urin, tetapi belum ada kepastian. MANIFESTASI KLINIK Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, edema umumnya terlihat pada kedua kelopak mata, edema minimal terlihat oleh orang tua atau anak yang besar sebelum dokter melihat pasien untuk pertama kali dan memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat ataupun cepat atau dapat hilang dan timbul kembali. Selama periode ini edema preorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi, lambat laun edema menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi tambah nyata. Pada keadaan lebih lanjut lagi dapat timbul ascites, pembengkakan skrotum atau labia dan bahkan efusi pleura 3,4,5. Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN, diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi. Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada kwadran kanan atas abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat 4

dengan beratnya edema. Pada keadaan ascites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolap ani 3. Gangguan pernafasan oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura maka pernafasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat 3. Gangguan fungsi psikososial dapat ditemukan pada pasien SN, yang merupakan stres non spesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respon emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Perasaan-perasaan ini memerlukan diskusi penjelasan untuk mengatasinya. Para dokter yang sadar dapat berusaha mendorong meningkatkan perkembangan dan penyesuaian pasien dan keluarganya serta berusaha menolong mencegah dan mengurangi komplikasi 3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain 2 : 1. Urinalisa, bila perlu biakan urin 2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam. 3. Pemeriksaan darah: a. Darah rutin (Hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED) b. Kadar albumin dan kolesterol plasma c. Kadar ureum, kreatinin serta kliren kreatinin. d. Kadar komplemen C3, bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody). DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin bewarna kemerahan 6. 5

Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai atau adanya ascites atau edema skrotum atau labia. Kadang-kadang hipertensi ditemukan 6. Pemeriksaan Penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (proteinuria 3+ sampai 4+), yang dapat disertai hematuria mikroskopis. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (<>6. KOMPLIKASI Infeksi adalah komplikasi utama pada SN, komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri. Penjelasan mengenai ini meliputi penurunan kadar imunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media biakan, defisiensi protein, penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi imunosupresif, penurunan perfusi limpa karena hipovolemia, kehilangan faktor komplemen (faktor properdin B) dalam urin yang mengopsonisasi bakteri tertentu. Belum jelas mengapa peritonitis spontan merupakan tipe infeksi yang paling sering,sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi saluran kencing dapat ditemukan. Organisme penyebab peritonitis yang paling lazim adalah Streptococcus pneumonia, bakteri gram negatif juga ditemukan. Demam dan temuan-temuan fisik mungkin minimal bila ada terapi kortikosteroid. Oleh karenanya kecurigaan yang tinggi, pemeriksaan segera (termasuk biakan darah dan cairan peritonium) dan memulai terapi awal. Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan kecendrungan terjadinya trombosis arteri dan vena (setidak-tidaknya sebagian karena kenaikan kadar faktor koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinolisis plasma, dan kenaikan agregasi trombosit), defisisensi faktor koagulasi IX, XI, XII, dan penurunan kadar vitamin D serum 5. 6

PENATALAKSANAAN Pada SN pertama kali sebaiknya dirawat di Rumah sakit, dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua 2. 1. Dietetik Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena kana menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya skerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Dailiy Allowances) yaitu 2 gram/kgbb/hari. Diit rendah protein akan menyebabkan mallnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diit rendah garam (1-2 gram/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema 2,3,5. 2. Diuretik Restriksi cairan diperlukan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretik seperti furosemid 1-2mg/kgBB/hari, bila diperlukan dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hamat kalium) 2-3 mg/kgbb/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium) 2. Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin 1gram/dl), dapat diberikan infus albumin 20-25% denagn dosis 1 gram/kgbb selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgbb/hari secara perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan albumin dan plasma dapat diberikan selang sehari untuk memberrikan kesempatan pergeseran dan mencegah overload cairan 2,3,4,5. 3. Antibiotik profilaksis Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan ascites diberikan antibiotik profilaksis dengan penicilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema 7

berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik 2. 4. Pengobatan Dengan Kortikosteroid a. Pengobatan inisial Sesuai dengan ISKDC (International Study on Kidney Diseasein Children) pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m 2 LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40mg/m 2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid 2. b. Pengobatan relaps Diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu. Pada SN yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps 2. Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa golongan 2 : Tidak ada relaps sama sekali (30%) Relaps jarang : jumlah relap < 2 8

Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%) Dependen steroid. c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid Bila pasien telah dinyatakan sebagai SN relaps sering atau dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kgbb sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diterukan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan 2. Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumat >0,5 mg/kgbb alternating, tetapi <1,0>2. Bila ditemukan keadaan dibawah ini: Terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb dosis alternating atau Pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia, trombosis, sepsis. Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu 2. d. Pengobatan SN resisten steroid Pengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatomi tersebut mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan CPA memberikan hasil yang lebih baik bila hasil biopsi ginjal menunjukkan SNKM daripada GSFS. Dapat juga diberikan Siklosporin (CyA), metil prednisolon puls, dan obat imunosupresif lain 2. PROGNOSIS Sebagian besar anak dengan SN yang berespon terhadap steroid akan mengalami kekambuhan berkali-kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Yang penting adalah menunjukkan pada keluarganya bahwa anak tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal, tidak diturunkan, dan anak akan tetap fertil. Untuk memperkecil 9

efek psikologis harus dijelaskan bahwa selama masa remisi anak tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan aktifitas 5. 10 Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk