BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

2 2. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 3. Peraturan Ke

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BNN. Orta. Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LABORATORIUM NARKOBA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

2014, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB IV TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Badan Narkotika Nasional Provinsi Riau

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI.

- 2 - MEMUTUSKAN: BAB I KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI. Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan Fungsi. Pasal 1

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Loka Rehabilitasi. Organisasi. Tata Kerja.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

JAKARTA, 22 FEBRUARI 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

-2- Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara (Lembaga N

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN WADAH PERAN SERTA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN ESELON II (DIREKTORAT, BIRO, PUSAT)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Badan Narkotik

Optimalisasi Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2089, 2014 ANRI. Dana Dekonsentrasi. Kegiatan. Pelaksanaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

FORMAT KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KEGIATAN UNIT KERJA VERTIKAL TA 20xx

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG BADAN NARKOTIKA KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

U r a i a n. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pendidikan Nonformal dan Informal

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan.

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMASYARAKATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2011, No Gubernur sebagaimana dimaksud pada huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Menteri; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

DATA PENDUKUNG PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 BADAN NARKOTIKA NASIONAL

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Rencana Kerja dan Sinkronisasi Pusat Daerah Bidang Rehabilitasi BNN. Deputi Rehabilitasi BNN

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014

Transkripsi:

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Badan Narkotika Nasional dibentuk dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di Indonesia. Pembentukan Badan Narkotika Nasional tidak terlepas dari keseriusan pemerintah dalam merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat di Indonesia. Untuk mempermudah pengawasan dan pengendalian serta terintegrasi dari program pelaksanaan bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol (P4GN), maka Badan Narkotika Nasional mempunyai perwakilan di daerah baik tingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Perwakilan Badan Narkotika Nasional merupakan instansi vertikal Badan Narkotika Nasional. Berdasarkan Pasal 31 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional, bahwa instansi vertikal Badan Narkotika Nasional terdiri dari : 1. Badan Narkotika Nasional Provinsi yang selanjutnya disebut dengan BNNP; dan 2. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut dengan BNNK/Kota. Berdasarkan...

2 Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010, kedudukan BNNP berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Narkotika Nasional. BNNP mempunyai tugas melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Provinsi. Dalam melaksanakan tugas, BNNP menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan kebijakan teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, dan rehabilitasi; b. pelaksanaan penyiapan bantuan hukum dan kerja sama; c. pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada BNN Kabupaten/Kota; d. penyusunan rencana program dan anggaran BNNP; e. evaluasi dan penyusunan laporan BNNP; dan f. pelayanan administrasi BNNP. Demikian pula dengan BNNK/Kota, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010, BNNK/Kota berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Narkotika Nasional melalui Kepala BNNP. BNNK/Kota mempunyai tugas melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan tugas BNNK/Kota menyelenggarakan fungsi : a. pelaksanaan kebijakan teknis P4GN di bidang pencegahan, pemberdayaan masyarakat dan rehabilitasi; b. pelaksanaan kebijakan teknis P4GN di bidang pemberantasan dalam rangka pemetaan jaringan kejahatan terorganisasi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol dalam wilayah Kabupaten/Kota; c. pelaksanaan penyiapan bantuan hukum dan kerja sama; d. penyusunan rencana program dan anggaran BNNK/Kota; e. evaluasi dan penyusunan laporan BNNK/Kota; dan f. pelayanan administrasi BNNK/Kota. Untuk mewujudkan organisasi instansi vertikal Badan Narkotika Nasional yang proporsional, efektif dan efisien, maka perlu ditetapkan pedoman tentang pembentukan instansi vertikal Badan Narkotika Nasional terutama mengenai persyaratan, prosedur dan tata cara penilaian pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional. B.MAKSUD...

3 B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Pedoman pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional dimaksudkan sebagai acuan pembangunan, perwujudan, dan penyusunan organisasi instansi vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional. 2. Tujuan Pedoman pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional bertujuan menciptakan landasan yang jelas dan baku dalam pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup Pedoman Pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional ini diperuntukkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan BNNP dalam pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional. D. PENGERTIAN UMUM Pengertian umum dalam Pedoman ini meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional adalah Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Provinsi dan Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Kabupaten/Kota. 3. Badan Narkotika Nasional Provinsi yang selanjutnya disingkat BNNP adalah instansi vertikal Badan Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Provinsi. 4.Badan...

4 4. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat BNN Kabupaten/Kota adalah instansi vertikal Badan Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Kabupaten/Kota. 5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap Narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan P4GN. 6. Kerawanan Daerah adalah hasil analisa dari data dukung yang terdiri beberapa unsur dari daerah yang mengusulkan pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional. 7. Entry Point Narkoba adalah pintu rawan masuk Narkoba (Darat, Laut, Perairan, Udara) di daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota. 8. Pecandu Narkoba adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 9. Tindak Pidana Narkoba adalah perbuatan pidana atau perbuatan kejahatan yang berhubungan dengan narkoba. 10. Tersangka Tindak Pidana Narkoba adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana narkoba. 11. Tindak Pidana Lainnya keadaan yang sebenarnya dari suatu perkara kriminalitas yang tidak terkait dengan narkoba. 12. Tingkat Prevalensi Daerah adalah hasil penelitian dari penyalah guna narkoba berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan jenis penyalahgunaan zat. 13. Pembentukan adalah penyusunan, perwujudan, dan pembangunan organisasi instansi vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional. E. DASAR DAN PRINSIP PEMBENTUKAN Pembentukan organisasi instansi vertikal dilakukan dengan pertimbangan: 1. Perkembangan lingkungan strategis yang dinamis. 2. Tuntutan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah. 3. Penyesuaian terhadap volume dan beban kerja. 4. Penyesuaian terhadap struktur organisasi tingkat pusat.

5 BAB II PERSYARATAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL A. REKOMENDASI GUBERNUR DAN/ATAU BUPATI/WALIKOTA Rekomendasi Gubernur dan/atau Bupati/Walikota meliputi: 1. penyediaan sumber daya manusia pada tahap awal dalam waktu tertentu. 2. pemberian fasilitasi kegiatan P4GN dan penyediaan sarana prasarana dalam bentuk hibah dan/atau pinjam pakai dari Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan tanggung jawab yang telah diatur dalam ketentuan yang berlaku. 3. penyediaan lahan diperuntukkan pembangunan gedung kantor BNNP minimal seluas 2.500 m2 dan BNNK/Kota minimal seluas 1.000 m2 dan ditetapkan sebagai lokasi pembangunan dalam bentuk hibah dan/atau pinjam pakai selama diperuntukkan untuk program P4GN yang diatur dalam Nota Kesepahaman. 4. dalam hal pelaksanaan rekomendasi, Gubernur dapat mengusulkan calon Kepala BNNP dan Bupati/Walikota dapat mengusulkan calon Kepala BNNK/Kota yang selanjutnya dilakukan Baperjakat oleh BNN. 5. terdapat ketersediaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dihibahkan ke instansi vertikal di lingkungan BNN. B. NOTA KESEPAHAMAN DAN PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA DENGAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Format Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama dapat di lihat pada Contoh 1 dan Contoh 2.

6 CONTOH 1 FORMAT NOTA KESEPAHAMAN

7 CONTOH 1 FORMAT NOTA KESEPAHAMAN

8 CONTOH 1 FORMAT NOTA KESEPAHAMAN

9 CONTOH 1 FORMAT NOTA KESEPAHAMAN

10 CONTOH 2 FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA

11 CONTOH 2 FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA

12 CONTOH 2 FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA

13 CONTOH 2 FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA

14 CONTOH 2 FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA

15 CONTOH 2 FORMAT PERJANJIAN KERJASAMA

16 BAB III PROSEDUR PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL Tahapan prosedur pembentukan instansi vertikal terdiri atas : 1. Kepala Badan Narkotika Nasional mengirimkan surat permohonan dukungan pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional kepada Kepala Pemerintah Daerah, yaitu Gubernur dan/atau Bupati/Walikota. 2. Pemerintah Daerah memberikan tanggapan dengan mengirimkan dukungan penyediaan lahan, bantuan sumber daya manusia, sarana prasarana dan fasilitasi kegiatan P4GN serta naskah akademik pembentukan instansi vertikal Badan Narkotika Nasional. Format sistematika penyusunan naskah akademik dapat di lihat pada Contoh 3. 3. BNNP melakukan pemetaan di wilayahnya untuk diusulkan daerah yang akan dibentuk instansi vertikal ke Badan Narkotika Nasional dengan mempertimbangkan skala prioritas pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional di daerah. 4. Badan Narkotika Nasional melakukan survei ke daerah yang akan dibentuk instansi vertikal Badan Narkotika Nasional dan menentukan daerah yang akan dibentuk Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional. 5. Penentuan skala prioritas pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional di daerah berdasarkan analisis organisasi yang meliputi : a. Pemetaan Kategori Karakteristik Kerawanan Daerah. b. Pemetaan Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba. c. Penyediaan Lahan Pembangunan Kantor. d. Fasilitasi Kegiatan P4GN. e. Penyediaan Sarana dan Prasarana. f. Rekomendasi Personel yang akan dipekerjakan. 6. Manajemen Puncak (Top Management) Badan Narkotika Nasional menyelenggarakan rapat mengenai finalisasi penentuan daerah prioritas pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional. 7. Prosedur pengusulan secara berjenjang, terdiri atas : a. Untuk tingkat BNNP, surat usulan ditandatangani oleh Kepala BNNP dan ditujukan kepada Kepala BNN.

17 b.untuk. b. Untuk tingkat BNNK/Kota, surat usulan ditandatangani oleh Kepala BNNK/Kota dan ditujukan kepada Kepala BNNP untuk disampaikan kepada Kepala Badan Narkotika Nasional. 8. Hasil analisis dan evaluasi kebutuhan organisasi. 9. Naskah akademik. 10. Badan Narkotika Nasional dan Pemerintah Daerah menandatangani Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama setelah mendapat persetujuan pembentukan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur Negara. 11. Badan Narkotika Nasional mengajukan surat usulan pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional beserta rancangan peraturan kepala Badan Narkotika Nasional. CONTOH 3 SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang b. Dasar Hukum c. Maksud dan Tujuan BAB II POTENSI STRATEGIS WILAYAH BNNP dan/atau BNNK/KOTA a. Aspek Geografis b. Aspek Sumber Daya Manusia c. Aspek Pemerintahan d. Aspek Pendidikan

18 BAB III. CONTOH 3 SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BAB III KONDISI SEKARANG a. Bentuk Organisasi b. Dana Operasional c. Tempat/Lahan Kantor d. Sumber Daya Manusia e. Tingkat Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba BAB IV KONDISI DIHARAPKAN a. Bentuk Organisasi b. Dana Operasional c. Lahan/Kantor d. Sumber Daya Manusia e. Tingkat Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba BAB V ANALISA URGENITAS PEMBENTUKAN a. Unsur Pokok (1) Jumlah Entry Point Narkoba (2) Jumlah Pecandu Narkoba (3) Jumlah Kasus Tindak Pidana Narkoba (4) Jumlah Tersangka Tindak Pidana Narkoba (5) Jumlah Kasus Tindak Pidana Lainnya b. Unsur Pendukung (1) SDM (2) Anggaran (3) Sarana Prasarana (4) Angka Prevalensi

19 BAB VI. CONTOH 3 SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL BAB VI PENUTUP a. Kesimpulan b. Saran c. Lampiran-lampiran

20 BAB IV TATA CARA PENILAIAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL Pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional berupa penentuan nilai terhadap seluruh komponen yang berpengaruh terdiri dari: 1. Grand Design vertikalisasi BNN. 2. Keterwakilan setiap Provinsi yang mengusulkan dengan skala prioritas. 3. Beban kerja. 4. Alokasi anggaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 5. Kriteria penilaian pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional. Kriteria penilaian akan menjadi acuan terhadap penentuan pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional. A. UNSUR POKOK Dalam menentukan Unsur Pokok terhadap kriteria penentuan pembentukan Instansi Vertikal terdiri dari: 1. Jumlah Entry Point Narkoba, dilihat dari jumlah pintu rawan masuk narkoba (darat, laut, perairan, udara) di daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota didukung data pengungkapan oleh Beacukai atau tempat rawan yang tidak terjaga. 2. Jumlah pecandu narkoba, dilihat dari data pecandu narkoba di daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota tersebut. 3. Jumlah kasus tindak pidana narkoba, dilihat dari jumlah kasus Narkoba yang terjadi di daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota. 4. Jumlah tersangka tindak pidana narkoba, dilihat dari data tersangka yang ditangkap di daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota tersebut. 5. Jumlah kasus tindak pidana lainnya, di lihat dari jumlah kasus kriminalitas lainnya. B. UNSUR PENUNJANG Dalam menentukan Unsur Penunjang ditentukan berdasarkan ketersediaan dukungan dari pemerintah daerah berupa sumber daya manusia, anggaran, sarana prasarana, dan angka prevalensi Provinsi berdasarkan hasil penelitian BNN.

21 C.TATA. C. TATA CARA PENILAIAN 1. Data unsur unsur pokok dan penunjang untuk setiap komponen diberi bobot persentase (%) secara proporsional berdasarkan pengaruhnya terhadap beban kerja masing-masing Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang akan dibentuk. 2. Komponen unsur pokok diberikan nilai maksimal sebesar 80 sedangkan unsur penunjang diberikan nilai maksimal sebesar 20. 3. Setiap subunsur diberikan bobot berbeda-beda dengan mempertimbangkan pengaruh terhadap beban kerja masing-masing BNNP dan BNNK/Kota. 4. Tata cara perhitungan nilai untuk setiap unsur dan subunsur menggunakan rumus sebagai berikut : a. Nilai Unsur Pokok = Jumlah nilai 5 Subunsur (Nilai Entry Point + Nilai Pecandu Narkoba + Nilai Kasus Tindak Pidana Narkoba + Nilai Tersangka Tindak Pidana Narkoba + Nilai Kasus Tindak Pidana Lainnya) b. Nilai Unsur Penunjang = Jumlah nilai 4 Subunsur (Nilai SDM + Nilai Anggaran + Nilai Sarana Prasarana + Nilai Prevalensi) c. Cara untuk perhitungannya sebagai berikut : Nilai Unsur Pokok dan Unsur Penunjang dijumlahkan dan dibuatkan ranking sesuai ambang batas yang telah ditentukan untuk penentuan layak atau tidak daerah tersebut menjadi Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional.

22 D.RINCIAN. D. RINCIAN NILAI UNTUK MASING-MASING UNSUR DAN SUBUNSUR PADA PERHITUNGAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL 1. UNSUR POKOK Unsur tersebut terdapat 5 (lima) subunsur, terdiri atas: a. Jumlah Entry Point Narkoba Jumlah Entry Point Narkoba Nilai 1 sampai dengan 2 4 3 sampai dengan 4 8 5 sampai dengan 6 12 7 sampai dengan 8 16 Lebih dari 8 20 b. Jumlah Pecandu Narkoba Jumlah Pecandu Narkoba (2 tahun terakhir) Nilai 1 sampai dengan 15 4 16 sampai dengan 30 8 31 sampai dengan 45 12 46 sampai dengan 60 16 Lebih dari 60 20 c. Jumlah Kasus Tindak Pidana Narkoba Jumlah Kasus Tindak Pidana Narkoba yang Nilai berada di dalam wilayah (2 tahun terakhir) 1 sampai dengan 25 3 26 sampai dengan 50 6 51 sampai dengan 75 9 76 sampai dengan 100 12 Lebih dari 100 15

23 d.jumlah. d. Jumlah Tersangka Tindak Pidana Narkoba Jumlah Tersangka Tindak Pidana Narkoba di Nilai dalam wilayah (2 tahun terakhir) 1 sampai dengan 20 3 21 sampai dengan 30 6 31 sampai dengan 40 9 41 sampai dengan 50 12 Lebih dari 50 15 e. Jumlah Kasus Tindak Pidana Lainnya Jumlah Kasus Tindak Pidana Lainnya berada di Nilai dalam wilayah (2 tahun terakhir) 1 sampai dengan 25 2 26 sampai dengan 50 4 51 sampai dengan 75 6 76 sampai dengan 100 8 Lebih dari 100 10 2. UNSUR PENUNJANG a. Sumber Daya Manusia Keberadaan SDM yang dipekerjakan atau ditugaskan oleh pemerintah daerah ke instansi vertikal di lingkungan BNN. SDM Nilai 0 sampai dengan 3 orang 1 4 sampai dengan 8 orang 2 Lebih dari 8 orang 3

24 b.anggaran. b. Anggaran Terdapat ketersediaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dihibahkan ke instansi vertikal di lingkungan BNN. Anggaran Nilai Rp.100.000.000,- 1 Rp. 100.000.000,- sampai dengan Rp. 300.000.000,- 2 Lebih dari Rp. 300.000.000,- 3 c. Sarana Prasarana Ketersediaan tanah, gedung, kendaraan dan meubelair dari pemerintah daerah ke instansi vertikal di lingkungan BNN. Sarana Prasarana Nilai (Luas Tanah + Luas Gedung + Kendaraan + Meubelair) 5 1 6 sampai dengan 8 2 9 sampai dengan 10 3 Lebih dari 10 4 Dengan rincian sebagai berikut : 1) Tanah Luas Tanah Nilai 500 m 2 1 501 m 2 sampai dengan 1.000 m 2 2 lebih 1.000 m 2 3 2)Luas.

25 2) Luas Gedung Luas Gedung Nilai 500 m 2 1 501 m 2 sampai dengan 1.000 m 2 2 lebih 1.000,- m 2 3 3) Kendaraan Roda Dua Roda Empat Nilai 1 Kendaraan 1 Kendaraan 1 2 kendaraan 2 kendaraan 2 Lebih dari 2 kendaraan Lebih dari 2 kendaraan 3 4) Meubelair Meubelair Nilai Tidak Tersedia 1 Tersedia 2 d. Angka prevalensi Penentuan prevalensi daerah berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh satuan kerja Pusat Penelitian, Data, dan Informasi BNN pada tahun 2014, yang menghasilkan data prevalensi sebagai berikut : PROVINSI % PREVALENSI Aceh 2,08 Sumatera Utara 3,06 Sumatera Barat 1,80 Sumatera Selatan 1,69 Jambi 1,89 Riau 1,99

26 Bengkulu 1,88 Lampung. PROVINSI % PREVALENSI Lampung 1,52 Kepulauan Bangka Belitung 1,85 Kepulauan Riau 2,94 Banten 2,02 DKI Jakarta 4,74 Jawa Barat 2,34 Jawa Tengah 1,88 Daerah Istimewa Yogyakarta 2,37 Jawa Timur 2,01 Kalimantan Barat 2,01 Kalimantan Selatan 2,01 Kalimantan Tengah 1,95 Sulawesi Barat 2,09 Sulawesi Selatan 2,08 Sulawesi Tengah 2,11 Sulawesi Tenggara 1,59 Sulawesi Utara 2,19 Gorontalo 1,68 Bali 2,22 Nusa Tenggara Barat 1,50 Nusa Tenggara Timur 1,49 Maluku 2,32 Maluku Utara 1,85 Papua 1,23 Papua Barat 1,57 Dengan penilaian sebagai berikut : Prevalensi Nilai 0 sampai dengan 1,49 2 1,50 sampai dengan 2,99 5

27 Lebih dari 3,00 10 E.Penetapan. E. PENETAPAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL Total nilai akhir yang layak dipertimbangkan untuk dibentuk menjadi Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional dengan ambang batas nilai minimal 50 100 (lima puluh sampai dengan seratus).

28 BAB V PENUTUP 1. Penguatan kelembagaan dan pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional, merupakan kebutuhan yang mendesak dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. 2. Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pembentukan Instansi Vertikal di lingkungan Badan Narkotika Nasional. 3. Usulan pembentukan Instansi Vertikal Badan Narkotika Nasional agar tetap memperhatikan, tingkat kerawanan daerah dan tingkat prevalensi kerawanan daerah. Pedoman ini bersifat dinamis, dalam arti ketentuan-ketentuan di dalamnya dapat diubah sesuai kebutuhan berdasarkan perkembangan lingkungan strategis yang ada. Ditetapkan di J a k a r t a Pada tanggal 15 Juni 2015 KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL ttd ANANG ISKANDAR Paraf : 1. Kasubbag Organisasi :... 2. Kabag Ortala :... 3. Karo Kepeg & Org :... 4. Kabag TU :... 5. Karo Umum :... 6. Sestama :...