TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

dokumen-dokumen yang mirip
TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPISAN ULANG JALAN PADA DAERAH KEREB PERKERAS DAN SAMBUNGAN NO. 006/T/BNKT/1990

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

TATA CARA PELAKSANAAN SURVAI INVENTARISASI JALAN DAN JEMBATAN KOTA NO. 017/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PANDUAN SURVAI DAN PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN LALU LINTAS NO. 001 /T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

STANDAR SPESIFIKASI KEREB NO. 011/S/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMELIHARAAN JALAN KOTA

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

SPESIFIKASI PENGUATAN TEBING NO. 11 /S/BNKT/ 1991 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Persyaratan Teknis jalan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

TATA CARA MENYUSUN RPL DAN RKL AMDAL JALAN PERKOTAAN NO. 07/T/BNKT/1991 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

Penempatan marka jalan

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

BAHAN KULIAH PERANCANGAN BANGUNAN TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB I PENDAHULUAN. R. Nur Sholech E W / I-1

PEDOMAN PEMBANGUNAN PRASARANA SEDERHANA TAMBATAN PERAHU DI PERDESAAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Peningkatan arus bongkar muat pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manfaatnya (

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN JALAN: 13. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMELIHARAAN BERKALA JEMBATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah B A. Studi Pustaka MULAI. Permasalahan. Observasi Lapangan. Pengumpulan Data

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

Tugas Akhir D4 TPJJ 2013 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, perpindahan manusia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

ANALISIS BUNDARAN PADA SIMPANG EMPAT JALAN A. YANI KM 36 DI BANJARBARU. Rosehan Anwar 1)

PEDOMAN. Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) PERANCANGAN BANGUNAN TEKNIK SIPIL TRANSPORTASI OLEH: IR. DEWANTI, MS

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

BAB III LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK LOKASI DAN STANDAR SPESIFIKASI BANGUNAN PENGAMAN TEPI JALAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

D4 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN RUANG PARKIR RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

PEMERIKSAAN KESESUAIAN KRITERIA FUNGSI JALAN DAN KONDISI GEOMETRIK SIMPANG AKIBAT PERUBAHAN DIMENSI KENDARAAN RENCANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

Laporan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

P R A K A T A Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat maupun di daerah. Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi, maupun Metoda Pengujian, yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang lebih balk, efisien dan seragam. Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku Tata Cara Perencananan Perhentian Bus " ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua pihak akan kami hargai guna penyempurnaan di kemudian hari. Jakarta, 1990 DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA DJOKO ASMORO i

DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... i DAFTAR ISI... ii BAB I DESKRIPSI... 1 1.1. Maksud dan Tujuan... 1 1.1.1. Maksud... 1 1.1.2. Tujuan... 1 1.2. Ruang Lingkup... 1 1.3. Pengertian... 1 BAB II. PERSYARATAN-PERSYARATAN... 3 2.1. Kriteria Penempatan... 3 2.2. Dimensi... 3 2.3. Persyaratan-persyaratan Lain... 4 BAB III. KETENTUAN-KETENTUAN... 5 3.1. Dimensi Tipikal... 5 3.2. Kebutuhan Panjang Jalur Tinggu... 5 3.3. Perlengkapan... 6 3.4. Struktur... 7 BAB IV. PERENCANAAN... 8 LAMPIRAN-LAMPIRAN - Gambar - gambar... 9 - Daftar Buku Standar Direktorat Pembinaan Jalan Kota... 15 - Daftar Nama-nama Pemrakarsa dan Tim Pembahas... 17 ii

BAB I. DESKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan 1.1.1. Maksud Tata cara ini dimaksudkan sebagai pegangan praktis dalam merencanakan Pemberhentian Bus. 1.1.2. Tujuan Tujuan tata cara ini adalah untuk keseragaman bentuk di dalam perencanaan Pemberhentian Bus secara baik, tepat, benar, sehingga dapat diperoleh manfaat secara optimal. 1.2. Ruang Lingkup Buku petunjuk ini meliputi penentuan kriteria penempatan, daerah penempatan, dimensi, struktur, perlengkapan dan ketentuan-ketentuan lain tentang Pemberhentian Bus pada jalanjalan di wilayah perkotaan. 1.3. Pengertian Pemberhentian Bus adalah bagian perkerasan jalan tertentu yang digunakan untuk pemberhentian sementara bus, angkutan penumpang umum lainnya pada waktu menaikkan dan menurunkan penumpang. Pemberhentian Bus Dengan Teluk adalah Pemberhentian Bus dengan menggunakan Teluk dan dilengkapi dengan Fasilitas Tunggu Penumpang, Marka, dan Rambu. 1

Pemberhentian Bus Tanpa Teluk adalah Pemberhentian Bus tanpa menggunakan Teluk, dilengkapi dengan Marka, Rambu dan minimum dilengkapi dengan Fasilitas Tunggu Penumpang. Fasilitas Tunggu Penumpang adalah fasilitas yang disediakan untuk calon penumpang menunggu bus, dapat berupa Lantai Tunggu Penumpang, Shelter. Shelter adalah bagian dari Fasilitas Tunggu Penumpang yang berupa bangunan yang digunakan untuk para penumpang menunggu bus/angkutan umum dan melindungi penumpang dari cuaca. Funsi lain Pemberhentian Bus adalah meningkatkan disiplin lalulintas baik untuk pengemudi bus maupun untuk penumpang angkutan umum. Naik dan turun bus hanya ditempat yang telah ditentukan. Teluk Bus berfungsi untuk : a. Mengurangi gangguan kelancaran lalu-lintas akibat bus berhenti. b. Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan penumpang angkutan umum. 2

BAB II. PERSYARATAN-PERSYARATAN 2.1. Kriteria Penempatan Lokasi Pemberhentian Bus memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut : a. Tidak mengganggu kelancaran lalu-lintas kendaraan maupun pejalan kaki. b. Dekat dengan lahan yang mempunyai potensi besar untuk pemakai angkutan penumpang umum. c. Mempunyai eksesibilitas yang tinggi terhadap pejalan kaki. d. Jarak satu Pemberhentian Bus dengan Pemberhentian Bus lainnya pada suatu ruas jalan minimal tigaratus meter dan tidak lebih dari tujuhratus meter. e. Jarak dari tepi perkerasan pada kaki simpang ke ujung awal Teluk Bus, sesuai arah lalu-lintas adalah 50 meter. (lihat Gambar 1.) f. Jarak dari tepi perkerasan pada kaki simpang ke ujung Rambu Stop Bus sesuai arah lalu-lintas adalah 50 meter. (lihat Gambar 1.) g. Lokasi penempatan Pemberhentian Bus disesuaikan dengan kebutuhan. 2.2. Dimensi Dimensi Pemberhentian Bus Dengan Teluk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan kendaraan untuk melakukan gerakan masuk dan keluar Teluk Bus tanpa mengganggu lalu-lintas lainnya. Jalur lalu-lintas pada Teluk Bus harus terdiri dari jalur perlambatan, jalur tunggu dan jalur percepatan. Panjang jalur tunggu disesuaikan dengan kebutuhan. 3

2.3. Persyaratan-persyaratan Lain Dalam merencanakan Pemberhentian Bus perlu memperhatikan persyaratan-persyaratan yang berlaku, yang dikeluarkan oleh : - Pemerintah Daerah setempat. - Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga. - Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 4

III. KETENTUAN-KETENTUAN 3.1. Dimensi Tipikal Panjang Jalur Tunggu ditetapkan berdasarkan jenis bus dengan kapasitas 30 penumpang, ditambah dengan panjang toleransinya dan mempunyai total sebesar 11 meter untuk setiap bus. (lihat Tabel 1.) 3.2. Kebutuhan Panjang Jalur Tunggu. Panjang jalur tunggu disesuaikan dengan jumlah bus tunggu rencana. Jumlah bus tunggu dihitung berdasarkan jumlah waktu tunggu untuk jumlah bus tunggu rencana dan sekurang-kurangnya 70 persen sampai dengan 85 persen dari jumlah waktu tunggu seluruh bus yang menggunakan Teluk Bus itu. Perhitungan tersebut berdasarkan pada satu hari kerja yang mewakili hari kerja tahun tersebut. Jumlah bus tunggu rencana dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: (1) T i = Total waktu tunggu untuk jumlah bus tunggu i (detik) T ij = Lama waktu (masa) tunggu bus, untuk jumlah bus tunggu i dan frekuensi ke j (detik). i = Jumlah bus tunggu pada suatu saat (unit bus) j = Frekuensi ke j dari suatu jumlah anggota statistik. (Jumlah Bus tunggu i yang ke j). 5

TABEL I WAKTU TUNGGU BUS KUMULATIF Jumlah bus tunggu i 1 2 3 i r m Jumlah waktu tunggu untuk jumlah bus tunggu i (detik) T1 T2 T3 Ti Tr Tm Waktu tunggu kumulatif (detik) K1 K2 K3 Ki Kr Km Total T Km = Total waktu tunggu seluruh Bus. Kr = 70% sampai dengan 85% dari Km. r = jumlah bus tunggu rencana K i = K ( i 1 ) + T i (2) 3.3. Perlengkapan - Penghentian Bus harus dilengkapi Rambu Lalu-lintas, Marka Jalan, dan Fasilitas Tunggu Penumpang. - Rambu "STOP BUS" harus dipasang pada bagian akhir jalur tunggu, sesuai dengan ketentuan pemasangan rambu. - Marka garis putus dipasang pada bagian jalur perlambatan dan jalur percepatan. - Marka garis penuh di pasang pada bagian jalur tunggu. - Shelter dapat dipasang pada Penghentian Bus Dengan Teluk atau pada Penghentian Bus Tanpa Teluk. - Untuk Teluk Bus harus dilengkapi dengan Shelter. 6

- Ketentuan-ketentuan lain tentang marka jalan harus mengikuti ketentuan-ketentuan pada peraturan marka jalan. 3.4. S t r u k t u r Agar jalur Penghentian Bus dapat tahan lama maka dianjurkan menggunakan perkerasan kaku. Lantai Tunggu Penumpang harus sama dengan struktur trotoar. 7

IV. PERENCANAAN 1. Buatlah peta situasi di sekitar yang akan dibangun Pemberhentian Bus. 2. Tentukan jumlah bus tunggu rencana dengan menggunakan rumus yang berlaku. 3. Dalam penggunaan perkerasan kaku, perhatikan disain sambungan antara perkerasan kaku dengan perkerasan di sebelahnya. 4. Tentukan dimensi Teluk Bus yang sesuai dengan jumlah bus tunggu rencana. 5. Bila kendaraan yang akan masuk ke Teluk Bus kebanyakan bus-bus yang besar dan dana yang tersedia cukup, maka disainlah perkerasan dengan menggunakan perkerasan kaku. 6. Tempatkan Shelter pada Pemberhentian Bus. 8

LAMPIRAN LAMPIRAN

GAMBAR.l. PENEMPATAN TELUK BUS DI DEKAT PERSIMPANGAN : Shelter : Rambu Stop Bus L 1 : Jarak antara tepi perkerasan pada kaki persimpangan Ke ujung awal teluk bus minimum 50 meter. L 2 : Jarak antara tepi perkerasan pada kaki persimpangan ke rambu Stop Bus minimum 50 meter (tanpa teluk) 9

GAMBAR.2. PENEMPATAN TELUK BUS DI DEKAT JEMBATAN PENYEBERANGAN GAMBAR.3. PERLENGKAPAN TELUK BUS 10

Gambar 4. BENTUK TIPIKAL TELUK BUS Tabel. 1. DIMENSI TELUK BUS UNTUK SATU BUS A B (1) C W STANDAR 20.0 11.0 20.0 3.0 MINIMUM 10.0 11.0 13.0 2.75 11

a. DENGAN SALURAN TERBUKA DAN MEMAKAI b. DENGAN SALURAN TERTUTUP GAMBAR 5. TIPIKAL POTONGAN PEMBERHENTIAN BUS 12

L = Jarak antar sambungan = 5 meter W = Lebar plat ( sesuai dengan lebar jalur jalan ) W 1 = Lebar plat terkecil = 1 meter GAMBAR 6. DENAH TELUK BUS DENGAN PERKERASAN KAKU 13

GAMBAR. 7. DETAIL PERKERASAN KAKU UNTUK TELUK BUS A = Bagian dowel diberi anti karat = 100 mm B = Lebar celah sambungan = 6-10 mm C = Tebal CTSB = 100 mm C = Tebal pelat beton = 250 mm D = Panjang bagian dowel yang diberi pelumas = L 2 L = Panjang dowel = 500 mm T = Kedalaman celah sambungan = maximum 4 1 D GAMBAR. 8. DETAIL SAMBUNGAN ANTARA PERKERASAN KAKU DENGAN PERKERASAN LENTUR 14

DAFTAR BUKU STANDAR DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA NO. JUDUL BUKU NO.REGISTRASI 1. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Februari 1987 2. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan 3. Standar Specification For Geometric Design Of Urban Roads 4. Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia (Tentative) 5. Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu-lintas Januari 1988 January 1988 Desember 1986 01/T/BNKT/1990 6. Panduan Surval Wawancara Rumah 02T/BNKT/1990 7. Petunjuk Perambuan Sementara 03/T/BNKT/1990 Selama Pelaksanaan Pekerjaan 8. Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan 04/T/BNKT/1990 9. Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan 05/T/BNKT/1990 Utilitas 10. Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan 06/T/BNKT/1990 Ulang Jalan Pada Daerah Kereb Perkerasaan dan Sambungan 11. Petunjuk Perencanaan Trotoar 07/T/BNKT/1990 12. Petunjuk Desain Drainase Permukaan 08/T/BNKT/1990 Jalan 13. Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan 09/T/BNKT/1990 Kaku (Beton Semen) 14. Panduan Penentuan Kiasifikasi 10/T/BNKT/1990 Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan 15. Standar Spesifikasi Kereb 11/S/BNKT/1990 16. Petunjuk Perencanaan MarkaJalan 12/S/BNKT/1990 17. Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan 13/S/BNKT/1990 15

NO. JUDUL BUKU NO.REGISTRASI 18. Tata Cara Perencanaan Pemisah 014/T/BNKT/1990 19. Tata Cara Perencanaan Pemberhentian Bus 20. Tata Cara Pelaksananan Survai Inventarisasi Jalan Dan Jembatan Kota 21. Tata Cara Peleksanaan Surval Penghitungan Lalu-Ilntas Cara Manual 22. Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota 015/T/BNKT11990 016/T/BNKT/1990 017/T/BNKT/1990 018/T/BNKT/1990 16

DAFTAR NAMA - NAMA PEMRAKARSA DAN TIM PEMBAHAS P E M R A K A R S A DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA KOSEPTOR NO. NAMA 1. Ir. Hartom., MSc 2. Ir. Palgunadi., MEngSc 3. Ir. Bernaldy., CES T I M P E M B A H A S NO. N A M A 1. Ir. Hartom., MSc 2. Ir. Bernaldy., CES 3. Ir. Palgunadi., MEngSc 4. Ir. Trihardjo 6. Ir. Heru Budi Santoso., CES 6. Ir. Minton. P 7. Ir. Budi Harimawan 8. Ir. Atiek Suparyati 17